Seorang wanita terus saja menangis di dalam kamarnya, meski seorang MUA yang saat itu menemani terus memperingati untuk tidak menangis karena itu bisa merusak riasan make up nya.
"Mbak, tolong berhenti menangis. Aku bisa kena marah sama tuan Sarwo kalau beliau datang melihat mbak menangis begini," ujar perias benar-benar memohon.
Tangan MUA itu dengan sabar terus merapikan riasan pada calon pengantin wanita yang sedang menunggu detik-detik terakhirnya akan menyandang sebagai istri bapak Sarwo kusumo, tuan tanah yang dikenal cukup masyhur, tetapi juga dikenal sudah memiliki beberapa istri.
Sebenarnya perias itu juga ikut prihatin dengan yang dialami wanita cantik yang saat ini sedang menjadi pengantin. Entah mengapa orang tua wanita ini begitu tega menikahkan dengan lelaki berumur yang sudah punya banyak istri.
"Sah!"
Seruan itu yang terdengar keras didengar hingga ke dalam kamar membuat wanita itu menjadi semakin menangis pilu. Seperti lenyap sudah semua keinginannya selama ini. Cita-cita yang terpaksa dikubur dalam-dalam, bermain bebas bersama teman-teman yang baru seminggu kemarin lulus SMA. Kini semua itu sirna.
Satu wajah yang saat ini terus membayang di benak wanita itu. Seorang pemuda yang selama ini menjadi pujaan hatinya. Ke mana dia? Padahal setengah jam yang lalu pemuda itu bertekad akan membawa lari dirinya, sehingga bisa bebas dari pernikahan yang tak diinginkannya ini. Kenapa dia tidak kunjung datang?
Bersamaan dengan bunyi pintu kamar dibuka, saat itulah wanita itu terkulai lemas.
"Tiara!" pekik Santi, ibunya Tiara, melihat anaknya jatuh pingsan.
Karena pekikan itu spontan membuat orang-orang yang berada di luar kamar ikut berkerumun ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi. Termasuk Sarwo juga ikut masuk ke dalam kamar pengantinnya.
"Tiara kenapa, Buk?" tanya Edi, ayahnya Tiara, yang ikut duduk di samping Tiara yang masih tak sadarkan diri.
"Tiara pingsan! Apa kamu tidak lihat?" kesal Santi mendengar pertanyaan suaminya yang menurutnya basa-basi.
Edi hanya bisa garuk-garuk kepalanya tiap kali dapat semprotan dari Santi. Tiara adalah anak tiri Santi. Ibu kandung Tiara kabarnya meninggal di Arab Saudi, saat Tiara masih kecil dulu. Entah kabar itu benar atau tidak, yang pasti Edi diam-diam senang mendengar kabar itu, karena setelah itu ia bisa menikahi janda kaya seperti Santi.
"Kamu cepat telpon dokter! Malah bengong aja!" Ucap Santi masih dengan nada tinggi memerintah Edi yang terlihat santai melihat kondisi Tiara yang tak kunjung sadar.
Santi tentu saja merasa panik takut terjadi apa-apa dengan Tiara. Sebab Tiara adalah asetnya saat ini. Jika terjadi hal yang diluar dugaan kepada Tiara, Santi takut Sarwo akan membatalkan atau menceraikan Tiara setelah ini.
"Sarwo, kamu yang tenang ya, Tiara tidak apa-apa, dia mungkin hanya kecapean kurang istirahat," seru Santi menyapa Sarwo yang terlihat lebih cuek daripada Edi.
"Cih!" Sarwo justru berdecih mendengar Santi tak lagi memanggilnya dengan sebutan tuan.
Usia Santi dan Sarwo tidak jauh berbeda. Justru mereka yang lebih pantas menjadi pasangan suami istri daripada dengan Tiara yang masih berusia delapan belas tahun. Setelah itu, Sarwo malah keluar dari kamar itu. Sama sekali tidak tampak prihatin dengan kondisi Tiara yang sudah sah menjadi istri ketiga dari Sarwo kusumo.
Edi yang melihat sikap Sarwo yang seperti itu sebetulnya merasa sedikit dongkol. Tetapi apa yang bisa ia lakukan untuk bisa protes dengan Sarwo? Memutuskan untuk menyerahkan Tiara kepada Sarwo adalah sama halnya dengan melepaskan hak dirinya kepada Tiara.
"Sudah telpon dokternya belum? Kamu kebanyakan bengong! Kalau terjadi apa-apa sama Tiara kamu mau hidup melarat?!" Sentak Santi kepada Edi.
Setelah itu Edi pun keluar dari kamar Tiara untuk kemudian akan menelpon dokter. Saat Edi mencari tempat sepi untuk bisa mendengar dengan jelas saat bertelponan dengan dokter, tanpa sengaja Edi mendengar Sarwo sedang berbicara serius melalui sambungan telepon.
"Bagaimana?"
Lalu terdengar gelak tawa Sarwo mendengar jawaban dari orang yang di telponnya.
