Hari ini adalah Minggu pagi yang cerah. Cuacanya hangat namun tak terlalu panas. Burung-burung berkicau seolah ikut menyanyi merayakan prosesi pernikahan sederhana di kediaman mempelai wanita yang berlangsung khidmat tanpa musik dangdut itu. Dekorasi minimalis yang didominasi bunga artificial berwarna putih itu tampak apik ditimpa sinar matahari yang kekuningan.
"Bismillahirrahmanirrahim. Baiklah, kita mulai sekarang ya, ananda Aryo, ananda Freya." Ucap pria paruh baya yang merupakan seorang penghulu, yang dijawab dengan anggukan kedua calon pengantin, terutama pengantin pria yang tampak lebih antusias.
"Mas Aryo!!" teriak seorang wanita dari luar pagar rumah mempelai wanita bernama Freya itu. Ia pun menerobos masuk sampai ke daun pintu, diiringi tatapan heran Freya dan kedua orang tuanya, pun penghulu, dan semua undangan yang ada di situ.
Pria bernama Aryo yang merupakan atasan Freya di kantor itupun secara spontan terpaku dan memucat sejak kehadiran wanita itu. Tampak wanita itu sedang hamil tua.
"Tega sekali kamu, Mas!! Aku sedang hamil besar begini kamu malah mau nikah lagi?!! Kalian semua, dengar! Saya istrinya, istri sah Aryo Wiguna!! " teriak wanita itu dan langsung menjambak rambut Aryo.
"A..Ampun, mamih..ampuun.." Ucap Aryo sembari bersimpuh di kaki wanita yang ternyata istrinya itu.
'BRUKKK' Ibu Freya yang notabenenya paling mendukung pernikahan ini ambruk pingsan di pelukan sang suami. Ayah Freya begitu sabar dan terus beristigfar sembari mengelus-elus pundak istrinya itu. Sedangkan Freya? Ya, wanita itu tampak dingin dan tak beremosi seperti seorang psikopat.
"Jadi benar, Mas? Kamu sudah menikah?" tanya Freya yang tampak terlalu tenang untuk situasi seperti itu.
"Be.. Benar, Frey. Maafkan aku sudah membohongimu. A.. Aku terus di desak Ibumu untuk menikahi kamu, padahal aku hanya iseng mendekatimu waktu itu, karena itu aku terpaksa me..menikah siri denganmu," ungkap pria 32 tahun itu terbata-bata, matanya menunduk dan tak berani menatap Freya. Suasana saat itu tiba-tiba membeku hening beberapa detik sampai kemudian terdengar berbagai bisik-bisik dan makian terlontar dari semua orang-orang yang ada di situ.
"Tidak usah minta maaf, Mas. Justru aku bersyukur karena tidak jadi menikah denganmu. Karena akupun tidak punya rasa apa-apa sama kamu." aku Freya santai. Segera ia melepaskan siger dengan segala aksesorisnya yang melekat di badannya.
"Hadirin sekalian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya atas insiden ini. Semua karena kebodohan dan ketidak-tahuan saya. Kalian boleh menikmati hidangannya saja lalu pulang, anggap saja itu buang sial." ucap Freya sarkas, meminta maaf pada beberapa tetangga dan keluarganya yang hadir saat itu.
"Baiklah kalau begitu, saya permisi pergi!!" ucap istri Aryo sembari menyeret suaminya yang sudah compang-camping karena ia pukuli.
"Yang sabar ya, Frey. Mungkin ini salah satu ujian untukmu.." ujar Bude Ratna saat memeluk Freya, kakak dari ibunya. Bude Ratna paham, sekalipun Freya tidak mencintai pria itu, tetapi rasa malu tidak akan terelakkan.
"Tidak apa-apa, Bude. Tolong bantu Bapak bawa Ibu ke kamar dulu ya, Bude." pinta Freya. Bude Ratna mengiyakan.
"Hah..hah.. Frey! Sorry ya telat?! Tadi macet bang,-" ucap seorang wanita ngos-ngosan karena habis berlari. Ia terhenti saat melihat hanya tersisa beberapa orang di sana.
"Dev?!" Freya langsung berlari memeluk sahabatnya.
"Loh kenapa, Frey? Kok dandanan kamu acak-acakan begini, terus orang-orang kok udah pada bubar di depan tadi? Mana penghulunya?" tanya Devina yang merupakan sahabat Freya.
"Batal, Dev. Gagal."
"Demi apa? Kok bisa?!!"
"Ternyata Aryo suami orang, Dev. Istrinya tadi melabrak. Untung belum akad," jelas Freya.
