"Capek!"
hanya kata itu yang bisa kuutarakan sehabis pulang kerja. Sepertinya hari ini, aku sangat kelelahan. Tidak seperti biasanya, sang boss menugaskanku untuk shift malam juga. Harusnya aku sudah pulang jam 6 sore tadi, tiba-tiba dia memintaku menggantikan 'Dered'.... 'Deret'.... 'Derek.. atau apapunlah namanya. Toh dari dulu aku dan dia tidak pernah dekat. Kita hanya sebatas rekan kerja. Aku shift pagi dan dia malam. Semudah itu pekerjaannya, kita hanyalah penjaga kasir minimarket setempat. Tidak sesusah itu.
Namun, entah mengapa akhir akhir ini dia terus-terusan mogok kerja. Seingatku dia bekerja sambil berkuliah. Itu aneh, aku tidak pernah melakukan kuliah apapun itu.
" Emang apa susahnya kuliah sambil bekerja?"
gerutuku yang masih kesal
Tidak memiliki keterampilan apapun, aku terjebak bekerja seperti ini. Tidak diterima dimanapun karena aku tidak memiliki banyak 'pengalaman' apapun.
"Pengalaman pala lu" padahal dulu kriteria bekerja tidak sesusah ini, setidaknya dulu kamu hanya perlu menunjukan kesanggupanmu saja dan kamu akan dibayar.
Dari dulu, aku mencari uang dengan bekerja keras seperti ini.
Jika ia terus terusan begini, aku harus meminta upah tambahan pada boss. Tidak mungkin, aku bisa begini selamanya. Aku juga bisa cape.
("boss, an*j, Dered kampr*t") makiku dalam hati
Masih dalam perjalanan pulang yang entah mengapa sangat panjang malam ini. Tiba tiba angin bertiup begitu kencang membuat badanku menggigil. Aku melihat jam di tanganku, pukul sudah menunjukan jarum diangka jam 2 malam. Melihat jam tanganku yang sudah menunjukan pukul tersebut, malah membuatku semakin ingin memaki bossku dalam hati hingga puas
Boss gila, dia bahkan tidak memedulikan protesku yang sudah berkali kali bilang aku tidak bisa shift malam. Dia tidak pernah mendengarkan pendapatku dan lebih mempercayai 'Deret' badj*ng*n itu karena katanya kepentingan si tukang pembohong itu lebih penting daripada pendapatku.
.
.
.
Kupercepat langkahku ketika melihat gang didepanku.Karena pekerjaan dengan upah yang minimal, aku hanya bisa tinggal rumah reyot di sebelah gang yang tidak aman. Secara singkat, ini seperti mempertaruhkan nyawa setiap kali aku akan pulang malam dulunya. Inilah alasan lain mengapa aku tidak ingin bekerja malam, tapi sekarang aku tidak bisa menggunakan alasan itu lagi. Meski gang ini terkenal dengan banyaknya copet dan preman yang akan menunggu di gang itu untuk merampok orang.
Aku dulu sudah pernah diperas dan hampir dipermalukan didepan para preman. Kulihat gang itu sudah sepi sejak kejadian itu. Mereka takut bertemu denganku lagi karena alasan 'waktu itu'.
Yah mau bagaimana lagi, mereka sama sekali tidak bisa diajak berbicara empat mata. Terpaksa aku melakukan 'itu' kepada salah satu dari mereka. Sejak saat itu ketika melihatku datang melewati gang, mereka akan selalu berlari terluntang lanting seperti anj*ng liar yang baru saja melihat hantu.
Waktu diperas dulu mungkin mereka pikir aku adalah seorang gadis yang tidak bisa melakukan apapun sehingga membuatku menjadi target yang sempurna bagi mereka. Tidak sampai disitu sehabis merampokku habis habisan mereka menyuruhku untuk melepaskan pakaianku. Katanya mereka ingin 'bersenang senang' denganku malam itu. Waktu itu sama seperti dengan malam ini, aku yang sudah sangat capek bekerja semalaman hanya bisa menggerutu dan hendak berjalan menjauh. Aku sudah tidak peduli dengan barangku yang mereka ambil. Aku akan mencari tas yang sama di tempat rongsokan jika beruntung. Namun salah satu dari mereka menarikku dan mencoba membuka bajuku, urat kesabaranku yang sudah putus mau tidak mau melakukan itu kepadanya.