"Pastikan dia tidak kembali ke sini lagi. Bila perlu lempar dia ke jurang! Aku tidak sudi melihat benalu itu lagi!" kata Sarwo dengan lantang.
*
Satu jam sebelum pernikahan itu digelar...
Seorang pemuda bersiap pergi dengan menaiki motor tua miliknya. Sebelum itu ia sudah bertelponan dengan sang kekasih bahwa mereka akan saling bertemu di tempat yang sudah mereka sepakati. Belum sempat motor itu melaju, handphone jadul milik pemuda itu memekik berbunyi. Tertera nama sang kekasih yang menelpon lagi.
"Sudah sampai mana?" Tanya seorang wanita diseberang sana, terlihat sangat tidak sabar menunggu kedatangannya.
"Tunggu sebentar, sabar ya, aku masih nyalakan motor susah nyala," jawab pemuda itu.
"Hem, baiklah, hati-hati. Aku sudah di sini, kamu lebih cepat ya," ujar sang kekasih yang mengatakan sudah berada di tempat mereka berjanji bertemu.
"Iya, kamu juga hati-hati."
Lalu sambungan telpon itu berakhir. Pemuda bernama Andika Baharudin itu terus berusaha menstater motornya yang sudah biasa rewel, maklum saja sudah motor tua dan usang, yang biasanya hanya dipakai tukang pencari rumput di desa itu tetapi oleh Dika motor tua itu adalah satu-satunya miliknya yang berharga, pengganti kaki untuk dibawa pergi ke mana-mana.
Saat motor itu sudah berhasil menyala, tiba-tiba ayahnya Dika memanggil.
"Dika, bapak ikut!" seru lelaki tua bernama Udin, ayahnya Dika.
Dika tentu saja dilema. Ayahnya tidak boleh tahu jika saat ini ia sedang berencana ingin membawa lari anak gadis orang, lebih tepatnya akan membawa pergi calon istri orang yang telat sedikit sang kekasih akan sah menjadi istri sang tuan tanah, Sarwo Kusumo.
Udin langsung duduk berboncengan dengan Dika. Lelaki tua itu selama ini hanya berprofesi sebagai pemulung. Tubuhnya yang sudah renta dan sakit-sakitan hanya pekerjaan itu yang sanggup Udin kerjakan. Selama ini mereka hanya hidup berdua. Ibunya Dika sudah lima tahun yang lalu meninggal dunia. Sedangkan kakak perempuan Dika sudah menikah dan ikut suaminya merantau ke Kalimantan.
Dika berhasil lulus sekolah dengan bantuan beasiswa. Meski terlahir dari keluarga serba kurang, tetapi Dika memiliki segudang prestasi yang pernah diukir semasa sekolah. Parasnya yang juga tampan membuat banyak perempuan mengagumi dirinya. Tetapi cinta Dika hanya bertaut pada wanita bernama Tiara.
Jalan cinta mereka tidak mulus, setelah hubungan itu diketahui oleh kedua orang tua Tiara. Meski begitu hubungan mereka terus terjalin. Mereka sering diam-diam saling bertemu. Tetapi seminggu ini mereka sudah tidak saling bertemu lagi setelah mereka berdua dinyatakan lulus dari sekolah. Yah, Dika dan Tiara teman satu sekolah yang sama. Biasanya mereka akan saling bertemu saat di sekolah. Tetapi seminggu ini sangat sulit bagi mereka untuk saling bertemu lagi. Apalagi setelah Dika mendengar kabar kalau Tiara dijodohkan dengan tuan Sarwo, hidup Tiara seperti dikekang dalam jeruji besi. Tidak bebas lagi untuk keluar dari rumahnya.
Akhirnya Dika pun membawa Udin. Lelaki tua itu meminta Dika mengantarnya ke tukang pengepul barang rongsokan, tempat biasanya Udin setor hasil rongsokannya. Akan tetapi belum tiba di tempat tujuan, tiba-tiba saja Dika dan ayahnya dihadang oleh beberapa gerombolan preman yang sepertinya sengaja ingin menghambat perjalanan mereka.
"Dika, tidak mungkin mereka akan rampok kita kan?" Udin merasa heran, karena ia dan Dika adalah orang melarat, apa yang akan mereka ambil dari dirinya.
Dika turun dari motornya, Udin pun sama. Tiba-tiba saja preman yang berjumlah enam orang itu langsung menyerang Dika. Dika yang kalah tenaga langsung terkapar tak berdaya di atas jalan beraspal. Tak sampai di situ, tubuh Udin yang sudah renta pun ikut mendapatkan serangan dari preman itu.
"Bapak!" rintih Dika memanggil ayahnya yang sudah tak sadarkan diri. Ingin melawan, tetapi tubuh Dika sudah tidak kuat. Hingga akhirnya mata itu pun ikut terpejam. Dan semuanya menjadi gelap.
"Cari tempat aman!" seru salah seorang preman yang diduga ketua dari mereka.
Mereka berenam saling berbagi tugas. Udin diletakkan ke pinggir jalan, sedangkan Dika dibawa masuk ke dalam mobil mereka. Entah akan dibawa ke mana Dika oleh mereka.
