NovelToon NovelToon

Si Kembar Milik Tuan Mafia

Bab 1. Wanita Dingin

Pelatuk.. Pelatuk.. Zzzzt...

Suara komputer yang terbakar, asap nampak mengepul dari belakang komputer tersebut.

"AA... Rachel tolong aku!!!" Teriak seorang bocah laki-laki berusia 6 tahun yang berlari ke atas kasurnya seraya berteriak memanggil sang Kakak.

"Berisik! Aa... kebakaraaan!!" Rachel terperanjat saat mendapati seisi kamar adik kembarnya yang di penuhi asap.

"Uhuk.. uhuk.. ada apa ini?" Seorang wanita keluar dari dapur dan alangkah terkejutnya dia saat mendapati komputer putranya nampak sudah hangus.

"Ya ampun, keluar cepat!" Ucap wanita itu buru-buru menarik kedua lengan putra putrinya.

Wanita yang berperawakan tinggi semampai dengan rambut yang di ikat layaknya ekor kuda itu langsung membuka jendela kamar putranya, Rival nama bocah laki-laki itu. Dia nampak menundukkan wajahnya dan merasa sangat tertekan.

Kiana, seorang wanita berusia 28 tahun itu menggelengkan kepalanya melihat untuk ke sekian kalinya Rival meledakan satu set komputer, Rachel yang berdiri di samping Rival juga nampak menundukkan wajahnya.

"Sudahlah, nanti Momy panggil orang untuk ganti lagi komputernya." Ucap Kiana yang merasa tidak tega melihat kedua bocah kesayangannya itu.

Rachel yang selalu menghancurkan, memecahkan dan bahkan sering memporak porandakan seisi rumah dengan alasan sedang melatih jurus baru. Sedangkan Rival yang sering meledakan, membakar dan melakukan kekacauan selalu berdalih tengah bereksperimen.

Mereka beruda adalah paket paling komplit dalam hidup Kiana, namun Kiana sangat bersyukur memiliki dua bocah itu di atas keputus asaan-nya.

"Momy harus melihat kelangsungan syuting terbaru hari ini, apa kalian mau ikut?" Tanya Kiana pada kedua bocah kesayangannya itu.

"Tidak Mom, kami akan melakukan les hari ini." Ucap Rival cepat, Kiana tersenyum dan kembali ke dapur.

"Baiklah, sebagai hukuman untuk Rival kamu akan mencuci piring selama satu minggu ke depan." Ucap Kiana, Rival menganggukan kepalanya setuju.

"Baik Mom, maaf aku hanya sedang..."

"Bereksperimen lagi? Ya sudah tidak apa-apa. Setelah hasil eksperimen mu selesai biar Kakak mu yang menggunakan pertama kalinya." Ucap Kiana tersenyum jahat pada Rachel.

"Momy...!!" Rachel mengejar sang Momy yang berlari dengan tawa di bibirnya, setiap eksperimen yang di lakukan oleh Rival memang selalu berhasil. Namun entah mengapa, bocah itu selalu saja merahasiakan apa fungsi dari apapun yang dia ciptakan itu.

Seperti beberapa waktu lalu, Kiana saat itu tidak dapat melakukan buang air besar dan Rival menawarkan obat buatannya. Memang Kiana bisa buang air besar namun terlalu sering hingga membuat Kiana harus di rawat di rumah sakit selama dua hari.

Rival tersenyum melihat kedua wanita itu yang pergi meninggalkannya, dia menatap layar komputernya yang sudah hangus.

"Padahal sedikit lagi ketemu, Ziad Aksen Az-zahra. Uhhhh... lain kali aku akan mengalahkannya." Ucap Rival yang akhirnya berjalan menuju meja makan di mana Rachel sudah siap menerima asupan paginya.

"Syuuut..." Rachel memberikan kode keras pada Rival dengan tatapan matanya yang seolah tengah berkata, bagaimana?

Rival menggelengkan keplanya hingga membuat Rachel merasa lemas dan menghela nafas panjang, keduanya akhirnya sarapan pagi itu dan berangkat menuju tempat les mereka yang berbeda.

Rachel menuju sebuah ruangan gulat ternama dan Rival menuju ke sebuah les matematika yang sangat sulit, keduanya memang memilik ketidak samaan satu sama lain. Namun keduanya seolah di satukan dengan ketidak samaan itu.