Meskipun katanya aku tidak perlu melakukan ini, aku cepat kehilangan kesabaranku di tubuh ini. Jadi tanpa sadar aku telah melakukannya. Teman temannya sepertinya membeku melihat pemandangan tersebut. Hal itu berlalu begitu cepat, menyisakan pakaiannya saja yang jatuh ke tanah. Mereka berlari begitu cepat meninggalkanku sendirian. Beruntungnya tasku dijatuhkan sehingga aku tidak perlu repot mencari yang baru.
sekali lagi ini bukan salah mereka jika berpikir aku hanya seorang gadis biasa. Toh, aku memang bukan manusia.
Sampai di depan rumah, aku merogoh kunci rumah di kantong celanaku. Sebenarnya aku tidak biasa meletakkan kunci rumahku di saku celana, tapi lama kelamaan jadi sering meletakkannya disana. Karena aku cepat lupa. Terdengarlah bunyi pintu terbuka, aku
bersiap menyambut kasurku yang hangat.
Begitu membuka pintu, aku segera meletakan tas dan sepatuku di rak usang belakang pintu. Sampai di ruang utama, aku melihat seseorang yang asik menonton acara tv di dini hari. Acara tersebut hanya berwarna hitam putih karena hanya bermodalkan tv jadul. Meski begitu, ia tetap terlihat asik menonton acara kesukaannya. Aku segera membalikkan badanku dan bergegas menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri lalu segera tidur.
Tidak lama membalikkan badan, terdengar suara orang tersebut menyapaku dengan ramah.
"Cyan, selamat pagi, aku sudah menunggumu dari tadi"
Sebenarnya aku tidak menyuruhnya untuk menungguku sampai rumah karena aku pulang pagi, tapi terkadang dia bersih keras untuk tetap terjaga hingga dini hari.
Di rumah ini dialah yang paling baik.
"Oh ya, jika kau ingin mandi jangan lupa mengambil teko di dapur. aku sudah memasakan air hangat untukmu" celetuknya sekali lagi
" ah ya, makasih" kataku yang sudah sangat kecapean
Selesai mandi, aku bergegas masuk ke kamar, tanpa perlu basa basi aku mengganti pakaianku dan segera menempel di matras kasur. Kuakui meskipun ini terlihat reyot, ternyata dia sangat ahli dalam membuat perabotan rumah tangga dengan sederhana.
Tidak lama, aku sudah menutup kedua mataku bersiap untuk tidur.
.
.
.
Aku... Tidak bisa tertidur. Padahal ini sudah lewat dari pukul 4 pagi dan mataku masih saja terbuka lebar. tidak ada tanda - tanda mengantuk sama sekali dari tadi membuatku sedikit tertekan. Fantastis... Aku harus berterimakasih kepada boss dan rekan kerjaku karena sudah merusak jadwal tidurku. Setiap hari aku hanya bisa tidur kurang lebih 4 jam saja, berangkat pukul enam pagi dan selesai pukul 4 sore. Sepertinya aku mengidap Insomnia. Mencoba menutup kedua kelopak mataku, terus mencoba untuk tidur. Tetap nihil, meskipun seluruh tubuhku sudah nyeri meronta ronta untuk segera diistirahatkan.
Karena tidak bisa tidur sama sekali, kuputuskan untuk beranjak menuju dapur. Kuangkat tubuhku yang terasa berat, kupaksa kakiku yang nyeri untuk berdiri, kupapah kedua tanganku yang mengantuk dan berjalan. Tidak kupedulikan suara teriakan tubuhku yang memang sudah sampai batasnya.
Kulihat di ruang utama, dia sudah tertidur dengan pulas, sepertinya kecapean. Dia selalu memaksakan dirinya, padahal satupun dari kami tidak pernah memintanya. Aku kembali berjalan ke arah dapur perlahan agar tidak mengganggu yang lainnya juga.
.
.
.
Sampai disana, dengan tubuh tertatih tatih. Aku segera masak air hangat di teko yang sama untuk minum. Aku lupa untuk membeli susu jahe sachet di angkringan sekitar. Ya sudahlah toh aku sudah sangat kecapean, air hangat sudah cukup menurutku. Sambil menunggu matangnya air, aku membuka kulkas di sisi lain dapur. Kulihat di dalam ada sayuran yang sudah loyo dan sisa sambal kemarin yang belum dihabiskan. Berhubung besok dia akan masak ikan teri, aku akan makan menggunakan sambal ini.
