NovelToon NovelToon

Hingga Langit Ke Tujuh

1. Bertengkar.

Bang Aves segera membuka pintu rumah saat mendengar tangisan istrinya, Indira. Baru kali ini dirinya mendengar tangis pilu sang istri.

"Ada apa Bu? Kenapa Dira nangis?" Tanya Bang. Ia segera membantu Indira untuk berdiri.

Sang ibu gelagapan tapi ia segera mendekati putranya.

"Ini lho Ves, ibu mendapati istrimu memakai uang belanja terlalu banyak, Ibu menegurnya. Ibu sudah bilang sama kamu sejak awal menikah, istrimu ini wanita bodoh, dia tidak tau uang. Sekarang begitu tau uang.. dia hamburkan sesuka hati." Ucap ibu Kemala mengusap lengan putranya. "Kalau saja ibu tidak mengerem belanja setiap hari, Indira pasti kaget sekali. Makanya ibu irit masak."

Indira menangis sesenggukan sembari menatap mata Bang Aves, ingin rasanya meminta tolong tapi semua tidak sanggup di lakukannya.

"Kamu masuk ke kamar dek. Kita bicara di kamar..!!" Perintah Bang Aves.

"Bicara di sini saja. Kalau kamu membawanya ke kamar, dia bisa saja mengadu yang tidak-tidak." Cegah sang ibu.

Bang Aves yang baru saja pulang kerja merasakan tubuhnya begitu lelah dan meriang.

"Biar saya selesaikan masalah saya sama Dia di kamar Bu." Kata Bang Aves. Tangannya menengadah dan meminta kartu ATM dan ponsel milik Indira.

:

Di dalam kamar masih belum ada pertanyaan apapun dari Bang Aves untuk Indira, pria itu masih membiarkan Indira menyelesaikan tangisnya.

Setelah cukup lama dan Indira sedikit lebih tenang, baru Bang Aves mulai bertanya. Ia juga sudah melihat segela pengeluaran yang di sebutkan olah ibunya.

"Abang sudah mendengar pembelaan diri versi ibu, sekarang apa yang mau kamu sampaikan. Abang akan dengarkan."

"Bisakah kita tidak tinggal satu rumah dengan ibu?" Tanya Indira.

"Itu bukan pokok bahasan kita dek. Abang hanya ingin tau tentang pengeluaran ini. Apakah ibu, atau kamu yang memakainya. Abang tidak masalah ada pengeluaran uang, tapi tiga puluh dua juta itu di pergunakan untuk apa?" Tanya Bang Aves dengan suara datar.

"Dira ingin kita tinggal di rumah dinas saja Bang."

"Diraa.. Abang tidak ingin membahas masalah ini lagi. Abang sedang benar-benar capek hari ini, tolong jangan menguji kesabaran Abang..!!!" Pinta Bang Aves.

"Dira tidak ingin membela diri, seharusnya Abang paham bagaimana Dira." Jawab Dira kemudian.

"Jadi kamu mau bilang kalau uang sejumlah tiga puluh dua juta itu, ibu yang pakai??" Sorot mata Bang Aves penuh dengan selidik.

Dira terdiam dan menunduk, tangisnya kembali tumpah.

"Abang sudah memberi ibu sejumlah uang. Sama rata denganmu dek. Tapi memang Abang memberi uang lebih ke kamu di luar uang tersebut untuk belanja sehari-hari juga untuk kebutuhan rumah. Masa ibu mengambilnya dari kamu, setelah menikah.. ibu juga sudah dengar kalau keuangan rumah tangga, kamu yang pegang." Kata Bang Aves. Keningnya semakin berkerut menuntut jawaban Indira. "Jawab yang jujur..!!"

"Dira mohon Bang, kita pindah saja dari rumah ibu." Rengek Indira.

"Diraaa.. kamu tau bapak ku sudah meninggal, ibuku tinggal sendirian dan Abang tidak punya saudara, kalau bukan Abang pergi dari sini.. siapa yang akan jaga ibu???? Kenapa sih belakangan ini kamu egois sekali." Suara Bang Aves tanpa sadar semakin meninggi.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan kencang. Ibu Kemala terduduk menangis meraung-raung. "Sekarang kamu sudah paham sifat istrimu le. Ibu sudah bilang, dia itu tidak berpendidikan, setiap hari dia memaksa ibu kerja keras seperti babu, ibu nelongso sekali di perlakukan seperti itu le. Duuh Gusti... Apa dosaku sampai punya menantu seperti ini. Apa aku juga harus bilang ada laki-laki yang sering datang kesini??????"

