NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Pengasuh Si Kembar

Pengasuh ke 24

...HAI TEMAN-TEMAN SEMUA TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR MEMBACA KARYA AUTHOR YANG BARU...

********************************************

Berulang kali pengasuh baru itu memohon ampun. Akan tetapi erangan permintaannya di abaikan oleh dua bocah yang asyik berlari saling berkejaran. Sesekali mereka menembak pengasuh baru itu dengan pistol air sampai membuat pengasuh itu basah kuyup dan kedinginan. Tak puas mengerjai, pengasuh itu di lempar mainan yang berserakan di lantai. 

Ya, dua bocah yang masih suci tanpa dosa tak sadar jika kenakalannya telah membuat Papanya pusing tujuh keliling yang setiap satu minggu sekali harus berganti pengasuh baru. Mereka berhenti dari pekerjaannya lantaran tak kuat menghadapi nakalnya dua bocah manis dan cerdik seperti kancil.

“Sudah Tuan Muda, Nona muda.” Pengasuh itu meminta sembari ke dua telapak tangannya menghadang mereka yang terus maju menyerang bersama pistol mainan kesayangannya. 

Mereka tidak berhenti mempermainkan pengasuh itu yang sudah kedinginan. Pada akhirnya pengasuh itu mencoba berdiri melangkahkan kaki pelan menuju Pria tampan yang sedang memakai sepatu kulit berwarna hitam di ruang keluarga. 

“Tuan besar, saya sudah tidak sanggup lagi menjadi pengasuh Tuan muda dan Nona muda. Saya ingin mengundurkan diri saja. Saya tidak tahan dengan kenakalan mereka, Tuan,” pinta pengasuh itu sambil melipat kedua tangan di depan dadanya memohon. 

Pria tampan itu menghela nafas pelan sambil meneruskan mengikat tali sepatu. Wajahnya tampak datar dengan tubuh membungkuk ke bawah. 

Pengasuh yang ke dua puluh empat juga tak bertahan lama mengasuh Aksa dan Kiara batin pria tampan itu.

Pria tampan itu menegapkan punggung sembari jari telunjuk membetulkan kacamata yang turun sedikit kebawa dari hidungnya. Dia menggenggam ke dua tangannya tepat di depan dada bidang yang seperti roti sobek, mengamati pengasuh itu yang gemetaran dengan baju yang basah seperti tersiram air satu kolam penuh. 

“Ck. Kamu aku ambil dari yayasan sudah senior juga dalam menjaga anak-anak! Hanya dua anak kecil saja kamu tidak mampu!” cibir Pria tampan itu sembari membuka dompetnya. Dia mengeluarkan uang beberapa lembar dari dalam dompet kemudian menyodorkan pada pengasuh itu. “Kemasi semua barang-barang kamu jangan sampai ada yang tertinggal. Aku rasa uang itu sangat pantas untuk gaji kamu selama satu minggu!” gumam Pria tampan itu kemudian berdiri dari tempat duduknya. 

Pria itu melangkahkan kaki mencari keberadaan Aksa juga Kiara. “Bik Jumi!” teriak Pria itu.

Wanita paruh baya datang menghampiri Tuan besar dengan celemek yang masih menempel di badannya. “Iya Tuan besar, ada apa memanggil saya?” tanya Bik Jumi seraya sedikit membungkukkan badannya. 

“Ganti pakaian Tuan muda dan Nona muda sekarang, akan aku bawa mereka bersamaku ke kantor,” titah pria tampan itu sambil membetulkan jas hitam.

Bik Jumi segera mengganti pakaian si kembar, Aksa Federico dan Kiara Federico. Anak kembar yang tampan dan cantik. Meskipun mereka nakal, tetapi saat pria itu memberi perintah mereka segera mematuhinya. 

Ya, Arthur Dario Federico, pria tampan, gagah juga kaya raya pujaan setiap kaum wanita. Dia terlahir dari pasangan Albert Federico dan Rossa. Keluarga mereka sangat di segani di ibu kota karena memiliki kekayaan yang cukup fantastis, sebagai CEO di perusahaannya, Arthur mempunyai sikap yang dingin dan angkuh. Akan tetapi sebagai seorang Ayah dua anak dia bisa di banggakan karena cara mendidiknya.