"Hei... Belum tidur?" tiba tiba seseorang memecah keheningan di dapur
Wah, panjang umurnya aku baru saja membicarakannya. Selain yang barusan menonton tadi, ada orang lain yang tinggal juga di rumah ini. Anak ini ditemukan oleh orang gila itu sebulan yang lalu. Awalnya aku sangat keberatan, karena rumah ini akan semakin sempit. Tidak mendengarkan masukanku seperti biasa, dia sangat bersih keras untuk membiarkan anak ini tinggal bersama.
"G, aku ga bisa tidur" kataku datar
"yah kau memang selalu begitu, kenapa tidak sekalian ke rumah sakit, supaya aku bisa tidur di kamarmu" celetuknya dengan nada mengejek
Anak ini aneh, saat dulu pertama tinggal di rumah sikapnya masih pendiam. Bukan seperti anak anak sebayanya yang biasanya lebih memilih bermain dia menghabiskan waktu untuk membersihkan rumah dan masak makanan, biasanya dia akan terlihat tertidur di ruang utama dengan suara mendengkur yang menyebalkan. Rasanya aku bukan melihat anak kecil, tapi seorang pria paruh baya yang aneh. Tepat saat itu, teko bersiul mengeluarkan nada khasnya ketika sudah mendidih.
Tanpa melihat kondisi dia terus berbicara kepadaku. Aku memilih tidak mendengarkannya sama sekali, sibuk menuangkan air dari teko.
Hendak meminum air hangat, dia menepukku sedikit keras dan bertanya terus tentang harga bumbu dapur dan bawang yang sedang melonjak naik di pasar. Hal itu membuatku tersedak dan segera menegurnya dengan tegas. Dia hanya menerimanya sementara dan kemudian menggerutu keluar dari dapur.
Tidak banyak bicara, aku segera mencari kain lalu membersihkan wajah dan pakaianku yang terkena air.
.
.
.
Ingatkan padaku, bahwa anak itu hampir mirip seperti orang gila itu. Mereka sama sama tidak berhenti bicara hal yang aneh terus terusan.
.
.
Seperti yang dapat disimpulkan hubunganku dan dia hanyalah sebatas penghuni rumah yang tinggal bersama tidak lebih.
("Dasar aneh") kataku sedikit kesal
Pagi itu kujalani dengan kembalinya diriku ke kamar dan mengistirahatkan tubuhku.
Dini hari pun telah berlalu, aku tetap tidak bisa tertidur pulas. Setidaknya tubuhku sudah tidak nyeri seperti tadi. Aku memutuskan beranjak dari kasur, ingin bercermin merapikan rambutku.
Terpampang lah mataku yang memiliki lebam hitam besar. Sudah dua minggu, aku memiliki lebam seperti ini. Jika 'Derik'...... 'Derek' tidak berhenti mogok kerja, lebam di mataku akan semakin membesar.
Setelah menyisir rambut, aku keluar dari kamar. Tidak menemukan siapapun di rumah, entah mengapa membuatku senang. Semuanya sedang pergi, melakukan kesibukan masing masing.
(" baguslah, aku bisa tenang sehari") kataku sedikit tersenyum
Aku bergegas ke ruang utama, hendak menonton tv. Hanya siaran kartun jadul dan berita yang bisa ditonton. Penasaran dengan kartun yang ditonton orang tersebut, segera kuganti channelnya ke 'toon shape' channel acara kartun yang sering ditontonnya secara nonstop. Acaranya dibuka dengan seekor kucing yang sedang mengejar tikus yang baru saja mengerjainya. Sejauh ini, aku sangat menikmati adegannya tanpa perlu tahu apa yang mereka bicarakan. Komedinya sangat pas dan tepat sasaran, tidak terasa episode pertama sudah habis.
.
.
Aku menunggu episode kedua yang sedang tertunda iklan. Aneh setelah iklannya selesai, tidak ada tanda tanda episode tersebut akan muncul hanya layar hitam yang merias tv tersebut. Dari gangguan sinyal tersebut, aku sudah menebak siapa yang bertanggung jawab melakukan ini.
("orang gila dibawah basement")....
Ok mungkin ini terdengar gila, tapi meskipun rumah ini terlihat besar, awalnya rumah ini hanya gubuk reyot yang tidak terurus sama sekali. Aku tidak percaya, karena berkat orang gila itu, rumah ini dapat direnovasi meskipun kami yang disuruh untuk mengerjakannya si.
