Namaku Wesley Wiseman, saat ini usiaku sudah menginjak 27 tahun. Di hari ulang tahunku yang harusnya diliputi dengan kegembiraan, aku bersedih karena semua orang meninggalkanku.
Dulunya aku adalah pria yang paling bahagia, punya karir yang cemerlang dan juga keluarga yang begitu membanggakanku. Aku juga punya seorang istri yang sangat cantik, setiap kali aku pulang kerja dia akan menyambutku dengan pelukan dan kecupan hangat di kening.
“Suamiku sayang pasti lelah karena seharian bekerja, apa kau mau aku menghangatkan makanan untukmu, atau haruskah aku hangatkan ranjangmu terlebih dulu?”
Tiap hari dia selalu menggodaku dengan senyuman manja, dia membuatku merasa bahwa dirinya sangat mencintaiku.
Sampai suatu hari, sebuah kemalangan menimpaku. Saat berusaha mengembangkan perusahaan baru, aku telah ditipu oleh seseorang. Awalnya istri dan orang-orang di sekitarku datang untuk menghibur.
Sampai akhirnya, penipuan yang aku alami sampai harus membuatku hidup dengan hutang yang melilit, perusahaan yang telah aku bangun dengan susah payah harus ku jual satu per satu.
Istriku awalnya tidak mempermasalahkannya karena masih banyak yang aku punya, tapi saat semua hampir ikut terlumat habis oleh bunga yang tidak ada habisnya, istriku mulai membalikkan punggungnya padaku.
“Maaf, aku sudah tidak bisa terlibat denganmu lagi. Tolong jangan buat aku ikut mengalaminya jika kau benar-benar mencintaiku. Aku tidak ingin hidup diliputi kemalangan.”
Begitulah yang dia ucapkan sebelum akhirnya kami bercerai. Dia pikir aku mau hidup seperti ini? Siapapun juga tidak akan menginginkannya.
Saat aku berpikir mungkin keluargaku bisa membantu, ayah dan juga ibuku malah lebih memilih untuk menutup mata. Adik laki-laki yang selalu aku jaga sejak kecil juga tidak ingin membantu kakaknya ini.
Aku tidak mengerti bagaimana hal sememilukan ini bisa menimpaku, seingatku aku sudah melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Membagikan kebahagiaan yang aku rasakan bersama orang lain, tapi saat kemalangan menimpaku... Tidak seorangpun bahkan mau meminjamkan bahu mereka untuk ku sandari.
“Apakah anda yakin untuk menjual satu ginjal dan juga satu mata anda, Tuan?” seorang dokter bertanya padaku yang sudah sangat putus asa, dia bersimpati kepadaku.
Aku menjawabnya dengan sebuah anggukan, saat itu aku sudah tidak punya pilihan lain. Aku tidak punya apapun untuk diberikan pada para penagih hutang, hartaku semuanya telah lenyap, kejayaanku pun sudah berakhir.
Satu-satunya yang aku miliki kala itu adalah tubuhku, jika aku bisa menjualnya untuk harga yang mahal dan hutangku bisa terlunasi, maka semua itu sudah cukup untuk membuatku lega.
Walaupun diambang keputus-asaan, aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk bunuh diri. Bagaimanapun aku tidak mau menyerah pada hidupku, mati sebagai pecundang gagal itu sangat menyedihkan.
Walaupun harus merasakan neraka tiap hari, aku ingin menjalani hidupku sepenuh hati. Karena hidup adalah berkah yang diberikan pada kita para manusia.
Sekarang... Hutangku telah lunas, hanya ada aku... Dan rumah tua di tengah hutan yang baru aku beli dari sisa uang pelunasan hutang.
Mungkin ini terlalu berlebihan untuk pria yang saat ini hanya memiliki satu mata dan satu ginjal untuk tinggal di tengah hutan. Rencananya aku akan menjadi pemetik jamur atau pemburu kelinci, tapi tetap saja bekerja itu butuh tenaga.
Dokter bilang aku akan cepat mengalami kecapekan karena hanya punya satu ginjal, dan dengan satu mata yang aku punya... Jelas saja penglihatanku jadi semakin buruk. Aku harus lebih sering berhati-hati dan banyak melihat ke sebelah kanan.