Bagai tersambar petir hati Bang Aves begitu kaget sekaligus sakit mendengarnya. Dulu dirinya sangat percaya pada Indira. Gadis lugu dan cantik yang ia temukan terjebak dalam kerumunan demo mahasiswa. Ia pun langsung jatuh hati padanya.

"Laki-laki??? Siapa laki-laki yang sering datang menemuimu??????" Bentak Bang Aves seketika terbakar amarah. Matanya memerah, membulat tajam menatap mata Indira.

Indira sampai berlutut di kaki Bang Aves. Ia sungguh takut berhadapan dengan suaminya itu. "Nggak ada Bang, sumpah demi Allah nggak ada." Jawab Indira terisak ketakutan.

Bang Aves masih belum melepaskan tatapannya dari Indira. "Sumpah Bang, sedikit pun Dira nggak bohong."

"Jadi kamu mau bilang kalau aku yang bohong??? Aku yang memakai uang itu??? Ya Allah.. lebih baik aku mati saja.. aku tidak tahan di tuduh seperti ini." Ibu Kemala berdiri kemudian berlari ke arah dapur mencari cairan pembersih toilet.

Melihat ibunya seakan frustasi, Bang Aves menjadi kalang kabut tidak sampai hati. "Ibuu.. jangan nekat Bu..!!" Bang Aves mencegah ibu Kemala meneguk cairan tersebut. "Maafin Indira Bu, aku yang salah tidak bisa mendidik nya. Nanti aku akan nasihati Indira agar tidak berbuat seperti ini lagi sama ibu..!!" Bujuk Bang Aves.

Ibu kembali menangis meraung-raung. "Aveess.. biarkan ibu mati saja, kamu lebih sayang Indira daripada ibu..!!"

"Ibu, aku sudah menikahi Dira. Aku tidak mungkin mengingkari janji ku sebagai seorang suami. Aku janji akan mendidik istri ku lebih baik lagi."

"Biar ibu kelola keuangan rumah tangga..!!" Pinta ibu Kemala.

"Nggak bisa Bu. Itu tugas Indira. Sudahlah, biar Indira belajar menjadi seorang istri. Ibu hanya tinggal duduk tenang menikmati masa tua. Mudah-mudahan aku bisa segera memberi ibu cucu." Bujuk Bang Aves.

Ibu terdiam tapi sorot matanya tidak lepas dari Indira.

.

.

.

.

2. Kerikil rumah tangga.

Malam hari Bang Aves tidak bisa memejamkan matanya. Sebagai seorang anak, ia tidak bisa menyalahkan ibunya tapi ia juga tidak bisa menekan sang istri. Bagaimana pun juga dirinya harus adil memberi kenyamanan pada kedua ratu di dalam hatinya.

Ia mengusap rambut Indira yang sudah tidur. Sesekali ia masih mendengar suara sesenggukan istrinya.

"Apa Indira memakai uang itu? Tapi untuk apa? Aku yakin Dira tidak pandai soal uang, menggunakan kartu ATM saja masih sering ku antar. Ponselnya juga menggunakan finger print sendiri, mana mungkin khan ibu yang memakai uangnya? Tapi kalaupun ibu yang memakainya juga untuk apa? Berarti dengan kata lain, ibu harus memaksa Indira untuk memakai aplikasi tersebut." Bang Aves sampai memejamkan matanya sendiri. Semua seakan terasa memusingkan, apalagi rasa lelah dan meriangnya belum reda.

Bang Aves merebahkan tubuhnya dan memeluk Indira dari belakang. Dirabanya sepanjang tangan Indira dan ia mulai menyadari sang istri tidak memakai lagi gelangnya, Bang Aves melongok melirik jemari sang istri dan ternyata tidak ada cincin kawin mereka bahkan kalung pun sudah tidak melingkar lagi.

"Di kemanakan perhiasannya? Masa cincin kawin pun tidak di pakainya juga." Gumam Bang Aves membatin.

***

Ibu Kemala memelototi Indira dan kemudian seperti biasanya, ibu menyambar kain lap dan langsung menyampaikannya di pundaknya sendiri lalu sedikit mengacak rambutnya. Indira langsung pergi menemui Bang Aves untuk duduk di sampingnya.

"Perhiasan mu kemana dek? Cincin juga kenapa tidak di pakai?" Tegur Bang Aves.

"Hmm.. itu Bang......."

"Ibu sudah curiga, jangan-jangan istrimu menjualnya." Sambar Bu Kemala.

"Benar begitu dek??" Selidik Bang Aves.

