NovelToon NovelToon

Benih Tak Terduga (My Triplets)

1. BTT (My Triplets)

Sepasang mata sejak tadi enggan beralih dari sosok gadis lincah di lantai satu. Sudut bibirnya turut melukis senyum.

Di saat teman-temannya yang lain asik menemani ladies di club' malam itu, Samudra justru memilih duduk sendiri sambil menunggu minumannya diantar.

“Kejora, tolong antar minuman ini ke sana,” pinta Leon seraya mengarahkan telunjuk ke arah Samudra.

“Baiklah.” Kejora mengambil nampan kemudian membawa ke lantai dua.

Begitu tiba di atas, ia menyapa Samudra seraya meletakkan nampan di atas meja. Menuang minuman lalu mempersilahkan pria itu meneguknya.

“Silakan.” Kejora memberikan gelas sloki dengan senyum manis.

“Thanks ya,” ucap Samudra.

“Ok, apa masih ada yang kamu butuhkan?”

Samudra tersenyum seraya menarik pelan lengan Kejora. Mendudukkan gadis itu di pangkuan lalu meneguk minumannya.

Kejora hanya menurut tak menolak apalagi marah. Perlakuan yang sudah sering ia dapatkan dari para pria hidung belang. Baginya, itu sudah resiko bekerja sebagai pelayan club' malam.

“Ya, aku butuh sesuatu untuk menghangatkan tubuhku malam ini,” bisik Samudra seraya menyugar rambut panjang Kejora.

“Bukankah wine ini sudah bisa menghangatkan tubuh?”

“Wine saja nggak cukup. Aku butuh bed partner malam ini, just tonight,” bisik Samudra lagi sekaligus mengelus bibir tipis Kejora.

Kejora tersenyum tipis, mengelus rahang tegas Samudra lalu turun ke dada. Mendekatkan wajah ingin mencium bibir pria itu.

Saat Samudra mulai membuka mulut, Kejora malah tertawa. Sontak saja ulahnya membuat Samudra merasa gemas.

“Jika kamu mau, kamu bisa memilih salah satu ladies di club' malam ini. Mereka lebih cantik juga sangat berpengalaman jika menyangkut esek-esek,” jelas Kejora.

“No, i want you, Baby,” tegas Samudra. “Just tonight, jadilah bed partnerku. Aku akan membayar berapa pun yang kamu minta.”

“Berapa pun, serius? Bagaimana jika aku nggak mau hanya menjadi bed partner melainkan ingin menjadi sugar baby-mu,” kelakar Kejora.

“My pleasure,” sahut Samudra. Ia kembali meneguk minuman setelah Kejora menuang ke dalam gelas.

Sedetik kemudian Kejora beranjak dari pangkuan Samudra. Berpindah duduk lalu merogoh saku rok mengeluarkan rokok.

“Rokok?” tawarnya lalu membakar benda itu.

Kejora mengarahkan pandangan ke dance floor. Tepat di mana sebagain pengunjung asik bergoyang sambil memikirkan tawaran dari Samudra barusan.

Di satu sisi Kejora enggan. Akan tetapi, saat ini ia memang sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi sang adik. Sambil menyesap rokok, sesekali gadis itu memijat kening merasa dilema.

“Bagaimana? Apa kamu menerima tawaranku tadi?” Samudra beranjak dari tempat duduk disusul Kejora.

“Haruskah aku menjawabmu sekarang?” bisik Kejora dengan suara menggoda.

Sudut bibir Samudra mengukir senyum disertai tatapan penuh harap. Menyugar rambut Kejora kemudian mendaratkan kecupan di pipi.

“Up to you, Baby. Oh ya, namaku Samudra ... kamu?”

“Kejora.”

“Nama yang indah,” sebut Samudra. “Kejora, jika kamu menerima tawaranku, aku akan menunggumu di Hotel Kempinski. Asistenku akan menunggumu di sini setelah mengantarku.” Samudra mengarahkan telunjuk ke arah Mario.

Tak ada jawaban dari Kejora. Hanya memandangi Samudra juga asisten pria itu yang kini sedang menuruni anak tangga.

