Nama nya Robert. Ia mempunyai seorang adik perempuan yang sangat cantik yang bernama Melisa. Gadis cantik itu baru berusia 25 tahun. Dan Robert berusia 35 tahun. Kedua orang tua mereka sudah tiada dan meninggalkan banyak harta warisan untuk kedua kakak beradik itu.
Robert tega menghabisi nyawa adik kandung nya sendiri, hanya demi menguasai seluruh harta warisan milik sang adik. Ia begitu mudah terpengaruh oleh bujukan sang istri yang bernama Caroline, yang selalu saja mendesak nya agar mau menuruti segala keinginan nya.
Visual : Melisa
Usia : 25 tahun
Visual : Caroline
Usia : 29 tahun
Visual : Robert
Usia : 35 tahun
Kring kring kring...
Suara dering ponsel terdengar nyaring di atas meja. Melisa membuka mata dengan malas. Ia menutup kedua telinga dengan bantal, karena merasa terganggu dengan suara berisik dari ponsel nya.
"Aduuuhhh, siapa sih pagi-pagi buta begini menghubungi ku? Mengganggu saja," Melisa menggerutu kesal.
Tidak tahan dengan suara ponsel yang terus memekakkan telinga, Melisa akhirnya pasrah dan turun dari atas ranjang dengan langkah sempoyongan.
Ia mengambil ponsel itu lalu menempelkan nya ke telinga. Masih dengan keadaan mengantuk dan mata kunang-kunang, Melisa pun menerima panggilan itu tanpa melihat nama si penelepon.
"Halo, siapa ini?" tanya Melisa dengan suara serak.
"Ini kakak, Melisa." Robert membalas dari seberang sana.
"Oh, kak Robert. Ada apa perlu apa, kak? Tumben kakak menghubungi ku sepagi ini?" tanya Melisa sembari mengucek-ngucek mata.
"Nanti siang kamu datang ke rumah kakak ya. Ada yang ingin kakak bicarakan dengan mu," jawab Robert.
"Soal apa?" tanya Melisa penasaran.
"Soal harta warisan kita," balas Robert.
"Oh, oke lah. Nanti aku kesana," ucap Melisa.
"Ya sudah, kakak tutup telpon nya ya, bye!" ucap Robert mengakhiri panggilan.
"Oke, bye."
Setelah panggilan berakhir, Melisa menguap lebar, dan meletakkan ponsel nya kembali ke tempat semula.
"Hoaam... Bobok lagi, ah. Mumpung masih ada waktu."
Melisa kembali menjatuhkan diri ke atas ranjang dan melanjutkan mimpi indah yang sempat tertunda.
🌼 Di Kediaman Robert 🌼
"Gimana, Mas? Apakah dia mau datang kesini?" tanya Caroline sambil menyeruput teh hangat di tangan nya.
"Iya, dia mau, Caroline." Robert mengangguk, lalu mengambil sepotong roti tawar dan mengoleskan coklat di atas nya.
"Bagus lah kalau begitu, biar masalah ini cepat selesai." Caroline tersenyum miring.
"Iya, kamu bener, Caroline. Mas juga sudah capek harus banting tulang terus. Mas ingin cepat-cepat membagi harta warisan itu, agar kita bisa hidup enak tanpa harus capek-capek bekerja." Robert mendukung perkataan sang istri.
Pasangan suami istri itu menyantap sarapan yang ada di atas meja sambil terus berbincang-bincang. Setelah selesai, mereka berdua pun berpindah tempat ke ruang tamu. Robert dan Caroline duduk bersebelahan di atas sofa empuk sambil menonton tv.
"Kalau seandainya Melisa tidak mau membagi harta warisan itu sekarang. Gimana dong, Mas?" tanya Caroline membuka percakapan kembali.
"Kamu tidak usah khawatir, Caroline. Melisa pasti mau kok, percaya lah!" balas Robert meyakinkan sang istri.
"Ck, kamu ini gimana sih, Mas? Tadi kan sudah aku bilang, kalau seandainya Melisa tidak mau, gimana?" ucap Caroline mengulang pertanyaan dengan nada kesal.
