NovelToon NovelToon

MAHMUD, I Love U

Prolog : Sepasang Sandal Jepit

Namanya Shina Mayrella, biasa dipanggil Mayra. Wanita cantik bertubuh mungil dengan tinggi tak lebih dari 155cm, dan berat badan yang susah menyentuh angka 50 walau ia sudah makan 5 kali sehari, membuatnya selalu tampil prima dimana pun berada. Badannya yang terbilang ideal, cocok dikenakan pakaian apa saja bahkan seragam SMA sekali pun. Satu lesung pipit di pipi kanannya, membuat ia sangat manis saat tersenyum. Barisan giginya yang rapi membuat siapapun akan ketagihan untuk terus membuatnya tertawa.

Mayra, wanita yang dua tahun lagi akan menginjak kepala tiga namun masih terlihat seperti ABG itu, membuat siapapun yang baru mengenalnya tak akan menyangka bahwa dia adalah wanita dengan satu orang putri kecil cantik dari rahimnya.

Tak terkecuali Rendra Hermawan. Fotografer berusia 23 tahun yang baru beberapa minggu ini bergabung bersama tim Mayra di wedding organizer milik tantenya. Rendra belum tahu bahwa wanita yang selalu membiarkan rambut sebahunya tergerai itu adalah seorang mamah muda. Baginya, Mayra adalah gadis belia yang usianya tak jauh berbeda darinya. Celakanya, Rendra sudah terlanjur menyukai wanita yang menjadi ketua di timnya itu sejak ia tahu bahwa selain Mayra cerdas dalam pekerjaan, ia juga wanita yang humoris namun sesekali sinis. Lucu memang.

Siapa sangka, Mayra adalah wanita yang sudah menikah empat tahun lalu?

Malam setelah ia wisuda, Mayra didatangi oleh lelaki yang sudah empat tahun ini dipacarinya, Reizaka Pranoto. Sebut saja Azka.

Lelaki bertubuh tegap dengan tinggi 170cm itu datang seorang diri dengan membawa satu kotak berbalut kertas ungu yang ia siapkan khusus untuk kekasihnya.

"Makasih." Ucap Mayra sambil menerima kotak ungu itu sumringah.

Semangat ia membuka kado dari pacarnya itu karena penasaran akan isinya. Namun setelah dibuka, TARAAAAAAA!!

Sepasang sandal jepit karet terpampang anggun di sana.

"Untukku?"

Mayra tak menyangka, Azka yang siang tadi memberitahunya bahwa malam ini akan datang memberi kejutan, ternyata hanya membawa sepasang sandal jepit yang dibungkus indah dalam sebuah kotak ungu.

Tapi ya, memang benar. Sandal japit karet itu memang membuatnya terkejut. Ini memang benar-benar sebuah kejutan.

"Iya," jawab Azka singkat.

Mayra memutar-mutar sepasang sandal japit karet di tangannya.

"Pakai!" Azka memberi instruksi.

Mayra tertawa sambil segera memakai sandal yang ukurannya memang pas untuknya. Kentara sekali pacarnya itu memang sengaja membelikan sandal karet itu khusus untuknya. Azka memandang kaki kekasihnya cermat.

"Cocok." Azka berkomentar sambil sedikit menahan tawanya. Ia memang tak biasa melihat kaki cantik dengan jemari yang runcing milik kekasihnya itu memakai sandal, apalagi sandal japit karet yang harganya tak lebih dari lima puluh ribuan.

"Cocok apanya ih? Kamu kan tahu aku sukanya highheels," ucap Mayra protes.

"Sayang, kalau kita menikah nanti, lalu punya anak, aku jamin highheels bukan lagi jadi favorit kamu. Kamu perlu kaki yang aman untuk mengejar anak-anak kita nanti."

Mayra terdiam. Memandang wajah kekasihnya kagum. Ia terkekeh. Lalu matanya beralih pada kakinya.

"Jadi, nanti aku harus memakai sandal ini setiap hari?"

"Hahaha, kalau mau."

"Tidaaak!!" Mayra menjulurukan bibirnya.