Arthur sangat menyayangi dan memanjakan si kembar, meskipun begitu Arthur tetap memberi rambu-rambu batasan agar saat dewasa mereka bisa menjadi anak yang hebat dan tidak tergantung pada Papanya.

“Papa, kami sudah siap,” ucap bersamaan si kembar di depan Arthur sambil mendongak ke atas sembari tersenyum manis.

Aksa Federico tidak lupa memasukkan mainan mobil-mobilannya di dalam tas punggungnya. Sedangkan Kiara Federico hanya membawa boneka beruang kecil berwarna coklat kesayangannya yang banyak kenangan sewaktu masih bermain-main di taman. 

Melihat ke dua anaknya yang polos Arthur tersenyum lembut. Arthur menekuk ke dua lututnya agar tingginya sejajar dengan Aksa dan Kiara, kemudian mengusap lembut puncak kepala mereka ber dua.  “Kalian anak manis,” ucap Arthur.

 Dia menggandeng Aksa dan Kiara di sisi kanan dan kiri. Mereka bertiga berjalan menuju mobil hitam yang terparkir di halaman luas. Arthur mengangkat Aksa membantu masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Kiara. Si kembar polos duduk di kursi belakang Arthur sambil memainkan mainan mereka.

“Kakak, aku senang di ajak Papa ke kantor,” ucap Kiara seraya membetulkan rok nya.

“Emm … aku juga,” jawab Aksa sembari menganggukkan kepala.

Selesai memasang sabuk pengaman pada si kembar. Arthur memalingkan wajah pada mereka menatap dengan penuh kasih sayang sebagai seorang Papa yang penyayang.

“Aksa, Kiara dengarkan Papa baik-baik. Hari ini Papa ada meeting bersama klien penting. Kalian nanti di ruangan Papa saja dan jangan nakal. Papa Cuma sebentar,” titah Arthur pada si kembar yang merasa tak yakin kalau anak-anaknya bisa diam saat tak ada dia. 

Aksa dan Kiara menganggukkan kepala secara bersamaan. “Baik Papa,” lanjut Kiara sambil memeluk boneka beruangnya. 

Dalam perjalanan Arthur melihat mereka dari spion di dalam mobil. Tampak wajah riang di wajah Aksa dan Kiara. Anak-anak baik yang sudah tidak lagi mempunya sosok seorang ibu dari umur satu tahun. Sesekali mereka saling berantem karena bercandanya kelewatan. Akan tetapi setelah Arthur melirik, mereka langsung terdiam dan saling memutar bola mata malas seakan-akan tak melihat lirikan maut Papanya.

*

*

*

“Arthur, akhirnya kamu sudah datang, sepuluh menit lagi kita akan meeting sama klien dari eropa,” ucap Evan, asisten Arthur yang seperti sahabat sendiri diantara mereka.

Evan berjalan beriringan di sebelah Arthur sembari menjelaskan apa yang akan di bahas nantinya. 

“Haii … haii … anak manis,” goda semua staff kantor pada si kembar yang tertinggal jauh di belakang Arthur dan Evan.

Menyadari Aksa dan Kiara tidak ada di samping. Arthur bergegas menoleh ke belakang seraya menghela nafas kemudian berjalan berbalik arah pada si kembar. Merasa di abaikan oleh Papanya, si kembar mengerutkan ke dua mata mereka pada Arthur tepat di hadapannya sembari mendongak ke atas. Tak sabar karena di kejar waktu akhirnya Arthur menggendong Aksa di bahunya yang kekar. 

“Evan, bantu gendong Kiara cepat,” pinta Arthur yang sudah tak sabar ingin segera menyelesaikan meetingnya. 