"Astaga.. Syukurlah!!" ucap Devina penuh haru. Mendengar itu sontak beberapa keluarga yang ada di situ mengernyitkan dahi.
"Hehe, maaf, tapi aku tahu jika sahabatku ini tidak mencintai pria itu, daripada dia tersiksa menikahi pria yang tidak dia cintai itu, lebih baik tidak jadi saja!" ucap Devina yang membuat para undangan tampak shock.
"Mbak, sudah boleh makan belum? Aku lapar, nih!" tanya seorang pemuda bertubuh tinggi dari daun pintu.
"Hush!! Darren?! Mbak bilang tetap di mobil saja sampai kembali, kan??! Tuh kan kamu kalau keluar malu-maluin mbak saja!" keluh Devina kesal.
"Darren? Itu Darren adik kamu, Dev?!" tanya Freya dengan mata membelalak saat melihat Darren yang berubah drastis dibanding saat ia baru lulus SMA dulu, dimana ia terakhir kali melihat Darren.
"Iya. Kamu kaget ya dia tambah tinggi begitu?" jawab Devina.
"Ya ampun, sudah berapa tahun tidak ketemu, dulu kamu lebih pendek dari mbak loh, Darren imut!!" ujar Freya gemas saat mencubiti pipi Darren.
"Udah, mbak Frey, sakit. Lagian itu kan waktu aku SD!" pinta Darren seraya melepaskan tangan Freya dari pipinya.
"Oh, ya selamat Mbak atas pernikahannya. " ucap Darren lalu mengulurkan tangan mengajak Freya bersalaman.
"Siapa yang nikah?! Mbak?! Umm.. Tapi belum ada pengantin laki-lakinya. Kamu saja mau? Mau, ya? Mau??" Ujar Freya bercanda saat menggelitik pinggang Darren.
"Aw! Mbak! jangan di situ, geli! Tolong!! Mbak Dev, temanmu ini!" seru Darren lalu berlari keluar dan dikejar Freya. Melihat sahabatnya masih bisa seperti itu di hari pernikahannya yang kacau, Devina hanya menggelengkan kepala. Sepintas terbersit dibenaknya
'Hm.. Andai mereka menikah sungguhan bagaimana ya jadinya?' batin Devina .
"Ah! sepertinya aku yang sudah gila!" Imbuhnya saat menonton Freya dan Darren yang sedang kejar-kejaran seperti Tom & Jerry.
**Keesokan harinya, sore hari di sebuah coffee shop**
"Jadi, kamu mau bagaimana ke depannya, Frey?" tanya Devina pada Freya yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk Americano di mejanya.
"Entahlah, mungkin aku tidak akan menikah sampai mati." jawab Freya.
"Jangan begitu, jangan cepat berkecil hati, kamu harusnya bersyukur di selamatkan dari br*ngsek seperti Aryo itu." ucap Devina.
"Ya, aku sudah berusaha membuka hati meski aku tidak cinta, Dev. Tapi apa? Kenyataannya itu hanya membuatku semakin terpuruk begini, membuatku malu. Ini yang kedua kalinya aku tertipu suami orang. Kamu ingat Hasan yang senior kita dulu, kan?"
"Iya, yang sangat kaya dan royal itu, kan? memberimu tas branded, semua branded tapi kamu ditawari untuk jadi istri ketiga, hahaha.."
Ejek Devina tertawa lepas yang diikuti dengan senyuman sinis Freya.
"Tapi tenang saja, Frey. Kamu pasti akan dipertemukan dengan orang yang tepat dan diwaktu yang tepat."
"Nonsense. Aku tidak percaya cinta lagi pokoknya, Dev. Yang kulakukan hanyalah melanjutkan hidup."
"Freya, apa kamu jadi dingin begini karena masih belum move on dari cinta pertamamu, Fatih?" terka Devina
"Tolong jangan sebut nama itu lagi, Dev." pinta Freya dengan raut wajah yang kesal.
"Kenapa? Benar, kan? Kamu masih belum move on dari dia?"
"Devina!!" seru Freya meninggikan nada bicaranya.
"Sadar, Frey! Dia itu cuma masa lalu kamu! Dia sudah bahagia, hidupnya terus maju ke depan sedangkan kamu stuck dan terjebak di masa lalu, ini tidak adil buat kamu. Sebagai sahabat, aku,-"
'BRAKK' Freya mendadak berdiri dari duduknya hingga menggeser meja dan membuat kopinya tertumpah sedikit, hal itu juga yang membuat Devina yang belum selesai berbicara terdiam.
