Keputusan untuk bertarung atau melarikan diri adalah pilihan sulit yang harus dihadapi oleh semua manusia.
Hal ini dikarenakan kami telah berada di dungeon terakhir yang menentukan nasib antara hidup ataupun akhir dari segalanya.
Suasana tegang pun memenuhi udara dan seorang lelaki berambut pirang memandang setiap individu di sekitarnya dengan mata penuh harapan.
Pemimpin kami seorang kesatria kuat dengan keberanian yang tinggi, Neil Rein. "Kita masih punya harapan, tetap tenang!" ucapnya dengan keras kepada seluruh manusia yang saat ini berkumpul.
Sementara itu, aku merasa detak jantungku berdetak semakin cepat, bukan rasa gugup melainkan karena rasa khawatir akan aku mampu untuk mengalahkan monster tersebut tanpa mengorbankan orang terdekatku.
Aku berdiri memakai sebuah topeng burung yang memberikan sedikit ketenangan dalam keheningan yang tegang ini.
Aku di tengah kerumunan, berdiri dengan topeng yang mengurangi hawa keberadaanku. Seolah tak terlihat, aku mendengarkan perkembangan situasi.
[Gerbang akan terbuka dalam 1 menit, persiapkan diri kalian!]
Pesan sistem yang berdering menyebabkan gelombang perubahan. Pertanyaan tentang nasib umat manusia melayang di udara.
Gerbang perlahan terbuka dan seluruh manusia masuk ke dalamnya.
Ketika masuk pandangan yang ada di hadapan kami adalah sebuah dunia merah gelap tanpa adanya apapun disekitar.
Hanya sosok monster menakutkan menyambut kami, dia memiliki banyak mata dan delapan tangan yang kekar.
Seorang lelaki disampingku dengan wajah determinasi berkata, "Ini akan menjadi sesuatu yang sulit."
Aku mengganti topengku dengan motif burung dengan hiasan bulu di pinggirannya, mempersiapkan diri untuk pertarungan yang tak terduga.
Niel Rein dengan tegas berbicara, "Ini adalah gerbang terakhir! Jika kita menaklukkan ini, manusia bisa menyambut masa depan yang cerah"
Aku merasa ringan dan tanpa ragu, mendekati punggung kaki monster yang menghadang di depanku. Suara langkahku terdengar nyaring di antara kerumunan manusia yang menatap monster dengan wajah penuh ketakutan.
"Dia adalah Mask Maker! Ikuti gerakannya!" teriak Niel Rein, memecah keheningan di antara manusia yang terpaku.
Amira Kirana, penyihir kelas SS, memimpin kelompok mage untuk menyerang dengan mantra api. Sementara itu, Celine De Fiona, seorang perempuan berpakaian suster, merapatkan lengannya untuk memberikan buff kepada garda depan.
"Priest, berikan semua buff kalian! Kita butuh kekuatan ekstra!" pintanya pada Celine.
Namun, notifikasi sistem mengguncangkan keyakinan mereka. Monster semakin kuat dan mampu meregenerasi diri.
"Sialan!" seru Niel Rein dengan kesal.
Harapan untuk bisa menang perlahan pudar bagai angin.
Ketidakpastian melanda, namun notifikasi sistem memberiku kekuatan tak terduga.
[Topengmu mengatasi ketakutan dan meningkatkan kekuatanmu]
Aku melangkah maju, fokus pada pertarungan. Dialog dan serangan saling bergantian, menciptakan aliran energi yang membawa umat manusia lebih dekat pada kemenangan atau kekalahan di dalam dungeon terakhir ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dengan tubuh yang sudah tak terasa, aku berpikir tentang kenikmatan yang akan kurasakan setelah berhasil mengalahkan monster ini. Berbaring dan bersantai sepanjang sisa hidupku, menonton anime, memakan semua makanan enak, dan menikmati kebebasan yang tak terbatas.
Namun, monster itu tertawa, melukai dan menyembuhkan dirinya sendiri dengan kejam. Tubuhku lelah, tapi tekadku belum patah.
"Manusia, kau sangat kuat!" seru monster tersebut, luka-luka di tubuhnya tak menyurutkan semangatnya.
