Saat ini seorang bernama Alvenjair Adiyaksa sedang berdiri dengan gagah di sebuah mesjid di tempatnya tinggal. Ia masih mengenakan stelan kerjanya, karena tak genap satu jam ia dari kantor. Dan saat ini ia harus berhadapan dengan kenyataan kalau dirinya secara mendadak akan dinikahkan oleh ustad bersama dengan sepupunya. Dirinya dan Anima tidak sekali dekat, hanya marga sepupulah yang membuat mereka kenal. Keduanya bagai kutub Utara dan kutub selatan, hanya lautan yang dapat menyatukan mereka. Dan lautan itu adalah pernikahan. It's juts not dream bed.
Pikiran Presdir A. dipenuhi dengan rasa bimbang dan khawatir, ia bersandar di sebuah tiang mesjid guna menghilangkan stresnya yang tiba - tiba datang. Dari seminggu kemarin Presdir A. disibukan dengan bisnisnya yang membuatnya terus - terusan di kantor tanpa istirahat. Hingga wajar saja saat ini tubuhnya begitu pegal - pegal, meski itu tak menghilangkan rasa kagetnya atas pernikahan dadakan ini. Sebenarnya di kantor ia masih punya banyak pekerjaan jika bukan karena pernikahan ini tidak mungkin Presdir A. tetap di sini. Ia tidak mungkin meluangkan waktunya hanya untuk berlama - lama di luar kantor. Karena pekerjaan adalah moto hidupnya saat ini.
Ia mengusap wajahnya sendiri frustasi, ia sedang menunggu ustad yang sedang bersiap untuk mencari saksi pernikahan. Tadi Presdir A. sempat menolak usul itu tapi rupanya mama malah meminta ustad melakukannya. Ia bilang ada saksi lebih baik, meskipun nantinya mama Presdir A. dan dirinya tercoreng. Tidak peduli yang penting perkawinan ini berjalan lancar. Ini semua terjadi karena mama, ia yang salah melihat sampai menuding anaknya sendiri membuat nista. Perbuatan maksiat itu tidak pernah dilakukan anaknya pada siapapun, bahkan Anina yang manis. Dia dan Anima tadi hanya sedang khilaf.
"Ya Tuhan," kata Presdir A ketika mengingat kejadian tadi yang membuatnya sedikit gila. Tadi ia di grebek sama warga karena mama membeberkan pada tetangga kalau anak sulungnya bermain itu dengan Anima. Langsung saja tanpa basa - basi warga yang ada di sana membawa Presdir A dan Anima ke mesjid. Lalu meminta ustad untuk menikahkan keduanya, karena perbuatan nista harus di bayar.
Ustad yang sudah membawa saksi, yang tak lain adalah sepupu Presdir A juga nampak mendekati Presdir A. "Assalamualaikum pak," ucap pak Ustad dengan senyum ramah. Yang membuat Presdir A kesal karena ia belum bisa menerima situasi ini. Apalagi apa yang akan terjadi setelah ustad sampai kembali ke mesjid.
"Wallaikumsallam," balas Presdir A dengan senyum dipaksakan sebisa mungkin berlaga baik agar ustad yang mengira kalau kejadian tadi tidak benar adanya. Dari tadi sudah Presdir A jelaskan dirinya dan Anima tidak melakukan itu semua, tapi ustad dan tetangga lain membantah dan tetap dengan pendirian mereka.
"Ini pak saksinya sudah datang, jadi apa pak Anvenjair sudah siap?" tanya ustad sebelum ia memasuki mesjid. Ia bertanya karena berharap Alvenjair tak menganggapnya ikut campur dalam masalah ini. Ia hanya menuruti keinginan warga dan mama dari Alvenjair yang memang sama halnya. Semuanya memang membuat Presdir A setres. Jika bukan karena mama ia tidak mungkin masih di sini.
"Siapa sih yang siap kalau dikawinkan secara paksa kayak gini, saya tidak melakukannya," elak Presdir A dengan wajah galak. Seperti tadi ia hanya bisa menolak karena ia Bernai bersumpah kalau ia tidak melakukannya sama sekali. Jika pun iya mana mungkin ia mau menikah di mesjid kayak gini, dan di tonton banyak warga. Yang ada ia kabur dan membawa Anima bersembunyi. Tapi dirinya masih cowok baik - baik, dan tidak melakukan itu dengan Anima.