"Rival, nanti malam sebaiknya kita melakukan penyerangan lagi." Ucap Rachel, Rival menganggukan kepalanya dan akhirnya mereka berpisah.

Kiana hari itu juga datang ke sebuah tempat syuting iklan sebuah parfum yang akan segera di luncurkan.

Sebuah baju berwarna hitam indah menyatu dengan mata indah Kiana seakan menjadi perpaduan sempurna wanita itu, seorang pria yang merupakan model dalam iklan itu akhirnya mendekat.

"Nyonya Presdir anda kemari? Ini bunga terindah untuk wanita tercantik." Ucapnya memberikan seikat bunga mawar putih.

"Apa ini produk yang akan di luncurkan perusahan parfum itu tahun ini?" Tanya Kiana mengambil sebotol parfum dengan elegan.

"Benar Nyonya Presdir, bagaimana menurut pandangan anda?" Tanya model iklan itu, Kiana menyeringai dan menatap pria itu dengan dingin seraya berjalan melewatinya.

"Tidak menarik, aromanya hampir sama dengan tahun lalu." Ucap Kiana duduk di sebuah sofa kebesaran miliknya memperhatikan orang-orang yang hilir-mudik.

"Bukankah dia Nyonya Presdir D'luna group?" Seorang model perempuan nampak menatap Kiana tidak suka.

"Ya, dia adalah wanita super dingin di muka bumi ini, bahkan sifat dinginnya itu melebihi Antartika." Seorang wanita berkaca mata tebal dengan seringai di bibirnya.

"Cih, aku yakin dia hanya menggunakan uang untuk sampai di posisi itu." Ucap model itu lagi menyindir Kiana.

"Anda sangat tidak tahu diri ya? Bukankah anda yang melakukan hal keji seperti itu? Meski Nyonya Presdir dingin namun dia bekerja sangat baik melebihi para profesional di sini." Ucap sosok berkaca mata itu lagi. Dia semula memang memancing model itu untuk memperlihatkan wajah asilnya dan berhasil.

"Vi?" Panggil Kiana pada asisten pribadinya, sosok wanita berkaca mata tebal itu mendekat dan menundukkan pandangannya.

"Aku rasa model itu tidak becus bekerja, aku mau gadis kecil yang manis menjadi model ku kali ini, bukan Nenek tua sepertinya." Ucap Kiana pedas.

"Baik Nyonya, apa ada yang lain lagi?" Tanya Violet menundukkan wajahnya dengan hormat.

"Sudah itu saja." Ucap Kiana, model yang mendapati dirinya langsung di keluarkan dari syuting hari itu meradang, dengan angkuhnya dia datang menemui Kiana.

"Siapa kau berani melanggar kontrak denganku? Kau hanya berasal dari tim produksi saja. Terlalu sombong dan arogan, kau memecat orang seenak jidat mu saja!" Bentak wanita itu dengan amarah yang menggeludak layaknya gunung meletus.

"Vi, coret dia dari daftar dunia permodelan. Bila ingin sombong sebaiknya lihat tempat." Ucap Kiana menyilangkan kakinya dengan angkuh.

"Kau tidak akan mampu! Kau tidak akan pernah bisa berbuat seenaknya kepadaku!" Wanita itu agaknya belum menyerah, Kiana tersenyum jahat dan menatap seorang pegawai yang cukup membuatnya tertarik.

"Hai kau yang di sana! Gantikan dia menjadi model hari ini, semuanya kembali bekerja." Kiana nampak tidak perduli dengan ocehan model di hadapannya hingga tak lama kemudian, manajer model itu menghubunginya dan mengatakan bila dia sudah di pecat.

Selain itu, seluruh iklan dan filem yang akan dia perankan sudah membatalkan kontrak dan memilih mencari orang baru, wanita itu tertegun seketika. Ucapan Kiana seolah seorang Dewi yang dalam satu kali kata, maka saat itu juga terjadi.

"Masih belum puas, aku bisa memberi mu sedikit lagi pelajaran bila kau mau?" Kekeh Kiana, wanita itu merinding seketika dan memilih balik kanan meninggalkan tempat tersebut.

Ya, begitulah Kiana di mata para bawahannya. Sangat menyeramkan, tidak berperasaan, dan tidak kenal ampun tanpa pandang status. Hal itu juga yang justru di segani oleh orang-orang di sekitarnya yang menganggap Kiana adalah sosok paling profesional di dunia hiburan.