"Devina, kamu memang sahabatku, tetapi bukan berarti kamu tahu semua isi hatiku. Berhenti membuatku menjadi seakan begitu menyedihkan karenanya!! ..Aku permisi." Tutur Freya yang tampak kesal lalu berbalik membelakangi Devina dan berjalan meninggalkannya. Devina tak bergeming.
Baru beberapa kali melangkahkan kaki, Freya terhenti ketika melihat pemandangan dihadapannya. Seorang ayah muda tampan dengan brewok dan janggut tipis, mengenakan kemeja biru sage dan sedang mengendong seorang balita perempuan berusia 3 tahunan, cantik dan menggemaskan dibalut gamis pink bermotif unicorn.
"Assalamualaikum, Freya.." Sapa pria itu. Freya tak menjawab dan mematung menatap pria itu. Ya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja namanya dibahas tiba-tiba saja lelaki berambut french cut bernama Fatih itu hadir dihadapannya, setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Ya, terkadang semesta sungguh bercanda.
"Bagaimana kabarmu, Frey?" tanyanya lagi.
"Abi, ayo masuk! Kasian Ameera kepanasan! Eh, ada teman Abi?" ujar seorang wanita bercadar menyusul ke belakang Fatih.
"Ah, iya, Um. Ini teman lama Abi, Freya."
"Bukan! Anda salah orang!" ujar Freya dan berlalu.
Devina yang sedari tadi memperhatikan dari belakang hanya menghela nafas.
Fatih adalah cinta pertama Freya. Mereka berpacaran selama 7 tahun, dari kelas 1 SMA hingga Fatih lulus kuliah. Hubungan itu baik-baik saja, hanya ada pertengkaran kecil membumbuinya. Fatih yang hanya terpaut satu tahun dengan Freya begitu mengayomi Freya seperti seorang kakak. Freya yang kekanakan dan sering merajuk selalu sabar dihadapinya, kapanpun Freya membutuhkannya ia selalu datang dengan cepat seperti superhero, karena itu Freya sangat bergantung padanya. Sampai suatu ketika...
***flashback 5 tahun lalu***
Freya adalah mahasiswa tingkat akhir, sedangkan Fatih telah lulus satu tahun lebih dulu. Lima bulan setelah bekerja, tiba-tiba Fatih mendapatkan hidayah yang sering kita dengar sebutan 'hijrah'. Sering ia melakukan sholat sunah di masjid dan berpuasa meski bukan bulan Ramadhan.
Sore itu, di halaman rumah Devina, saat Freya dan Devina bersantai di saung sambil menonton n*tflix, Fatih datang menghampiri mereka tanpa kabar.
"Mas Fatih! Kok tahu aku ada di sini? Sini yuk gabung!" seru Freya antusias.
"Maaf, Freya. Kita harus putus.. kita cukup sampai di sini saja" ucap Fatih tanpa basa-basi.
"Maksudnya?" Mimik wajah Freya mendadak berubah, yang tadinya ceria, kini menjadi pucat bak habis melihat hantu..
"Freya. Kamu tahu belakangan ini, Mas sedang memperdalam agama, dan kamu juga tahu berpacaran itu dosa. Jadi,-"
"Apa 'hijrah' jadi alasanmu, Mas? Tapi, aku kan juga bisa dibimbing? Aku juga bisa belajar, bertahap, Mas!" protes Freya menatap nanar Fatih.
'PLUK' sebuah bola kaki mendarat tepat di kepala Fatih.
"Ups, maaf. Kau tidak apa-apa, kan?" tanya Darren yang berlari dari teras.
"Ya, tidak apa-apa." jawab Fatih
"Siapa yang menanyai mu? Aku tanya bolaku, kok." ucap Darren tengil.
"Hush, Darren! Masuk sana!" perintah Devina yang malu dengan tingkah adiknya.
"Kalian sebentar lagi akan diundang, kok. Ya, kan, kami diundang, Pak ustadz?" tanya Darren melipatkan tangan di dada. Fatih tampak salah tingkah dan gelagapan.
"Diundang?" tanya Devina.
"Hahhh.. Sudahlah.." Fatih menghela nafas panjang lalu merogoh ranselnya mencari sesuatu. Mengeluarkan secarik lembaran berlipat berwarna emas tersimpul pita putih.
"Ini.. " Fatih menyodorkan lembaran itu pada Freya, tetapi Devina yang mengambilnya dengan sedikit kasar.
"Undangan pernikahan??!" Mata Devina membelalak saat melihat isi lembaran tersebut. Freya yang disampingnya sudah berlinang air mata.