“Why me? Aku rasa dia sudah nggak waras,” gumam Kejora.

*******

Beberapa jam berlalu ...

Di hotel, Mario memberikan kartu akses milik Samudra pada Kejora.

Setelah memikirkan dengan seksama, Kejora memutuskan menerima tawaran Samudra. Pikirnya hanya semalam demi menyelamatkan sang adik.

“Nona, ini kartu akses Pak Samudra. Kamarnya nomor 185 tak jauh dari sini,” jelas Mario sesaat setelah tiba di lantai 7.

“Baiklah, thanks ya. Oh ya, jangan memanggilku dengan sebutan Nona, Kejora saja.”

“Baiklah, silakan, Pak Samudra sudah menunggu sejak tadi.” Mario mempersilahkan Kejora menuju kamar sambil mengawasi.

Begitu Kejora berdiri tepat di depan pintu, ia kembali melirik Mario lalu tersenyum. Melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan juga terima kasih.

Menempelkan kartu akses seraya mendorong pintu disertai langkah pelan. Kejora memindai ruangan itu dengan jantung yang berdegup kencang.

Efek obat perangsang yang diteguknya tadi, membuat Kejora gelisah sekaligus merasakan panas. Ingin rasanya ia segera melepas pakaiannya detik itu juga.

‘Hanya semalam Kejora, demi Kayana. Nggak akan terjadi apa-apa padamu lagian hanya sekali ini,’ batin Kejora.

“Samudra.” Kejora memeluk pria itu dari belakang sesaat setelah mendapatinya sedang berdiri di depan kaca besar.

Sudut bibir Samudra melengkung sempurna. Meresapi sejenak hangatnya pelukan Kejora. Entah mengapa hatinya tiba-tiba berdesir merasa hangat. Berbalik badan lalu berbisik, “Aku yakin kamu pasti akan datang.”

Samudra ingin mendaratkan ciuman dibibir. Namun, Kejora menahan disertai gelengan kepala dengan senyum manis.

“Aku mandi dulu, tubuhku gerah dan terasa lengket. Tunggu aku di sana.” Kejora mengarahkan dagu ke ranjang yang seolah sudah menunggu mereka.

“Baiklah.”

Sepeninggal Kejora, Samudra menghabiskan sisa wine. Menghampiri ranjang sekaligus menghempas tubuhnya di tempat empuk itu.

“Entah mengapa kamu begitu menarik perhatianku sejak masuk ke club' itu tadi,” gumam Samudra. Mengelus dada sambil memejamkan mata.

Beberapa menit kemudian, ketika ia hampir masuk ke alam bawah sadar. Samudra merasa tubuhnya sedang dinaiki, sentuhan lembut yang terasa begitu sejuk di pipi memaksanya membuka mata.

“Kejora?” Samudra merubah posisi menjadi duduk. Sedikit mendongak menatap wajah polos Kejora dengan senyum penuh arti.

“Aku mengira kamu sudah tidur,” bisik Kejora lalu menyatukan kening.

“Almost Baby,” sahut Samudra sambil mengelus kedua paha mulus Kejora. Menautkan bibir kemudian melepas handuk yang membalut tubuh gadis itu.

Seperti namanya Samudra Biru, pria tampan itu seolah membawa Kejora menyelami serta menikmati indahnya lautan samudra.

Semakin dalam maka semakin terasa indah. Menikmati surga dunia yang terasa begitu nikmat. Keduanya terus bergumul, saling berbagi kenikmatan murni karena simbiosis mutualisme.

Suara khas kamasutra dua sejoli itu, saling bersahutan menghiasi kamar. Hingga keduanya mencapai puncak pelepasan berkali-kali.

Samudra tak yakin secara pasti, apakah ia terus membuang benihnya di luar atau malah tertumpah ke dalam rahim Kejora. Karena pergumulan panas itu terjadi berulang kali.

“Terima kasih, Kejora.” Samudra mendaratkan kecupan yang lama di kening gadis itu. Membawanya masuk ke dalam pelukan lalu membenamkan dagu di puncak kepala.