Meskipun akan sulit kedepannya, seperti yang sudah aku putuskan. Aku akan hidup sepenuh hati!
Baiklah, sekarang mari masuk ke rumah tua yang baru saja aku beli ini.
Rumah ini terbuat dari kayu, untuk rumah yang usianya sudah sangat tua... Aku pikir temboknya masih kokoh. Ah..., meskipun beberapa lantai tampak berderak karena reot atau lapuk.
Tetap saja, selama masih ada atap untuk berlindung dan juga dinding untuk menahan dinginnya angin. Tempat ini masihlah layak untuk ditinggali.
Ada tiga ruangan di dalam sini karena rumah kayunya cukup sederhana. Teras depan, ruang tengah dan juga dapur. Kalau teras tidak dihitung itu artinya hanya terdapat dua ruangan.
Tidak bisa berharap terlalu banyak karena ini aku dapatkan dengan harga sangat murah. Bagaimana dengan kamar mandinya? Tidak, tak ku khawatirkan sesuatu semacam itu. Karena ini berada di tengah hutan, aku bisa buang air besar ataupun kecil dimana pun selama itu cukup jauh dari rumah, dan untuk mandi..., aku bisa mencari sebuah sungai.
“Haa..., hidup manusia itu aneh, kadang mereka bisa sangat di atas, kadang juga bisa sangat di bawah. Roda kehidupan benar-benar kejam.”
Mengeluhkan ini juga percuma, tidak ada seorangpun yang akan mendengarku.
Ada hal yang membuatku cukup penasaran, saat aku membeli rumah ini, penjualnya tidak bilang kalau aku akan mendapatkan furnitur, tapi di dapur alias ruang belakang rumahku..., ada sebuah lemari berdebu yang cukup antik.
“Lemari dengan desain jaman pertengahan ini seharusnya cukup mahal jika dijual, kan?”
“Apalagi kondisinya juga terbilang masih layak. Hmmm... Tapi rasanya kok ganggu kalau di taruh di tempat ini, apa aku pindah saja ya?”
Bahkan jika aku harus mendorong sampai menggembungkan kedua pipiku, tak seinci pun dari kaki lemari itu bergeser. Aku mungkin cepat merasa lelah, tapi bukan berarti aku selemah ini kan?
Aneh, seakan ada sesuatu yang berat di dalam lemari ini. Tidak mungkin seseorang meninggalkan sesuatu begitu saja.
“Tunggu! Bagaimana jika saat aku membuka lemarinya ada kerangka manusia di dalam sana? Kuhh... Itu bisa saja terjadi.”
Ini membuatku penasaran, tapi pintu lemarinya sama sekali tidak bisa dibuka. Haa... Itu bukan masalah, selama aku menemukan kawat kecil, aku bisa membuka pintunya.
Setelah berkeliling sebentar di sekitaran rumah, aku menemukan kawat yang sudah berkarat, aku gunakan itu untuk membuka pintu lemarinya.
Click! Aku berhasil membuat pintunya terbuka. Jantungku berdegup sangat kencang, jika ini sesuai dengan apa yang telah aku bayangkan. Maka akan ada kerangka seseorang di dalam sana, karena lemarinya cukup berat...
“Ada kemungkinan jumlahnya tidak hanya satu.”
Sial! Aku takut, tapi aku juga penasaran. Setelah sejauh ini tidak mungkin juga untuk mundur, mari lihat apa yang ada di dalamnya.
Ku tarik pintunya dengan menutup mata, kalau kerangka itu benar-benar banyak maka semuanya akan jatuh berserakan, mungkin saja akan menimpa diriku.
Tapi setelah terpejam untuk waktu yang cukup lama, tak satupun benda jatuh menimpaku. Apa artinya itu aman bagiku untuk membuka mata?
Akhirnya aku buka perlahan mata kiriku untuk mengintip apa yang ada di dalam lemari, ini sama sekali jauh dari apa yang aku bayangkan. Ternyata isi lemarinya normal, hanya terdapat mantel dan juga jaket yang di gantung dengan rapi.