Indira menunduk tak berani menjawab apalagi ibu mertua nya menuang nasi ke atas piring Indira tapi kakinya menginjak kaki Indira dengan kuat.

"Sudah.. makan dulu, kamu mau kerja. Makan yang banyak le, biar semangat kerjanya..!! Ibu sudah masak nih." Kata Bu Kemala.

Bang Aves melirik Indira, ia tidak paham kenapa sekarang istrinya bisa bersikap seperti ini. Malas-malasan bahkan tidak membantu ibunya yang sudah di bilang cukup tua di usianya yang kini sudah melewati setengah abad.

"Kamu bagaimana sih dek. Apa salahnya membantu ibu? Masa apa-apa harus ibu. Abang sudah membebaskan kamu segalanya, tapi ya juga tolong jangan keterlaluan seperti ini dek." Lirih sekali Bang Aves menegur Indira, berharap ibunya tidak mendengar tegurannya untuk Indira.

Sungguh Bang Aves ingin agar kedua wanitanya tidak saling di bandingkan atau disisihkan satu sama lain.

Tapi sayang, telinga tajam ibu Kemala sudah mendengarnya. Ia pun menyimpan senyumnya kemudian duduk di kursi makan dengan memasang wajah sendu.

"Bolehkah ibu pinjam uangnya le? Ibu tidak punya uang lagi." Tanya ibu Kemala.

"Ibu mau beli apa? Kemana saja uangnya? Aku tidak pernah lihat ibu beli barang apapun." Jawab Bang Aves.

Ibu semakin menunduk kemudian menangis dan setengah berlari ke dalam kamar. Bang Aves pun menghentikan acara makannya dan menyusul sang ibu ke kamar.

"Bu..!! Ada apa?"

"Ibu tidak tau lagi harus bagaimana le." Kata ibu Kemala. Wajahnya juga sedikit gelisah. "A_ada hutang yang harus di bayar."

Mendengar itu bola mata Bang Aves membulat besar. "Utang Ibu??? Berapa?????"

Melihat sorot mata putranya yang begitu tajam, ibu pun menjadi cemas. Duduknya pun tak tenang. Ibu mengarahkan jari telunjuknya untuk menutupi bibirnya sendiri.

"Hutangnya Indira." Bisik ibu.

"Apaaaa???"

"Sudahlah, jangan marahi istrimu lagi. Mungkin Indira juga khilaf. Berikan saja uangnya sama ibu. Sepuluh juta rupiah. Nanti ibu yang nasihati Dira agar tidak berbuat seperti ini lagi." Kata ibu Kemala.

"Nggak bisa Bu, aku harus menegur istriku dan mengajarinya agar tidak berhutang apalagi memakai uang sembarangan, bukan aku tidak mampu, tapi boros juga tidak baik." Bang Aves beranjak keluar dari kamar tapi ibu Kemala menarik lengan putranya lagi.

"Jangan begitu, hanya wanita yang bisa membujuk wanita. Kalau kamu kasar dan keras.. istrimu pasti melawan dan tidak akan mengaku. Mana uangnya, biar ibu yang tangani..!!" Bujuk ibu Kemala dengan suara yang sangat lembut.

Bang Aves menarik nafas panjang kemudian masuk ke kamarnya untuk mengambil uang dan di sana pas hanya tersisa sepuluh juta rupiah saja. Setelah benar pas jumlah nya, Bang Aves kembali lagi menuju kamar sang ibu.

"Ini Bu, sepuluh juta rupiah. Atas nama istriku.. aku minta maaf. Tolong nasihati Indira ya Bu. Mungkin benar sesama wanita akan bisa saling mengerti satu sama lain." Bang Aves menyerahkan segepok uang tersebut ke tangan ibunya.

Ibu Kemala mengangguk, beliau menyambarnya dengan cepat lalu segera menghitung nya.

~

"Bang.. mau berangkat sekarang?" Indira segera menyusulnya hendak bersalaman tapi Bang Aves tidak menggubrisnya.

"Lain kali taruhlah sedikit rasa hormatmu sama ibuku. Aku tau mungkin kamu tidak cocok sama ibu. Tapi niat ibu juga tidak mungkin jahat. Mungkin benar seharusnya ibu ikut mengajarimu. Bagaimana bisa kamu masuk di asrama sedangkan kelakuanmu saja seperti itu dek." Tegur Bang Aves. Wajahnya sudah terlihat sangat masam.

"Tapi Bang........!!"

"Sudahlah, Abang mau berangkat..!! Introspeksi dirimu dulu..!!" Pinta Bang Aves membuat Indira tidak bisa mengatakan apapun lagi.