"Yakin?"

Azka menyodorkan satu kotak merah dari dalam sakunya. Ia buka kotak itu perlahan. Mata Mayra berbinar saat tahu sebuah cincin cantik terpampang di sana.

Mayra tersenyum lagi. Ia akhirnya menemukan kejutan yang sesungguhnya. Lesung pipitnya kentara sekali menyekung. Ia menganggukkan kepala tanda mau.

Dari saat itulah perjalanan cinta Mayra dan Azka yang sesungguhnya dimulai.

🌸

Assalamualaikum teman-teman, salam kenal.

Selamat datang di tulisanku,

MAHMUD, I LOVE U.

Bagaimana kelanjutannya?

Ikuti terus sampai nanti ya.

Jangan lupa kritik dan sarannya demi kebaikan novelku ini 🤗 Terimakasih 😊

Pengagum Rahasia

CEKREK

Mayra sadar satu kilatan kamera tengah menangkap dirinya. Ia lihat Rendra sedang mengarahkan kameranya pada danau yang membentang luas di hadapannya.

Mereka kini sedang berada di lahan luas sebuah tempat wisata. Danau Biru namnanya. Danau yang membentang sejauh mata memandang dengan lahan hijau yang asri dan pohon-pohon pinus di sekitarnya. Nyaman sekali berada di sana. Danau hijau kebiruan yang riak kecilnya bergemuruh berkejaran dengan angin yang sejuk. Di seberang danau menjulang bukit-bukit kecil menambah indahnya pemandangan. Mayra tadi duduk pada sebuah kursi kayu di bawah pohon pinus menikmati suasana.

"Kamu tadi motret saya?" Mayra kini sudah berada di samping Rendra.

"Hm??" Rendra menghentikan aktifitasnya.

Mayra menunjuk kamera yang dipegang lelaki di hadapannya dengan lirikan mata.

"Saya? Motret kamu? Tidak. Saya hanya tertarik memotret sesuatu yang indah-indah saja. Memang kamu indah?"

Mayra mengangguk sinis tak percaya. Ia yakin sekali kilatan cahaya kamera Rendra tadi menangkap dirinya.

"Mau saya potret?" Rendra menawarkan.

"No, Thanks. Kerja yang benar!"

Mayra memalingkan badannya dan berjalan menuju Lina. Temannya itu sedang asyik memoles dan merapikan makeUp si calon pengantin.

Tim mereka sedang dalam proyek prewedding saat itu. Kedua calon mempelailah yang memilih tempatnya, Danau Biru. Katanya, siapa saja yang mengikat janji di danau itu, cintanya akan abadi selamanya. Dan Mayra yang tak percaya mitos, hanya mengangguk saja untuk menghargai saat calon pengantin wanita menceritakan hal itu padanya.

"Perlu bantuan?"

"Haha. Tidak!!! Terimakasih." Lina tertawa. Ia hapal betul bahwa temannya itu sama sekali bukan orang yang tepat untuk memberi apalagi dimintai bantuan dalam hal itu. Mayra tidak pandai berdandan, memakai lipstik pun jarang merata, apalagi untuk menggambar alis.

"Hahaha." Mayra memang tidak ahli dalam merias wajah. Tapi untuk mendekor ruangan dan memilih pakaian yang cocok untuk mempelai, dia ahlinya.

DRTTT DRTTTT.

Ponsel Mayra bergetar. Ia sengaja mengubah pengaturan ponselnya dalam mode getar saat dia tengah bekerja. Di layar ponselnya tertulis 'My Azka'.

📞 "Iya, sayang," Ucap Mayra langsung mengusap layar ponselnya.

📞 "Selesai jam berapa hari ini?"

Suara di seberang menjawab dengan pertanyaan, yang tak lain adalah Azka, suaminya.

📞 "Sepertinya sampai maghrib, Yank. Masih ada satu kostum lagi soalnya."

Matahari mulai menjingga. Angin semeliwir menggoyangkan daun pinus menari lembut. Mayra menghirup udaranya, sejuk. Rasanya ia ingin tinggal di sana saja.