"Tapi pak itu sudah menjadi tanggung jawab bapak karena berani melakukannya pada Anima. Bapak sadar tidak kalau itu sepupu bapak," jelas pak ustad pantang di rayu. Ia tidak pernah percaya pada omongan Presdir A yang selalu menolak, baginya itu adalah cara dia menutupi kesalahan yang ia buat.
"Saya tidak melakukan itu bersama Anima, kita hanya berdiskusi. Saya minta jangan nikahkan saya dengan gadis itu," pinta Presdir A. Ia jelas sangat lelah menghadapi ini semua, semua terjadi begitu cepat tanpa bisa dicegahnya. Padahal semua itu hanya kesalah pahaman.
"Tapi hukum telah berlaku pak, semua sudah terjadi. Lagi pula yang jadi saksi kan mama bapak sendiri," ucap ustad yang merasa sebaiknya Alvenjair berkata jujur, dan menerima apa yang telah terjadi pada hidupnya. Termasuk menikah di mesjid ini.
"Mama salah lihat tad," ucap Alvenjair sudah beberapa kali ia katakan tadi tapi yang dijawab oleh ustad dengan gelengan semata.
"Memangnya ada apa sih Aljair loe berulah lagi?" tanya Doni yang dipanggil pak ustad sebagai saksi. Ustad belum sempat memberitahukan niatnya tadi, sehingga dari tadi Doni hanya melihat keadaan di mesjid dengan bingung. Terutama ketika melihat Alvenjair yang seperti stres, dan Anima di dalam yang menagis.
"Anu gue mau dikawinkan sama Anima," jawab Alvenjair sambil menunduk lesu. Langsung saja yang mendengar alias Doni terkaget sampai hampir terhuyung ke belakang, jika bukan karena ustad menangkap tubuhnya.
"Hah, apa kawin sama Anima jadi loe punya pacar di daerah sini. Tapi itu bukannya Anima," kata Doni sambil menggaruk rambutnya yang pendek. Ia juga agak heran kenapa sepupu dan sepupu mau kawin di mesjid yang banyak warga.
"Iya dia. Tapi loe harus percaya kalau ini cuma kesalah pahaman," ucap Alvenjair menjelaskan. Ia sebenarnya malu sangat, tapi bagaimana lagi ustad dan warga sepetinya sudah tidak bisa dibantah. Dan gadis itu benar - benar tidak dapat diandalkan.
"Jadi Doni tadi mamanya Alvenjair melihat anaknya melakukan itu pada Anima. Segera dia melapor ustad untuk menikahkan keduanya di mesjid," jelas pak ustad kepada Doni yang nampak melongo.
"Tapi Anima itu sepupu loe." Doni nggak percaya, tapi ia kemudian tersenyum kecil dan menepuk bahu Alvenjair. Seolah ia percaya pada ustad dan meridhoi sepupunya itu menikah dengan sepupunya sendiri. Itu tidak masalah karena di agama islam masih diterima pernikahan itu.
"Ya sudah mari," kata ustad sambil mempersilahkan Doni dan Alvenjair memasuki mesjid. Karena sepertinya akadnya akan segera di mulai. Menikah tanpa pesta pernikahan nampaknya bukan gaya dari Alvenjair. Tapi rupanya ia juga tidak pernah berharap ini terjadi.
Dengan berat hati Alvenjair mengikuti ustad memasuki mesjid di susul Doni. Dapat ia lihat sang mama sedang duduk bersama dengan Anima, nampak gadis itu menangis. Mungkin ini juga kejutan baginya, karena ia juga tidak pernah percaya ini terjadi.