Bab 2. Penculikan

Drrrt..

Sebuah ponsel bergetar di atas meja, seorang pria melirik ponsel miliknya dan mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo Aksen, apa kau sudah memikirkan tawaran ku kemarin?" Terdengar suara seorang pria yang terdengar dingin.

"Ya." Jawab Aksen singkat.

"Bagiamana?" Tanya lagi sosok di balik telepon, keduanya seolah tengah berperang ingin, karena keduanya adalah tuan kutub selatan dan utara.

"Baiklah, aku akan terima tawaran mu, kapan aku berangkat?" Tanya Aksen dengan suara dinginnya.

"Besok pagi kita berangkat dan malamnya beraksi, sudah terlalu banyak anak kecil yang menjadi korban penculikan itu." Ucap suara dari balik telepon, Aksen mengangguk dan menutup telponnya.

Aksan bukanlah pembunuh bayaran atau mata-mata internasional, asal kalian tahu dia adalah seorang Dokter kandungan. Dokter berdarah dingin dan kejam di mata para musuhnya.

Kemarin Aksen mendapatkan tawaran dari Kakaknya Aksan untuk menangani sebuah masalah besar di sebuah Negara. Ya, Aksen bukanlah Dokter yang hanya suka menolong tapi juga membunuh.

Aksen di tawari untuk menghancurkan sebuah kelompok peradangan manusia di sebuah Negara yang cukup kecil, meski demikian Negara itu memang sangat makmur di lihat sekilas, meski di dalamnya di penuhi dengan begitu banyak hal yang sangat sulit di jangkau oleh orang awam.

"Sudah tujuh tahun kamu pergi, ke mana kamu sebenarnya?" Gumam Aksen menatap bintang yang tak bersuara, semilir angin membuatnya merasa tertekan. Dosa yang dia lakukan beberapa tahun lalu itu sudah membuat jiwa raganya hancur.

Keesokan paginya, Aksen akhirnya berangkat dengan pesawat yang memang sudah di siapkan khusus. Aksen berangkat ke Negara B untuk melakukan misinya.

Setelah sampai, Aksen langsung ke hotel yang juga sudah di siapkan khusus untuknya. Dia menyiapkan senjata andalannya, Aksen adalah Sniper kelas dunia yang di hargai bakatnya.

Dia merapikan semua senjatanya dan memasukkannya pada sebuah tas, sore harinya Aksen langsung mendatangi tempat di mana dia akan melakukan aksinya sebagai uji coba.

Di sisi lain, sore itu setelah les selesai. Kedua bocah manis Rival dan Rachel akhirnya kembali ke rumah mereka. Namun perasaan Rachel tiba-tiba tidak enak, begitupun dengan Rival.

Jarak tempat Les dan apartemen mereka memang sangat dekat, hingga mereka sudah terbiasa pulang pergi tak di antar dan biasa berjalan kaki.

Beberapa orang menyapa Rival dan Rachel seperti biasanya, hingga mereka sampai di depan gerbang masuk ke gedung apartemennya dan saat mereka akan segera masuk seorang pria tiba-tiba turun dari sebuah mobil dan hendak menangkap Rival.

"RIVAAAL!!" Teriak Rachel dan langsung mengeluarkan jurus andalannya, dia menendang bagian paling mematikan dari seorang pria hingga telor dalam sangkar itu seperti mau pecah.

"Cepat masuk! Ayo!!" Teriak Rachel menyeret tangan adik laki-lakinya, beberapa pria berbaju hitam juga datang dan membuat Rachel berhenti seketika.

"Panggil pihak keamanan, biar aku tahan mereka di sini!" Ucap Rachel mendorong tubuh adiknya menjauh, Rival mengangguk dan buru-buru masuk ke dalam wilayah apartemen, dan memanggil bantuan.

Sedangkan di luar, 5 orang sudah tumbang di hadapan Rachel namun sisanya sangat tangguh bahkan membawa senjata tajam hingga menyulitkan bocah itu untuk beraksi.

"Kita harus cepat!" Ucap seseorang yang merasa bila mereka tengah dalam bahaya, mereka yang terluka langsung masuk ke dalam mobil hingga seorang pria berdiri di belakang Rachel dan menyuntikkan obat penenang pada gadis kecil itu.

