"Pa aku gak mau tinggal di rumah pembantu itu," bentak seorang wanita pada ayahnya.
Wanita itu bernama Agatha Pricilla atau lebih di kenal dengan nama panggilan Cilla, Ayahnya yang bernama Amar membawa anaknya itu ke Bandung dan di titipkan pada Mba Mira pembantu di rumahnya.
Cilla di minta melanjutkan sekolah di Bandung karena Cilla baru saja di keluarkan dari sekolah lamanya, Cilla di keluarkan dari sekolah karena sudah mem-bully murid lain hingga mengakibatkan murid itu bunuh diri, tidak hanya itu Cilla juga sering sekali menentang guru saat di sekolah.
Kerjaan Cilla selama sekolah hanya membolos dan membolos, karena geram dan ingin anaknya berubah. Amar menyuruh Cilla untuk tinggal dengan Mba Mira dan sekolah di sekolah negeri, Amar juga menyita semua fasilitas yang ia berikan sebelumnya pada Cilla.
"Kalau kau ingin semua fasilitas mu kembali, maka jadilah murid yang baik dalam 1 tahun. Jangan buat keributan dan mem-bully orang lain lagi, jika kau dapat melakukannya kau boleh minta apapun pada Papa," bentak Amar yang sudah muak dengan kelakuan anaknya.
"Pa mana bisa aku tinggal di sini, rumahnya sempit dan jelek. Aku mana bisa tidur Pa," Cilla masih berusaha memohon pada ayahnya.
"Tidak, kau sekolah lah dengan Mawar," Mawar adalah anaknya Mira.
"Aku gak mau," Cilla melipat kedua tangannya di dada sembari membelakangi ayahnya.
"Ya sudah, kalau begitu Papa benar-benar tidak akan pernah menganggap kau sebagai anak Papa lagi," ancam Amar.
"Sial, baiklah-baiklah aku menyerah," Cilla kembali berbalik ke hadapan ayahnya dengan wajah yang masih marah.
"Bagus, kalau begitu Papa pergi sekarang, jangan merepotkan Mira," Amar sudah ingin kembali ke jakarta.
"Pa tunggu! Kartu kredit ku mana?"
"Gak ada, Papa gak akan kasih kamu kartu kredit lagi sebelum kamu berubah. Uang jajan mu akan Papa berikan pada Mira setiap satu minggu sekali, Papa hanya akan kirim 1 juta seminggu."
"Mana bisa begitu dong, mana cukup uang satu juta buat satu minggu. Ayolah Pa," Cilla menarik lengan baju ayahnya dengan memasang wajah memohon.
"Tidak, hanya satu juga perminggu. Sudah lepaskan!" Amar menghempas tangan Cilla.
Cilla menghentakkan kakinya ke lantai beberapa kali sambil terus ngoceh dalam batinnya.
__________
Setelah Amar tidak ada, Mira mengantar Cilla ke kamar yang dulu di tempati Mawar. Mawar pindah ke kamar lain, Cilla hanya bisa menatap seisi kamar dengan tatapan sedih, "Mana bisa aku tidur di kamar jelek kayak gini," Cilla masih saja menghina rumah ini.
"Ini kamar terbagus yang saya punya Non, maaf jika memang jelek," Mira merasa bersalah.
"Sudahlah, daripada nanti Papa marah-marah lagi," Cilla memasuki kamar itu, ia menyimpan kopernya di atas kasur lalu ia duduk di kasur mencoba kenyamanan kasur itu.
"Sial, mana kasurnya keras banget lagi."
"Kalau begitu saya permisi dulu," Mira pamit dari hadapan Cilla, ia harus menghampiri Mawar anaknya yang sedang sedih karena kamarnya malah di rebut Cilla.
Mira mencoba menjelaskan semuanya pada Mawar, setelah beberapa penjelasan akhirnya Mawar mengerti dan membiarkan Cilla untuk tidur di kamarnya.
Mawar pergi untuk membersihkan tempat lain yang nanti akan ia gunakan untuk menjadi kamarnya, Mawar sebenarnya masih sedih karena ibunya lebih mementingkan Cilla di bandung dirinya, tapi ia tidak bisa marah sama sekali. Kalau bukan karena Cilla mereka tidak akan dapat uang.