📞 "Kamu sudah di rumah?" Mayra memastikan.

📞 "Huum. Ini baru saja sampai. Anggun tidur."

Azka memandang putri kecilnya yang belum genap berusia satu setengah tahun itu.

📞 "Sudah makan?" Mayra menghawatirkan suaminya yang terpaksa mandiri itu. Karena keduanya sama-sama sibuk dengan perkerjaan masing-masing setiap harinya.

📞 "Sudah. Tapi belum."

📞 "Hah? Maksudnya?"

📞 "Aku sudah makan masakan bibi. Tapi masakan kamu belum. Hehe."

📞 "Hehehe, belum kapok juga yaa makan garam ditumis?"

📞 "Hahaha." Azka tertawa. Sudah empat tahun ia menikah dengan wanita yang sedang ia telepon itu, tapi bisa dihitung berapa kali Mayra pernah memasak untuknya.

Azka memang tidak masalah dengan istrinya yang tidak pandai memasak. Namun tetap saja, dalam hatinya ia ingin istrinya itu memasak untuknya, walau dengan rasa keasinan setiap harinya.

📞 "Maafkan aku yaa. Besok aku libur. Nanti aku masak deh. Hehe."

Di seberang Azka tersenyum. Dia memang sangat mencintai wanitanya itu. Sudah genap delapan tahun bersama, cintanya tak berkurang, malah semakin bertambah setiap harinya. Apalagi semenjak ada Anggun disampingnya. Cintanya berkali lipat bertambah jika ia mengingat perjuangan Mayra saat melahirkan putri cantiknya itu.

⬅️

"Aku tidak kuat, Yank. Sakiiiit."

Mayra yang saat itu baru pembukaan tiga, memeluk erat Azka di ruang persalinan. Mayra memang wanita yang kuat namun juga lemah dalam beberapa hal. Ia takut jarum suntik dan semua alat yang berada dalam jangkauan dokter, terutama kursi roda. Mayra takut dengan kursi itu karena beberapa kali film horor yang ditontonnya menampilkan kursi roda sebagai benda yang mistis, yang seketika bisa berputar sendiri di lorong rumah sakit yang gelap gulita.

"Tarik nafas, yank. Fuuuuwwhh, buaaaang!" Azka menuntun istrinya menarik napas sambil memraktekkannya.

Mayra menahan sakit sambil terus menarik-buang napasnya. Sudah seharian ini ia berada dalam kamar bersalin di rumah sakit tempat suaminya bekerja, namun pembukaan jalan lahirnya belum juga bertambah. Azka adalah dokter spesialis paru di Rumah Sakit Bahagia, tempat Mayra akan melahirkan anaknya.

Air mata Mayra jatuh di pundak Azka. Azka menuntun istrinya duduk pada ranjang berseprei biru itu. Ia mengusap pipi istrinya lembut.

"Sabar, yank. Kamu bisa!"

Mayra menangis. Ia teringat ibunya. Ia membayangkan ibunya saat melahirkannya, betapa sakitnya. Air matanya menetes lagi. Pantas saja Allah menaruh surga pada telapak kaki ibu. Karena memang perjuangannya melahirkan manusia baru sesakit ini. Memang tak cukup walau dunia dan isinya dibayarkan untuk membalas kebaikan seorang ibu.

"Terimakasih, Mah." Mayra membatin. Ia mengatur napasnya lagi. "Mamah belum sampai?" Mayra menanyakan ibunya.

Mereka memang hanya berdua di rumah sakit saat itu. Orang tua mereka dalam perjalanan menuju Bandung. Mereka berdua terpaksa pindah ke Bandung saat usia pernikahan mereka baru satu tahunan karena Azka ditugaskan di Rumah Sakit Bahagia ini. Orang tua Mayra dari Solo, sedangkan orang tua Azka dari Yogyakarta. Saat kemarin Mayra mulai merasakan perutnya mulas, ia dan Azka memutuskan untuk tidak dulu memberi tahu orang tua mereka, ingin memberi kejutan, niatnya. Namun sudah seharian ini bayi dalam kandungan Mayra belum juga mau keluar. Untuk itu beberapa jam lalu Azka baru menelepon orang tua dan mertuanya.