Indira menunduk menahan tangisnya. Beberapa saat kemudian ibu menyusul Indira ke teras rumah. Senyumnya terlihat sinis.

"Cepat kamu masak, siapkan camilan dan minuman. Sebentar lagi kawanku datang. Nggak pakai lama Dira..!!" Perintah ibu Kemala sambil berkipas-kipas karena hatinya sedang berbunga mendapatkan bekal judi.

"Iya Bu."

"Heehh.. awas saja kalau kamu mengadu sama putraku. Aku akan jadikan hidup di rumah ini lebih menyakitkan daripada hidup di jalanan dulu." Ancam ibu Kemala.

Indira mengangguk kemudian segera masuk ke dalam rumah.

"Anak gembel saja belagu. Untung di nikahi anak ku. Masih untung ku beri makan, jangan harap kamu bisa menguasai harta anak ku..!!" Gumam ibu kemala jengah melihat Indira.

.

.

.

.

3. Kalut dalam keadaan.

Siang hari usai lari siang, Bang Aves mengingat ada berkasnya yang tertinggal di rumah. Karena kejadian semalam dirinya sampai tidak mengontrol barang-barangnya lagi dan akhirnya Bang Aves memutuskan untuk pulang ke rumah.

...

Ibu Kemala menyerak kan segala benda yang ada di atas meja dan rekan ibu Kemala tertawa terbahak melihat kekalahan Ibu Kemala.

"Sekarang kamu punya apalagi Kemala? Uang sudah tidak punya dan utangnya bertambah delapan juta lagi padaku." Ledek seorang pria tua.

"Menantuku saja, dia cantik. Kamu bisa membawanya tapi sebelum jam lima sore, kamu sudah herus mengembalikan dia. Anak ku pasti pulang jam segitu." Kata Bu kemala karena tau mata pria tua itu sedari tadi melihat Indira yang mondar mandir membersihkan rumah.

Pria itu kembali tertawa karena Bu Kemala sangat memahami isi hatinya. Ia tersenyum licik.

"Ku anggap lunas jika dia pintar melayani ku..!!" Kata pria tua bangka itu.

"Okee.. okee... Cepat bawa dia ke kamar..!!!" Perintah Bu Kemala dan hanya mendapat tawa renyah kawan-kawannya.

Si pria tua itu segera beranjak dan berjalan menuju dapur untuk menemui Indira.

"Aaaaaaaaaaaaa.." suara Indira memecah keheningan.

Tak ada tetangga yang bisa menolong karena rumah mereka terletak pada tempat paling ujung di desa dan tersembunyi hingga minim warga sekitar berada disana.

Kawan ibu Kemala semakin terbahak melihat si tua bangka menyeret Indira ke dalam kamar.

Bapak tua bangka tersebut begitu emosi karena Indira melawannya sekuat tenaga. Si tua bangka menghantam tengkuk Indira hingga terkapar di atas ranjang.

"Kami pulang dulu lah. Anakmu tentara.. aku takut di hajarnya." Pamit seorang pria kemudian di susul dengan ke empat teman wanita Bu Kemala.

"Ya sudah lah, lain kali kita kita bertemu lagi." Kata Bu Kemala.

~

Sekitar sepuluh menit berlalu, motor Bang Aves tiba di rumah, ibu Kemala pun menjadi gelagapan. Semakin Bang Aves me dekat, semakin panik pula ibu Kemala.

Cckkllkk..

Bang Aves kaget melihat ibunya duduk melantai sambil menangis tersedu-sedu sambil membawa kantong plastik berisi sayur. Ia segera berlari mendekati ibunya.

"Ada apa Bu?" tanya Bang Aves.

Ibu hanya menunjuk kamar putranya sambil menangis histeris. Jelas saja Bang. Aves bingung dengan keadaan ini dan dirinya segera menuju kamar untuk melihatnya.

Tangannya ragu untuk membuka tapi akhirnya Bang Aves membukanya juga.

"Astaghfirullah hal adzim.." Mata Bang Aves terpejam. Batinnya terpuruk, ribuan rasa sesak menghantam ulu hatinya. "Teganya kamu dek..!!!!" Bang Aves sudah lemas tapi emosinya memuncak melihat Indira berada dalam pelukan laki-laki lain tanpa sehelai benang pun.

Pria tua bangka itu kaget, Bang Aves menghajarnya hingga babak belur. Indira pun terkejut apalagi melihat dirinya sudah tidak dalam keadaan yang tidak semestinya. Pria itu ketakutan dan lagi tunggang langgang membawa pakaiannya.