“Jika aku bisa membuka lemarinya semudah ini, kenapa orang yang menjual rumahnya kepadaku membiarkan semua ini? Seharusnya pakaian-pakaian ini cukup berguna untuk mereka kan?”
Aku benar-benar tidak percaya hanya karena tumpukan pakaian di lemari aku tidak bisa memindah lemarinya, seharusnya untuk membuat lemari ini bergeser aku masih mampu.
Saat aku hendak memeriksa sesuatu yang lain yang membuat lemarinya jadi berat, keanehan pun terjadi. Tanganku sama sekali tidak dapat menyentuh ujung lemarinya, bahkan jika aku memasukkan tubuhku ke dalam sana.
Aku segera melompat keluar dengan tubuh berkeringat dingin. Aku terkejut bagaimana sesuatu seperti itu mungkin?
Jika aku melihat lemari itu dari luar, bagian ujungnya seharunya dapat aku sentuh setelah memasukkan tanganku kesana. Di belakang lemari itu juga ada bagian kayu yang dapat aku sentuh dari luar, tapi kalau aku memasukkan tanganku dari dalam, ujungnya menghilang.
“Ada sesuatu seperti dimensi lain di dalam sana. Sial! Apa sesuatu seperti itu mungkin?”
Aku jadi sangat penasaran, jadi aku memasukinya sekali lagi. Awalnya hanya ada setumpuk mantel yang harus aku singkap untuk terus melangkah maju, tapi setelah berjalan kira-kira lima belas langkah dari dalam lemari, hanya ada ranting yang menjalar.
“Aku benar-benar tidak percaya kalau aku sebenarnya sedang berada di dalam lemari.”
“Ada cahaya di sana, apakah itu ujung lemarinya?”
Aku keluar di tempat yang sama sekali berbeda, aku berada di tengah hutan tapi hutannya sepenuhnya beda dari hutan di sekeliling rumahku.
Pohon yang tumbuh disini sangat berbeda dengan pohon yang pernah aku temui atau yang aku lihat di tivi dan juga buku, begitu asing..., ini membuatku ragu apakah aku masih berada di bumi yang sama.
“Ano..., apakah anda baru saja keluar dari dalam Pohon Gloumbeg?”
Perkataan seseorang mengagetkanku, aku pun berbalik untuk melihat siapa yang baru saja berbicara, tapi aku tidak dapat melihat sosoknya.
“Disebelah sini, Tuan.”
Aku melihat lebih rendah, dan ternyata ada sesosok mahkluk yang tidak pernah aku lihat dalam hidupku. Makhluk itu kecil, setinggi pinggang orang dewasa, berwarna hijau dan memiliki telinga runcing.
Bagian putih matanya itu berwarna kuning, sedangkan retina matanya sama dengan orang pada umumnya, hitam. Dia memiliki gigi yang bergerigi seperti hewan buas, kukunya hitam dengan ujung yang terlihat tajam.
Ya..., hanya satu makhluk yang bisa aku pikirkan ketika melihat sosok itu.
“Goblin!!”
Setelah berteriak sekencang itu kakiku gemetar, untuk berdiri saja aku tak kuasa. Akhirnya aku terduduk di hadapan makhluk itu.
“Seperti yang Tuan lihat..., saya adalah Goblin.”
“Kau..., kau adalah makhluk yang berbahaya!” ujarku.
“Umm..., manusia memang sering berpikir seperti itu. Tapi sebenarnya kami tidak,” jawab Goblin itu.
Meskipun penampilannya mengerikkan, anehnya aku tidak merasakan bahaya apapun darinya. Saat seseorang melihat singa berada di depan mereka, ada perasaan takut yang membuat orang itu cemas, tapi di depan makhluk ini..., aku tidak merasakan kecemasan sedikitpun.
“Biarkan saya membantu anda berdiri, Tuan.”
Makhluk itu mengulurkan tangannya kepadaku, awalnya aku ragu..., tapi setelah melihat niat baiknya itu, bukankah aku akan terlihat jahat bila harus menolaknya?