Caroline memanyunkan bibir dan memasang wajah masam. Ia berpura-pura marah kepada sang suami untuk mengambil perhatian nya. Alhasil, usaha nya pun tidak sia-sia. Robert langsung membawa tubuh Caroline ke dalam pelukan nya, saat melihat wajah merajuk sang istri.
"Jangan marah dong, sayang! Mas janji, mas akan membujuk Melisa dengan berbagai cara agar dia mau menuruti keinginan mas," tutur Robert kembali meyakinkan sang istri.
"Janji ya, Mas!" ucap Caroline sembari mengangkat jari kelingking nya kepada Robert.
"Iya, Caroline sayang. Mas janji," balas Robert mengaitkan jari nya ke jari Caroline.
Wanita itu tersenyum puas. Wajah nya tampak begitu bahagia karena telah berhasil mempengaruhi sang suami dengan segala bujuk rayu nya.
"Nanti kalau harta warisan nya sudah di bagi, belikan aku cincin berlian ya, Mas!" rengek Caroline seraya membingkai dada Robert dengan jari-jari nakal nya.
"Pasti dong, sayang. Apa sih yang enggak buat istri cantik ku ini," balas Robert sambil mencubit gemas pipi Caroline.
"Ah, kamu bisa saja, Mas. Bikin aku malu saja."
Caroline tersipu malu. Wajah nya langsung merona mendengar gombalan maut lelaki yang berstatus sebagai suami nya itu.
"Beneran, sayang. Mas tidak bohong. Kamu memang wanita yang paling cantik yang pernah Mas miliki," lanjut Robert melanjutkan gombalan nya.
"Iya, aku percaya kok, Mas."
Caroline tersenyum manis lalu menenggelamkan wajah nya di dada bidang Robert. Mereka berdua saling bersenda gurau dan tertawa bahagia. Hingga tanpa terasa, hari pun sudah mulai siang.
Sedang asyik berhaha hihi berdua, tiba-tiba...
Ting tong ting tong...
Suara bel terdengar beberapa kali. Caroline dan Robert menghentikan gurauan nya. Mereka saling pandang-pandangan dengan tatapan heran.
"Jangan-jangan itu Melisa, Mas." Caroline menduga-duga.
"Ho'oh, bener. Mas juga berpikiran yang sama dengan mu, Caroline." Robert sependapat dengan sang istri.
"Ya sudah, buka pintu nya sana! Entar keburu dia pergi," seru Robert.
"Baik, Mas." Caroline bangkit dari sofa, lalu berjalan tergesa-gesa menuju pintu utama.
Setelah pintu terbuka, Caroline menyambut kehadiran adik ipar nya dengan senyum sumringah dan wajah berseri-seri.
"Selamat datang, Melisa. Kamu cantik sekali hari ini," puji Caroline.
"Makasih," ucap Melisa ketus lalu nyelonong begitu saja ke dalam rumah sang kakak. Ia melewati Caroline begitu saja tanpa menghiraukan tatapan tajam nya.
Sejak awal, Melisa memang tidak menyukai Caroline. Gadis itu sangat membenci kakak ipar nya yang selalu saja berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uang sang kakak laki-laki nya, yaitu Robert.
"Huuuu... Dasar, adik ipar tidak waras!" umpat Caroline kesal dengan sikap acuh Melisa.
Melisa terus saja mengayunkan langkah nya sampai ke ruang tamu, tempat dimana sang kakak berada. Dan di ikuti oleh Caroline dari belakang dengan perasaan dongkol.
Setelah sampai, Melisa langsung mendudukkan diri di atas sofa yang berada tepat di depan Robert. Sementara Caroline, ia kembali duduk di sebelah sang suami dengan menopang kan satu kaki nya.
"Apa kabar adikku, sayang? Sudah lama kita tidak bertemu," sapa Robert seraya menyunggingkan senyum termanis nya kepada sang adik.
"Alhamdulillah sehat," jawab Melisa cuek.
"Syukur lah kalau begitu. Kakak ikut senang mendengar nya."