Aku berdiri sendirian di hadapannya, melihat sekelilingku yang penuh dengan tumpukan daging. Realisasi bahwa semua yang ada sekarang adalah hasil perjuangan teman-temanku membuat hatiku terasa berat.
"Kau hanya sendirian sekarang! Sangat lucu bahwa perbuatan yang telah dilakukan manusia sia-sia," ejek monster tersebut.
Namun, tanpa kejutan lagi, aku melihat sekitarku. Semua orang yang pernah bersama-sama berjuang kini telah menjadi kenangan. Rindu pada keluarga dan kehidupan masa lalu memenuhi pikiranku.
"Mask change, Disaster Mask!" seruku, topeng cepat berganti di wajahku. Meskipun sistem memberi peringatan, keputusanku tak bisa dibendung.
[Topeng ini akan merusak pengguna. Harap berhati-hati]
Peringatan sistem memekakkan telingaku.
"Terimakasih telah mengingatkan," sahutku, siap menghadapi konsekuensi dari pilihan yang telah kubuat.
Dalam dunia yang kacau ini, aku menghadapi monster mengerikan tersebut dengan mengerahkan segala hal yang aku punya.
Bersambung...
Note :
Ini hanya prolog hanya sekilas gambaran mengenai hal yang akan terjadi selanjutnya.
Apakah novel ini akan menjadi mahakarya atau malah menjadi sampah lainnya.
Semakin tua diriku akan selalu banyak rintangan untuk menikmati hobi menulis ini.
Jangan terlalu berharap lebih karena saya tidak yakin novel ini akan terus berlanjut.
Bahkan novel sebelah aja udah tidak ada update lagi saking lupanya sama alurnya.
[Beberapa hari sebelum pertempuran terakhir]
Dalam lapisan gelap dungeon, lima rangker terkuat bersiap menghadapi pertempuran terakhir. Neil Rein, pemimpin mereka, memandang dengan serius rencana strategis yang tersebar di atas meja.
"Ini dungeon terakhir kita. Apa ada keluhan atau saran terhadap rencana ini?" tanya Neil, suaranya mengisi ruangan yang penuh ketegangan.
Amira Kirana, seorang Mage rank SS dengan rambut merah, tersenyum penuh keyakinan. "Aku tidak punya keluhan. Dengan gelombang manusia ini, bisakah kita kalah?" katanya, tatapannya menunjukkan ketenangan yang memancar dari keahliannya.
Dihadapkan dengan senyum percaya diri Amira, Neil mengangguk, " Sekarang, mari lihat posisi strategis masing-masing." Neil menyorot peta dungeon dengan serangkaian taktik yang akan dijalankan.
Namun, suara tawa yang menggelegar memecah keheningan. Seorang pria berbadan besar layaknya benteng hidup, memegang tameng besar dan mengenakan armor berat, berseru, "Dengan aku di garis depan, sebagai pemimpin para class tanker, tak ada yang bisa tembus ke formasi kita!"
Gelak tawa pria tersebut memenuhi ruangan, menarik perhatian. Neil tersenyum, "Ketawa kerasmu mungkin bahkan bisa memanggil monster ke sini. Tetap tenang, Garret, kita tidak ingin menarik perhatian musuh saat ini."
Garret, sang tank dengan senyum percaya diri, hanya tertawa semakin keras. "Aku siap menjadi sasaran empuk, Neil!"
Seketika, atmosfer camp pertahanan terisi dengan semangat dan rasa saling percaya. Mereka bersiap menghadapi gelombang terakhir di dungeon ini, dengan keyakinan penuh bahwa tak ada yang bisa menghentikan kekuatan gabungan mereka.
"Semoga Tuhan memberikan berkahnya," ucap Celine De Fiona, seorang pendeta berambut putih, sambil merangkul tangannya dengan penuh doa. Suara gemuruh kata-kata suci memenuhi ruangan.
Namun, semua mata tertuju pada seorang pria yang sejak awal hanya berdiri di ujung ruangan, bergeming tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Bagaimana denganmu, Mask Maker?" Neil Rein mengajukan pertanyaan, suaranya terdengar perlahan di antara keheningan.
Pria bertopeng itu akhirnya memberikan jawaban dengan tegas, "Kalian urus saja di sisi kalian. Aku hanya akan mengurus diriku sendiri." Suaranya serak, seolah menyimpan rahasia yang tak ingin terungkap.
