..."Dia menyakitimu? dia membuat mu menangis? tetapi kamu masih bertahan dengan alasan 'aku mencintainya'...
...Sekarang ku beri tahu...
..."Jangan bertahan dengan alasan 'aku mencintainya'. Tetapi bertahan lah dengan alasan: 'dia mencintaiku' 'dia tak pernah membuat ku menangis'...
...******...
"Mau kemana kamu Shasa." tanya Maria, ketika melihat seorang gadis menuruni anak tangga.
Gadis itu berpenampilan anggun menggunakan dress putih berlengan pendek, di atas lutut. Di padukan dengan hells berwana hitam, rambutnya tergerai indah. Riasan natural semakin menambah kecantikannya.
"Saya tanya kamu mau kemana, kenapa tidak di jawab?." hardiknya menatap tajam.
Shasa menghentikan langkahnya di depan Maria, wanita itu tengah duduk santai di ruang tamu sembari memegang majalah fashion.
Ia memutar bola matanya malas, karena sangat muak dengan wanita paruh baya di hadapannya ini.
"Ck mau kemana saja, apa peduli anda jalang." ia menatap sinis, wanita berstatus ibu tirinya.
"Apa katamu, dasar anak tak berguna, cepat kembali mau kemana kamu malam malam begini hah, kerjaan kmu itu cuma bisa keluyuran!."
Bentak Maria emosi, dadanya naik turun seketika wajahnya memerah, bukan sekali dua kali Shasa memanggil nya j****g.
"Bukan urusanmu, aku mau kemana dan pergi sama siapa. Kamu tidak ada hak untuk melarang ku!."
"Oh iya, mending kamu urus saja anak kesayangan mu itu. Dia sering keluar masuk klub malam, ups." kekeh nya pelan, seraya memasang wajah yang menyebalkan.
"Shasa." Maria menatap berang.
Ia berlalu meninggalkan Maria yang terus menatapnya tajam. Beruntung hari ini papa nya berada di luar kota sehingga wanita itu tak bisa mengadukan apa pun, setidaknya Shasa akan aman malam ini.
"Anak sialan, pergi saja kau dari rumah ini." teriak Maria nyaring. Shasa tak menjawab dia terus melangkah kan kakinya dengan wajah masam.
Dia sangat muak dengan ibu tirinya, sudah lama sekali dia ingin pergi dari rumah, bahkan ia di jadikan pembantu di rumahnya sendiri, sangat lucu bukan.
Mungkin orang lain akan mengucapkan kata beruntung karena terlahir di keluarga golongan orang berada, ayahnya adalah pebisnis sukses di dalam negri keluarganya terlihat harmonis di layar kaca sehingga banyak yang iri dengan keluarga itu.
Namun tidak bagi Shasa itu semua hanya pencitraan semata, rumah yang dimana tempat pulang terasa seperti 'Neraka'.
Karena tak ada kenyamanan atau kebahagiaan yang dia dapatkan, yang ada hanyalah kebencian dan caci maki yang selalu dia terima.
Sialnya Ayah kandungnya sendiri tak memperdulikannya, bahkan sering menyiksanya karena alasan sepele, semua itu terjadi semenjak ibunya meninggal.
Belum kering kuburan ibunya, ayahnya membawa seorang janda beranak satu anaknya seumuran dengan dirinya. Dan di situlah kehidupan bagaikan neraka di mulai.
"Ck, menyebalkan sekali. Kapan aku bisa keluar dari sini?." decak nya kesal.
Malam ini Shasa ingin menuju bar yang di mana teman temannya merayakan hari kelulusan sekolah.
Dia menghubungi kekasihnya yang telah menjalin hubungan dengannya selama tiga tahun ini.
"Halo, Sam kamu bisa jemput aku nggak?." tanya Shasa kepada pacarnya Samuel. Dia telah berdiri di depan gerbang rumahnya.
"Duh maaf Sha, aku udah pergi bareng Hendra kamu naik taksi aja ya!." jawab Samuel di seberang telpon.
"Hm iya udah deh!."
"Maaf ya sayang, kamu jangan marah ya!."