Robert terdiam sejenak. Ia memandangi wajah cantik adik kandung nya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Beberapa detik kemudian, Robert pun kembali membuka percakapan.
"Hmmmm... By the way, semakin hari kamu semakin cantik saja Melisa. Kakak sampai pangling melihat mu," ucap Robert dengan senyum yang tidak pernah luntur dari bibir nya.
"Apaan sih, basi banget."
Melisa melengos mendengar penuturan Robert yang terlalu berlebihan menurut nya. Ia melirik sekilas ke arah Caroline, kemudian kembali mengalihkan perhatian nya kepada sang kakak.
"Gak usah basa-basi. Cepat katakan, apa yang kalian inginkan sekarang?" tanya Melisa dingin.
Robert menghela nafas dalam-dalam. Ia sedikit kesal dengan sikap kasar Melisa yang mulai memancing emosi nya.
"Sabar Robert, sabar. Ini demi harta warisan," batin Robert menyemangati diri sendiri.
Sementara Caroline, ia mengepalkan tangan melihat kesombongan Melisa. Wanita itu geram dengan sikap jelek sang adik ipar yang semakin lama semakin menjadi-jadi.
"Kok pada diam sih? Ayo, cepetan ngomong! Aku tidak banyak waktu untuk meladeni kalian berdua," desak Melisa semakin meninggi kan nada bicaranya.
🌼 Terima kasih atas kunjungan nya man teman. Jangan lupa tinggalkan jejak subscribe, like, komen dan favorit nya untuk mendukung karya author ya 🙏 😊🌼
"Kamu tenang dulu dong, Melisa. Gimana kakak mau ngomong, kalau kamu emosian terus seperti ini?" omel Robert kesal.
Robert tetap berusaha mengontrol emosi nya. Ia tidak ingin gegabah dalam menghadapi sifat kasar adik kandung nya itu.
"Ya sudah, cepat katakan! Apa yang kalian inginkan?" ucap Melisa kembali mengulang pertanyaan yang sama.
Sebelum memulai perbincangan, Robert mengatur pernafasan terlebih dahulu. Setelah itu, ia menatap wajah adik nya dengan serius, kemudian berkata...
"Melisa, kakak ingin segera membagi harta warisan peninggalan orang tua kita secepatnya. Kakak sudah memutuskan untuk membagi satu rumah dan separuh isi tabungan untuk mu," tutur Robert menjelaskan.
Melisa menautkan kedua alis. Ia tidak terima dengan keputusan sepihak yang sudah di buat oleh kakak kandung nya itu.
"Loh, kok cuma satu rumah sama separuh tabungan saja sih? Trus sisa nya mau di kemana kan?" protes Melisa ketus.
Melisa merasa tidak adil atas pembagian harta warisan itu. Karena yang ia ketahui, almarhum kedua orang tua nya memiliki 10 rumah kontrakan, 1 toko meubel dan beberapa hektar sawah yang sedang di sewa oleh penduduk sekitaran tempat tinggal nya.
"Sisa nya sebagian mau kakak jual, untuk melunasi hutang almarhum bapak di bank," jelas Robert.
"Hutang di bank?" tanya Melisa tidak percaya.
"Ya, benar sekali." Robert mengangguk.
"Jangan bohong kamu, kak. Setahu ku, selama ini bapak tidak pernah berhutang dimana pun dan dengan siapa pun," bantah Melisa.
Robert langsung bungkam. Ternyata Melisa tidak sebodoh yang ia pikirkan. Ia tidak menyangka jika adik kandung nya itu mengetahui segala nya.
"Duuuhhh, bagaimana ini? Apa lagi yang harus aku katakan pada nya, agar dia percaya dengan semua perkataan ku?" batin Robert gelisah.
Melisa tersenyum miring melihat kegelisahan sang kakak. Sebenarnya ia tahu, kalau Robert sedang berbohong pada nya dan ingin menguasai seluruh harta warisan itu sendirian.
"Beneran, Melisa. Kakak tidak bohong. Kemarin ada pegawai bank yang datang kesini. Mereka mengatakan kalau bapak mempunyai hutang yang banyak dan menggadaikan seluruh sertifikat sawah," jelas Robert masih tetap kekeuh dengan kebohongan nya.