Tanpa nama, tanpa wajah, Mask Maker terisolasi, menghadapi perjuangan sendiri yang tak diketahui oleh yang lain. "Aku hanya akan mengurus diriku sendiri," ucapnya kembali, mengisyaratkan kesendirian yang mendalam.
Meskipun begitu, mereka tahu bahwa setiap langkah yang diambilnya memiliki makna yang dalam, seperti seorang penjaga rahasia yang misterius.
Amira, Neil, dan yang lainnya meresapi momen ini, menyadari bahwa perjalanan mereka akan menjadi ujian pribadi bagi masing-masing individu. "Baiklah, kita akan berangkat sebentar lagi!" seru Neil, menggetarkan semangat perang dalam diri mereka.
Mereka menghadap ke depan, siap memasuki pertempuran tanpa tahu apa yang mungkin menanti. Hanya waktu yang akan membuktikan apa yang akan terjadi di ujung perjalanan ini.
Setelah rapat di dalam camp berakhir, semua orang kembali ke tempat masing-masing. Namun, pria bertopeng itu tak hanya kembali ke campnya, tetapi memutuskan untuk menciptakan sesuatu yang misterius.
Dengan pisau kecil yang berkilau tajam dan sepotong kayu hitam pekat, ia mulai mengukir dengan penuh konsentrasi. Seiring waktu, sebuah topeng perlahan terbentuk di tangannya, dengan desain yang menyeramkan dan garis-garis corak yang menciptakan bayangan gelap.
[Topeng baru tercipta]
[Dark Shadow Mask] [Sekali pakai]
Topeng tersebut, dalam kisah horor, memiliki desain yang mencekam, menciptakan bayangan gelap yang mengintimidasi. Pemakainya bisa menyembunyikan identitasnya dan memanfaatkan bayangan untuk menjalankan tindakan gelap dan misterius.
Catatan penting : karena bahan yang digunakan adalah kayu hitam berumur 50 tahun, ketahanan topeng ini hanya untuk sekali pakai. Sebuah pembatasan yang menambahkan aura misteri pada penggunaannya.
Pria bertopeng mengerutkan kening di balik topengnya. Keberhasilan dalam menciptakan topeng yang tahan lama selalu sulit baginya, terutama ketika topeng itu memiliki kemampuan kuat. Rasanya seperti setiap kreasi mengharuskan penukaran dengan kekuatan yang misterius.
"Selalu saja membuat topeng yang mengerikan!" Suara Amira Kirana memasuki kemah pria bertopeng.
"Apa yang kau inginkan?" ucap Mask Maker dengan ekspresi kesal tersembunyi di balik topengnya.
"Jangan begitu marah," balas Amira sambil tersenyum.
Amira Kirana mengambil kursi di dekatnya, namun pria bertopeng tersebut menarik kursinya menjauh dengan jelas menunjukkan ketidaksetujuan.
"Apa yang kau inginkan sekarang!?" tanya Mask Maker dengan nada tajam.
"Tidak bisakah kau merasakan sedikit terbuka sebentar saja," pinta Amira.
"Tidak perlu. Perasaan seperti itu hanya akan memberikan tekanan yang tidak perlu," jawab Mask Maker tanpa melihat ke arahnya.
Amira Kirana menghela napas dalam, matanya melihat ke arah pria bertopeng. Kegelisahan tergambar di wajahnya, kontras dengan semangat dan percaya diri sebelumnya.
Pada akhirnya, semua orang memiliki topeng untuk mereka tunjukkan kepada orang lain, untuk berpura-pura baik-baik saja.
"Jika kau nantinya selamat, tolong katakan pada adikku bahwa aku menyayanginya," pinta Amira.
"Itu adikmu, mengapa aku yang harus mengatakannya?" tanya Mask Maker.
"Dia terlihat mengagumimu. Jika kata-kata itu datang darimu, mungkin dia tidak akan menangis saat itu," jawab Amira, membagi kepedihan yang terkandung di balik wajahnya.
"Dasar bodoh! Mengapa otakmu tidak terisi dengan benar. Apakah nutrisi tersebut pindah ke tempat lain!" ucap mask maker dengan tatapannya menantang.