"Aku sudah mengkhitbah seseorang. Dan kami akan menikah bulan depan." Ucap Fatih akhirnya mengaku.
"Tepat! Beberapa hari yang lalu saat aku mencari sepatu dengan temanku di sebuah mall, aku melihat Fatih bersama seorang wanita bercadar masuk, karena penasaran dengan siapa dia, aku coba memasang telinga dan aku mendengar perempuan itu bicara soal seserahan akad atau apalah itu." jelas Darren.
Mendengar itu semua, membuat Freya seperti hampir kehabisan nafas. Freya terkulai di pelukan Devina yang sedari tadi mengelus-elus pundaknya.
"Tolong lupakan saja aku. Mungkin inilah takdir yang terbaik untuk kita.." ucap Fatih lirih.
"Apa.. Salah..ku??" tanya Freya lemas dengan suara yang serak.
"Tidak ada." jawab Fatih tegas.
"Apakah dia lebih cantik dari Freya?" tanya Devina.
"Aku bahkan belum pernah melihat wajahnya. Aku saja baru mengenalnya satu bulan." aku Fatih.
Freya dan Devina tersentak kaget dan saling berhadapan.
"Bagaimana bisa kenangan dan kebersamaan kalian selama tujuh tahun, kalah dengan perkenalan dengan orang baru yang hanya satu bulan???!!" tanya Devina kesal.
"Entahlah, tapi bukankah itulah arti cinta sejati secara harfiah? Cinta yang tidak memandang rupa atau apapun, tanpa syarat. Bersamanya aku yakin menjadi lebih baik, itu kata hatiku. Aku hanya merasa hidup akan sejalan dan searah jika bersamanya." ucap Fatih tanpa rasa bersalah.
"Lalu.. Bagaimana dengan aku? Dengan hatiku?" tanya Freya lirih.
"Kamu cantik dan baik. Kamu akan menemukan seseorang yang tepat untuk kamu. Jangan pernah merasa bersalah dan kurang. Kita hanya bukan jodoh." tambah Fatih.
"Tentu! Mbak Freya pasti akan dapat yang jauh lebih baik dan mencintainya dari pada kamu, Ustadz karbitan!!" seru Darren yang tampak marah.
"Darren! Berhentilah ikut campur urusan orang dewasa!" tegur Devina
"Ck! Aku hanya kesal melihat temanmu Freya yang bodoh itu, menangisi laki-laki yang katanya berubah karena agama, ingin menjadi lebih baik, tetapi dengan mudah menyakiti hati orang lain sesukanya, menganggap wanita seperti sampah yang tidak punya perasaan." Ucap Darren.
"Maaf... Freya.. Aku pamit.." ucap Fatih tak menghiraukan Darren yang saat itu masih SMA dan hanya dianggap anak kecil baginya.
Freya yang menangis di pelukan Devina terus memandangi punggung Fatih yang semakin jauh hingga tak terlihat lagi.
***flashback end***
"Huuh.. harus dimana lagi aku mengirimkan CV? Aku tidak bisa lama-lama begini.." keluh Freya sembari berbaring di sofa berwarna cream di kediamannya. Jemarinya terus naik-turun membuka-tutup aplikasi Gmail untuk mengecek apakah ada panggilan kerja. Nihil.
Freya mengundurkan diri dari start-up tempat ia bekerja sebelumnya karena ingin menghindari Aryo, juga tidak kuat jika mendengar secara langsung gosip tentang mereka yang sudah heboh di sana. Freya dan Aryo selama ini backstreet. Terpaksa Freya menerima Aryo karena saat beberapa kali Aryo mengantarnya pulang, Ibunya menyukai Aryo. Orang kantornya pun tidak ada yang tahu jika Aryo sudah memiliki istri. Puluhan pesan WA dari teman kantornya hanya ia arsipkan karena mentalnya masih belum siap menahan malu.
"Dev.. Dia lagi apa ya? Hubungi atau tidak ya??"
gumam Freya yang sudah 5 hari berdiaman dengan Devina.
"Coba buka IGnya, ah! Kepo.." ucapnya seraya membuka aplikasi tersebut di hpnya.
1 postingan terbaru yang merupakan sebuah foto jari manis tangan Devina yang dilingkari cincin emas putih bermata berlian di tengahnya. Di captionnya tertulis 'I said yes' .
"APAA?!! DEV MAU NIKAH?!!" seru Freya terkejut karena setahunnya Devina jomblo.
"Tidak bisa dibiarkan ini! Bisa-bisanya dia merahasiakan ini dariku!!" ujar Freya kesal seraya bergegas ke rumah Devina.