"Hem iya, aku nggak apa apa kok." ucapnya dengan nada kecewa, dia langsung mematikan sambungan telpon. Padahal dia sudah berharap Samuel akan menjemputnya.
"Aku merasa Samuel, semakin hari semakin menjaga jarak denganku?, atau cuma perasaanku saja!."
Entah ia merasa akhir akhir ini sifat Samuel berubah kepadanya, atau cuma perasaannya saja atau mungkin dia yang terlalu banyak pikiran. Shasa menghela nafas lalu dia memesan taksi online.
"Gimana?."
"Beres!." Samuel tersenyum sembari mengelus pipi wanita yang berada di sampingnya.
*
Sesampainya di bar itu, Shasa langsung masuk wajahnya mengembangkan senyum tipis. Dia mengedarkan pandangannya mencari sang kekasih.
Hanya lelaki itu yang selalu memperdulikannya, selalu menemani dirinya, selalu memeluknya di saat sedih.
Bahkan Samuel meratukan dirinya tidak pernah berkata dengan nada tinggi. Selalu menunjukan rasa cintanya dengan hal hal kecil yang membuat Shasa selalu tersenyum.
"Samuel mana ya?."
Dia berjalan sembari mengedarkan pandangannya ke penjuru arah, mencari sosok yang selalu di rindukannya.
Suara dentuman musik yang lumayan keras dan bau alkohol sangat menyengat di hidung. Serta teman temannya berjoget ria menikmati alunan musik.
Dia tersenyum melihat sosok yang sedari tadi ia cari, namun senyuman gadis itu langsung luntur. Dia mengepalkan tangannya erat melihat pemandangan yang terjadi di depan matanya.
"Sam?." lirihnya tak percaya, hatinya seketika berdenyut nyeri.
Samuel kekasihnya berciuman dengan wanita lain di depan matanya. Dan sialnya, wanita itu adalah saudara tirinya sendiri.
'Sejak kapan?.' Hatinya berkecamuk bercampur aduk sedih marah kecewa menjadi satu.
"Beraninya kalian!." Shasa mengeleng kepala melihat pemandangan itu, dia berusaha menahan air matanya agar tidak jauh.
Dengan amarah serta kekecewaan yang menggebu gebull, Shasa menghampiri kedua insan yang tengah bercumbu di depan umum.
"Plakk"
Suara tamparan berbunyi nyaring, sehingga membuat orang sekitar melihat ke arah mereka.
"Beraninya kalian bermain di belakang ku." pekik Shasa, dadanya terasa sesak seperti ribuan tusukan jarum menusuk hatinya, matanya memerah dengan bibir bergetar.
"Apa yang kamu lakukan Shasa?." teriak Mauren, dia langsung berdiri menatap nyalang saudara tirinya.
"Apa ha, kau tak perlu ikut campur. Dasar ibu dan anak sama sama jalang, buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya." Ia menatap marah.
"Diam Shasa, beraninya kau mengucapkan kata menjijikan itu kepada Mauren." bela Samuel membentak Shasa.
Shasa menatap tak percaya ke arah Samuel, rasa kecewanya semakin menjadi saat pria itu membentaknya.
Padahal dia tidak pernah menaikkan nada tinggi saat berbicara dengannya, pria itu selalu bertutur lembut. Dia memalingkan wajahnya, menghapus kasar air mata yang jatuh.
"Untuk apa kau menangisi hal hal yang tak berguna seperti ini Shasa, sepasang jalang dengan lelaki brengsek memang pasangan serasi." batin nya, berusaha menguatkan dirinya sendiri agar tidak terlihat lemah.
"Oh, iya kah aku pikir dia memang beneran jalang. Selamat kalian memang pasangan yang cocok."
"Sama sama sampah!." lirihnya dingin.
"Shasa!." bentak Samuel mengangkat tangannya. Namun dengan gesit Shasa menangkis tangan lelaki itu.
"Beraninya kau mengangkat tangan kepada ku Samuel." pekik Shasa emosi.
"Sha....." lirih Samuel lemah. Ia seketika sadar, merasa bersalah menatap tangannya yang hampir saja mengenai pipi kekasihnya.