Rachel pingsan dan Rival terlambat mencari bantuan, Rival menangis sejadi-jadinya. Petugas keamanan buru-buru melaporkan hal itu pada pihak kepolisan dan tentu saja pada ibu Rachel, Kiana.

Kiana yang mendapatkan kabar itu langsung tercengang dan pergi dari tempat tersebut tampa meninggalakan sepatah katapun, dia membawa kendaraannya seperti orang kesetanan hingga akhirnya sampai di depan sebuah gedung apartemen tempat dia tinggal.

"Apa yang terjadi?" Tanya Kiana, matanya menatap Rival yang masih menangis dalam segukannya, Kiana langsung memeluk Rival dan mengelus putra kesayangannya itu.

"Mom, ini salahku. Aku gak bisa jagain Kakak sendiri, huuu... hu... Mom, mereka bawa Rachel pergi Mom." Ucap Rival dalam tangisnya, Kiana mengepalkan bogemnya dan menatap mereka semua yang hanya diam membisu.

"Mana pihak kepolisan? Mereka di gaji pakek keong ya? Kenapa lambat sekali!" Kesal Kiana membentak orang-orang di sana, Kiana adalah seorang ibu yang sangat mencintai kedua anaknya.

Meski Kiana terus berusaha menenangkan Rival namun jiwa ibunya tak dapat di sembunyikan dari siapapun, tangannya bergetar saat dia hendak meraih ponsel dari saku mantelnya.

Kiana menghubungi para anak buahnya untuk datang, mereka datang lebih cepat dari pihak kepolisian. Kiana tiba-tiba merasa resah seketika saat merasakan detak jantungnya yang berdegup tak beraturan.

"Cari Tuan muda dengan cepat, cari dia meski sampai ke ujung dunia!" Ucap Kiana penuh penekanan.

"Baik Nyonya Presdir." Ucap para bawahannya cepat, Violet yang mendengar kabar itu juga langsung datang ke TKP.

Pencarian akhirnya di mulai, tak lama kemudian pihak kepolisian juga tiba. Kiana tak hentinya merasa khawatir meskipun dia tahu bila kemampuan anak pertamanya itu bukan kaleng-kaleng.

Sementara di tempat lain, Aksen yang baru saja melakukan latihan kecil akhirnya berangkat ke sebuah tempat yang menjadi incarannya, sebuah hutan tropis yang memikat.

"Tempat ini lumayan juga." Gumam Aksen saat melihat banyaknya binatang buas di dalam hutan tersebut, selain itu Aksen juga harus berjalan kaki menuju tempat yang sudah di tetapkan.

Dari jarak 500 meter Aksen memperhatikan bagaimana seorang bandar nampak tengah bernegosiasi, memang tidak terdengar. Namun, sebagai seorang ahli di bidang tersebut Aksen sudah sangat terlatih membaca gerak bibir seseorang.

"Barang baru ini sangat bagus Tuan, lihatlah." Pria itu mengeluarkan seorang gadis berusia 6 tahun dari dalam kendaraannya dengan tangan dan kaki di ikat.

"Kenapa di ikat? Bila dia lecet sebelum aku menjualnya, bisa rugi besar aku." Ucap seorang pria yang sepertinya adalah Bos dari mereka semua.

"Dia berontak Bos, 5 orang terlatih saja bisa roboh olehnya." Ucap pria itu lagi, Aksen mengangkat alisnya, mungkinkah dia salah menafsirkan? Namun dia sangat yakin dengan apa yang tengah mereka bicarakan.

"Apa? Kalian di kalahkan bocah yang bahkan belum lulus sekolah? Tidak tau malu!" Pekik Bos besar itu dan menyeret sosok gadis kecil yang nampak tak sadarkan diri itu.

"Menarik." Ucap Aksen dia langsung pada inti permainannya, bagian kepla dari bos itu agaknya sasaran paling indah untuk Aksen.

Dor!

Dor!

Dor!

Tiga tembakan sekaligus, ketiganya membunuh Bos dan dua penjaga yang berada di atas menara.

Aksen tersenyum saat sosok gadis kecil yang mereka bawa terbangun, dia langsung berdiri dan melepaskan tali besar yang melingkari tangan dan kakinya.