**
"Saya nikah dan kawinkan ananda Alvenjair Adiyaksa binti Amerah Dinianingkat dengan ananda Anima Aneskar binti Badit Anegrah. Dengan seperangkat alat salat, dan emas 6 gram di bayar tunai," ucap ustad sambil memegang tangan Alvenjair yang bergetar. Ia nampak bersusah payah melakukannya, karena ia tidak latihan sama sekali. Bukannya pengantin pria harus latihan lama untuk mengucapkannya, tapi Alvenjair hanya melakukannya sekali yakni sekarang. Itu pengalaman luar biasa, jantungnya berdentum - dentum keras sekali.
"Saya terima nikahnya Anima Aneskar binti Badit Anegrah dengan seperangkat alat shalat dan mas 6 gram di bayar tunai," ucap lantang seorang pria yang tengah duduk menghadap ustad. Di sebelahnya duduklah Anima yang nampak cemberut, ia menunduk ke bawah. Masih belum siap menghadapi semua ini.
"Syah," ucap mama dan warga yang turut mendengar dan melihat perkawinan dua sejoli tak berdosa itu. Lantas mereka tersenyum bahagia, karena sebentar lagi mereka akan melihat pasangan itu menjadi suami istri. Terutama mama yang bangga, bisa melihat putranya bertanggung jawab atas apa yang ia perbuat tadi.
Setelah perkawinan itu nampaknya Anima juga menghindari Presdir A, ia duduk berjauhan darinya dan sedang melamun. Tapi rupanya Presdir A. nampak mendapat telepon kalau di kantor ada meeting penting. Jadi ia buru - buru keluar mesjid, meski sempat di cegah. Pria itu meninggalkan mesjid menggunakan mobil dan para ajudannya untuk ke kantor.
Anima melihat kejadian itu dengan melongo. Kenapa Presdir A tidak pernah merasa lelah. Semuanya harus ia kerjakan dengan baik, bahkan ketika ia tertimpa masalah sekalipun. Dasar pria dingin.
**
Di mesjid nampak warga belum juga bubar, padahal pengantin pria sudah pergi ke kantor tanpa memikirkan nasib mereka. Saat ini hanya Anima lah pengantin yang tersisa, mereka pasti menyatakan apa - apa pada Anima. Untuk menghindari semua itu Anima memutuskan untuk duduk di pojokan. Di depan warga masih membalas prihal pengantin pria yang kabur, dan kesal dengan tingkahnya yang sibuk. Padahal mama dan istrinya pun belum memberikan izin untuk pergi.
Hembusan nafas Amina menghiasi keadaan Anima saat ini, ia secara tidak sadar telah melepaskan kelajangannya untuk pria yang belum dikenalnya dengan baik. Padahal dia adalah sepupunya sendiri, tapi tidak ada alasan untuk menolak perkawinan mendadak ini. Jelas Anima kesal sekali ketika diarak - arakan menuju mesjid, itu akan menjadi kenangan terburuknya selama hidup di dunia ini. Melihat kesendirian Anima, membuat mama Alvenjair tersenyum kecil. Ia mendekati Anima dengan berjalan kecil, lalu duduk diantara gadis itu. Yang sekarang sudah menjadi menantunya.
"Anima," panggilnya kecil seraya memegang tangan Anima yang tampak dingin. Anima terkaget ketika menyadari kehadiran tantenya di sebelahnya, bahkan ia sedikit menjauhkan diri.
"Ada apa tan?" tanya Anima bingung, ia sedikit mengeratkan genggaman. Ia merasa butuh seseorang untuk saat ini, sulit baginya menghirup nafas ketika menyadari kalau mertuanya ada di dekatnya.
"Enggak kayaknya kamu kecapean yah," balas mama Alvenjair. Ia bernama Kencani, sejak dulu Anima sering bermain dengan anak kedua dari kakek itu. Jadi tante Kencani adalah perempuan baik yang selalu tampil dengan senyum menyenangkan. Dan Anima bahkan sering mengunjunginya ke rumahnya, untuk sekedar mengobrol dan bercerita. Tapi sekarang sosok ini telah menjadi mertuanya, entah kapan status itu berubah lagi.
"Enggak tan aku baik - baik aja," jawab Anima sambil menyunggingkan senyum kecil. Berusaha memberitahu kalau ia sedang dalam keadaan baik, dan ia juga tidak mau banyak ditanyakan soal kejadian ini terutama pada mertuanya.