Aku akhirnya meraih tangan kecil sang Goblin, selain dia membantuku berdiri, dia juga merapalkan mantra yang membuatku tenang.
Ini mengejutkan, entah aku sedang bermimpi atau tidak. Tapi perasaan hangat yang aku rasakan saat ini begitu kuat.
“Terimakasih,” ucapku lirih.
“Benar, sebelumnya anda mengatakan bahwa saya keluar dari Pohon Gloumbeg, bukan? Apakah pohon besar itu yang anda maksud, Tuan Goblin?”
Aku menunjuk ke sebuah pohon yang sangat besar, dari sanalah aku keluar... Tempat yang menghubungkan duniaku dengan dunia ini. Lubang di tengah akar pohon itu tembus ke lemari tua yang ada di rumahku.
“Ya! Apakah anda berasal dari sana?”
“Benar!” sahutku.
Goblin tua itu menjatuhkan tongkat yang ia gunakan untuk membantu dirinya berjalan, dia tampak bergelimang airmata. “Pertapa Agung... Anda benar-benar datang pada kami. Ini adalah kabar yang menggembirakan!”
Goblin itu bersujud menyembahku sembari menangis haru, dia seperti sudah menunggu pertemuan ini sejak lama. Aku bersimpati pada Goblin tua itu, tapi apa maksudnya dengan Pertapa Agung?
Aku? Pertapa Agung?
“Yang Mulia Pertapa Agung! Tolong ikutlah dengan saya, semua Goblin harus berkumpul untuk menyambut penyelamat mereka.”
Penyelamat? Aku tidak mengerti. Tapi mari ikuti dia dan mencari tau situasi apa yang aku alami ini.
Tak jauh dari Pohon bernama Gloumbeg terdapat pedesaan kecil, ah... Daripada menyebutnya desa, aku lebih nyaman menyebut itu sebagai sebuah perkemahan kecil. Ada beberapa Goblin yang sedang beraktivitas, beberapa menjaga anak mereka yang tampak masih bayi.
Semua Goblin hidup dengan saling membantu, terlihat kasih sayang yang amat jelas pada mereka, kenapa orang-orang menggambarkan makhluk ini sebagai makhluk jahat?
“Kepala Desa datang bersama dengan seorang manusia!”
“Tidak! Apakah manusia itu menawan Kepala Desa?!”
Para Goblin terlihat waspada dengan kedatanganku, jadi bagi mereka aku terlihat seperti menawan Goblin tua ini. Dan aku begitu terkejut mengetahui identitasnya adalah sebagai seorang Kepala Desa, bukankah dia seorang pemimpin dalam kelompok ini.
“Manusia!! Lepaskan ayahku!!”
Seorang Goblin muda datang kepadaku dengan mengacungkan sebuah kayu runcing, dia mengeratkan taringnya seolah kesal kepadaku.
“Anak muda! Kau tidak sopan! Sosok Agung ini bukan salah satu dari manusia kejam di luar sana! Dia adalah utusan dari Gloumbeg! Sang Pertapa Agung!!”
“Per-pertapa Agung?”
“Yang Mulia!! Maafkan kelancangan saya!!” anak Goblin Tua itu berlari ke arahku dan bersujud serendah mungkin. Para Goblin yang kala itu memperhatikan dari tenda mereka kemudian keluar melakukan hal yang sama.
“Salam kami untuk sang Pendeta Agung!!”
Situasi ini benar-benar tidak terduga, aku tak sengaja masuk ke dunia lain... Dan tiba-tiba aku dianggap sebagai Pendeta Agung oleh makhluk yang tidak pernah aku ketahui keberadaannya.
***
Satu jam berlalu semenjak aku masuk ke dunia asing ini, Kepala Desa berkata padaku bahwa dunia yang mereka tinggali ini bernama Yggdrasil, sungguh nama yang sangat membangkitkan fantasiku.
Para Goblin hidup jauh dari peradaban, mereka semua bersembunyi. Kepala Desa bilang manusia akan membantai setiap Goblin yang mereka lihat karena menganggapnya sebagai makhluk terkutuk.