"Kalian benar-benar minta di hajar!" Pekik gadis itu yang tidak lagian adalah Rachel.

Bab 3. Kanalan

Dengan sedikit seringai yang sangat tidak asing di mata Aksen, gadis itu nampak mengeluarkan jurusnya dia menghajar orang-orang di sana dengan sangat lincah.

"Cih, sampah masyarakat seperti kalian benar-benar membuatku muak!" Gertak Rachel, Aksen yang melihat bocah 6 tahun itu hanya tersenyum penuh pujian.

"Jangan dulu masuk ke wilayah, aku memiliki rencana lain." Ucap Aksen pada sebuah alat di lengannya, dia memberikan intruksi pada orang-orang di belakangnya.

Dengan hati-hati Aksen mengendap-endap ke daerah tersebut dengan cepat, Rachel yang sejak awal menyadari akan adanya penyergapan kini tidak merasa takut. Mungkin juga bila dia akan jadi pahlawan Nasional atau memiliki patung sendiri seperti yang ada di jalan kota.

"Heheh... boleh juga kalo patungku nanti di bangun dengan gaya seperti ini." Ucap Rachel dengan kakinya yang melayang memberikan satu tendangan telak pada perut seorang pria.

Beberapa orang yang membawa senjata datang, bukan panik Rachel justru makin tertantang. Dia memberikan banyak jotosan dan tendangan mautnya yang luar biasa keren.

"Bahaya, ada seorang bocah yang melakukan pemberontakan!" Beberapa pria keluar, Rachel terkekeh sinis dan menyobek bajunya sedikit. Dia mengikat tangannya dengan kuat dan mulai bersiaga.

"Cukup menarik." Gumam Aksen yang berniat membantu, justru gadis itu tampa kenal rasa takut terus melakukan perlawanan. Bahkan tanpa di sangka oleh siapapun, Rachel berjongkok dan mengambil sesuatu dari bawah sepatunya.

"Wow, bukankah itu produk Smith and Wesson model 29.44 magnum revolver? Mengejutkan sekali." Gumam Aksen akhirnya berniat tidak ingin membantu.

Dengan indahnya Rachel memainkan senjata api itu seperti tengah bermain boneka, dia menembak dan melakukan penyerangan layaknya seorang profesional yang sudah sangat terlatih.

"Hei ayolah lawan aku! Aku tidak ingin masuk penjara gara-gara kalian tidak mau melawan." Ejek Rachel dengan seringai mengerikan di bibirnya, Aksen semakin terkesima menyaksikan perlawanan itu dari jarak yang tidak terlalu jauh.

"Yah, pelurunya habis." Gumam Rachel bersembunyi dan mengambil senjata api milik orang lain, dia melihat senjata itu dan tidak begitu mengerti cara penggunaannya, karena senjata itu sepertinya di rakit oleh mereka sendiri.

"Hei, apa tidak ada yang mau membantu?" Gertak Rachel, dia sadar bila ada orang yang tengah mengawasinya sejak awal.

"Lumayan, bisa pakai senapan jarak jauh?" Aksen akhirnya memperlihatkan diri dan melemparkan sebuah pistol pada Rachel.

"Wah, senjatanya lumayan juga." Ucap Rachel mengagumi senjata yang berada di tangannya, meski bentuknya menyerupai pistol namun senjata itu memiliki kekuatan seperti senjata jarak jauh.

"Bagiamana rencana mu bocah?" Tanya Aksen, Rachel mengangkat pundaknya.

"Menghukum berandalan, menyelamatkan pria tampan dan berakhir dengan seringai." Ucap Rachel, Aksen yang mendengar itu tertawa dan merekapun akhirnya melakukan penyerangan berdua.

Mereka melakukan petak umpet dengan para musuhnya demi menyelamatkan para sandra yaitu anak-anak yang mereka culik. Setelah tim penyelamat sudah berhasil membawa para tahanan, Aksen dan Rachel akhirnya beraksi dengan sangat luar biasa.

Aksen benar-benar kagum dengan bocah itu yang tingginya bahkan tidak sampai se-dadanya itu. Sangat mengerikan dengan masa depan bocah itu di masa mendatang, pikir Aksen.

Setelah menyelesaikan semua musuh mereka, Aksen dan Rachel akhirnya tinggal sementara di sebuah hotel di mana Aksen tinggal.