Shasa tertawa sumbang, wajahnya terlihat tenang, namun hatinya tengah berantakan. Dia paling benci dengan penghianatan, lelaki yang sudah ia anggap sebagai rumahnya sendiri.
Dalam sekejap menghancurkannya sedalam ini.
'Kenapa?, kenapa kamu membawaku sejauh ini kalau hanya untuk menyakitiku.'
Sasha berusaha meyakinkan hatinya agar tidak kembali menangis, ia tidak ingin terlihat lemah di mata mereka semua.
" Mauren, selamat kamu menang ambilah aku tak butuh lelaki brengsek seperti dia sampah yang aku buang tidak akan di pungut kembali."
"
"Dan aku mengucapkan terimakasih kepadamu, karena sudah mengambil pengkhianat di hidupku." ucapnya dengan bibir bergetar.
"Samuel, mulai saat ini detik ini dan hari ini kita tak ada lagi hubungan apa pun. Tak perlu kau menjelaskan apapun karena semuanya sudah jelas.
Dan lihatlah suatu saat nanti kau akan mengemis minta kembali kepadaku."
"Suatu saat nanti kau akan sadar bahwa semua akan terlihat berharga setelah kehilangan."
"Goodbye, aku harap ini adalah pertemuan kita yang terakhir!." sinis nya seraya mengacungkan jari tengah kepada mereka berdua.
Shasa meninggalkan tempat itu, meninggalkan semua rasa kecewa, sakit hati dan segala kenangan dalam satu waktu. Ia akan melupakan itu semua, tak ada gunanya membuang air mata yang berharga.
{Pesan Author tak usah menangisi mantan karena tak berguna, mantan yah di buang jangan di kenang}
Setelah kepergian Shasa banyak orang yang yang mengatakan sindiran.
"Hahaha ada apa ini, Mauren berselingkuh dengan pacar kakak nya sendiri."
"Sangat lucu, jika di jadikan film judulnya seperti ini 'pacarku berselingkuh dengan adik tiriku." ledeknya, membuat orang di sekitarnya tertawa.
"Apa sih yang di lihat dari Mauren?."
"Mana aku tahu, cantik sih iya tapi murah!."
"Mata Samuel buta kali!."
"Kalau cewek sudah menawarkan selangkangan, cowok mana yang tidak mau!."
"Haha, haduh bodoh sekali Samuel membuang berlian demi batu kerikil."
Dan banyak lagi sindiran dan cibiran yang mereka lontarkan, tak lupa dengan tatapan sinis. Membuat telinga Mauren memanas, dia menatap mereka semua tajam.
"Diam kalian semua." pekik Mauren marah, namun mereka semua lebih memilih diam dan melanjutkan pesta.
Sedangkan Samuel terduduk, dengan mata memerah entahlah perasaan apa yang dia rasakan saat ini Samuel pun tidak tahu.
"Sayang sekarang kamu sudah putus dengan Shasa, akhirnya kita tak perlu main kucing kucingan lagi."
Mauren memeluk Samuel sembari mengelus dada lelaki itu. Namun Samuel lebih memilih diam tak menanggapi.
___
Shasa terus berjalan tak tentu arah, tak terasa air matanya menetes karena melihat kejadian beberapa saat lalu.
"Air mata sialan, tak perlu kau mengeluarkan air mata menangisi bajingan itu." tekan Shasa mengingatkan dirinya sendiri. Dia menghapus air matanya kasar.
"Argh sialan, kenapa hidupku tak pernah bahagia."
"Tuhan takdir macam apa yang kau siapkan untuk ku, suasana rumah seperti neraka, bahkan kekasihku berkhianat."
"Aku capek tuhan, aku lelah. Lelah tingkat dewa tingkat tinggi level stadium akhir." pekiknya kesal. Dia menendang kaleng yang ada di dekat kakinya dengan kuat.
"Kluntang"
"Guk guk"
"Alah mak gawat mati aku." gumamnya membulatkan mata.
_To Be Continue_
..."Antara hujan dan takdir. Hujan adalah cara langit menumpahkan perasaan kepada bumi. Tidak peduli seberapa deras deraian yang jatuh, tanah dengan ikhlas menampung....