*** Di rumah Devina***
Saat turun dari mobil, Freya berpas-pasan dengan Om dan Tante Devina yang tampak kesal berjalan menuju mobil mereka. Membuatnya mengurungkan niat untuk menyapa mereka.
'BRAKK' Tante Hilda, kakak Ibunya Devina menghempaskan pintu mobil saat masuk ke kursi depan sebelah kursi kemudi.
"Ada apa, ya?" perasaan Freya tidak enak. Freya berjalan pelan menuju teras rumah dua lantai itu.
'TAP' langkah Freya terhenti melihat Devina yang sedang duduk di saung, menangis di hadapan Darren.
"Kamu tahu kan, Ren? Seberapa banyak pun uang akan habis jika tidak diputarkan.." ucap Devina sendu. Darren hanya mengangguk.
"Pokoknya selama tidak ada Mbak, kamu harus jaga restoran kita, jangan sampai nenek lampir itu menjualnya, berapapun itu." tegas Devina lalu mengusap air matanya.
'DEG'
"Lagi-lagi mau dijual? Kenapa sih Tante Hilda itu?" batin Freya kesal.
"Kalau begini, Mbak jadi ragu.."
"Ragu kenapa, Dev? Kamu mau menikah?" tanya Freya mengejutkan Devina dan Darren.
"Ah, Freya, hiks.. kamu sudah tidak ngambek nih sama aku? Hiks.." tanya Devina terisak. Melihat kondisi sahabatnya yang seperti itu, Freya merasa bersalah sudah membentaknya kemarin. Ia berlari kecil untuk memeluk Devina.
"Maafkan aku ya, Dev. Hiks, kemarin reaksiku berlebihan.." ucap Freya lirih dan tak mampu membendung air matanya.
"Tidak, aku yang salah, hiks.. Aku bilang seperti itu seolah mengejek kamu, padahal aku tahu kamu bukannya masih cinta sama dia, tapi lebih seperti amarah yang terpendam..hiks..Kamu marah tapi kamu tidak bisa berbuat apa, karena dia yang buat kamu jadi punya trust issue..hiks" ujar Devina yang masih sesenggukan.
"Sudahlah, tidak apa-apa. Aku hanya malas saja dengar namanya, bikin mood-ku rusak.." timpal Freya.
"Kalian, sudah dong peluk-pelukannya. Ada aku di sini, nanti aku ikut nangis juga." Ucap Darren memecah kesyahduan.
"Frey.. Benar..aku akan menikah.." aku Devina seraya menggenggam tangan Freya.
"Sungguh??!! Kyaa~~" Freya kegirangan mendengar kabar tersebut.
"Tapi.. aku akan ikut dengannya ke Jerman, karena dia orang sana, dan bekerja di sana. " Ucap Devina yang buat Freya tersentak.
"Kamu.. Nikah sama bule? Kok bisa, Dev? Kamu kenal dimana?? Sejak kapan?? Kok kamu tidak pernah cerita?!! Jahat!"
"Engg.. Anu.. Itu aku juga baru beberapa bulan ini kenal kok.. Dari dating app.. Sekitar 5 bulan kami LDR an, aku tidak menyangka dia mengajak serius. Dia sudah terbang ke Indonesia, menginap di hotel Vienta selama 3 hari ini, dan awal bulan depan.. kami akan menikah sederhana dan privat saja di Bali.. Kamu mau kan jadi the one and only Bridesmaid aku, Frey?? " tutur Devina.
"Kyaaa~~ so sweet sekali kisah cintamu, Dev.. Bali?? Mau dong mau kesana juga kyaaa~~" Freya meloncat-loncat kegirangan. Darren hanya menggelengkan kepala.
"Ya sudah, fix ya..kamu jadi Bridesmaid aku dan Darren jadi waliku.."
"Syukurlah, Dev. Akhirnya kamu menemukan kebahagiaanmu.. Aku terharu.. tinggal aku yang belum.." ucap Freya.
"Mbak Freya sih, bodoh." ejek Darren dengan muka datarnya.
"Hush! Darren!" Tegur mbaknya. Freya melototi Darren. Entah kenapa, ia yang niat awalnya tadi ingin memarahinya seketika urung saat melihat side profil Darren. Wajah yang tengil itu terlihat begitu tampan dari samping. Hidungnya yang mancung dan rahangnya yang tegas, ditambah dengan jakunnya yang semakin menonjol seiring dengan bobotnya yang semakin menurun dibanding dulu. Lambaian angin dengan lembut meniup rambutnya kebelakang .
DEG
"Darren.. Bukan anak kecil lagi..." batin Freya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!