"Belum, Yank. Mungkin masih di dalam kereta. Kamu tenang ya. Ada aku di sini."

Azka mengecup kening wanitanya lembut sambil tetap menggenggam tangannya erat. Mayra mengerang.

"Aduuuh...."

Ia pegangi perutnya yang mengencang. Azka pandangi wajah istrinya yang terpejam menahan sakit. Dalam hatinya tak terputus doa, semoga istrinya selalu dalam lindungan Allah.

Azka menuntun istrinya untuk berjalan-jalan memutari kamar. Dan Alhamdulillah, pembukaan Mayra berangsur bertambah. Hingga akhirnya tangisan pertama bayi merah dari rahim Mayra nyaring terdengar memenuhi ruangan. Tangis Azka membuncah. Dipeluknya erat tubuh Mayra yang lemas.

"Alhamdulillah, Yank. Terimakasih. Aku tahu kamu pasti bisa, kamu hebat. Terimakasih." Azka membenamkan wajahnya yang basah pada pipi Mayra.

➡️

📞 "Kamu nanti jemput aku kan?" Suara Mayra di telepon mengagetkan lamunan Azka.

📞 "Iya sayang. Telepon aku kalau sudah selesai, ya."

Di tepian danau, sepasang mata memerhatikan Mayra sedari tadi.

Semanis Stroberi

Mayra sudah memasak menu sebisanya sore ini. Nasi tinggal pencet pada penanak nasi dan lauknya ia pilih tumis bakso yang resepnya ia contek pada google dengan sambal terasi. Beberapa kali ia harus mencicipi masakannya dan selalu dirasa kurang sedap. Hingga berapa kali juga ia harus menambah lagi dan lagi bumbu ini dan itu. Dan pada akhirnya ia mendapatkan rasa yang lumayan enak, menurutnya.

Tiap jam tiga sore, Anggun tidur. Dan Azka biasa sampai rumah pukul lima. Mayra sudah mandi, dandan cantik, siap untuk menyambut suaminya datang. Ia pandang jam pada dinding kamarnya, masih ada waktu satu jam lagi untuk suaminya sampai rumah. Mayra mengambil ponsel dan membuka laman sosial media yang berlogo biru miliknya.

Matanya langsung tertuju pada deretan akun yang mengiriminya permintaan teman.

RENDRA HERMAWAN. Nama itu muncul pada deretan paling atas. Mayra lihat durasi waktu di samping nama Rendra.

Satu jam lalu. Tanpa pikir panjang, Mayra langsung menekan tombol 'confirm'.

Mayra beralih pada beranda akun facebooknya. Menggulirnya dari atas sampai bawah. Melihat-lihat akun teman yang menjual berbagai macam kebutuhan hidup. Mulai dari pakaian hingga jajanan serba rupa.

Kling.

Satu pesan masuk pada facebook Mayra.

📩'Terimakasih yaa sudah di confirm.'

Rendra langsung mengiriminya pesan. Mayra mengabaikan pesan itu tanpa membacanya.

***

"Waaaah, sepertinya enak nih." Azka bersiap duduk di kursi meja makan yang melingkar di ruang makan rumahnya itu.

"Hehe. Hanya tumis bakso, Yank. Tidak apa-apa, ya?" Mayra mengambilkan suaminya nasi dan tumis bakso buatannya. Azka siap mencicipi.

"Hm, hm, hmmmm." Azka mulai mengunyah.

Mayra memerhatikan suaminya, bersiap menerima komentar.

"Hm, hm, hmmmm." Azka senyum menggoda.

"Ih kamu ya. Ham hem ham hem terus ih. Rasanya bagaimana?"

Mayra menarik lengan baju suaminya. Azka tertawa puas. Dia paling suka melihat ekspresi istrinya kalau sedang gemas. Lucu, tapi tetap cantik.

"Enak, Yaaaaank. Nyam nyam nyaaaam. Tapi ...."