Melisa kembali tersenyum miring mendengar ocehan sang kakak. Ia mulai bangkit dari tempat duduk dan berdiri tegak di depan Robert. Melisa melipat kedua tangan di atas perut, lalu berkata...
"Kalian pikir aku sebodoh itu? Hahahaha, tentu tidak dong. Asal kalian tau ya, sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan kalian berdua berfoya-foya dengan hasil keringat orang tua ku, ingat itu baik-baik!" ucap Melisa dengan penuh peringatan.
"Di kira aku tidak tau apa-apa kali ya," gumam Melisa pelan.
"Kalau kamu tidak percaya juga. Ayo, kita pergi ke bank sekarang! Kakak akan membuktikan semua ucapan kakak tadi," ucap Robert dengan wajah memerah.
Lelaki itu beranjak dari sofa, lalu menarik paksa pergelangan tangan Melisa. Caroline tersenyum jahat melihat kakak beradik yang sedang berseteru di hadapan nya.
"Bagus, Mas. Kamu memang harus bertindak tegas kepada adik sombong mu itu," batin Caroline bahagia.
Tidak terima dengan perlakuan kasar sang kakak, Melisa pun meronta-ronta dan menghempaskan cengkraman tangan Robert dari pergelangan tangan nya.
"Lepaskan...! Jangan pernah berbuat kasar dengan ku. Atau kalau tidak, aku tidak akan segan-segan untuk melaporkan mu ke polisi, kak Robert."
Melisa mengancam sambil menunjuk wajah sang kakak dengan jari telunjuk nya. Ia merasa geram dengan perbuatan kasar Robert barusan.
Robert mengeraskan rahangnya. Mata nya membulat dan tangan mengepal kuat. Kekesalan yang sedari tadi sudah di tahan-tahan oleh Robert, akhirnya keluar juga.
"Berani-beraninya kau mengancam kakak mu sendiri, MELISAAAA...!"
Plak...
Satu tangan Robert berhasil mendarat di pipi mulus Melisa dengan sangat kuat. Dan itu berhasil membuat Melisa jatuh tersungkur ke lantai.
Melisa menatap tidak percaya kepada Robert sambil memegangi sebelah pipi nya. Ia sedikit meringis akibat menahan rasa perih di wajah nya.
"Awas kamu, kak! Aku akan melaporkan perbuatan mu ini ke kantor polisi," ancam Melisa.
Gadis itu mulai bangkit dari lantai, lalu menyambar tas kecil yang tergeletak di atas meja. Ia melangkah dengan tergesa-gesa menuju pintu utama.
Namun, belum sempat tangan nya membuka pintu, tiba-tiba Melisa menjerit kesakitan saat tangan kekar Robert menarik rambut nya dengan sekuat tenaga.
"Kurang ajar kau, MELISAAAA..." pekik Robert dengan emosi meledak-ledak.
"Aaaaaaaa... Lepaskan, tangan mu, bangs*t. Sakiiiittt...!" teriak Melisa sembari berusaha melepaskan cengkraman tangan sang kakak dari rambut nya.
Bukan nya melepaskan tangan nya, Robert malah menghantamkan kepala Melisa ke dinding sampai berulang-ulang kali. Hingga membuat kepala sang adik berlumuran darah dan mengalir di seluruh wajah nya.
Tidak sampai disitu saja, bahkan Robert juga menghempaskan tubuh adik nya ke lantai dengan kuat, kemudian menendang-nendang wajah dan sekujur tubuh Melisa dengan membabi buta.
"Rasakan ini, adik sialan!" ucap Robert masih terus meluapkan emosi nya kepada Melisa.
"Kau benar-benar manusia tidak tahu di untung. Sudah di kasih hati malah minta jantung. Sekarang, rasakan lah akibat nya!" tambah Robert dengan penuh amarah.
Caroline tetap bersikap santai di tempat duduk nya. Ia tersenyum bahagia melihat pemandangan yang sangat indah di depan mata nya.