Dia yang membuat basement di bagian rumah ini. Tidak ada yang diijinkan untuk membantu sama sekali, sepertinya dia tidak ingin semua barang barangnya dicuri. Dia terlihat jarang keluar dari basement tersebut, terakhir kali dia keluar mungkin saat dia menjemput anak itu entah darimana. Katanya dia ingin meneliti anak itu untuk perkembangan progressnya.
Ia tidak kusebut gila tanpa alasan. Ingat dengan para preman yang mengangguku? Ya itulah salah satu alasannya. Aku sendiri memang aneh tapi dia lebih dari aneh. Meskipun teman mereka lenyap begitu saja, mereka tetap memberanikan diri untuk nongkrong di gang tersebut. Mereka hanya pergi ketika melihatku lewat situ. Entah kenapa, suatu hari ketika pulang malam aku tidak melihat mereka nongkrong disana lagi. Aku tidak peduli pada awalnya, mungkin mereka sudah benar- benar pergi untuk selamanya.
Hingga suatu hari aku mendengar suara jeritan yang sangat mencengkam dari dalam sana. Suara itu terdengar benar- benar nyaring hampir membuat gendang telingaku pecah. Rasanya seperti ada sesuatu atau seseorang yang disiksa terus terusan tanpa berhenti. Dari situlah kusimpulkan bahwa ternyata si gila lah yang menculik semua preman dan copet yang lewat gang tersebut.
Minggu lalu suara itu masih terdengar nyaring, hingga suatu hari tidak keluar suara lagi. Menurutku, keheningan tersebut lebih mengerikan dari apapun yang kudengar terus terusan dari minggu kemarin. Entah apa yang dia perbuat sampai membuat mereka berhenti menjerit. Bisa saja mereka sudah mati dibawah sana, tapi aku tidak berani mencari tahu.
Sampai didepan pintu basement, kaki dan tanganku berkeringat dingin. Rasanya enggan untuk masuk kesana, tapi rasa penasaranku terhadap episode kedua lebih besar daripada rasa takutku. Kucoba membuka pintu tersebut dan terkejut ketika pintu itu tidak dikunci.
Aku mencoba masuk ke dalam sana menggunakan tangga yang terhubung menuju ruang di pojok bawah. Semakin turun kebawah semakin sedikit penerangan matahari yang masuk, aku terpaksa menggunakan hapeku untuk menerangi sekitarku. Tepat di ujung bawah sana aku melihat pintu lainnya, sepertinya itu tempat si gila melakukan semua eksperimen mengerikannya setiap hari. Aku mengangkat tangan kananku berinisiatif untuk mengetuk pintu.
*Tok tok*
...
Tidak ada jawaban sama sekali
...
*TOK TOK*
aku mengetuk pintu itu dengan kuat sekarang. Benar saja, ketukan tersebut mendapatkan jawabannya ketika pintu sudah terbuka lebar. Muncullah si gila tepat di depan mukaku, ia terlihat senang awalnya, mungkin dia berpikir aku bersedia menjadi kelinci percobaannya.
Senyumannya berubah menjadi wajah yang memasang tampang jijik dan sedikit menghina ketika aku mengatakan maksudku datang ke tempatnya.
"Cih, sebentar saja kugunakan saluran listrik di daerah sini untuk menyetrum 'subjekku' "
" jika tidak ada hal lain yang perlu kaubicarakan sebaiknya kembali ke atas, aku benci penganggu" katanya dengan nada menghina
Dia menutup pintu dengan kencang tepat di depan mukaku. Aku benci orang gila itu, ia tidak akan pernah serius menanggapi orang lain apabila hal tersebut bukan kepentingannya ataupun tentang menjadi kelinci percobaannya. Dia memang gila, tapi aku benci mengatakan ini. Dia memiliki sesuatu yang sama sepertiku, dan dia lebih pintar menggunakannya daripada diriku. Itu sebabnya tidak ada yang berani menganggunya ketika melakukan eksperimen.
Aku langsung menyerah, dan terpaksa untuk tidak melanjutkan episode kedua karena alu sudah tahu sifatnya seperti apa, pasti listriknya akan dipakai hingga besok.
Bosan tidak melakukan apapun, aku berencana pergi ke kota terdekat, tempat kerjaku tidak jauh dari situ.
Aku beranjak ke kamar untuk berganti pakaian hendak pergi ke kota. Setelah mengunci pintu, aku merogoh hapeku untuk mengecek apakah ada pesan masuk.
Ada satu dari Limi. Perempuan yang tadi pagi menonton tv.
Bagus, aku harus menemani bocah itu untuk berbelanja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!