Tak ada jawaban dari Kejora. Gadis itu hanya mengangguk pelan. Mengelus dada Samudra sambil memikirkan ibu dan adiknya.

‘Mah, Kayana, maafkan aku. Jika kalian tahu aku seperti ini, kalian pasti akan sangat kecewa padaku,’ batin Kejora.

“Samudra.” Kejora memanggil pria itu beberapa kali, namun tak ada jawaban karena ia sudah tertidur.

Kejora melonggarkan dekapannya. Menatap lekat wajah Samudra, mengelus bulu-bulu di rahang hingga ke dagu. Heran sekaligus bingung, karena pria itu memperlakukannya dengan begitu lembut penuh kasih sayang.

“Aku takut jika perbuatan terlarang ini akan ada seseorang di dalam hidupmu yang tersakiti. Siapa pun kamu, pemilik hati pria ini, maafkan aku,” ucap Kejora dengan lirih.

.

.

.

Suara getaran ponsel di meja nakas seketika mengusik tidur Samudra. Memaksanya membuka mata sekaligus meraih benda pipih itu.

“Ayumi!” ucapnya nyaris tak terdengar. Ia sedikit menunduk menatap Kejora yang masih tertidur sambil memeluknya. Memperbaiki posisi gadis itu kemudian beranjak dari tempat tidur.

“Sudah Jam sembilan,” gumam Samudra sambil menatap layar ponsel sekaligus mengabaikan panggilan dari sang istri.

Ia malah memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Beberapa menit berlalu ...

Kejora meringis merasakan tubuhnya seperti habis dihantam bertubi-tubi. Merubah posisi menjadi duduk sambil menutup tubuh polosnya dengan selimut.

“Sudah bangun?” tegur Samudra yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Ia menghampiri Kejora, duduk di sisi dengan tatapan penuh arti. Membelai rambut panjang gadis itu sambil tersenyum.

“Maaf, sudah membuat tubuhmu meninggalkan bekas seperti ini. Kenapa kamu nggak berterus terang jika kamu masih Virgin.”

“Because of money,” aku Kejora dengan santai. “Makanya aku meminum obat perangsang agar nggak kaku saat melayanimu. Sudahlah, semua sudah terlanjur lagian aku juga menikmatinya.”

Samudra tercengang mendengar jawaban santai dari Kejora. Merasa tak habis pikir dengan gadis itu.

‘Pantasan saja,’ batin Samudra.

“Jika suatu saat aku ditolak hanya karena sudah nggak virgin, bagiku nggak masalah. Life must go on and ignore it,” sambung Kejora lalu terkekeh. “Yang aku takutkan adalah pemilik hatimu. Aku takut jika dia memergoki kita. Nggak kebayang jika dia menjambakku dengan brutal.”

Samudra langsung tergelak mendengar ungkapan polos Kejora. Pikirnya, bisa-bisanya Kejora berpikiran seperti itu.

“Sebaiknya kamu mandi dulu, nanti kita lanjut mengobrol,” perintah Samudra lalu melilitkan handuk ke tubuh Kejora.

*******

Setelah sarapan bersama, Samudra dan Kejora lanjut mengobrol santai. Sikap Kejora yang terkesan supel serta sedikit absurb, membuat Samudra sangat nyaman bersama gadis itu.

“Samudra, sepertinya kita harus berpisah. Soalnya satu jam lagi aku harus ke kampus. Oh ya, ini nomor rekeningku. Terserah kamu ingin transfer berapa yang penting jangan seratus ribu,” kelakar Kejora.

“Baiklah,” sahut Samudra sembari beranjak dari sofa mengikuti Kejora. Memeluk gadis itu karena merasa berat ingin berpisah.

Pertemuannya dengan Kejora begitu sangat berkesan baginya. Perlahan Samudra melepas dekapan sembari mengelus wajah gadis itu. Mendaratkan kecupan singkat di kening juga bibir.

“Ayo, aku antar sampai di lobby. Nanti biar Mario yang mengantarmu pulang ke rumah,” tawar Samudra.

“Terima kasih, tapi nggak usah repot-repot. Lain kali saja jika kita bertemu lagi,” balas Kejora dengan seulas senyum. Setelah itu ia pun berlalu meninggalkan Samudra.