...Sehingga darinya dapat menumbuhkan berbagai kehidupan di atasnya. Begitu juga dengan takdir, jika kita ikhlas menerimanya, tidak peduli seberapa berat ujian yang datang pada akhirnya ada rencana tuhan yang tak pernah kita duga"...
..."Begitupun dengan jodoh, akan datang dimana pun dan kapanpun tanpa kita minta dan tanpa di duga. Semuanya sudah di takar tanpa tertukar"...
...*****...
"Alah mak mati aku!." gumamnya, ngeri melihat anjing itu mengeluarkan taringnya yang tajam.
"Buset, anjingnya gede banget, kabur." ia langsung berlari kencang tak kala anjing itu mengejarnya.
"Tolong, jangan kejar aku, jangan gigit aku. Aku tidak mau mati terkena rabies apa lagi aku belum menikah." Pekiknya histeris sampai air matanya keluar.
"Tolong, jangan kejar aku dasar anjing."
Nafasnya tersengal, ia terus melirik ke belakang namun anjing itu masih mengejarnya.
"Sialan tolong." pekiknya histeris. Jantungnya berdetak cepat, situasinya seperti antara hidup dan mati.
Apa lagi anjing itu menggonggong seraya memperlihatkan giginya yang tajam, semakin membuatnya ketakutan.
"Tuhan tolong, aku tidak ingin nanti tubuhku habis di makan anjing tidak lucu kan!." pekiknya air mata telah mengalir deras.
Entah telah berapa jauh ia berlari, sesekali melirik ke arah belakang. "Sial anjing ini, gabut yak." rengeknya
Saat melihat sebuah gang Shasa langsung memasuki gang itu. Lalu bersembunyi di balik pohon besar. Akhirnya anjing itu sudah tak terlihat lagi.
"Huh selamat, rasanya aku hampir mau mati. Dasar anjing sialan."
Dia menghela nafas lega. Jantungnya masih berdetak dua kali lipat seakan akan ingin lompat dari tempatnya.
"Sialan, kenapa hidupku terus penuh dengan sial. Apa memang aku terlahir menjadi orang sial." maki nya kesal.
Dia menenangkan dirinya sejenak, setelah aman Shasa keluar dari tempat persembunyiannya.
"Ini dimana?." dia menyipitkan mata, mengedarkan pandangan ke sekeliling arah.
"Sepertinya aku tersesat karena berlari terlalu jauh!." gumamnya, dia sama sekali tidak mengenal tempat ini.
Terlihat sedikit rumah warga jarak nya berjauhan, banyak pohon pohon di sekelilingnya. Beruntung ada lampu jalan sebagai penerangan setidaknya suasana tak terlalu horor.
"Ck nasib nasib." Shasa mengacak rambut frustasi. Dia akhirnya berjalan melihat sekelilingnya.
"Sudahlah mau bagaimana lagi, mana hp ku mati lagi. Sungguh sial kan." ucapnya ingin menangis.
Namun ada hikmahnya Shasa di kejar anjing, rasa kecewa dan sakit hatinya hilang di gantikan dengan jantung yang hampir loncat keluar.
"Hais ini di mana sih, sumpah nggak lucu kalau aku nyasar ke hutan!." kesalnya, dia telah berjalan jauh namun semakin lama hanya ada beberapa rumah warga.
Suara petir menggelegar, rintik hujan berjatuhan dengan cepat membasahi bumi.
"Ck sial sial sial." pekiknya, dia langsung berlari. Berteduh menuju rumah warga yang berada di ujung jalan. Rumah itu kotor tak terawat mungkin sudah lama tak berpenghuni.
Suasana semakin mencengkam apa lagi hujan deras menambah kesan horor.
"Dingin." Shasa memeluk tubuhnya sendiri, akibat terkena hujan bajunya menjadi basah. Tubuhnya semakin terasa dingin karena di tiup angin yang kencang.
"Arghhhh" pekik seseorang nyaring.
"Siapa itu?." panggil Shasa melihat ke arah sekeliling.