Mereka digambarkan suka mencuri dan juga memperkosa manusia, tapi dari apa yang aku dengar dari Kepala Desa, leluhurnya bahkan belum pernah mengambil sepeserpun koin emas atau melecehkan manusia.
Kabar keburukan mereka adalah fitnah yang sengaja dibuat-buat oleh Manusia karena menganggap Goblin sebagai makhluk menjijikkan.
Setelah bersama mereka cukup lama, aku bahkan merasakan kebaikan mereka. Makhluk hijau kecil ini juga memiliki nurani, sama halnya seperti manusia. Mendengar betapa malangnya kehidupan yang harus mereka jalani, hatiku pun terenyuh.
“Pertapa Agung! Tolong terima sesembahan kami. Ini adalah Buah Nampebya, buah ini sangat manis, memakannya dapat meredakan dahaga dan juga lapar. Anda pasti menyukainya.”
Bagaimanapun melihatnya..., bukankah ini Apel? Bentuknya benar-benar sama dengan Apel yang ada di bumi.
“Aku menghargai kebaikan kalian, kalau begitu aku akan memakannya!”
Satu gigitan membuatku terkesima, meskipun rupanya seperti buah Apel, tapi rasanya sama sekali tidak bisa dibandingkan, renyah dan juga manisnya benar-benar berbeda. Kurasa... buah Nampebya adalah rajanya buah Apel.
Selain itu..., setelah memakannya aku merasakan energi aneh mengalir ke tubuhku, rasanya seperti tubuhku menjadi lebih kuat dan juga ringan.
“Ini sungguh sesembahan yang luarbiasa. Aku menyukainya, Terimakasih!”
“Pertapa Agung bahagia oleh perbuatan kita!!”
“Hore!!”
Melihat bagaimana para makhluk hijau kecil itu begitu riang hanya karena ucapanku membuat hatiku merasa lega. Mereka semua adalah makhluk yang terasingkan, sama seperti diriku.
Entah itu penyebabnya atau bukan, aku merasakan ikatan aneh dengan para Goblin ini.
Benar, ada satu hal yang sejak tadi ingin aku tanyakan. Aku penasaran bagaimana cara mereka menetapkan diriku sebagai Pendeta Agung. Kalau ada orang lain yang masuk melalui Pohon Gloumbeg, bukankah orang itu juga bisa disebut sebagai Pendeta Agung?
Aku pun menanyakannya.
“Ribuan Tahun lalu, ada sebuah Negeri makmur bernama Gomal. Negeri itu digadang-gadang sebagai negeri paling makmur diseantero Yggdrasil. Apakah manusia yang tinggal disana? Tidak, negeri itu dihuni oleh para Goblin.”
“Goblin disana hidup terpelajar seperti manusia, semua itu karena bimbingan sang Pertapa Agung, Batras!”
“Suatu hari keirian manusia semakin menumpuk, dan mereka pun akhirnya menargetkan Gomal. Pembantaian dilakukan, dan fitnah pun mulai dijatuhkan.”
“Setelah mempertahankan Gomal selama 41 hari 41 malam, Pertapa Agung Batras meninggal dunia. Sebelum beliau pergi beliau meninggalkan pesan pada leluhur kami, Gorgub.”
“Pertapa Agung Batras berkata, akan datang hari dimana aku akan dilahirkan kembali. Saat hari itu tiba, aku akan mengambil mataku dan juga Periuk Manaku yang akan kalian simpan sebaik mungkin.”
“Jadi aku akan datang sebagai pria polos yang tak mengenali kalian dengan mata kananku yang hilang, dan juga tubuhku yang tampak pucat.”
“Setelah aku kembali, kejayaan para Goblin akan diraih sekali lagi.”
Dan begitulah Kepala Desa menceritakannya. Mata kanan yang hilang..., bagaimana bisa kebetulan seperti itu terjadi? Tubuhku memang tak secerah dulu semenjak aku kehilangan satu ginjalku.
Kalau begitu... apakah itu artinya aku adalah Batras?
Reinkarnasi..., sesuatu seperti itu apakah benar-benar ada?