...----------------...

2. BTT (My Triplets)

Dua bulan berlalu ....

Setelah selesai sidang skripsi, Kejora langsung mengambil langkah seribu meninggalkan ruangan.

Entah mengapa sudah dua bulan terakhir, ia sering merasakan pusing. Doyan ngemil sehingga berat badannya mulai bertambah.

“Aku harus ke rumah sakit. Aku merasa ada yang nggak beres dengan diriku,” gumamnya sesaat setelah mengenakan helm.

Sementara, nun jauh di negeri sakura, Samudra tak henti-hentinya mengeluh. Merasakan sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Persis seperti wanita yang sedang mengalami morning sickness. Bahkan ia tak bisa mencium wewangian atau pun bau masakan.

Jelas saja apa yang dialami oleh Samudra membuat sang istri bingung sekaligus merasa aneh.

“Honey, sebaiknya kita ke dokter spesialis saja. Aku khawatir jika kamu seperti ini terus,” saran Ayumi.

Samudra tersenyum sinis mendengar saran dari Ayumi. “Sejak kapan kamu peduli padaku?”

Ikatan pernikahan yang sudah terjalin selama empat tahun lamanya mulai merenggang. Bukan tanpa alasan, Samudra mulai muak pada Ayumi karena masih enggan memberinya anak.

Sudah beberapa kali ia membujuk supaya berhenti menggunakan KB suntik, namun tak dihiraukan oleh Ayumi. Sang istri takut jika bentuk tubuhnya akan berubah pasca melahirkan juga menyusui.

“Leave me alone, please!” tegas Samudra.

“Honey, ta ...”

“Please! Aku ingin beristirahat sejenak,” sela Samudra.

Mau tak mau, Ayumi meninggalkan Samudra dalam keadaan kesal. Ia merasa suaminya sudah mulai berubah sejak pulang dari Jakarta.

“Kejora,” ucap Samudra nyaris tak terdengar. Memejamkan mata membayangkan wajah gadis itu.

.

.

.

Di rumah sakit, Kejora tampak termenung sambil menunggu antrian. Sesekali menghela nafas sambil memijat kening.

Selang beberapa menit menunggu, akhirnya namanya dipanggil.

“Selamat siang, Bu,” sapa Bu dokter dengan ramah sesaat setelah Kejora duduk di kursi. “Boleh saya tahu apa saja keluhannya?”

“Dok, sudah dua bulan belakangan ini, kepalaku sering merasakan pusing,” jelas Kejora.

“Apa disertai mual atau biasa demam? Lalu bagaimana dengan siklus menstruasinya, apa lancar-lancar saja?” tanya Bu dokter lagi.

Deg!

‘Menstruasi?’ batin Kejora. Saking sibuknya mempersiapkan proposal skripsi ditambah tuntutan pekerjaan setiap malam, ia sampai tak memperhatikan siklus tamu bulanannya.

Kejora tertunduk lesu. Seketika benaknya kembali berputar mengingat tentang hubungan semalam yang pernah terjadi di antara dirinya dan Samudra.

“Dok, aku nggak ingat secara pasti. Tapi, aku baru menyadari jika sudah dua bulan ini aku memang sudah nggak menstruasi,” jelas Kejora.

Bu dokter tersenyum seraya memegang pergelangan tangan Kejora. Memeriksa nadi untuk memastikan.

“Bu, saya sarankan lanjut ke Poli Obgyn saja,” saran Bu dokter. “Ini hanya diagnosa awal. Nanti di poli Obgyn, dokternya bisa menjelaskan secara detail.”

“Ma-maksud Bu dokter!”

“Sepertinya Ibu sedang hamil,” sahut Bu dokter.

Kejora bergeming, sekujur tubuh merasa gemetar. Perasaannya kini bercampur aduk. Perlahan ia beranjak sekaligus berpamitan.

Begitu tiba di depan pintu ruangan dokter kandungan, Kejora terpaku sejenak. Memegang perut sekaligus merasa gusar.