Evan bergegas menggendong kiara di pinggangnya tanpa menjawab titah Arthur. Aksa dan Kiara ‘pun hanya diam dalam gendongan Arthur dan Evan. Mereka tidak berani merengek saat Arthur dalam keadaan fokus ataupun marah.

Setelah sampai di dalam ruangan kerja Arthur. Evan dan Arthur meninggalkan si kembar duduk di sofa di temani oleh Tiara, sekretaris Arthur. Sedangkan Arthur dan Evan keluar ruangan guna menuju ruang meeting.

Aksa berulah kembali. Dia berdiri di atas sofa sambil jingkrak-jingkrak. Melihat polah kakaknya, Kiara ikutan berdiri di atas sofa. Aksa mengeluarkan semua mainan di dalam tas ranselnya. Sedangkan Kiara turun dari sofa kemudian berlari ke meja kerja Arthur, dia mengobrak- ngabrik semua kertas yang ada di atas meja, tak luput juga membanting leptop kerja Arthur. Keadaan ruangan Arthur sangat gaduh dan berantakan. Tiara yang melihat tak mampu menghentikan kenakalan si kembar. 

“Berhenti Tuan muda, Nona muda nanti Tuan Arthur bisa marah,” ucap Tiara pelan. Dia merasa takut dan khawatir jika Arthur memarahinya karena tak bisa menjaga si kembar. Tiara berjalan mondar mandir seraya menggenggam ke dua tangannya di samping. 

Setelah selesai meeting, Arthur dan Evan kembali ke ruangan kerja. Mata Arthur terbelalak melihat pemandangan yang sangat membuat dirinya syok. Bagaimana tidak, ruangannya bagaikan kapal pecah hancur berkeping-keping. Aksa menduduki kursi ke bersaran nya, sedangkan Kiara duduk di atas meja kerja. 

“Berhenti Aksa, Kiara! Kenapa kalaian nakal sekali!” ucap Arthur menekan suaranya sembari menghela nafas kasar.

“Papa sangat lama!” 

“Iya, Papa lama,” sambung Kiara. “Kita sudah bosan, Papa kan sudah janji mau main sama kita,” tambah Kiara seraya menyilangkan kakinya dan membuang muka. 

Arthur menghela nafas sambil kedua tangannya berada di pinggang menatap ke dua bocah yang memasang muka masam sama dia. “Baiklah, kalian ayo turun segera dari situ,” titah Arthur.

Aksa dan Kiara hanya diam tidak menghiraukan perintah Arthur. Mereka tetap menatap tajam Arthur sembari mengerucutkan bibir mungilnya. Kemarahan mereka tidak membuat Arthur bertambah emosi, justru di dalam hati tertawa melihat tingkah nakal tetapi lucu di tambah wajah si kembar yang imut.

“Ayo turun, jadi pergi atau tidak!” titah Arthur sekali lagi.

Si kembar yang sudah di ultimatum Papanya, akhirnya turun dari kursi dan meja. Mereka berlari menuju Arthur meminta untuk di gandeng. Iya, Aksa di sebelah kanan dan Kiara di kiri.

“Kita pergi main ke moll ya, Pa,” pinta Kiara sembari mendongak ke atas dan tersenyum manis.

“Iya Sayang,” jawab Arthur lembut.

“Yeee, aku senang sekali kita beli mainan lagi,” timpal Aksa.

“Jangan nakal ya, selama di moll,” pinta Arthur sembari menundukkan pandangannya melihat ke arak Kiara dan Aksa. 

Terima kasih semuanya sudah mampir membaca jangan lupa gerakkan jempol kalian tekan like, komentar, vote, suscribe, hadiah 🥰🥰🥰🥰🤲🙏

Air Mata Ibu

***

“Letta, maafkan ibu yang belum bisa mewujudkan impianmu menjadi seorang dokter anak. Keadaan ekonomi keluarga kita sejak ayah kamu meninggal sekarang tidak stabil. Bella juga sakit harus segera di operasi dan ibu sudah tidak ada uang lagi untuk biaya ke rumah sakit.” Ibu paruh baya itu berucap sembari mengusap air mata yang jatuh berlinang di pipinya yang sudah mulai kelihatan kerutan di sudut matanya. “Padahal kamu sudah masuk semester tiga, terpaksa harus berhenti kuliah. Ibu minta maaf ya Letta, sudah gagal menjadi Ibu yang terbaik buat kalian,” lanjut Ibu paruh baya itu, yang bernama Vani, Ibu dari Violetta yang kerap di panggil Letta. 