"Rasakan kau, gadis sombong! Bila perlu, mati saja sekalian, hahahaha..." batin Caroline girang.
Robert terus saja menyiksa tubuh sang adik seperti orang kesetanan. Ia melayangkan pukulan dan tendangan bertubi-tubi ke tubuh Melisa tanpa belas kasihan sedikit pun.
"Ampun, kak, ampun... Tolong lepaskan aku, kak. Jangan sakiti aku lagi, kak Robert. Aku mohon," rintih Melisa dengan wajah babak belur dan berlumuran darah.
"Tidak akan, aku tidak akan pernah mengampuni mu, Melisa. Sikap mu sudah sangat keterlaluan, aku tidak akan memaafkan mu, adik sialan!" pekik Robert sambil terus melanjutkan perbuatan keji nya.
Karena sudah tidak sanggup menerima siksaan sang kakak, akhirnya Melisa pun menghembuskan nafas terakhirnya. Ia menutup mata perlahan sambil berucap...
"La... ilahaillallah... Muhammadar... Rasulullah..." ucap Melisa dengan nada terputus-putus.
Robert mulai menghentikan perbuatan nya saat melihat tubuh Melisa yang sudah tidak bergerak lagi. Ia mematung di tempat dengan mata membulat sempurna.
"Heh, Melisa. Bangun kamu! Jangan pura-pura mati kamu, Melisa. Ayo, buka mata mu!" ucap Robert sambil menendang-nendang pelan kaki Melisa.
Karena tidak ada reaksi apa pun dari tubuh Melisa, lelaki itu mulai berjongkok lalu menempelkan jari nya ke depan hidung Melisa. Alangkah terkejutnya Robert, saat jari tangan nya tidak merasakan hembusan nafas yang keluar dari hidung Melisa.
Robert mengalihkan perhatian nya kepada Caroline. Ia memandang ke arah sang istri dengan wajah ketakutan.
"Ada apa, Mas? Kenapa kamu ketakutan begitu? Apa yang terjadi dengan Melisa?" tanya Caroline bingung melihat ekspresi suaminya.
"Di-dia... Dia sudah mati..." ucap Robert gugup.
"APAAAA...?" pekik Caroline terlonjak kaget.
Caroline langsung berlari secepat kilat ke arah Robert. Ia menutup mulut dengan kedua tangan, saat melihat tubuh Melisa yang sudah terbujur kaku di atas lantai, dengan wajah hancur berlumuran darah.
"Gila kamu, Mas! Kamu sudah membunuh adik kamu sendiri," umpat Caroline seakan tidak percaya dengan perbuatan suami nya.
Robert tidak menghiraukan umpatan Caroline. Ia masih terus mematung sambil memandangi jasad sang adik dengan penuh penyesalan.
"Bagaimana ini, Mas? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Caroline gelisah.
🌼 Terima kasih atas kunjungan nya man teman. Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak favorit, like dan komen nya untuk mendukung karya author ya 🙏🤗🌼
Sepasang suami istri yang belum memiliki anak itu saling pandang-pandangan satu sama lain. Robert dan Caroline kebingungan memikirkan jasad Melisa yang masih tergeletak begitu saja di atas lantai.
"Mas... Mas... Kok malah bengong sih?" oceh Caroline mengguncang-guncang lengan Robert.
Lelaki itu masih tetap diam dan terus memandangi jasad sang adik dengan mata berembun. Ia merasa sangat menyesal karena telah menghabisi nyawa adik kandung satu-satunya itu.
"Maafkan kakak, Melisa. Kakak tidak sengaja melakukan nya. Kakak khilaf. Kakak benar-benar tidak sadar saat melakukan nya," jerit Robert dalam hati sambil menyeka air mata yang mulai menetes di pipi nya.
Caroline terdiam melihat kesedihan Robert. Ia juga tidak menduga, jika suaminya akan berbuat sampai sejauh ini kepada adik kandung nya sendiri.
"Sudah lah, Mas. Semua nya sudah terlanjur terjadi. Percuma saja kamu menyesali nya. Toh, Melisa tidak akan bisa hidup kembali."