Dia melihat seorang pria yang berjalan sempoyongan di bawah guyur hujan yang deras. Shasa melihat pria itu akan tumbang, langsung berlari mendekatinya.
"Hey kau tak apa apa?." dia langsung membawa pria itu ke rumah kosong untuk berteduh, sialnya bajunya semakin basah sehingga lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas.
"Ssssstt" desis pria itu, wajahnya penuh dengan luka lebam terlihat lengan kanannya mengeluarkan darah. Mungkin terkena luka tembak.
Shasa membantu mendudukkan lelaki itu, seketika wajahnya pucat melihat kondisi pria itu yang menggemaskan apa lagi darah terus mengalir.
"Hey kau masih hidup kan, belum ingin mati!." tanya Shasa ketar ketir, jika pria itu mati bisa bisanya nanti dia yang di tuduh membunuhnya.
"Hey bangun jangan dulu mati dong." panggil Shasa.
"Ck berisik" bentak pria itu, mengerang kesakitan. Shasa langsung menutup mulutnya dia merasa kesal.
"Eleh, untung di tolongin kalau aku jahat ku biarkan kau mati di sini." gumamnya. Sekarang dia merasa kebingungan bagaimana menolong pria itu.
"Duh bagaimana ini, malah hujan deras lagi." decak nya kesal, kesialan datang bertubi tubi malam ini, entah kesialan apa lagi yang akan menimpanya.
"Hey kau bertahan dulu oke, jangan memejamkan kan mata, tetap bernafas." ucap Shasa dengan nada memerintah.
Pria itu tak menyahuti dia terus diam memegang lengan kanannya yang terluka, wajahnya telah pucat pasi. Pria itu merintih kesakitan.
Shasa langsung berdiri namun naasnya dia tergelincir karena lantai licin akibat air hujan. Sehingga dia jatuh terjerembab menimpa pria itu.
"Arghhhh" pekik keduanya.
"Auww sakit." rengeknya mengadu kesakitan, Shasa berusaha ingin bangkit namun dia kembali terjatuh menimpa lelaki itu, sialnya lagi bibir mereka saling menempel.
"Hey kenapa kalian di situ." panggil warga yang baru saja pulang dari shalat isya sambil memegangi payung.
Shasa terkejut dia langsung bangkit dengan wajah pias.
"Beraninya kalian berbuat mesum di sini." bentaknya menatap tajam ke arah mereka.
"Bapak bapak kemari ada yang berbuat mesum." ia memanggil teman temannya yang berada di belakang.
"Eh eh, apaan pak jangan main tuduh, saya tidak berbuat mesum di sini....
"Alah diam kamu saya melihat sendiri dengan mata kepala saya kalian berpelukan sambil berciuman, maling mana mau ngaku." gertak bapak itu melotot sambil menggeleng kepala.
Namun pria yang bersamanya hanya bisa terdiam tak berkutik.
"Dasar anak jaman sekarang." ucap warga yang menghampiri mereka.
"Bapak bapak tolong dengarkan saya, sumpah pak saya tidak bohong saya cuma neduh di sini terus nolongin lelaki ini yang terluka parah." ucap Shasa mencari pembelaan.
Namun bapak bapak tersebut sama sekali tak mendengarkan ucapannya, membuat Shasa kewalahan menjelaskan kronologinya.
"Yang di katakan gadis ini benar, kami tak berbuat macam macam di sini, tolong jaga bicara anda." ucap pria itu tegas seraya meringis kesakitan.
"Alah saya tidak percaya, saya lebih percaya apa yang saya lihat. Jelas jelas saya melihat kalian berpelukan dengan bibir menempel apalagi kalau bukan berbuat mesum." ucap bapak itu.
"Eh pak jangan main asal tuduh dong, jelas jelas saya tadi terjatuh tak sengaja menimpa tubuh dia bahkan kami tidak saling mengenal." bantahnya tidak mau di salahkan.
Enak saja dia di tuduh berbuat mesum, selama pacaran saja ia hanya berpegangan tangan dan tidak lebih.