Ya, Violetta menempuh pendidikan di fakultas Jaya Indonesia Jakarta jurusan Dokter Anak. Dia adalah gadis yang cerdas, cantik dan juga penyayang. Di saat Ayahnya masih hidup keluarga Violetta berjalan dengan sempurna penuh kebahagiaan, bahkan orang tua mereka bangga dengannya yang selalu bisa mendapat nilai terbaik. Sangat di sayangkan keadaan berubah setelah Ayahnya meninggal dalam kecelakaan kerja di salah satu perusahaan tempat dia bekerja di proyek.

Vani sesenggukan berbicara dengan Violetta. Air mata terus mengalir, perasaannya hancur saat masa depan ke dua putrinya tidak cemerlang sesuai dengan harapan dia. Ibu mana yang tega melihat cita-cita anaknya yang sudah di dambakan dari bangku sekolah menengah kini harus terkubur karena kendala biaya. Di tambah lagi Bella, adiknya Violetta terpaksa harus mengurungkan niat menuju perguruan tinggi karena di vonis menderita tumor otak sejak satu tahun lalu. 

“Ibu, Letta tidak marah. Violetta bangga punya seorang Ibu yang hebat. Selalu mencurahkan kasih sayang, Ibu tidak pernah meminta balasan apapun dan juga berkorban demi anak-anakmu ini. Letta sangat bahagia bisa terlahir dari rahim Ibu yang kuat dan hebat,” ucap Violetta seraya meneteskan airmata. “Letta tidak apa-apa, jika tidak menjadi dokter anak. Violetta bisa mencari pekerjaan untuk menambah biaya adik Letta, Bella. Ibu tenang saja, Violetta tidak pernah merasa kecewa. Violetta memahami keadaan kita saat ini. Tolong Ibu doakan Violetta saja agar segera mendapat pekerjaan,” sambung Violetta sembari memegang ke dua tangan Vina, Ibunya.

Violetta dan Ibunya saling berpelukan menyikapi keadaan mereka yang terhimpit ekonomi. Di sini Violetta harus berbesar hati menerima keadaan. Dia harus mengesampingkan egonya demi Ibu dan Adik perempuan satu-satunya. Sebagai anak pertama Violetta di tuntut menjadi lebih dewasa dari umurnya yang sekarang menginjak duapuluh tiga tahun. 

“Ibu, kakak maafkan Bella menjadi beban kalian semua,” ucap Bella seraya mengusap buliran-buliran air mata.

“Dek, kamu bukanlah beban buat kakak dan Ibu. Kamu itu anugerah dari Tuhan untuk kami. Kakak sama Ibu sayang banget sama kamu. Kamu pasti akan sembuh, bersabar ya,” pinta Violetta sambil mengecup kening Bella. 

Violetta membereskan surat lamaran pekerjaan kemudian di masukkan dalam amplop coklat. Dia memakai pakaian rapi dengan kemeja biru langit dan celana panjang hitam. Gadis cantik itu mempunya pesona yang menarik, berkulit kuning langsat, rambut sebahu serta memiliki senyum yang manis. Wajah lembut yang di miliknya seakan mampu meluluhkan hati setiap kaum hawa yang menatapnya.

“Ibu, Violetta berangkat dulu, ya,” pamit Violetta sembari meraih tangan Ibunya kemudian mencium telapak dan punggung tangan.

Vani kembali menangis tak kuasa melihat anaknya pergi mencari pekerjaan demi keluarga. “Hati-hati ya, nak, doa Ibu selalu menyertaimu.” Vani memeluk kembali Violetta kemudian mencium pipinya kanan kiri berkali-kali.