Caroline mengelus-elus bahu Robert untuk menyemangati nya.
"Lebih baik sekarang kita memikirkan bagaimana cara menghilangkan jasad Melisa. Agar perbuatan kita ini tidak ketahuan oleh siapa pun," lanjut Caroline.
"Iya, kamu benar, Caroline." Robert mengangguk menyetujui ucapan sang istri.
Suasana kembali hening. Robert dan Caroline sama-sama bungkam dan sibuk berperang dengan isi kepala masing-masing.
"Sekali lagi, kakak minta maaf ya, Melisa. Semoga kamu tenang bersama ayah dan ibu disana," batin Robert masih dengan deraian air mata di kedua pipi nya.
Begitu pula dengan Caroline. Ia juga ikut membatin sambil terus memandangi jasad sang adik ipar yang masih terbujur kaku di depan nya.
"Akhirnya... Kamu mati juga, Melisa. Hahahaha..." Caroline bersorak dalam hati sembari tersenyum miring.
"Sudah lah, Mas. Jangan sedih terus. Lebih baik sekarang kita cepat-cepat membuang jasad ini ke dalam sumur tua yang ada di belakang sana," ucap Caroline.
"Ke dalam sumur tua?" ucap Robert dengan alis bertautan.
"Iya... Emang nya mau di buang kemana lagi, kalau buka disana?" tanya Caroline balik.
"Ta-tapi nanti kalau ketahuan orang lain gimana?" ucap Robert gugup.
"Tidak akan ketahuan, Mas. Percayalah..." ucap Caroline meyakinkan.
Robert menghela nafas dalam-dalam. Ia semakin frustasi memikirkan nasib jasad adik nya. Melihat keterdiaman Robert, Caroline pun membuang nafas kasar. Ia sedikit kesal dengan sikap lelet suaminya itu.
"Kamu tidak usah khawatir, Mas. Kita tutup saja sumur itu dengan papan atau kayu ranting. Pasti tidak akan ketahuan kok. Atau kalau perlu, kita cor saja pakai semen biar lebih aman," usul Caroline.
"Bener juga apa yang kamu katakan, Caroline. Seperti nya kita memang harus mengecor sumur itu, agar tidak mengeluarkan bau menyengat nantinya," balas Robert menyetujui usulan sang istri.
"Naah, tu tau."
Caroline tersenyum bahagia karena usulan nya telah di terima oleh Robert. Tidak ingin membuang-buang waktu lebih lama lagi, Caroline pun mendesak Robert untuk segera menyingkirkan jasad Melisa dari rumah mereka.
"Ya sudah, jangan tunggu lama-lama lagi. Ayo, kita lakukan sekarang! Mumpung hari masih terang," seru Caroline.
"Oke, ayo!" balas Robert mengangguk.
Setelah memutuskan kesepakatan bersama, akhirnya pasangan suami-isteri itu pun mulai mengurus jasad Melisa. Mereka menyeret tubuh kaku itu ke arah pintu belakang dengan cara memegang kedua tangan dan kaki nya.
"Cepetan dong, Mas! Berat nih," desak Caroline sambil terus menyeret kedua tangan Melisa. Sedangkan Robert, ia memegang bagian kaki sang adik.
"Sabar dong, Caroline. Ini juga sudah cepat-cepat," balas Robert sewot.
Tak lama kemudian, mereka berdua pun sudah tiba di pinggir sumur tua itu. Robert dan Caroline berusaha mengangkat jasad Melisa sampai ke bibir sumur dengan bersusah payah. Setelah berhasil, mereka berdua pun langsung menjatuhkan tubuh kaku Melisa ke dalam sumur tua itu.
Byuuurrrr...
Suara cipratan air sumur terdengar begitu nyaring, saat jasad Melisa jatuh terhempas ke dalam nya. Setelah membuang jasad sang adik, Robert pun menghela nafas dalam-dalam, lalu membatin...
"Maafkan kakak, Melisa. Maafkan, kakak..."