Setelah mengetuk lalu membuka pintu, ia tercengang. Karena dokter kandungan itu adalah seorang pria.

“Mari, silakan, ada yang bisa saya bantu, Bu?” sapa dokter Cakrawala dengan seulas senyum.

“Apa Anda ingin berkonsultasi atau ingin check up kandungan?”

“Dua-duanya, Dok,” jawab Kejora dengan lirih.

Melihat ada keragu-raguan dari Kejora, Cakrawala kembali tersenyum sekaligus menanyakan nama gadis itu.

“Boleh saya tahu namanya siapa, Bu? Harusnya Ibu datang bersama suami agar beliau juga bisa mengetahui perkembangan janinnya.”

Kejora bergeming. ‘Aku nggak punya suami, Dok. Bagaimana bisa punya suami, calonnya saja nggak ada. Kecuali Pak dokter mau menjadi ayah dari bayiku,' kelakar Kejora dalam batin merasa konyol.

Kejora kemudian menjelaskan semua keluhan yang ia rasakan selama dua bulan terakhir ini.

Setelah mendengar penjelasan dari Kejora, Cakrawala memberikan sebuah testpack untuk memastikan jika gadis itu memang positif hamil.

Sambil menunggu Kejora, Cakrawala mengisi data-data gadis itu di buku KIA.

Beberapa menit berlalu ....

Entah, apakah Kejora harus bahagia ataukah bersedih. Sejak tadi ia terus menatap testpack di tangan.

Di benda itu terlihat jelas dua garis merah. Antara ingin percaya juga enggan. Tertunduk lesu sembari mengelus perut dengan mata berkaca-kaca.

“Oh My God ... apa yang harus aku lakukan? Jika Mama tahu aku hamil tanpa suami, Mama pasti akan sangat marah juga kecewa padaku.”

Kejora menarik nafas dalam-dalam, menenangkan pikiran sejenak kemudian keluar dari toilet.

“Bagaimana hasilnya?” tanya dokter Cakrawala sesaat setelah Kejora duduk di hadapannya.

“Saya positif, Dok.”

“Selamat ya, saya turut berbahagia.” Cakrawala kemudian mengajak Kejora ke bed pasien untuk melakukan USG.

Meski ragu-ragu Kejora tetap mengikuti arahan sang dokter. Ia tersenyum tipis ketika Cakrawala mengoles gel khusus di perutnya.

“Geli ya,” tanya Cakrawala. Ia mulai menempelkan alat pendeteksi di perut. Menggerak-gerakkan benda itu seraya mengarahkan pandangan ke monitor. “Bu, jika dihitung sejak terakhir kali anda menstruasi, kandungan Ibu ini sudah memasuki usia delapan minggu.”

Tak ada jawaban dari Kejora. Matanya fokus tertuju ke arah monitor. Memperhatikan embrio yang ada di dalam rahimnya.

“Wah Bu, lihat, embrionya ada tiga di sini,” jelas Cakrawala seraya menunjuk ke arah monitor. “Sekali lagi selamat, ya. Anda mengandung baby triplets. Suami Ibu pasti sangat bahagia.

Setelah kurang lebih satu jam berada di ruangan dokter Cakrawala, Kejora akhirnya pamit. Tak lupa ia bertukar nomor ponsel demi berjaga-jaga jika ia membutuhkan bantuan dari pria itu.

...----------------...

3. BTT (My Triplets)

Hidup adalah pilihan. Banyak hal yang harus dipertimbangkan agar tak salah memilih. Pun begitu dengan setiap wanita memiliki banyak tantangan hidup.

Seperti itulah seorang Kejora. Meski harus berjuang sendiri dalam keadaan hamil, ia tetap semangat menjalani hidup. Mengumpulkan pundi-pundi uang demi baby triplets.

Setelah lulus kuliah, ia memilih resign dari tempat kerjanya dan memilih fokus menjadi seorang fotografer sekaligus video editing sesuai jurusan kuliahnya.

Tak jarang tawaran silih berganti berdatangan. Berkat tangan dingin serta kepiawaiannya dalam memotret. Terinspirasi dari sang calon bayi, Kejora membuka jasa foto portrait dan video editing untuk baby newborn, prewedding juga pernikahan.