“Iya, Bu,” jawab Violetta lembut. 

Violetta mendongak ke atas. Langit biru cerah menghiasi awan putih, sebuah karya Tuhan yang sangat luar biasa dengan berhiaskan burung-burung berterbangan mengepakkan sayapnya yang indah. Kenapa harus khawatir burung di udara saja di pelihara Tuhan, dia tidak khawatir apa yang akan dia makan dan minum, tentang hari esok saja burung-burung itu berserah pada Tuhan, apalagi manusia pasti akan di perhatikan dengan sangat lebih dari pada yang lain batin Violetta dalam hatinya.

“Violetta semangat, go, go semangat.”  Violetta menyemangati dirinya sendiri sembari mengepalkan kedua tangannya ke atas.

Violetta melangkahkan kaki dengan mantap. Mata indahnya menatap kedepan di dalam hati selalu berkata rencana Tuhan itu jauh lebih indah daripada rencana manusia. 

*

*

*

“Maaf di sini belum ada lowongan pekerjaan,” ucap salah satu karyawan toko baju. Violetta keluar dengan perasaan kecewa sembari menghela nafas. 

Gadis mungil itu masih mendekap amplop coklat berisi surat lamaran di dadanya. Dia masih semangat memasuki setiap toko yang ada di dalam moll besar. Dia mencoba kembali memasuki sebuah restorant cepat saji berharap bisa di terima bekerja sebagai pelayan.

“Di sini tidak membutuhkan pelayan lagi!” teriak manager restorant tersebut. Lagi-lagi Violetta di tolak.

“Ya Tuhan, tolong bantu hambamu ini yang sedang kesusahan,” Violetta berucap sembari menghela nafas berat. Dia masih berjalan menyusuri setiap toko melihat setiap pintu kaca jika ada stiker lowongan pekerjaan. 

Tidak mudah mencari pekerjaan di kota besar jika tidak ada kenalan di dalamnya. Namun, tidak bagi gadis yang penuh semangat ini. Dia berusaha keras bekerja menjadi apapun asalkan bisa membantu biaya operasi Bella asalkan pekerjaan itu halal. 

Di sisi lain

Arthur yang sibuk dengan ponselnya membahas masalah pekerjaan, membuat dia tidak fokus menjaga si kembar. Aksa dan Kiara yang sudah mulai bosan naik odong-odong turun dengan sendirinya. Mereka berjalan berdua tanpa pengawasan Arthur dan anak buahnya.

Si Kembar berjalan bergandengan tangan sembari menoleh ke kanan dan kiri. Semua mata memandang Aksa dan Kiara sambil menggoda dan mencubit lembut pipit mereka. Si kembar yang polos hanya terdiam mendapat perlakuan seperti itu. 

“Kakak, kita mau kemana?” Kiara bertanya sembari memeluk bonekanya. 

“Kita jalan-jalan, adek,” jawab Aksa sambil mengamati sekitarnya. 

Aksa menarik tangan Kiara saat ada yang ingin memegang bonekanya. Mereka berlari sangat cepat karena Aksa tidak ingin adiknya terjadi sesuatu yang dapat melukainya. Ya namanya anak kecil belum mengerti jika orang itu hanya ingin menggoda karena gemas. 

Si kembar berlari cepat. Mereka tidak melihat kanan dan kiri sampai akhirnya menyenggol patung maneken sampai jatuh, sontak membuat para pengunjung merubah atensi mereka. Para pelayan moll dan pengunjung mengerumini mereka seperti sarang lebah sambil menatap ke arah Aksa dan Kiara yang duduk di lantai. 

Bola mata si kembar melirik kanan kiri sembari menoleh. Tampak ketakutan di wajah mereka. Netra cantik Kiara mulai berkaca-kaca dan menitikkan air mata, dia menangis sesenggukan seraya memeluk erat-erat bonekanya. 

“AAAAAAAAAAAAAAAA.” Aksa berteriak sekeras mungkin sambil ke dua tangannya menutup telinga saat melihat adiknya mulai menangis.