Robert mengusap air mata dengan punggung tangan. Ia terus memandangi jasad Melisa yang sudah mengapung di dalam sumur tua itu. Dan Caroline, ia juga ikut memandangi jasad adik ipar nya dengan senyum penuh kemenangan.
"Selamat jalan, adik ipar ku tersayang. Semoga saja kamu tidak kedinginan di dalam sana ya cantik, hahahaha..." Caroline kembali bersorak dalam hati.
Setelah beberapa saat termenung di pinggir sumur, mereka berdua pun kembali melangkah ke dalam rumah yang hanya berjarak beberapa meter saja dari tempat pembuangan jasad Melisa.
Robert bergegas mengaduk semen dan pasir di halaman belakang rumah, kemudian kembali mendatangi ke sumur tua itu sambil menenteng satu ember adukan semen di tangan nya.
"Hufff, akhirnya selesai juga."
Robert menyeka keringat yang bermunculan di dahi nya. Setelah selesai mengecor tempat pembuangan jasad Melisa, Robert pun kembali melangkah masuk ke dalam rumah, kemudian membersihkan diri ke kamar mandi.
Sedangkan Caroline, ia juga sibuk membersihkan darah yang berceceran di atas lantai. Setelah semua nya bersih, Caroline menyimpan alat pel yang baru ia gunakan ke dapur, kemudian lanjut mencuci kedua tangan di wastafel.
Setelah semua nya beres, wanita cantik itu kembali duduk di ruang tamu dan meluruskan kaki nya di atas sofa.
"Aduuuhhh, pegel nyaaa..." gumam Caroline sambil memijat-mijat lutut dan betis nya sendiri.
"Sudah selesai semua, sayang?" tanya Robert yang tiba-tiba muncul di belakang Caroline.
"Sudah, Mas. Tuh, lihat saja sendiri!" jawab Caroline.
Ia menunjuk ke arah tempat kejadian pembunuhan Melisa yang berada tepat di depan pintu utama. Robert mengikuti arah telunjuk sang istri kemudian berkata...
"Oh, syukurlah kalau begitu."
Robert duduk selonjoran di atas sofa. Ia mengambil rokok yang tergeletak di atas meja, lalu menyalakan nya. Robert menghisap rokok sambil menatap langit-langit ruang tamu dengan pandangan kosong. Ia kembali mengingat kejadian demi kejadian yang baru saja ia alami hari ini.
"Mas, kalau seandainya ada yang bertanya tentang keberadaan Melisa, gimana dong?" tanya Caroline membuka percakapan.
"Bilang saja Melisa sedang kuliah di luar negeri, gampang kan!" jawab Robert dengan santai nya.
"Hmmmm, bener juga sih."
Caroline manggut-manggut menyetujui perkataan suami nya. Robert kembali terdiam dan melanjutkan renungan nya.
"Trus, gimana tentang harta warisan ini?" tanya Caroline lagi.
"Kamu tenang saja, biar aku yang urus semuanya. Kamu tinggal terima beres saja," jawab Robert.
"Oh, ya sudah terserah kamu saja."
Caroline kembali manggut-manggut sambil terus memijat-mijat kaki nya. Dan Robert, ia juga kembali termenung di tempat duduk nya, sambil menghisap rokok yang ada di tangan nya.
"Mas, jangan lupa kan janji mu ya!" ucap Caroline mengingat kan sang suami.
"Janji apa?" tanya Robert.
"Cincin berlian dong, Mas. Masa gitu aja bisa lupa sih? Nyebelin banget," gerutu Caroline sambil memanyunkan bibir nya.
"Oooohhh, kalau itu sih gampang," balas Robert.
Ia memandangi wajah cantik sang istri dengan senyum mengembang.
"Kamu tenang saja ya, sayang. Mas janji, Mas pasti akan memberikan apa pun yang kamu mau, termasuk cincin berlian itu."
"Yey, terima kasih banyak ya, Mas. Kamu benar-benar suami terbaik di muka bumi ini," ucap Caroline girang lalu memeluk tubuh kekar suaminya dengan erat.
🌼 Terima kasih atas kunjungan nya man teman. Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak favorit, like dan komen setelah membaca ya 🙏🤗🌼
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!