"Apa??"

"Kurang asin sedikiiiit, hehe." Azka berkomentar jujur.

"Hahaha. Iya, Yank? Soalnya tadi rasanya kurang pas terus. Awalnya kurang asin, jadi aku tambahkan garam kan? Eeeh setelah itu malah keasinan. Jadi ya sudah, tadi aku tambahkan air lagi. Eeeh malah jadi begitu rasanya. Tapi kalau tanpa nasi, asinnya jadi pas kok, Yank."

Penjelasan Mayra malah membuat Azka semakin gemas. Ia pandangi istrinya lekat.

"Kesini, Yank! Aku mau membisikkan sesuatu." Azka meminta istrinya mendekat.

"Apa?" Mayra menyerahkan telinganya.

CUP.

Satu ciuman mendarat pada pipi kiri Mayra.

"Makasih sayang, yaa," ucap Azka bahagia, pupil matanya membesar.

CUP.

Mayra balik mencium pipi suaminya.

"Sama-samaaaa. Ayo makan lagi, cepat habiskan, Yank!"

***

"Pappah, pappah." Anggun menyodorkan bonekanya pada Azka. Azka menerimanya sambil langsung menjadikan boneka itu sebagai Mayra.

"Anggun cantik, tidur yuk sayang. Sudah malam ini," Suara Azka dibuat-buat menirukan suara istrinya.

Puk puk puk. Anggun menepuk-nepuk bonekanya.

Mayra dari dapur tersenyum sembari membawa satu cangkir teh di tangannya. Bi Marni_asisten rumah tangga Mayra, hanya bekerja sampai sore di rumah majikannya itu. Sore sampai malam, Mayra dan Azkalah yang mengurus segala keperluan rumah sendiri. Jika lapar tengah malam, Azka hanya perlu berjalan keluar komplek untuk mendapatkan berbagai macam makanan dari yang ringan sampai yang membuat perut kenyang.

"Minum dulu, Yank. Biar Anggun bersamaku." Mayra meletakkan teh buatannya pada meja dan berlalu menghampiri putrinya.

"Sayang, tidur yuk. Sudah jam sembilan ini." Mayra mengambil alih Anggun. Digendongnya Anggun dalam dekapannya.

"Mwah, mwah."

Anggun yang berpipi chuby dan bermata bulat itu menciumi mamahnya manja.

"Papah juga ikutan ah. Mwah."

Satu kecupan mendarat di pipi mamah muda yang cantik itu. Anggun tertawa. Azka mencibirkan bibirnya pada Anggun seolah berkata, 'Papah juga tidak mau kalah.' Mayra tertawa menepuk lengan suaminya.

"Sudah, diminum dulu tehnya. Aku antar Anggun tidur dulu yaa."

Di kamar, Mayra menina bobokan putri kesayangannya. Dilihatnya mata Anggun mulai sayup-sayup mengatup. Anak ini memang sudah mengantuk. Tak butuh waktu lama, Anggun sudah terlelap.

Mayra meninggalkan kamar dan menuju ruang tengah.

"Bagaimana tadi di rumah sakit?" Mayra duduk di samping suaminya.

"Hari ini lumayan lenggang. Syukurlah kalau pasien sedikit. Tandanya mereka sehat."

Azka merangkulkan tangan pada bahu wanita disampingnya, mencium kepalanya lembut.

"Kok wangi Anggun sih?" Azka protes karena wangi rambut istrinya sama dengan Anggun.

"Hahaha. Tadi aku pakai shamponya Anggun. Rasa stroberi. Jangan bilang-bilang yaa." Mayra mencubit perut suaminya.

"Gemas kamu tuh yaa. Hahaha."

Keduanya tertawa terbahak.

***

Kling.

📩 'Sudah tidur?'

Satu pesan dari nomor tak dikenal masuk pada pesan whatsApp Mayra saat ia dan suaminya tengah tertidur pulas.

Di sana, orang yang mengirimi Mayra pesan menghela napas. Sudah satu jam berlalu, namun pesan yang dikirimnya belum juga bercentang biru.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!