"Kayaknya enggak sayang, kamu pucat gitu. Tadi menegangkan banget ya," kata Kencani mencoba memahami keadaan Anima. Tadi dirinya diraup amarah sehingga tidak menahan emosinya untuk segera menikahkan ponakannya itu. Ia berharap agar kejadian tadi tak menimpa keluarganya lagi. Karena itu begitu memalukan.
"Menegangkan sekali tante," ucap Anima. Sebenarnya ia ingin sekali memberitahukan kalau tante Kencani salah, ia salah paham sehingga perkawinan ini dilaksanakan. Padahal kenyataannya tidak seperti itu, jika saja Anima sadar kalau dari tadi ia mengatakannya tanpa henti. Dan tante Kencani seolah tidak peduli, bahkan menyangka kalau Anima berbohong.
"Sekarang Tante bersyukur banget kalau kalian sudah terikat, berarti hal itu sudah boleh kalian lakukan," ucap tante Kencani sambil menghembuskan nafas senang. Dalam hati ia merasa keganjalan dalam hatinya telah pergi. Ia juga bersyukur karena anak pertamanya sudah menikah di usia sekarang. Tidak perlu menunggu lama untuk melihat anak kesayangannya itu berumah tangga.
"Anu tan hal apa, bukannya Tante tahu aku nggak mungkin melakukannya," ucap Anima membela dirinya lagi. Ia tidak akan pantang untuk membenarkan semuanya. Meskipun sudah menikah tapi kebenaran harus terungkap. Dia dan Presdir A sebaiknya berhenti dari tipu muslihat ini.
"Kamu melakukannya Anima, tante lihat pake mata kepala Tante sendiri," kekeuh Kencani dengan nada yang tajam. Ia seperti ingin mengakhiri ini semua, tanpa banyak mempertanyakan kebenarannya. Jelas Alvenjair bersalah atas semua ini.
"Baiklah, tapi aku berharap tante percaya padaku. Aku ini gadis baik - baik tan, nggak mungkin melakukan itu dengan senonoh. Bahkan dengan sepupu sendiri di rumah tante pula," ucap Anima untuk terakhir kalinya. Semoga yang ini dapat meluluhkan hati Tante yang sepertinya sudah percaya sekali dengan tebakannya sendiri. Bahkan Anima sempat heran mengapa sang tante bisa berpikiran ke sana. Padahal jelas ia tahu kalau Anima dan Presdir A tidak dekat.
"Tante nggak percaya Anima," tegas Tante seperti tidak mau di bantah. Ia bahkan melipat kedua tangannya di dada seolah ketegasannya telah di tetapkan. Ia tidak akan pernah percaya pada siapapun kecuali pada dirinya sendiri. Meskipun faktanya Anima dan Alvenjair tak melakukannya sama sekali.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi," kata Anima sambil menghembuskan nafas pasrah. Ia jadi teringat orang tuanya yang belum tahu semua ini, mereka pasti syok. Belum lagi keluarganya yang lain, yang memang keluarga Predir A juga. Mereka pasti hanya bisa mengolok - olok kalau tahu ini semua. Yang jelas ini hanya membuat dirinya malu.
"Sayang Tante mau ke luar sebentar, mau telepon ibu dan ayah kamu. Pasti mereka senang dengar berita ini," ucap tante Kencani sambil melihat hapenya. Ia sedang mencari nomer adiknya, yang ia simpan. Adiknya pasti mendengarnya dengan kaget dan langsung ke mesjid ini.
"Biar aku saja tan yang beri tahu," ucap Anima sambil mencegah tantenya untuk keluar mesjid. Gadis itu merasa malu kalau tantenya yang bilang ke orang tuanya pasti ia bilang yang enggak - enggak, yang bikin Anima malu saja. Setidaknya Anima dapat menyembunyikan hal yang ia tidak perlu di kasih tahu.
"Kenapa An bukannya lebih baik kalau tante saja yang bilang sama mertua sendiri, akan lebih baik," ucap Kencani yang memang sangat ingin menelpon adiknya itu. Tapi ia tidak mau memaksakan diri ketika menantunya memang tidak mau itu terjadi. Terlihat Anima juga perlu memberitahu orangtuanya lebih dulu, agar lebih baik.