"Jangan banyak omong, jelas jelas alasan kamu tidak masuk akal jika ingin berbuat mesum mending jangan di sini." sahutnya tak percaya.
"Bapak bapak mari kita bawa mereka ke balai desa di nikahkan segera agar kampung kita tidak kena sial gara gara perbuatan mesum mereka." ucap salah satu dari mereka.
"Betul itu, kalian harus menikah jika tidak desa kami akan terkena sial." ucap bapak bapak menuntut.
Shasa bingung harus bagaimana masa iya dia harus menikah, itu sangatlah tidak dia harapkan, apalagi harus menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak di kenal, akan seperti apa pernikahannya nanti?.
Sasha sudah berusaha melakukan pembelaan, namun tidak ada yang mendengarkannya.
Dan akhirnya warga tersebut mengarak Shasa bersama lelaki itu, sungguh Shasa merasa sangat kesal bercampur malu mau di taruh di mana mukanya. Sial sial sungguh sial, malang nian nasib yang menimpa Shasa.
"Tolong pak lepasin, kami tidak melakukan apapun, percayalah."
Shasa beberapa kali memberontak minta di lepaskan, mulutnya terasa pegal karena terus berbicara namun mereka seakan menutup telinga, tidak mendengarkan penjelasannya sedikitpun.
"Alah diam kamu, makanya kalau mau berzina jangan di sini!."
"Tapi pak, kami tidak melakukan apapun." sela Shasa masih bersih keras meyakinkan.
"Tidak usah banyak alasan, buktinya sudah di depan mata." sahutnya tidak percaya.
"Ayo bapak bapak, kita bawa mereka!."
Shasa hanya bisa terdiam seraya meringis. Sesampainya di balai Desa kebetulan pak RT sedang berada di sana.
"Ada apa rame rame seperti ini bapak bapak!." ucap pak RT yang baru saja keluar dari balai desa karena mendengar keributan dari luar gedung tersebut.
"Ini pak RT, kami menciduk kedua pasangan ini berbuat mesum di rumah kosong di ujung jalan!." ucap bapak yang pertama sekali melihat kedua orang itu.
"Betul pak RT, mending kita nikahkan saja mereka!."
Pak RT terdiam, lalu melihat kedua orang yang tampak berantakan.
"Tenang dulu bapak bapak, jangan asal ambil keputusan siapa tau mereka tidak berbuat seperti itu!." sela pak RT berkata bijak.
"Betul pak demi tuhan kami tidak berbuat apa apa, kami cuma berteduh di sana." timpal Shasa dengan wajah yang putus asa, karena warga lebih percaya dengan apa yang di lihat dari pada yang di dengar.
"Tidak usah menyebut nama tuhan jika masih berbuat Zina!." ucap warga menyudutkan Shasa.
Karena desakan para warga, apa lagi banyak orang yang berkerumun di balai desa karena keributan tersebut. Mau tak mau pak RT langsung menikahkan mereka berdua malam ini juga.
"Baiklah bapak bapak, harap kalian semua tenang dulu. Kita obati dulu pemuda ini baru di nikahkan!." ucap pak RT, sehingga membuat mereka semua diam.
"Mari nak, masuk dulu!." ucap ibu ibu membawa Shasa kedalam balai desa, sedangkan yang lainnya mulai mempersiapkan pernikahan dadakan tersebut.
Sudahlah Shasa sudah pasrah, mau bagaimanapun tidak akan ada yang percaya dengan ucapannya, sedangkan pria itu sama sekali tak berdaya apalagi dengan kondisinya yang lemah.
Sungguh fitnah lebih kejam dari pembunuhan, hal itulah yang menggambarkan kondisi Shasa saat ini. Di balai desa pun Shasa masih berusaha untuk menjelaskan namun hasilnya tetap nihil, sepertinya memang takdirnya seperti ini. Sungguh sial yang datang bertubi tubi.
Setelah mengobati lelaki itu, dan mereka berdua berganti pakaian dengan ala kadarnya serba sederhana, tidak ada yang namanya pesta mewah.
Shasa duduk terdiam seraya menundukkan kepala.