*
"Kenapa berhenti?" Seorang lelaki berusia paruh baya menegur sopirnya yang tiba-tiba menghentikan laju mobilnya begitu saja.
"Itu, Tuan!" Sopir itu menunjuk pada kelompok orang yang akan melempar mayat orang ke dasar jurang.
"Ck! Lantas kau akan membiarkan perbuatan kriminal ini? Kita dekati mereka!" Sentak tuan dari sopir itu merasa heran sendiri. Sudah tahu ada perbuatan keji seperti itu justru memilih pura-pura tidak melihat.
"Ba- baik, Tuan!"
Dengan perasaan gugup akhirnya sopir itu melajukan mobilnya lagi, sambil sengaja membunyikan klaksonnya berulang-ulang. Dengan begitu membuat sekelompok preman tadi gagal membuang bukti kejahatan mereka. Preman itu kemudian langsung masuk ke dalam mobilnya dan kemudian melaju dengan cepat meninggalkan seorang lelaki yang tak jadi dilempar ke dasar jurang.
Setelah itu sopir itu keluar dari dalam mobilnya untuk memastikan bagaimana kondisi pria mengenaskan itu.
"Jangan lupa pakai sarung tangan!" Tegur sang tuan memperingatkan sang sopir. Demi menghindari kejadian yang tidak diinginkan, maka lebih baik berwaspada terlebih dahulu.
Sopir itu pun memasang sarung tangannya untuk kemudian menyentuh urat nadi pemuda terkapar itu.
"Dia masih hidup, Tuan!" Ujar sopir itu setelah memastikan.
"Bawa dia!" Titah sang tuan yang kemudian sopir itu langsung mengangkat tubuh pemuda itu dan memasukkannya ke dalam mobil.
"Apa kita perlu lapor polisi, Tuan?" tanya sopir itu setelah melanjutkan perjalanan lagi.
"Tidak! Sepertinya aku tahu siapa preman-preman tadi!" Ucap sang tuan sambil tersenyum devil menatap pada pemuda yang saat ini sedang tak berdaya berada di kursi bagian belakang.
Mobil itu pun melaju dengan begitu cepat supaya bisa segera tiba di rumah sakit. Dan akhirnya setelah hampir satu jam lamanya, mereka sudah tiba di rumah sakit. Segera pemuda bernasib naas itu dibawa ke ruang UGD untuk kemudian ditangani oleh dokter. Tetapi rupanya tidak sampai disitu, pemuda itu ternyata harus mendapatkan tindakan operasi setelah dokter menemukan adanya gumpalan d@r4h pada bagian kepala pemuda itu.
Tanpa berpikir lama, lelaki paruh baya yang memang memiliki kekayaan melimpah itu langsung menyetujui tindakan itu. Walau harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, tetapi sesungguhnya ada sesuatu yang telah ia rencanakan dibalik sikap heronya.
"Tuan nyonya telpon," Ujar sopir itu sambil menyerahkan handphonenya kepada sang tuan.
"Hm, ada apa, Mi?" sapa pria itu kepada sang istri.
"Papi masih di mana?"
"Papi masih ada urusan sebentar."
"Penting sekali?"
"Sangat penting!"
"Ck! Pokoknya setelah urusanmu selesai papi harus cepat pulang!"
"Iya, Mami, sabar ya."
"Nggak bisa sabar. Papi enak sering keluar terus. Mami di sini kesepian nggak ada anak!"
Pria paruh baya bernama Bahar Pancawibowo itu langsung menghentak nafasnya ketika mendengar istrinya selalu menyinggung masalah anak. Pria yang biasa di sapa tuan Bahar itu tidak memiliki keturunan bersama sang istri. Pernah mengadopsi anak, akan tetapi sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu. Anak lelaki yang diadopsi Bahar itu meninggal disaat usianya masih remaja. Entah mengapa begitu melihat pemuda yang ditolongnya tadi Bahar tiba-tiba terbayang dengan wajah almarhum anaknya.
"Papi! Papi, kamu dengar mami ngomong kan?" tegur wanita bernama Liana itu setelah mendapati keadaan tiba-tiba hening.
Tanpa berkata apa-apa lagi, tiba-tiba saja Bahar mengakhiri telponnya secara sepihak. Tentu saja Liana sang istri langsung berdecak kesal. Dan Bahar langsung memerintah sang sopir pribadi untuk menonaktifkan handphonenya, supaya tidak ada panggilan telepon lagi dari siapapun. Bahar hanya ingin menunggu pemuda yang ditolongnya itu selamat. Sungguh, Bahar menginginkan pemuda itu tetap hidup. Karena melalui pemuda itu, Bahar bisa menuntaskan dendam kesumatnya pada seseorang yang pernah membuat hidupnya tersiksa batin hingga sekarang.
"Kita akan memiliki anak, Mi. Anak yang akan membantu menuntaskan dendam kita!" gumam Bahar dengan dada yang bergemuruh mengingat peristiwa naas yang menimpa anaknya hingga akhirnya pergi meregang nyawa.
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!