"Apa yang kau katakan—dasar mesum!" Amira menutup dadanya, karena dia merasa bahwa kata-kata pria bertopeng itu mencapai tingkat pelecehan.
"Jika kau ingin menulis surat wasiat, serahkan saja kepada Neil," ucap mask maker dengan malas, memberikan respon yang sama tajam.
"Kau dasar tidak bisa diandalkan!" Balas Amira dengan kesal, mengungkapkan frustrasinya.
"Aku hanyalah seorang pengrajin yang terseret arus pertempuran ini. Jika saja aku... Mari lupakan apa yang aku katakan." Mask maker mencoba membatasi kerumitan, menyiratkan beban yang terlalu berat untuk diungkapkan.
Sebagai seorang pengrajin, dia mungkin tidak memiliki kekuatan tempur yang memadai, tetapi pikirannya adalah tempat kreativitas dan keterampilan yang unik. Sayangnya, jika saja dia bisa mengasah keterampilan ini dari awal dia merasa bahwa potensinya bisa saja membantu dia dalam menyelamatkan orang terdekatnya. Oleh karena itu, bayang-bayang masa lalu masih menyelimutinya, membuatnya sulit membuka diri.
"Jika tidak ada lagi, tolong pergi. Aku hanya ingin fokus dalam pertempuran nanti," ucap mask maker, kembali menenggelamkan dirinya dalam karya-karyanya.
"Seorang perempuan cantik datang ke tempatmu, namun kau mengusirnya dengan kasar." Amira meninggalkan kemahnya dengan marah, meninggalkan pertanyaan dan ketidakpuasan di udara.
"Sungguh, apa yang dia pikirkan sebenarnya?" Mask maker bingung dengan kedatangan Amira, tetapi kebingungannya juga mencerminkan ketidakmengertian terhadap dirinya sendiri.
Selalu ada sesuatu yang tidak terungkap di balik topengnya, dan Amira, dengan segala ketertarikannya, tampaknya tidak bisa menembusnya. Meskipun begitu, kerumitan dalam interaksi mereka menumbuhkan perasaan yang tak terduga dan berbeda dalam hati mask maker.
Bersambung..
Tolong komen jika ini bagus. Kalau tidak bagus tolong dislike nya.
Dalam keheningan gelap dungeon, 3000 petualang bersiap melanjutkan perjalanan mereka ke kedalaman yang tidak diketahui. Susunan strategi telah dirancang dengan cermat, fokus pada keseimbangan antara class pertempuran dan class pengrajin.
Assassin, knight, tanker, mage, archer, dan support bersatu dalam fokus utama untuk mengalahkan dungeon yang penuh bahaya ini. Di antara mereka, class pengrajin menjadi penopang vital, siap memberikan dukungan saat peralatan rusak atau kebutuhan makanan dan istirahat muncul.
Namun, satu sosok menonjol di antara class pengrajin—Mask Maker. Meskipun berasal dari class yang sering dianggap remeh, ia telah membuktikan diri sebagai ranker terkuat. Seiring langkahnya yang santai, dia memimpin dengan karismatik, menjadi idola bagi rekan-rekan class pengrajin yang selalu diabaikan.
Rombongan bergerak dengan hati-hati melalui lorong-lorong sempit dan ruangan yang gelap, dipandu oleh sinar pandangan yang tajam dari Nightshade Mask yang dia buat sendiri dan dikenakan oleh Mask Maker.
Nightshade Mask, dalam segala keanggunannya, adalah karya seni fungsional yang memukau. Bentuknya, melengkung dengan elegan, memberikan kesan misteri dan kekuatan yang terkandung di dalamnya.
Topeng ini terbuat dari bahan hitam yang seolah menyerap cahaya, menciptakan aura gelap yang menyelubungi wajah pemakainya. Detail ukiran halus di sekitar mata dan garis-garisnya yang meliuk dengan lembut menambah sentuhan estetika, memberikan topeng ini daya tarik seni yang begitu kuat.
Ketika dipakai, Nightshade Mask tidak hanya memberikan perlindungan fisik, tetapi juga menambahkan elemen dramatis pada sosok yang mengenakannya. Keindahan dan kemisteriusannya tidak dapat diabaikan, membuatnya menjadi simbol keberanian dan ketangguhan.