Violetta yang melihat ada banyak berkerumun seketika berlari, kemudian menerobos sekerumunan ibu-ibu dan pelayan guna mencari tahu. Melihat Aksa dan Kiara yang tampak tidak nyaman dan mulai kebingungan Violetta merasa iba kemudian memberanikan diri melangkahkan kaki menuju Aksa dan Kiara. 

“Adik kecil, kalian tidak apa-apa, kan?” Violetta memeluk Aksa dan Kiara sembari mengusap bahu si Kembar. “Tidak ada yang sakit, kan?”

Tangisan Kiara semakin menjadi keras sedangkan Aksa hanya menoleh kanan kiri kebingungan. “Adik-adik kecil tenanglah ada kakak disini, sudah tidak apa-apa,” ucap Violetta sembari menatap lembut ke dua mata si kembar.

Arthur yang menyadari si kembar tidak berada di sampingnya, seketika perasaannya cemas. Dia dan anak buahnya bergegas berpencar mencari keberadaan Aksa juga Kiara. 

“Aksa, Kiara dimana kalian, sayang,” tutur Arthur sembari berjalan mengelilingi moll. 

Tatapan Arthur tertuju pada mobil mainan Aksa yang berada di depannya. Dia merundukkan tubuhnya yang kekar mengambil mainan itu. Rupanya Aksa lupa menutup tas punggungnya sehingga mainannya terjatuh di saat dia berlari bersama Kiara. Arthur mengikuti sepanjang jalan di mana mobil mainan Aksa terjatuh.

Banyaknya orang berkumpul menyita perhatian Arthur. Dia bergegas mencari tahu apa yang terjadi. Dia sangat khawatir jika terjadi apa-apa dengan si kembar, anaknya. 

“Ada apa di sana,” batin Arthur sembari menuju ke arah kerumunan. Di balik itu dia mendengar suara seperti yang dia kenal. Ya, Arthur mengenali suara Kiara yang masih menangis pelan. Dia langsung membubarkan dan melihat ke dua anaknya berada dalam pelukan gadis cantik, Violetta Maharani. 

Terima kasih sudah mampir membaca 😊🙏

melamar kerja

Kiara dan Aksa yang melihat Papanya sudah datang langsung bangun dari duduknya berlari memeluk Arthur sambil menangis sesenggukan. Mereka kuat-kuat mendekap Arthur karena ketakutan.

“Sudah sayang, kalian jangan menangis lagi, ada Papa di sini,” gumam Arthur sembari mendekap kedua anaknya. Arthur menghela nafas lega setelah bertemu dengan si kembar dalam keadaan baik-baik saja.

“Papa, tadi ada kakak cantik yang ----” Aksa menoleh kebelakang. Akan tetapi Violetta sudah keburu pergi meninggalkan mereka karena merasa si kembar sudah aman dalam dekapan Papanya.

“Ada siapa tadi, Aksa kecilku,” tanya Papanya sambil memijat hidung Aksa yang mancung. Aksa terdiam menggelengkan kepala karena dia tak sempat melihat wajah Violetta. “Sekarang kita pulang ke rumah ya,” pinta Arthur, kemudian menggendong ke dua anaknya di pinggang kanan kiri.

“Tuan besar, sepertinya ini milik nona yang membantu Tuan muda dan Nona muda.” Anak buah Arthur menyodorkan amplop coklat milik Violetta yang terjatuh.

Arthur menatap amplop itu, kemudian memasukkannya ke dalam dashboard mobil. Si kembar yang sudah kelelahan akhirnya tertidur pulas di mobil dalam perjalanan pulang.

***

“Kemana lagi aku harus mencari kerja, ya, Tuhan.” Gadis cantik itu tersedu sembari menundukkan pandangannya.

Violetta merasa putus asa karena telah lebih dari tiga kali di tolak saat melamar pekerjaan. Dia merenung meratapi hari ini yang cukup berat baginya, sembari memeluk tiang di halte bis. Tidak peduli semua mata menatap ke arah dia yang seperti habis putus cinta.