Cilla masih meratapi nasibnya sembari menidurkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar, "Papa sialan, kenapa harus nyuruh aku tinggal di sini sih? Kan bisa nyewa penginapan lain gitu."
"Ini benar-benar akan membuatku pusing, mana Papa gak kasih aku mobil lagi buat berangkat sekolah, masa harus naik kendaraan umum. Ah memikirkan nya saja membuatku hampir Gila," Cilla mengacak-acak rambutnya karena pikirannya sudah panas.
Cilla mencoba untuk tidur karena besok ia harus sekolah, walaupun butuh waktu yang lama untuk Cilla, Cilla akhirnya bisa tidur.
______
Keesokan paginya Mira membangunkan Cilla, "Non bangun udah pagi, Non harus siap-siap buat sekolah. Bibi udah masakin sarapan," Mira menggoyang pelan tubuh Cilla.
"Aduh Mba, aku masih ngantuk. Tunggu lima menit," balas Cilla, matanya masih terlalu rapat untuk ia buka.
Mira membuka gorden, "Non cepat nanti kalau Non telat Tuan Amar pasti marah-marah lagi."
Silau sinar matahari yang lewat dari cela-cela jendela berhasil membuat Cilla terpaksa membuka mata, "Ah sial," Cilla malah marah-marah.
"Sudah Non jangan marah-marah, lebih baik sekarang Non mandi lalu kita sarapan bersama."
Dengan mata yang masih mengantuk, Cilla menggusur kakinya ke kamar mandi. Cilla sangat tidak terbiasa dengan kamar mandi yang sempit, "Ini kenapa kamar mandinya kayak gini lagi," Cilla mengambil gayung di bak mandi dengan hati-hati.
"Papa Cilla pengen pulang, sumpah Cilla gak kuat tinggal di sini. Cilla janji deh Cilla gak bakalan nakal lagi," Cilla menangis karena tidak kuat tinggal di rumah Mira.
Selesai mandi Cilla yang sudah siap berangkat sekolah langsung sarapan bersama Mawar dan Mira, Cilla terdiam melihat menu sarapan di pagi ini.
"Cuman nasi goreng?" tanya Cilla sinis.
"Maaf Non, sebenarnya saya ingin membelikan makanan yang biasanya untuk Non. Tapi Tuan Amar meminta saya untuk memberikan Non makanan yang sama dengan yang biasa kita makan," jelas Mira.
Cilla memasang wajah cemberut, "Sial, aku sarapan di sekolah aja nanti. Atau di jalan aja," Cilla memilih untuk tidak sarapan di rumah.
Mawar menghela nafas kesal, "Tinggal makan aja apa susahnya sih? Harusnya dia bersyukur masih bisa makan. Di luar sana banyak tau yang gak bisa makan," Mawar menyampaikan isi hatinya saat Cilla tidak ada di sana.
"Sudah, Non Cilla memang tidak biasa makan-makanan seperti ini. Biarkan saja," Mira menenangkan Mawar.
Cilla menunggu di teras rumah, karena ia tidak tau jalan menuju sekolahnya jika tidak bersama Mawar. Selesai sarapan Mawar salaman pada ibunya lalu pamit pergi, Cilla menatap Mawar yang sudah ada di sampingnya.
"Lama banget sih," Cilla bangun dari duduknya.
"Maaf."
"Ya udah ayok pergi."
Mereka berdua menaiki angkot untuk ke sekolah, selama perjalanan Cilla terus menutup hidung nya karena bau angkot membuatnya tidak tahan.
Sesampainya di depan sekolah Cilla malah marah-marah lagi, "Gak ada kendaraan lain apa selain angkot? Bau tau, pusing kan gue sekarang."
"Maaf Non, saya sudah biasa naik angkot jadi menurut saya lebih baik naik angkot saja. Jika naik ojek bayar ongkosnya lebih mahal," balas Mawar berusaha sabar.
"Sial," saat Cilla akan berbalik tiba-tiba ia tidak sengaja menabrak seorang pria hingga menjatuhkan ponsel pria itu ke aspal.
Cilla yang kewalahan dengan tidak sengaja menginjak ponsel pria itu di aspal hingga pecah.