"Siapa nama mu Nak?" Tanya Aksen pada akhirnya, setelah dia mengusir para tentara yang sudah berterima kasih dan beberapa orang yang ingin tahu mengenai bocah yang bersama Aksen itu.

"Untuk apa kamu tanya nama ku? Kamu juga sudah tua, meski kau agak tampan." Tutur Rachel dengan arogan, Aksen mengangkat alisnya mengamati cara bicara bocah itu yang mengingatkannya pada seseorang.

"Memang kenapa bila aku tanya nama mu?" Tanya lagi Aksen, Rachel menghela nafas panjang dan duduk di atas kasur di mana Aksen akan tidur.

"Pertama, malam ini kau akan tidur dengan ku. Benar bukan?" Tanya Rachel berdiri di atas kasur sambil mengangkat jari telunjuknya.

"Tergantung, aku tidak suka berbagi tempat tidur dengan siapapun. Tapi sepertinya menyenangkan tidur dengan mu." Tutur Aksen, Rachel menatap sinis ke arah Aksen.

"Oke, yang ke dua. Kau mencari tau nama ku bukan bermaksud untuk menyebutkan nama itu di depan penghulu bukan?" Tanya Rachel lagi.

Deg!

Deg!

Deg!

Jantung Aksen seolah memompa darah dengan sangat cepat, dia mengingat kata-kata itu dengan baik. Seseorang yang selalu menggodanya, merayunya, dan memberikan sejuta gombalan setiap harinya.

"Aksen, ayolah ingat terus namaku. Bukankah kau akan menyebutkan nama cantik ku di depan Penghulu?" Kata-kata itu terngiang di kepala Aksen dari sosok yang sudah hampir membuatnya tidak dapat tidur nyenyak setiap malam itu.

"Hei kenapa kau melongo begitu, jangan bilang bila setelah kau tidur denganku kau akan meminta pertanggung jawaban ya?" Tanya lagi Rachel, sontak mata Aksen kembali membulat.

Dia ingat dengan kata-kata itu, seseorang juga pernah mengatakannya dulu.

"Aksen sayang, karena kau sudah menyentuh bagain terlarang milikku kau harus tanggung jawab ya?" Nada yang hampir sama, ekspresi yang hampir sama bahkan gaya yang sama.

"Hei, kenapa kau selalu melamun? Jangan bilang kau sedang membayangkan wajah cantik ku ya?" Ucap lagi Rachel, Aksen tersenyum dan menangkup kedua pipi bocah itu. Aksen menatap lekat-lekat setiap lekuk wajah gadis itu, dia sangat familiar dengan bentuk wajah bocah itu, namun dia tidak ingat siapa.

"Kenapa kau menangis?" Tanya lagi Rachel melihat sebuah cairan yang menggenang di sudut mata Aksen.

"Apa karena kau tidak di beri tahu nama ku? Baiklah, nama ku Rachel Agenta Maharani D'luna. Rachel adalah nama panggilan ku." Ucap Rachel mengusap air mata yang jatuh dari kedua bola mata Aksen.

"Apa keluargamu bermarga Agenta?" Tanya Aksen, karena dia sangat mengenal baik keluarga itu.

"Entahlah, aku juga tidak tahu. Kakek bilang, nama itu adalah identitas wanita cantik seperti Rachel." Aksen terkekeh, mungkin tidak. Ada begitu banyak orang yang menggunakan nama itu, rasanya mustahil bila Rachel keturunan dari sosok yang amat dia kenali itu.

"Hei kau tahu, aku merasa kau sangat mirip dengan adik laki-laki ku." Ungkap Rachel menatap lekat-lekat wajah Aksen, "Owh, hampir lupa. Siapa nama mu?" Tanya lagi Rachel.

"Nama Asli?" Tanya Aksen mengangkat sebelah alisnya. Rachel menganggukkan kepalanya.

"Ziad Aksen Az-zahra, Ziad marga ayahku, Az-zahra nama ibuku, dan Aksen nama panggilan ku." Mata Rachel seketika membulat mendengar nama itu, dia dan sang adik sudah hampir putus asa mencari informasi mengenai Aksen, namun takdir agaknya sangat baik terhadapnya.

"Wah, apa itu beneran Kau?" Rachel langsung menerjang tubuh Aksen dan memeluknya denan hangat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!