.

.

.

PH SMB kota Nagoya ....

“Argh! Apalagi ini? Kenapa perutku mules banget,” keluh Samudra sambil memegang perut. Keringat turut bercucuran di wajah.

Selang beberapa menit kemudian Mario masuk ke ruangan itu membawa sesuatu. Pria itu langsung tergelak memandangi Samudra yang sedang mengerang kesakitan.

“Kamu kenapa lagi, apa masih merasakan mual? Lama banget sembuhnya. Apa harus ke dukun? Soalnya ke dokter pun pasti didiagnosa asam lambung,” pungkas Mario disertai gelak tawa.

“Ck! Entahlah, sejak pagi perutku mules banget. Parahnya, nggak bisa BAB sakitnya nggak beraturan,” jelas Samudra sembari menyeka keringat lalu mengatur nafas. “Oh ya, kapan kamu tiba dari Jakarta, apa kantor di sana baik-baik saja? Lalu ... apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang Kejora?”

“Let's see, Bro.” Mario memberikan map yang di bawanya tadi kepada Samudra. “Semua yang ingin kamu tahu ada di dalam map itu.”

Sambil menahan sakit, Samudra meraih map. Membuka benda itu kemudian mulai membaca informasi tentang gadis yang sudah mencuri hatinya. Tak perduli dengan statusnya yang sudah memiliki istri.

“Kebetulan sekali.” Senyum Samudra seketika terbit. Tak menyangka jika profesi Kejora tak jauh-jauh dari dunia entertainment. “Mario, apa dia masih bekerja di Colosseum Jakarta? Dan, apa benar ini alamat rumahnya?”

Mario menaikkan alis, menghela nafas lalu berkata, “Sayangnya sudah nggak. Setelah lulus kuliah, dia resign dari club' itu. Aku juga sempat ke alamat kos-kosannya. Tapi, dia sudah pindah sembilan bulan yang lalu.”

“Padahal dalam waktu dekat, aku akan bertolak ke Jakarta. Entah mengapa aku merasa seperti terikat dengan gadis itu.”

“Hahahaha .... Woi! Ingat status juga umur Pak! Ayumi mau kamu kemanakan, hah!” ledek Mario tak habis pikir.

“Jangan pura-pura nggak tahu tentangku dan Ayumi, Mario. Aku merasa pernikahan kami sudah terasa hambar. Bisa diibaratkan hanya menunggu bom waktu.”

Dari balik pintu, Ayumi mengepalkan kedua tangan. Mengetatkan rahang merasa geram. Bukan salah Samudra melainkan dirinya. Ia tahu benar mengapa sang suami mulai bersikap dingin padanya

“Siapa gadis itu? Nggak akan aku biarkan dia merebut suamiku! Jadi, ini alasannya dia sering menolak bercinta denganku?!”

.

.

.

Di ruang operasi, Kejora mengatur nafas. Mengelus perut sekaligus menenangkan baby triplets yang sejak tadi bergerak aktif.

Sesekali Kejora meringis menahan sakit ketika merasakan suntikan di punggung.

‘Sayang, maafkan Momy, ya. Meski tanpa ayah, kita harus kuat. Sebentar lagi kita akan bertemu,’ batin Kejora

Benaknya kini malah memikirkan bu Hanifa, sang Mama. Wanita paruh baya itu sangat malu, marah sekaligus kecewa setelah tahu Kejora hamil di luar nikah bahkan tanpa suami.

Sejak saat itu pula, bu Hanifa sudah tak pernah lagi ke Jakarta mengunjungi Kejora bahkan sama sekali tak menghubungi sang putri.

Meski begitu Kejora tak pernah mengambil hati. Ia tetap rutin mengirim uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sang Mama juga adiknya.

“Kejora,” tegur Nabila yang baru saja selesai memberikan suntikan anastesi epidural.

Lamunan panjang Kejora seketika membuyar. Dengan cepat ia menyeka air mata.

Sedih? Tentu saja. Tak ada suami juga Mama atau pun adik yang mendampingi di sisinya saat ini.