Semua mata di sekitar sana langsung menatap ke arah Cilla.
Cilla mengambil ponsel pria itu yang pecah bahkan sampai tidak bisa di nyalakan lagi, "Sorry," Cilla tersenyum sambil minta maaf.
"Maaf doang? Permintaan maaf lu gak bakalan bisa buat ponsel gue hidup lagi," bentak pria itu yang membuat Cilla kaget.
"Ya ampun lu mau gue gantiin? Ngomong aja kalau mau gue ganti, besok gue ganti tenang aja," Cilla balas membentak pria itu.
"Udah nabrak, ngerusak HP orang nyolot lagi."
"Eh, lagian lu duluan yang nyolot. Coba lu dari awal ngomongnya baik-baik, mungkin gue gak bakalan nyolot sama lu."
Pria itu menatap Cilla dari ujung kepala hingga ujung kakinya, "Lu murid baru yah? Lu pasti belum tau siapa gue, jadi lu bisa seenaknya ngomong sama gue."
"HELOWWW....... Emang lu Justin bieber sampai-sampai gue harus kenal elo," Cilla tambah nyolot sambil berkacak pinggang.
"Boleh juga lu, lu gak liat apa sekitar lu sekarang kayak gimana?"
Cilla menatap sekitarnya, murid lain tampak hening.
"Apaan sih gue gak ngerti, ya udah besok gue ganti ponsel lu. Udah selesai kan?" tanya Cilla.
"Belum," Pria itu menarik tangan Cilla untuk masuk ke sekolah.
"Apaan sih? Lepasin gak? Gue teriak nih," ancam Cilla.
"Teriak aja, emangnya ada yang mau nolongin lu? Gak bakalan ada, makannya sebelum berurusan sama orang cari tahu dulu siapa orangnya," Pria itu masih tidak melepaskan tangannya.
"Tolong-tolong, nih pria cabul kayaknya," teriak Cilla, ia kaget saat semua murid tidak menggubris ucapannya bahkan mereka terlihat berusaha tidak terlibat ke dalam masalah mereka.
Mawar juga tampak tidak bisa berbuat apapun, "Tunggu! Lu mau bawa gue kemana sih sebenarnya?" tanya Cilla.
"Ke kantin, gue lapar. Lu bayarin gue makan," balas pria itu.
"Ya udah lepasin tangan gue, gue juga lapar jadi gue gak bakalan kabur," ujar Cilla.
Pria itu akhirnya melepaskan tangan Cilla, Cilla mengikuti pria itu ke kantin sambil mengelus pergelangan tangannya.
Di tempat lain ada tiga wanita yang sedang membicarakan Cilla, "Dia siapa sih? Kok berani banget sama Yuda," tanya salah satu ketiga wanita itu pada kedua temannya.
Yah pria tadi bernama Yuda, ia merupakan preman sekolah yang di takuti banyak orang. Yuda terkenal kasar dan sering sekali ribut, bahkan sangking kasarnya Yuda tidak ada yang berani mendekati Yuda. Yuda selama ini hanya sendirian, ia tidak punya teman satu pun di sekolah.
Walaupun kelakuannya begitu, Yuda sangat tampan. Ada banyak wanita yang menyukai Yuda, tapi hanya untuk mendekat saja mereka tidak berani.
Yuda sering mendapatkan banyak coklat atau makanan di meja dari penggemar rahasianya.
Sesampainya mereka di kantin Yuda dan Cilla memesan makanan untuk mereka sarapan, Bel sekolah telah berbunyi semua murid berlarian menuju kelas mereka masing-masing.
"Sialan, belum juga selesai," kesal Cilla yang buru-buru minum.
"Santai aja, telat bentar gak bakalan masalah kok," balas Yuda yang malah makan dengan santainya.
Cilla tersenyum ke hadapan Yuda, "Mungkin dulu iya, tapi tidak untuk sekarang. Udah ah gue pergi, nih buat bayar makanannya. Gue rasa cukup kok," Cilla meletakkan uang 100 ribu satu lembar di meja.
Cilla berlari menuju kantor, tapi tiba-tiba ia kembali ke hadapan Yuda, "Kantornya di mana?" Tanya Cilla lupa.