“Leluhur kami Gorgub mempercayakan warisan Pendeta Agung Batras pada tiap keturunannya, saya bersyukur..., disisa umur saya, saya dapat bertemu dengan anda. Pertapa Agung!”
“Masa depan para Goblin akan menjadi lebih cerah, persis seperti apa yang sudah pernah diramalkan.”
Goblin tua itu kembali menangis tersedu-sedu, aku yang bersimpati hanya bisa tersenyum sambil menepuk pundaknya.
“Kepala Desa, bisakah kau antar aku ke tempat Gorgub menyimpan peninggalan Batras?”
Kepala Desa tampak berlutut seperti seorang bawahanku yang setia, “Pendeta Agung, silahkan ikuti saya!”
Goblin Tua bertongkat itu mengajakku ke sebuah tempat yang pohonnya sangat rapat, bagi manusia yang ukuran tubuhnya lebih besar daripada Goblin, sangat susah untuk masuk ke sana.
Di tengah pepohonan rapat itu ada sebuah pondok kecil berdiri kokoh, ku rasa disanalah letak Gorgub menyimpan peninggalan Batras.
“Masuklah Pertapa Agung.”
Aku mengangguk dan masuk ke dalam sana, tapi tempat itu sama sekali tidak berisikan apapun selain udara.
“Kepala Desa? Apa peninggalan Batras telah dicuri?”
“Tidak, wahai Pertapa Agung. Leluhur saya berkata, hanya Pertapa Agunglah yang bisa melihat wujud peninggalannya karena mantra yang dia ajarkan pada Gorgub.”
“Apa Gorgub tidak mengajarkan mantra itu untuk keturunannya?”
“Gorgub tidak mengatakan apapun, tapi beliau berpesan..., bahwa Pertapa Agung akan mengerti saat waktunya tiba.”
“Begitu ya...,”
Jadi semua ini tergantung pada diriku. Apa yang akan Batras katakan saat waktunya tiba? Dia pergi meninggalkan warisannya tapi tidak dengan cara mengambil warisan itu, kenapa dia pergi dengan cara seperti itu?
Pikirkan Wesley... Apa yang akan Batras katakan saat waktunya tiba?
Oh... Benar, itu sederhana. Jika dia adalah diriku di masa lalu, maka aku tidak akan berpikir terlalu sulit.
“Batras telah kembali!”
Sinar terang tiba-tiba menyilaukan mataku, dan saat aku buka kembali mataku, aku sudah berada di tempat lain lagi. Apa yang ada disekelilingku adalah cermin, lantai yang aku pijak adalah air, dan atap di atas adalah langit biru yang luas.
Ada sebuah kotak kayu mengambang di udara, di sampingnya ada sebuah periuk emas. Mungkin benda itulah yang disebut sebagai periuk mana.
Aku membuka Kotak yang melayang itu, dan sebuah bola mata adalah apa yang tersimpan di dalamnya. Batras akan mengambil kembali matanya, apakah itu artinya aku harus memasangkan ini kepada kelopak mata kananku yang telah kosong?
Mari coba saja.
Aku mengambil bola mata itu, saat sudah dekat dengan kelopak mataku... Bola mata itu tiba-tiba lenyap begitu saja. Rasa sakit yang sangat luar biasa menyerang kepalaku, panas dan juga membuatku pening.
Perlahan rasa sakit itu menghilang dan aku dapat melihat wajahku dari pantulan bayangan di air. Aku terkejut karena aku membuka dua mataku, aku berkedip dengan normal, apa yang hilang kini sudah kembali, begitulah yang kurasa.
“Aneh sekali... Tulisan apa yang mengambang diantara kepalaku itu?”
[Wesley Wiseman (Batras the Savior). Lv 1]
[HP : 500 / 500]
[MP : 0 / 10]
Itulah apa yang aku lihat, sesuatu yang biasanya aku lihat pada status di dalam Game.
Saat aku menutup mata kananku tulisan itu hilang, tapi saat aku membukanya lagi, tulisan itu muncul. Kurasa inilah keistimewaan mata yang ditinggalkan oleh Batras.