Angin yang cukup kencang menghempaskan selembar brosur tepat menutupi wajahnya.

“Ah, apa-apaan ini?!”

Violetta menarik selembar kertas brosur dengan kesal, kemudian meremasnya dan membuangnya asal. Sepersekian detik dia menoleh kertas tersebut, kemudian tampak sedikit terlihat ada tulisan lowongan. Dia yang penasaran kemudian beranjak dari tempat duduknya meraih kembali brosur tersebut dan membacanya.

Dibutuhkan segera pengasuh anak dengan syarat bersedia tinggal di rumah dan berpengalaman mengurus anak dengan gaji besar.

“Yess,” celetuk Violetta sembari menjentikkan jarinya di kertas. Gadis cantik itu menghela nafas lega setelah selesai membaca. Dia menganggukkan kepala sembari memeriksa tasnya. Suasana hatinya berubah riang seperti ada jutaan kupu-kupu di atas kepala.

“Oh, di mana amplop coklat ku. Kenapa tidak ada.” Violetta merundukkan badannya di bawah kursi, siapa tahu terjatuh. Dia beberapa kali jalan mondar mandir di dalam halte bis mencari surat lamarannya.

“Ahhh, ya Tuhan ada di mana.” Dia berteriak seraya mengacak-ngacak rambutnya, kemudian bergegas pergi kembali ke dalam moll guna mencari surat itu. “Di sini juga tidak ada, huftt.” Letta yang tidak menemukan apa yang dia cari akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dengan hati gundah gulana.

Sesampainya di rumah. Violetta tidak menceritakan kalau dia kehilangan surat lamaran tersebut. Dia tetap tenang berkumpul dengan Ibu dan Adiknya. Dia tidak ingin membuat khawatir Ibu juga Adiknya. Meskipun dia masih meras kebingungan saat akan melamar pekerjaan nantinya, pasti yang akan di tanyakan terlebih dahulu adalah ijazah lulusan terakhir.

Violetta semalaman berdoa agar bisa di terima menjadi pengasuh berdasarkan keahliannya dalam merawat anak kecil, bukan dari selembar kertas kelulusan Pendidikan terakhirnya.

*

*

*

Ting tong

Permisi

Violetta menekan bel beberapa kali di depan rumah Arthur. Rumah megah dan mewah bak seperti istina di dalam dongeng.

Semalaman Violetta telah memikirkannya untuk memberanikan diri melamar pekerjaan di rumah Arthur sebagai pengasuh. Rupanya setelah pengasuh ke duapuluh empat mengundurkan diri, dia segera menghubungi Evan untuk menyebar brosur. Arthur yang sudah banyak memakai jasa dari yayasan rupanya tak cukup membantu, sampai akhirnya memutuskan siapapun saja bisa mengasuh si kembar kalau bisa memenuhi persyaratan.

“Iya, nona mencari siapa,” tanya Bik Jumi yang membuka pintu utama.

“Saya membaca brosur kalau di sini sedang membutuhkan seorang pengasuh anak. Oh maaf, nama saya Violetta, apa masih ada pekerjaan itu, bu?”

“Masuk dulu, nona.” Bik Jumi mempersilahkan Violetta masuk ke dalam rumah Arthur.

Sambil menunggu Arthur dia duduk di ruang tamu seraya mengamati foto yang terpajang di dinding. Rumah mewah bergaya klasik yang tidak banyak hiasan dinding ataupun bunga di dalam vas.

Rumah ini sangat bagus, tetapi sayang kelihatan kosong hanya beberapa foto yang terpajang dan tidak ada nuansa kehangatan batin Violetta.

Ehemm …

Arthur turun dari tangga dengan gagah sembari mengancingkan setelan jas hitamnya. Dia langsung duduk di depan Violetta. Bola mata Arthur menatap tajam Violetta sembari menarik nafas kecewa. Dia mengamati Violetta dari atas sampai bawah, meskipun dia mencari pengasuh bukan dari Yayasan dia juga sangat berhati-hati menyeleksi pengasuh baru yang akan menjaga anaknya, si kembar yang nakal, lucu dan menggemaskan.