"Lu lurus aja dari sini terus nanti belok kanan, nah di sana lu lurus lagi sampai mentok, di sana kantornya."
"Oke," Cilla kembali berlari.
"Bilang makasih kek."
"Lu juga gak bilang makasih udah gue traktir," teriak Cilla.
_________
Cilla masuk ke kelasnya di temani wali kelas, Cilla di minta memperkenalkan dirinya di hadapan teman sekelasnya.
"Nama gue Agatha Pricilla, kalian bisa panggil gue Cilla aja."
"Yang sopan dong Cilla," timpa Pak Didi.
"Ah maaf Pak, kebiasaan."
Cilla memperkenalkan dirinya kembali dengan agak sopan, setelah itu ia di persilahkan duduk di samping Mawar. Kebetulan Mawar duduk sendiri, kursi di sampingnya masih kosong, Cilla duduk di kursi sambil menghela nafas.
"Sialan, untung aja gak telat," gumam Cilla bernafas lega.
"Non, saya hanya ingin memperingati Non. Jangan terlalu dekat dengan Yuda, dia preman sekolah di sini dan semua orang takut pada Yuda. Saya hanya ingin Non tidak kenapa-napa, Tuan Amar menitipkan Non sama saya," jelas Mawar.
Cilla menatap Mawar, "Yuda? Siapa Yuda?"
"Pria yang tadi bawa Non pergi, pokoknya saya minta Non jangan terlalu dekat dengannya. Atau mungkin sebisanya Non jangan berurusan dengan dia lagi."
"Gak usah panggil gue Non, lu gak malu apa kalau ada orang lain yang denger? Panggil gue Cilla aja."
"Saya tidak akan malu dengan apapun pekerjaan ibu saya asalkan pekerjaannya halal," balas Mawar.
"Oke-oke, tapi panggil gue Cilla aja."
Sementara itu di kantin Yuda masih memandangi ponsel satu-satunya, ia bingung bagaimana harus menganti ponselnya. Uang di tabungannya masih belum cukup, "Ah sudahlah nanti bisa beli yang bekas aja," gumam Yuda.
Setelah makan Yuda pergi ke kelas, walaupun kelas sudah berlangsung Yuda tanpa rasa malu atau bersalah langsung nyelonong masuk begitu saja.
Yuda duduk di kursi, Guru yang mengajar juga sudah biasa dengan kelakuan Yuda. Percuma memperingati Yuda, Yuda sangat keras kepala dan mau enaknya sendiri.
Di kolong meja Yuda seperti biasa banyak makanan, Yuda mendengar guru menjelaskan sambil makan. Yuda bahkan tidak membawa satu buku catatan pun, walaupun kelakuan nya seperti itu, Yuda sangat pintar. Tanpa mencatat materi pun Yuda akan mengingatnya.
___________
Saat jam istirahat tiba, Mawar mengajak Cilla ke kantin. Di sana Cilla memesan minuman doang karena tadi pagi ia makan terlalu banyak jadi saat ini masih kenyang.
"Hey cewek baru," seorang wanita menggebrak meja Cilla.
Cilla hanya menatap wanita itu datar.
"Lu gak usah sok akrab sama Yuda, masih murid baru udah banyak tingkah," lanjut wanita itu.
"Perasaan gue gak bertingkah apapun deh."
"Sadar bodoh," wanita itu menoyor kepala Cilla beberapa kali.
Cilla mencoba menahan emosi dengan diam saja.
"Lu rusak HP Yuda, lu gak tau apa Yuda harus kerja keras dulu buat beli HP baru. Buat makan ibunya aja kadang susah, lu malah tambah-tambah masalahnya," bentaknya lagi.
"Gue bakal ganti kok, lu tenang aja," balas Cilla.
Yuda tiba-tiba datang menghampiri mereka, Yuda melerai keributan di antara keduanya.
"Ikut gue, gue masih ada urusan sama lu," seperti biasa Yuda menarik Cilla dengan kasar.
"Lu kalau mau bawa anak orang ngomong dulu kek, ke seret kan gue tiba-tiba di tarik lu, untung aja tadi gak nabrak meja."
"Gue gak peduli mau lu nabrak truk juga."
"Sialan, mau kemana lagi sih?"
"Gak usah banyak tanya, diem deh!"