“Kita tunggu sepuluh hingga dua puluh menit, ya,” sambung Nabila sambil mengelus pundak menyemangati Kejora.

“Kejora, jangan merasa jika kamu sendirian. Ada aku dan Nabila. Semangat ya, demi baby triplets,” timpal Cakra yang sejak tadi turut menemani.

Kejora mengangguk merasa terharu. “Makasih ya, Cakra, Nabila. Selama ini aku sudah banyak merepotkan kalian.”

“Nggak apa-apa Kejora. Lagian ini juga sudah menjadi tanggung jawab kami. Aku, Nabila, kamu juga triplets adalah keluarga,” timpal Cakra lagi dengan tulus.

*********

Ketika proses caesar mulai dilakukan oleh Cakra, Nabila tetap berdiri di sisi Kejora. Mengajaknya mengobrol sekaligus memberikan semangat.

Tegar ...

Itulah kata yang tepat untuk Kejora. Ia tak menyalahkan Samudra atau pun bu Hanifa. Bukan sepenuhnya juga salahnya.

Ia rela menjual diri demi menyelamatkan nyawa sang adik. Dan, sampai detik ini alasan itu tak pernah ia ungkapkan pada bu Hanifa.

Air mata Kejora seketika menetes tak kalah mendengar suara lengkingan bayi menggema di ruangan itu.

“Bayiku,” ucap Kejora nyaris tak terdengar.

“Bayi pertama, cowok, Kejora,” kata Cakra.

Selang beberapa menit kemudian, Cakra kembali memberitahu jika bayi kedua juga cowok dan yang ketika adalah cewek.

Bahagia, sedih, terharu, semuanya menjadi satu. Kejora seolah sudah tak sabar ingin memeluk ketiga bayinya.

“Selamat ya, Kejora,” ucap Nabila dan Cakra bergantian. Pun begitu dengan perawat yang membantu Cakra.

.

.

.

“Ada apa dengan diriku? Kenapa aku merasa gelisah begini?” gumam Samudra merasa frustasi. Melirik jam di dinding yang kini telah menunjukkan pukul tujuh malam waktu Nagoya.

Alisnya berkerut tipis saat baru menyadari rasa mules yang sejak tadi menyiksa dirinya sudah tak terasa lagi.

“Honey.” Ayumi langsung memeluknya.

Seperti sebelumnya, pelukan hangat dari sang istri disambut dingin oleh Samudra. Melepas kedua tangan yang melingkar di perut lalu berbalik badan.

Samudra tersenyum memandangi Ayumi yang saat ini mengenakan lingerie. “Kamu nggak sakit kan?”

“Nggak, aku baik-baik saja,” balas Ayumi. Ia kembali memeluk Samudra. “Honey, aku menginginkanmu.”

“Lain kali saja, ya, soalnya aku sangat lelah.” Alasan yang sama seperti sebelum-sebelumnya.

“Aku sudah nggak lanjut suntik KB sejak sebulan yang lalu. Kamu bilang menginginkan anak. Sekarang aku sudah siap, Honey.”

“Sayangnya, hari ini aku sangat lelah. Bahkan nggak bergairah,” tolak Samudra kemudian melepas dekapan sang istri lalu meninggalkan kamar.

Ia memilih ke ruangan kerja. Berbaring di sofa sembari memejamkan mata.

‘Kejora, bagaimana kabar juga keadaanmu di sana? Ah, bodohnya aku kala itu lupa bertukar nomor ponsel denganmu.’

Sementara di kamar, Ayumi begitu kesal. Untuk yang kesekian kalinya Samudra menolak bercinta dengannya.

Jika Samudra dan Ayumi kini bersitegang, beda halnya dengan Kejora yang sedang berbahagia sekaligus terharu memeluk ketiga bayinya.

“Kita akan merawat serta membesarkannya bersama-sama,” tutur Cakra dan di amini oleh Nabila.

“Apa kamu sudah memiliki nama untuk baby triplets?” tanya Nabila.

“Ya, Satria, Angkasa dan Lintang,” jawab Kejora seraya mengelus kepala baby triplets satu per satu.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!