"Nggak papa tan aku saja," tolak Anima sambil berlari ke luar mesjid. Pertanda kalau ia harus cepat kalau ingin menang dari tantenya itu. Ia tidak mau berkompromi lama, makannya lari.
Segara saja ia menelpon mamanya, dan bilang kalau ia sudah menikah dengan Alvenjair. Hal yang membuat kedua orangtuanya tanpa bertanya langsung menuju ke lokasi yang di kirim Anima.
**
Anima nampak menunduk ketika mama dan papanya sudah datang ke mesjid. Mereka berdua juga kakak Anima yang turut hadir duduk di mesjid sambil melihat Anima dan Kencani dengan heran. Sebenarnya mereka masih mencerna penjelasan Kencani tadi, dan masih belum percaya dengan kenyataan ini. Alvenjair dan Anima menikah, karena mereka berhubungan badan di rumah Kencani. Itu fakta yang sulit di percaya.
"Apa mama tidak salah dengar sayang, kalau kamu sudah melepas iman kamu hanya untuk sepupu kamu sendiri," kata mama Anima yang bernama Anne. Sambil melihat Anima lurus - lurus. Ia mencoba mencari kebenaran dari mata anak gadisnya itu. Yang ia dapat adalah ketakutan dan rasa gugup.
"Tidak ma aku tidak melakukan itu," tolak Anima bahkan sampai mengeluarkan air mata. Ia memang tidak bisa menahan air matanya ketika di tuding melakukan itu, bahkan di hadapan ayah dan ibunya. Kehadiran kakaknya yang membuatnya sangat malu. Semua ini mengapa harus terjadi.
"Sebenernya aku melihatnya secara langsung Anne, jadi jangan diragukan lagi," kata Kencani seperti meminta persetujuan. Ia berharap orang tua Anima juga menerima perkawinan ini. Yang meskipun telah terjadi orang tua juga harus turut adil.
"Aku kecewa padamu nak, sebaiknya kamu jujur saja sama mama. Mama senang sekali kalau kamu mau bertanggung jawab," ucap Anne yang sepertinya juga lebih percaya pada Kencani ketimbang Anima. Baginya Anima memang masih muda untuk memahami situasi, sehingga hal sesalah apapun pasti benar di matanya. Dan ia jelas tidak marah, karena ia juga percaya Alvenjair bisa menjaga Anima.
"Tapi ma," kata Anima tapi sang mama tidak mendengarnya dan malah memegang tangan suaminya seolah memberi restu. Sedangkan papa Anima malah memeluk Anima dengan penuh kerinduan. Ia menyayangi Anima hal semudah ini pasti bisa dilewatinya. Ia percaya kesalahan Anima sekarang akan menjadi pengajaran di masa depan nanti. Anima hanya sanggup memeluk ayahnya sambil mengasih. Merasa sial karena tidak pernah di percaya bahkan oleh keluarganya sendiri.
"Anima sayang kamu harus menjaga suami mu supaya rejeki dan cintanya terus melimpah. Biarin aja masalah ini menimpa mu, lagi pula kamu dan Alvenjair sudah syah sekarang. Kamu harus bahagia Anima, terlepas dari masa lalu mu dulu," bisik papa penuh sayang. Anima memeluknya lebih erat, bisikan ayahnya itu membuat Anima berkomitmen lagi. Ia yang sekarang sudah menjadi istri bagi Presdir A sebaginya tidak selemah ini. Semua telah terjadi, Anima harus bangkit.
"Makasih papa," balas Anima lembut. Papa melepaskan pelukannya, lalu Anne dan Kencani nampak tersenyum haru. Sedangkan kakak Anima yang bernama Vera itu sedikit menitikan air mata. Ia tidak percaya kalau saat ini adiknya telah berumah tangga. Tanpa ada pesta dan pernikahan bahkan cowok yang ia andai - andai. Sekarang kehidupan Anima telah berubah, bukan gadis kecil yang biasa ia asuh.