Cilla akhirnya tutup mulut, tampak mustahil menang jika debat dengan manusia setengah batu.
Saat pulang sekolah Cilla langsung menelpon ayahnya untuk membeli ponsel baru, "Ayolah Pa, ini beneran gak sengaja. Tadi aku gak sengaja nabrak dan buat HP dia pecah. Jadi kalau Papa gak mau aku berulah gantiin HP dia yah," Cilla memohon lewat telpon.
"Baru juga sehari sekolah, ada saja masalah mu."
"Cilla beneran gak sengaja itu, ayolah Pa kasian dia gak punya uang buat beli yang baru. Sekolah sekarang kan sudah harus pakai HP Pa, yah Pah yah."
"Ya sudah, nanti Papa minta supir kirimkan ke sana."
Cilla tersenyum bahagia, "Makasih Papa ku yang baik dan ganteng. Sampai jumpa Papa," Cilla mematikan sambungan telponnya lalu menghela nafas lega sebelum akhirnya ia membaringkan tubuhnya di kasur.
"Yuda, dia gak begitu jahat kok kayaknya. Yah walaupun agak nyebelin dikit, tapi kenapa orang-orang takut banget yah sama Yuda? Buktinya gue bahkan di minta buat jauhi dia sama Mawar," Cilla ngoceh sendiri.
"Ah Mawar, gue harus cari Mawar," Cilla keluar dari kamar itu lalu mencari Mawar.
"Mba, Mawar mana?" tanya Cilla yang malah bertemu dengan Mira.
"Mawar sedang jualan kue di sekitar rumah, bantu-bantu bibi buat cari uang, padahal Bibi udah minta dia untuk gak jualan lagi tapi dia tetep kekeh," balas Mira.
"Lama gak?"
"Lumayan, emangnya kenapa Non? Kalau ada yang Non inginkan katakan saja pada saya."
"Gak jadi deh, aku mau liat-liat ke luar. Bosen juga lama-lama di rumah," Cilla keluar dari rumah untuk jalan-jalan.
Cilla jalan kaki menelusuri sekitar rumah tersebut, di sana masih banyak anak-anak kecil yang bermain bola di pinggir jalan, Cilla sedikit tersenyum ketika melihat anak-anak bermain dengan bahagia.
"Jangan senyum-senyum sendiri entar di kira orang gila lagi sama orang," tiba-tiba seseorang bicara tepat di telinga Cilla.
"Sialan, lu bikin gue kaget aja. Untung ini jantung gak copot," Cilla kaget saat melihat Yuda ternyata ada di sampingnya.
"Lagian ngapain ngelamun sambil senyum-senyum sendiri, sampai orang ganteng datang aja gak sadar."
Cilla meludah ke samping, "Dih ganteng? Gak ada ganteng-gantengnya," ledek Cilla.
"Sialan, berani-beraninya lu meludah," Yuda menjewer telinga kanan Cilla.
"Lepasin bodoh, sakit tau," Cilla memukul-mukul lengan Yuda.
Yuda melepaskan tangannya yang di telinga Cilla, "Ngapain lu di sini?"
"Lu juga ngapain di sini? Emangnya rumah lu di sini?" tanya balik Cilla.
Yuda mengacak-acak puncak rambut Cilla, "Di tanya malah balik nanya."
"Rambut gue berantakan Yuda Sialan," Cilla sangat kesal pada Yuda sekarang.
"Rumah gue emang deket sini, lagian emangnya rumah lu juga di sini? Perasaan gue gak punya tetangga yang modelnya kayak lu deh."
Cilla menghela nafas untuk menahan emosinya, "Gue tinggal di rumah Mawar, lagian gue emang bukan orang sini. Gue baru datang ke sini kemarin," jelas Cilla tegas.
"Pantesan bukan orang sini," Yuda sudah menduganya dari awal.
Yuda langsung akrab dengan Cilla karena selama ini hanya Cilla yang tidak takut ketika berada di dekatnya, selama ini Yuda juga kesepian harus hidup sendiri tapi ia tidak terlalu memikirkan hal itu. Kedatangan Cilla membuatnya sedikit senang, karena pada akhirnya ada orang yang tidak takut dengannya.