Setetes cairan bening lolos dari pelupuk matanya. Takdir macam apa ini tuhan? apa aku harus berteriak melawan takdir yang engkau tuliskan untukku? batin Shasa prustasi.
Dan kata 'Sah' menggema di ruang balai desa, banyak warga yang menyaksikan ikatan sakral tersebut. Yang Shasa baru ketahui nama suaminya adalah Jaevano Bagaskara.
Pria itu akhirnya mempersunting Shasa dalam keadaan genting dan mendadak, bahkan dengan maharnya hanya sebuah kalung yang berbandul hitam pekat namun dengan ukiran unik.
"Baiklah nak Shasa sekarang cium tangan suaminya." ucap pak penghulu. Mau tak mau Shasa mencium punggung tangan pria yang saat ini telah berstatus sebagai suaminya.
"Sial sial sial, hari ini adalah hari tersial dalam hidup ku." teriak Shasa dalam hatinya.
_To Be Continue_
..."Takdir tak pernah melemahkan kita. Namun kita lah yang melemah kan diri sendiri"...
...****************...
"Bolehkah aku mengeluh tuhan?." batinnya merasa sesak.
Malam ini adalah malam terburuk bagi Shasa, dia harus terjebak pernikahan yang sama sekali tak pernah ia harapkan.
Apa lagi dia menikah dengan seorang pria yang tak di kenalnya. Mau jadi apa pernikahannya nanti, akan kah ada kebahagiaan atau malah sebaliknya?.
Entahlah Shasa seakan lelah dengan takdir yang ia dapatkan, mau tak mau dia harus menerimanya. Takdir yang di tuliskan tuhan takkan mengecewakan bukan?.
Namun, dia merasa sama sekali tak sanggup menjalani itu semua. Ada banyak rasa sakit dan kecewa yang ia terima secara bertubi tubi.
Dia menelan semua pahit yang bersembunyi di balik topeng sok tegar dan sok kuat. Namun itu semua hanyalah manipulasi, yang sebenarnya hatinya sangatlah rapuh.
Seperti kaca yang sewaktu waktu akan siap hancur berkeping keping. Setiap proses yang ia jalani, setiap sakit yang ia terima. Shasa menemukan dirinya sendiri di titik terlemah dan terkuatnya sendiri.
Mau tak mau siap tak siap, ia memutuskan untuk mengikuti alur skenario yang telah tuhan persiapkan.
"Kuatkan aku tuhan, engkau telah merangkai cerita ku sehebat ini!!." Setetes cairan bening luruh di pelupuk matanya, ia menatap sendu punggung pria yang telah sah menjadi suaminya.
"Kita ke hotel!." Shasa mengangguk, ia menghela nafas pelan melihat Jaevano berjalan meninggalkan dirinya.
"Suami macam apa yang meninggalkan istrinya sendirian?." keluhnya merasa kesal.
"Kenapa kau lamban sekali?." panggil Jaevano, melihat Shasa tertinggal jauh di belakangnya.
Shasa menghela nafas kasar, melihat Jaevano yang telah masuk ke dalam mobil.
"Tungguin!." teriaknya.
...----------------...
Di dalam mobil Shasa menyandarkan kepalanya ke kaca, melihat pemandangan di luar.
Entah apa yang akan terjadi kedepannya, apakah Shasa harus mengikuti suaminya? atau malah tetap tinggal di rumah neraka nya.
'Bagaimana reaksi bangka tua dan jalangnya itu mengetahui aku sudah menikah?.'
'Aku lupa, tidak ada yang peduli kepadaku!.' Shasa tersenyum pahit.
'Ma aku rindu, pengen peluk mama. Shasa nggak sanggup ma dunia ini kejam. Semua orang jahat, cuma mama yang baik!.'
'Jemput aku ma!.' ia menangis dalam diam, sampai tertidur pulas.
Sesampainya di depan hotel, Jaevano melihat istrinya telah tertidur dengan mata sembab.
"Dia menangis?."
Karena tak ingin membangunkannya, gadis itu terlihat lelah. Jaevano langsung menggendong Shasa.
"Dia sebenarnya makan tidak sih, kenapa ringan sekali?." gumamnya heran. Padahal lengannya tengah terluka.