Di tengah kegelapan, Mask Maker dengan tenang memimpin, menjadi mata yang waspada di depan rombongan.
Tiba-tiba, Mask Maker berhenti, menahan langkahnya.
"Ada sesuatu yang tidak beres di depan," bisiknya dengan suara lembut.
Class pertempuran bersiap-siap, mata mereka fokus pada arah yang ditunjuk oleh Mask Maker.
Dengan sigap, Mask Maker mengambil alih, memeriksa setiap sudut lorong dengan cermat menggunakan Nightshade Mask-nya.
"Ada jebakan di sini," katanya sambil menunjuk pada lantai yang seakan-akan tidak ada yang aneh disana namun topengnya menunjukkan tanda yang tidak biasa.
Seorang mage melangkah maju, menyelaraskan energi sihirnya untuk menonaktifkan jebakan. "Terima kasih, Mask Maker. Kita tidak akan selamat tanpa pandanganmu yang tajam."
Mask Maker hanya mengangguk, "Kita bergerak terus. Jangan lengah. Dungeon ini penuh dengan jebakan." Rombongan melanjutkan perjalanan, memercayakan penglihatan canggih dan kepemimpinan Mask Maker dalam menavigasi kegelapan yang mengancam.
Sementara itu, di barisan belakang, seorang pengrajin menatap kagum pada Mask Maker. "Dia memang luar biasa. Idola kita tidak pernah mengecewakan!"
Seiring langkah mereka yang mantap, petualang-petualang ini bersatu dalam ketidakpastian, dihadapkan pada rintangan dungeon yang tak terduga, namun terjalin erat oleh strategi yang cermat dan kepercayaan pada Mask Maker, sang idola di antara class pengrajin.
"Seperti yang diharapkan dari Mask Maker," ucap kagum Neil, yang memimpin pasukan garda depan dengan penuh kepercayaan.
Amira, mendengar pujian yang terus-menerus terarah pada Mask Maker, merasa kesal. Seakan-akan bayangan Mask Maker memudarakan peran penting yang dimilikinya.
Walaupun dia tidak pernah menunjukkan wajahnya, perempuan-perempuan di rombongan mengakui daya tarik tersendiri dari sosok Mask Maker, menjadikannya sebagai pilihan kedua jika mereka tidak mendapatkan hati Neil sang pemimpin yang memiliki wajah yang begitu tampan dengan rambut pirangnya.
Tanpa mengetahui alasan pasti kekesalannya, Amira mempercepat langkahnya untuk menyusul ke depan, menciptakan tempo langkah yang cepat.
Ketika dalam perjalanan, Mask Maker merasa keberadaan seseorang mendekatinya. Ternyata, itu adalah Amira yang dengan cepat menyusul.
Melihat Amira, Mask Maker berbalik ke arah Assassin yang menemaninya di garis depan, "Aku akan lebih dulu ke depan dan meletakkan tanda jika ada jebakan dengan ini." Mask Maker dengan cepat menciptakan ornamen mini berbentuk kucing yang sangat detail, memberikannya kepada Assassin.
Assassin terkagum-kagum melihat keindahan ukiran detail pada figure kucing tersebut, hingga dia lupa sejenak bagaimana merespon.
"Aku akan pergi lebih dulu!" ucap Mask Maker dengan cepat menghilang di depan, memulai tugasnya sebagai pemandu jalan untuk menjaga keamanan rombongan.
"Hei--tunggu!" teriak Amira, tetapi Mask Maker sudah menjauh dengan cepat, menghilang di dalam kegelapan dungeon. Amira, yang telah bersusah payah untuk menyusul, merasa kesal setiap kali Mask Maker dengan jelas menghindari dirinya.
Amira mengembungkan pipinya dengan kesal, memandang ke arah kepergian Mask Maker. Kecepatan dan keahlian misteriusnya membuatnya semakin menarik bagi Amira, meskipun dia tidak ingin mengakui hal itu.
Saat Mask Maker memeriksa sekitarnya, segalanya tampak sunyi senyap, tanpa tanda-tanda bahaya. Meski topeng canggih yang dikenakannya tidak memberikan informasi apapun, instingnya memberi sinyal bahwa sesuatu tidak beres.