"Lu gak takut gitu sama gue? Semua murid di sekolah pasti kasih tau gimana kelakuan gue."
"Selama lu masih makan nasi gue gak akan takut, ngapain takut sama orang yang sama-sama suka makan nasi. Kalau lu makannya besi baru gue takut," balas Cilla jelas dan tegas.
"Bagus deh," Yuda berjalan meninggalkan Cilla.
Cilla mengejar Yuda, "Mau kemana sih?"
"Banyak tanya."
"Dih, lu juga sama aja tadi banyak nanya sama gue."
"Kalau gue mah gak papah."
"Gak adil kalau gitu."
"Makan siang yuk di warteg depan, gue lapar. Kali ini gue yang traktir," ajak Yuda.
"Tunggu!" Cilla menarik tangan Yuda untuk menghentikan langkahnya.
"Apa lagi?" Yuda menatap Cilla.
"Makan di rumahnya Mawar aja yuk, Mba Mira udah masak buat makan siang. Kalau gak dimakan sayang."
"Ya udah deh kalau lu maksa."
"Dih siapa juga yang maksa," Cilla melepaskan tangannya di pergelangan tangan Yuda.
Mereka berdua kini berada di rumah Mira, Mira menyiapkan makanan. Kali ini Mira memasak opor ayam, tempe tahu dan sup, tidak lama setelah itu Mawar datang setelah berjualan.
Mawar sedikit terkejut saat melihat Yuda sedang makan di sana, "Ayo Mawar makan," Mira mengajak Mawar makan.
Mawar duduk di kursi tanpa bicara apapun, tatapannya sesekali menatap ke arah Yuda yang sibuk makan.
"Tumben mau makan," ucap Mawar tiba-tiba.
Cilla yang mendengar itu tiba-tiba tersendat, Yuda sigap memberikan Cilla minum. Sebelum bicara Cilla minum terlebih dahulu, "Gini yah, tadi pagi gue gak mau makan karena masa pagi-pagi sarapan nasi goreng. Okey, kalian udah biasa pagi-pagi makan-makanan berminyak tapi tidak dengan gue, jadi apa salahnya kalau gue gak makan? Sedangkan sekarang makan siang dan menunya menu biasa juga jadi kenapa? Gak boleh gue makan di sini?" tanya Cilla emosi.
Cilla adalah tipe orang yang sangat kesal jika ada orang yang mengomentari dirinya ketika sedang makan.
"Mawar udah! Jangan di bahas lagi," Mira meminta Mawar untuk diam.
"Tadi pagi bilang gak gitu kok."
"Sial, bikin gue gak mood makan aja. Udah yuk makan di luar aja, gue yang bayar," Cilla menarik tangan Yuda untuk ikut dengannya.
"Gimana sih?" Protes Yuda.
Mira menghela nafas lalu menatap Mawar, "Sebenarnya ada apa sih dengan kamu? Tidak biasanya kamu seperti ini?" tanya Mira.
"Aku cuman kesal dia tidak pernah menghargai ibu."
"Katakan yang sebenarnya?" Mira tau betul jika anaknya sedang berbohong.
"Beneran kok itu alasannya."
"Ada alasan lain, katakan!"
"Ibu mau belain dia juga? Belain aja bu belain," Mawar malah balik marah pada Mira, Mawar pergi ke kamarnya dengan perasaan kecewa.
Di luar Yuda menghela langkah Cilla, Yuda berdiri di hadapan Cilla.
"Jadi? Ibunya Mira siapanya elu?"
"Pembantu di rumah gue."
"Pantes aja. Lu orang kayak ternyata."
"Enggak juga, cuman cukup aja."
"Terus ngapain lu tinggal sama pembantu lu?"
"Lu banyak tanya banget jadi orang, bisa diem aja gak?"
"Sayangnya enggak bisa."
"Lagian siapa elu sampai gue harus cerita masalah gue sama lu."
"Gue? Gue bukan siapa-siapa elu sih, cuman kepo doang."
"Ya udah sekarang kita makan aja, gue udah lapar ini."
"Okey."
Mereka melanjutkan perjalanannya ke warteg, di sana mereka kembali melanjutkan makan mereka. Selesai makan keduanya langsung pulang, hari sudah sore juga.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!