Sesampainya di kamar, ia langsung membaringkan tubuh istrinya dengan perlahan, seolah takut Shasa terbangun.
Ia masih memandang gadis yang telah menjadi istrinya itu, Jaevano menebak mungkin umurnya tujuh belas atau delapan belas tahun. Sangat jauh sekali darinya yang berumur tiga puluh lima tahun.
Mengusap wajahnya kasar, ia menyelimuti gadis yang ia ketahui bernama Shasa tersebut.
Jaevano menyelimuti istrinya, ia menghela nafas kasar lalu berbaring membelakangi Shasa
Pikirannya menerawang jauh dengan kejadian beberapa jam lalu, sebelum ia di grebek warga.
#Flash Back
Jaevano yang baru saja pulang dari dinas di luar kota, namun tiba tiba saja mobilnya di cegat oleh sekelompok orang yang berbaju hitam.
Namun sialnya Jaevano membawa mobil sendiri saat itu, tanpa di dampingi oleh seorang pun, karena asistennya masih menetap di bandung meninjau pekerjaannya.
"Sialan, siapa yang berani mencari gara gara kepadaku?." geramnya kesal, lalu keluar dari mobil menatap tajam orang orang di depannya.
"Beraninya kalian menghadang jalan saya!." tegas Jaevano dingin.
"Halah diam saja kau, dasar sok bisa melawan kita. Malam ini kami akan membunuhmu." tantang pria berbadan besar dengan kepala botak itu, yang Jaevano yakini sang ketua.
Jaevano hanya bisa tersenyum smirk, lalu ia menyerang satu persatu, saling memukul dan meninju satu sama lain.
Ia berhasil menumbangkan belasan dari mereka dengan tangan kosong. Lama kelamaan Jaevano merasa kewalahan karena jumlah kelompok yang menyerangnya semakin bertambah, walaupun ia telah menumbangkan banyak lawan.
Karena ia merasa tak sanggup melawan sendirian bisa bisanya ia mati di kroyok, Jaevano memutuskan untuk kabur, namun saat ia berlari lengannya tertembak.
Ia terus melarikan diri dan akhirnya ia memasuki gang dan bersembunyi di sana, namun lengannya masih terus mengeluarkan darah dengan timah yang bersarang di sana, rasanya memang sakit namun Jaevano telah terbiasa dengan itu bahkan, lima peluru pernah bersarang di tubuhnya.
Dan sialnya hari tak mendukung, sehingga hujan yang sangat deras. "Arghhh." pekik Jaevano karena merasa luka nya perih terkena rintik hujan. Dan di saat itu lah dia bertemu dengan Shasa hingga terjebak di dalam pernikahan konyol.
#Flash Back
Jaevano terdiam mengingat itu, dan sekarang ia masih belum mengetahui siapa dalang di balik penyerangannya. Untuk saat ini dia harus menenangkan diri terlebih dahulu dan harus memikirkan apa langkah selanjutnya.
"Kenapa kau harus terjebak menikah denganku." gumam Jaevano melirik gadis yang berada di sampingnya. Shasa tidur pulas dengan mulut sedikit terbuka.
"Gadis jorok."
Lagi lagi Jaevano menghembus nafas kasar, memikirkan mau ia apakan gadis yang sekarang telah menjadi istrinya itu. Merasa lelah, Jaevano memejamkan mata menuju alam mimpi.
Beberapa menit Jaevano terlelap, ada sebuah tangan kecil yang memeluknya dengan erat membuat Jaevano langsung terjaga.
"Ck" decak nya pelan merasa risih, Jaevano melepaskan tangan Shasa. Namun Shasa kembali memeluknya dengan erat menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jaevano.
"Gadis sialan, mengambil kesempatan dalam kesempitan." desis Jaevano menatap tajam gadis yang memeluknya itu.
"Jangan tinggalin aku." gumam Shasa menangis, Membuat Jaevano mendelik.
Entah mengapa hati nuraninya tergerak, ia memeluk erat gadis kecil di sampingnya.
"Tenanglah aku di sini."
_To Be Continue_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!