Dengan hati-hati, dia mengingat memiliki item dengan bau yang bisa memikat monster. Dalam langkah penuh pertimbangan, Mask Maker mengambil benda tersebut dari penyimpanannya. Keputusan ini seperti taruhan, 50-50 apakah monster akan datang atau tidak.
Sambil mempersiapkan diri, Mask Maker dengan cekatan mempersiapkan satu topeng ditangan kirinya yang dimana topeng tersebut berbentuk burung.
Berbagai bulu yang terpasang di topeng memberikan sentuhan artistik dan sekaligus berfungsi untuk meningkatkan kecepatannya. Mask Maker siap untuk melarikan diri dengan sigap jika monster tiba-tiba menyergap.
Ketika bau memikat monster tersebar, pergerakan di medan dungeon mulai berubah. Meskipun dengan mata telanjang tidak terlihat perbedaannya, namun Mask Maker, dengan indra dan topeng canggihnya, merasakan perubahan di atmosfer dungeon.
Dengan detektor gerakan dan perubahan medan, Mask Maker menyadari kehadiran monster yang terlatih dalam ilusi. Dia menyimpan kembali benda berbau dan bersikap seolah-olah tidak menyadari apa-apa, sehingga monster tidak tahu bahwa keberadaan mereka telah diketahui.
Dia sadar bahwa monster di dalam dungeon ini bukanlah makhluk biasa. Keunikan mereka terletak pada kemampuan untuk menahan diri dan tetap berada dalam mode siluman, suatu hal yang membuat mereka sulit terdeteksi bahkan oleh Nightshade Mask yang canggih.
Monster-monster ini mungkin menjadi ancaman yang sulit diatasi.
Menggunakan transmisi suara melalui benda sihir di telinganya, Mask Maker memberi peringatan kepada rombongan. "Sesuatu ada di depan, menyatu dengan medan lingkungan. Bersikap biasa saja dan persiapkan diri untuk penyergapan," ucapnya dengan pelan.
Neil, yang mendengar peringatan tersebut, memberikan perintah dengan cepat. Mage bersiap dengan mantra, tank mempersiapkan skill taunting, dan support mempersiapkan mantra buff.
Ketika rombongan melanjutkan perjalanan, musuh tiba-tiba muncul dari medan penyergapan, tetapi berkat Mask Maker, rombongan telah mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi ancaman yang tidak terlihat ini.
Pertarungan di dungeon pun pecah dan menjadi semakin kacau, dan Mask Maker, yang awalnya berniat untuk kembali membantu rombongannya, tiba-tiba merasakan keberadaan seseorang.
Langkahnya terhenti di tengah kekacauan, dan ketika dia mendongak kebelakang, dia melihat seorang Lich tua yang membungkuk, memegang tongkat sihir yang bersinar.
Dengan tatapan yang menyala, Lich mulai melantunkan mantera ke arah Mask Maker. "Kau, penghalang yang tidak diinginkan," ucap Lich dengan suara seram.
Seiring kata-kata terucap, medan dungeon berubah secara dramatis. Mask Maker terpisah dari rombongannya, dan kegelapan dungeon bertambah intens.
Mask Maker merasa ketegangan memenuhi udara, seolah-olah kehadiran Lich telah memicu kekuatan misterius yang mengubah segalanya.
"Siapa kau?" tanya Mask Maker dengan waspada, menyesuaikan topengnya, siap menghadapi ancaman yang tak terduga ini.
Lich tersenyum sinis. "Aku adalah penjaga dungeon ini, dan kau telah melanggar wilayahku. Bersiaplah untuk menghadapi konsekuensinya."
Sebuah aura kegelapan merayap di sekitar Lich, menciptakan suasana yang semakin tegang. Mask Maker harus menghadapi tantangan ini seorang diri, dan pertarungan yang berbahaya di dungeon ini baru saja dimulai.
...Bersambung......
Maaf jika narasinya kepanjangan. Mungkin aku terlalu fokus untuk menggambarkan apa yang terjadi secara lebih detail.
Jika menurut kalian narasi yang terlalu panjang ini membuat kalian bosan tolong komentar saja agar ini bisa menjadi saran pertimbangan author untuk membuat novel ini menjadi lebih baik.
Dan seperti biasa like jika suka dan dislike jika tidak suka :v
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!