Kini tersisa Bang Aves yang sedang berkacak pinggang menatap wajah Indira dengan sorot mata tajam.

"Kau benar-benar wanita ular Indira. Aku menyesal sudah menikahimu. Kamu menginjak wajahku, kamu menjatuhkan harga diriku..!!!" Bentak Bang Aves.

"Bukan Bang, Dira bisa jelaskan." Ucapnya sesenggukan sesak. Ia menutup rapat tubuhnya dengan selimut.

"Persetan..!!!"

Plaaakk..

Satu tamparan mendarat di pipi Indira. Bang Aves mundur beberapa langkah ke belakang. Ada tetes air mata penyesalan tapi ia pun tidak bisa memungkiri, hatinya terasa begitu sakit.

"Dira.. kenapa Diraa..........."

"Ibu malu nak, kenapa bisa punya menantu seperti ini. Selama ini ibu diam, tapi ibu sering melihat Indira bersama laki-laki itu." Tangis ibu semakin menjadi membuat Bang Aves goyah.

Tekanan dalam batin Bang Aves semakin terasa, ia memutuskan untuk tenang dan mengatur nafasnya baik-baik.

"Dia memakai semua hartamu untuk laki-laki itu nak."

"Ibu tolong keluarlah..!!" Pinta Bang Aves.

"Ini disini saja.. ibu tidak rela kamu bersama dia yang sudah kotor."

"Tolong Bu..!!!"

"Nggak Aves.. dia bukan perempuan baik-baik..!!"

"Aku menceraikan kamu Indira Neema.. mulai saat ini kamu bukan istri saya lagi." Ucap Bang Aves. "Keluar kamu dari rumah ini..!!!!" Bentak Bang Aves namun dengan kesadaran nya.

"Tanpa barang apapun." Imbuh ibunya.

Indira menangis tanpa bisa banyak berkata-kata, bahkan untuk membela dirinya sendiri pun tak mampu dan membuatnya seakan membenarkan keadaan yang sudah menyudutkan dirinya.

Untuk kesekian kalinya Indira menyentuh kaki Bang Aves namun kali ini Bang Aves mundur teratur.

"Kamu sudah kuceraikan Indira, ragamu haram ku sentuh." Ucap Bang Aves.

"Baiklah Bang, jika Abang tidak percaya padaku. Aku akan tetap meminta maaf. Maaf selama ini Dira tidak menjadi istri Abang yang sholehah, tidak bisa membuat hati Abang tenang. Terima kasih Abang sudah bersedia mengangkat derajat Dira bahkan sudi mengajari Dira beribadah." Indira menunduk dan tetap mencium kaki Bang Aves yang masih memakai sepatu.

Sadar akan sisi kemanusiaan, Bang Aves menolaknya. Tidak etis rasanya membuat dirinya bagai seorang dewa meskipun mungkin kesalahan Indira sudah begitu besar padanya.

"Pergilah..!!"

:

Indira benar-benar keluar dari rumah tanpa membawa barang apapun dari Bang Aves. Ada hati yang tidak rela melihat langkah gontai Indira. Hati Bang Aves pun tetap merasa tidak tega. Ia memberikan uang sejumlah tiga juta rupiah kemudian masuk ke dalam rumah tanpa bicara sepatah kata pun.

Saat baru sampai pagar rumah, ibu secepatnya berlari dan menyambar uang di tangan Indira lalu memasukan nya ke dalam kantong celananya.

"Enak saja. Ini punyaku. Pergi sana kuntilanak..!!!" Umpatnya kemudian berlari masuk.

//

Bang Aves memejamkan matanya bersandar pada sofa. Tak hentinya air matanya mengalir menganak sungai. Ia terus membolak-balik pikiran dan hati nya namun apa yang di lihatnya semakin membuat luka hatinya semakin terbuka.

"Kurang apa sayangku untukmu Dira?? Abang benar-benar sayang kamu? Tega sekali kamu mengkhianati Abang."

"Sudahlah, dia bukan istrimu yang baik." Kata ibu Kemala.

"Ibu masuklah di kamar dan tolong jangan ganggu aku. Aku ingin sendiri..!!!"

...

Indira berjalan tak tentu arah. Tatapan matanya kosong tak jauh dari tempatnya duduk, ada seorang pria yang sedang memancing di bawah jembatan, tempat dimana wanita itu berdiri.

Pria tersebut terus mengawasi hingga tanpa di duga wanita itu melompat.

"Astaghfirullah...!!!" Pria itu langsung melompat ke sungai beraliran deras lalu menolongnya

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!