Lalu apa gunanya Periuk Mana yang dia tinggalkan? Daripada bertanya, lebih baik aku langsung melihatnya saja.
Oh! Rupanya ada air yang tersimpan di dalam sana, apakah aku harus meneguk semuanya? Baiklah, mari lakukan itu.
Periuk Emas itu sangat besar sehingga butuh waktu sekitar tiga puluh menit agar aku bisa menghabiskan semua air yang berada di dalamnya.
Kalau tadi kepalaku yang sakit, saat ini seluruh tubuhku yang meraskan sakit, khususnya perutku. Rasanya sesuatu melilit tempat itu, apapun yang terjadi aku hanya harus menahannya.
“Ughh.. Akhirnya semuanya berakhir. Itu benar-benar menyakitkan, rasanya lebih buruk dari operasi pengangkatan ginjalku.”
Aku kembali menatap cermin, tubuhku saat ini tak terlihat pucat lagi, aku tampak seperti orang yang sudah sangat sehat wal afiat. Periuk Mana tadi membuatku merasa lebih baik.
Dan sesuatu yang mengejutkan adalah perubahan statusku.
[Wesley Wiseman (Batras The Savior). Lv 1]
[HP : 2000 / 2000]
[MP : 5000 / 5000]
Statusku sekarang terbilang luar biasa, aku jadi 4 kali lipat lebih kuat dari diriku yang biasanya. Tapi meskipun demikian, levelku masih saja 1.
“Senang melihatmu, atau... Haruskah aku bilang senang melihatku?”
“Hai diriku yang lain!”
Sosok yang dikelilingi oleh cahaya turun dari langit untuk menyapaku, mengejutkannya adalah kami memiliki rupa yang sama. Tak ada bedanya sama sekali bagaikan pinang dibelah dua.
“Apa kau Batras?”
“Benar Wesley, aku adalah Batras. Aku dirimu dimasa lalu.”
“Benarkah? Sayang sekali aku tidak bisa mengingat masa lalu yang kau katakan.”
Sebenarnya aku tertarik untuk mengetahui bagaimana caraku hidup di masa lalu sebagai Batras. Apakah aku menjalankan kehidupan yang bahagia, atau kehidupan kelam seperti yang sekarang.
“Batras, bagaimana caramu menghubungiku? Apa kita bisa selalu saling terhubung?”
Orang yang rupanya menyerupaiku itu tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
“Wesley.., aku menggunakan sihir terakhirku agar dapat bertemu denganmu, yang kau lihat sekarang adalah serpihan jiwaku yang masih tersisa. Kau dapat melihatnya menggunakan Mana dalam tubuhmu.”
“Lihatlah, jumlah Manamu semakin berkurang.”
Seperti yang dikatakan Batras, nilai MP-ku menurun secara signifikan.
“Sayangnya kita hanya bisa mengobrol selama 4 menit lebih 10 detik. Setelah waktunya berakhir, kita benar-benar akan terpisah.”
“Mari mulai dengan memberitahumu sesuatu yang penting dulu.”
“Ini adalah soal kekuatan yang baru saja kau peroleh, nama kekuatan itu adalah Sihaisa. Kekuatan itu tidak akan berguna jika kau tidak memilki seseorang yang setia mengikutimu, tapi saat kau memilikinya... Kau tidak akan terkalahkan.”
“Mana-mu akan meningkat sebanyak mana pengikutmu, dengan kata lain Sihaisa memberikan kemampuan penggunaan sihir yang luar biasa. Strength, Agility, Dexterity, Intelegent, dan juga Luck mu akan bertambah berdasarkan jumlah status yang dimiliki pengikutmu.”
Di dunia ini kehidupan seseorang bisa dinyatakan berdasarkan Level, jika status orang lain akan meningkat seiring tingginya Level mereka, maka kemampuan Sihaisa ini adalah sebuah Cheat.
Kenapa? Karena dari apa yang aku tangkap dari perkataan Batras, aku tidak memerlukan sebuah Point Experience. Yang kubutuhkan adalah memiliki pengikut, semakin banyak yang aku punya, semakin kuat aku menjadi.
Tapi....
“Kenapa harus Goblin?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!