Apakah gadis ini bisa menjaga si kembar, kalau di lihat dari perawakannya yang kurus dan kurang pintar, sepertinya dia tidak pernah mengurus anak kecil batin Arthur.

Arthur meremehkan Violetta. Dia tidak percaya jika Violetta bisa mengasuh si kembar dengan baik. Akan tetapi pikiran itu dia tepis yang penting adalah cara kerja Violetta memenuhi standart Arthur atau tidak.

“Nona, apa kamu bersedia tinggal di rumah ini?” tanya Arthur tegas tanpa basa-basi bahkan tidak menanyakan surat lamaran ataupun dari lulusan mana.

“Bersedia, Tuan.” Violetta menjawab dengan lembut matanya tampak berbinar cerah dengan senyum khasnya yang manis. Mata indah yang selalu menunjukkan ketulusan dan kelembutan. Sikapnya yang sopan dan bersahaja menambah nilai plus tersendiri di depan Arthur.

“Kamu bisa bekerja mulai hari ini, Jika kamu tidak betah kamu bisa keluar kapan saja,” titah Arthur dengan sorot matanya tajam dan dingin.

Violetta menelan ludah kasar seraya Arthur ingin menelannya hidup-hidup. “Tuan, saya tidak membawa surat lamaran,” ucap Violetta dengan terbata-bata.

Dia sengaja berterus-terang tidak membawa surat lamaran agar tidak terjadi kesalahan di waktu mendatang. Karena biasanya di mana-mana saat melamar pekerjaan yang di tanyakan terlebih dahulu adalah surat lamaran.

“Tidak perlu yang penting kamu bisa bekerja. Cukup tanda pengenal kamu saja yang perlu aku tau.”

Violetta membuka dompetnya mengeluarkan Kartu tanda pengenal, kemudian menyerahkan pada Arthur.

“Ok, kamu bisa bekerja mulai hari ini. Anak-anak ada di kamar atas kamu bisa ke sana di antar Bik Jumi.”

Arthur langsung berdiri dari tempat duduknya meninggalkan Violetta sendirian.

Semoga dia betah dengan polah tingkah Aksa dan Kiara batin Arthur.

Arthur bergegas pergi menginjak gas mobil hitamnya melaju cepat ke kantor guna mengurus beberapa pekerjaan yang terkendala.

Lagi-lagi Violetta menghela nafas pelan sembari mengelus dadanya, menatap punggung pria tampan itu yang berangsur pergi meninggalkan dia.

Dingin sekali sikapnya. Akan tetapi sudahlah, aku hanya berurusan sama anak-anak. Aku tidak peduli yang lain. Sekarang yang penting aku sudah mendapat pekerjaan, semangat. Violetta memonolog dirinya sendiri.

Senangnya hati Violetta bisa mendapat pekerjaan. Dia melangkahkan kaki ringan menuju kamar si kembar. Tangan kanannya meraih gagang pintu kemudian membukanya.

Waaaa ………

Ya, baru saja membuka pintu dia sudah dapat kado terindah sepanjang hidupnya. Violetta di lempar bantal guling ke mukanya oleh Aksa dan Kiara. Mereka tertawa terbahak-bahak sembari badannya berputar-putar.

“Upss.” Violetta menangkapnya dengan sempurna. Dia melihat si kembar di balik bantal sembari tersenyum lembut.

Violetta mendekati si kembar dengan melempar senyuman manis. Wajah yang bersahabat dan senyum tulus tampak dari sikapnya. Dia meraih ke dua tangan Aksa dan Kiara sampai terduduk di pangkuan Violetta kemudian merangkul pinggang si kembar.

“Dengarkan kakak,” ucap Violetta seraya melirik mereka berdua.

“Huh …” balas si kembar sambil membuang mukanya.

❤️❤️❤️ Terima kasih sudah membaca bab yang saya perbarui, karena saya salah aploud bab 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!