Setelah memastikan semuanya telah selesai, tinggal keperluan Anima dan Alvenjair setelah menikah. Keluarga yang baru saja merayakan perkawinan itu segera meninggalkan mesjid menaiki mobil papa. Mereka memasuki rumah Kencani yang akan menjadi tempat istirahat keluarga itu.
**
Saat ini jam di dinding menunjukan pukul sembilan malam. Tapi belum ada tanda - tanda kalau Presdir A akan pulang, atau ia masih merasa tidak suka karena perkawinan tadi. Anima hanya menghembuskan nafasnya, sebenarnya ia tidak memikirkan Presdir A tapi ia nggak mau kalau ia kenapa - napa. Makannya saat ini Anima hanya melihat halaman rumah di rumah tante Kencani, sambil terus berharap untuk melihat suaminya itu pulang. Meraka juga akan membahas perkawinan ini bersama - sama tanpa ada halangan. Mungkin keduanya nampak berat, tapi semua harus dijelaskan. Anima dan Alvenjair masih sama - sama baru, keduanya harus banyak beradaptasi.
Melihat terdiamnya Anima di depan jendela membuat Kencani yang sedang menyiapkan makan malam tersenyum kecil. Ia tahu kalau menantunya itu sedang dalam masa adaptasi, dimana mulai sekarang ia akan tinggal di rumahnya bersama Presdir A. Anak yang satunya itu memang benar - benar meninggalkan istri di saat baru saja menikah. Mana pernikahannya juga di mesjid dan ditonton banyak orang. Sebagai suami nyatanya anaknya itu masih nol besar. Kenapa dia berani melakukan hubungan badan kalau itu saja payah. Dasar anak jaman sekarang.
Kencani mendekati Anima, lalu memegang bahunya hangat. Ia nampak merasakan kegundahan hati Anima, meresapi sampai ulu hati. Bagaimana pun itu juga merupakan kesalahan anak kandungnya. Perlahan tapi pasti sikap Predir A akan muncul dan berbarengan dengan itu Anima harus menerima kekurangan dari pria itu. Pria itu jelas tidak mau di kekang, apa yang ia rasa benar akan membawanya pada kebenaran itu. Dulu sebelum menikah Kencani sempat kewalahan menghadapi sikap anaknya itu.
"Em tan ada apa?" tanya Anima yang bingung karena di hampiri, padahal ia hanya melihat tanaman - tanaman yang menjejer di halaman. Baginya itu juga sebagai hiburan mata yang memang sulit ia dapat ketika sudah bekerja. Akhir - akhir ini Anima memang sibuk kerja, dirinya adalah bagian administrasi di perusahaan yang Presdir A pimpin.
"Enggak tante mau nemenin kamu aja, cuaca malam ini lagi dingin An," jawab Tante dengan senyumnya. Senyum itu manis sekali mengingatkan Anima pada wajah Presdir A karena pria itu emang mirip ibunya. Dia pasti lagi sibuk kerja dan membuka - buka map untuk mengecek bisnisnya yang besar itu. Para pekerja hanya mampu tunduk di bawah kakinya, sebagai Presdir yang dingin juga galak ia memang di takuti oleh karyawan.
"Iya tan," kata Anima sambil tersenyum. Ia sengaja menjauhi Tante Kencani karena ia masih merasa tidak percaya Tante Kencani menudingnya sampai sekejam itu. Bahkan sekarang ini Anima masih dalam tudingan sehingga ia tidak dapat keluar dari rumah ini. Ia tidak banyak bicara dan seperti tidak menyukai ketika Tante Kencani mengajak mengobrol. Jangan harap kalau tantenya itu menerima perlakukan baik dari Anima, karena jujur Anima masih merasa tidak pantas kawin dengan sepupunya yang dingin itu. Andai saja waktu bisa terulang kembali.
"Maaf kan anak Tante ya An, dia nggak nemenin kamu padahal masalah tadi berat banget," ucap tante Kencani dengan nada khawatir. Sebagai seorang ibu memang ia dinilai berlebihan karena menikahkan anaknya tanpa sebuah syarat. Ia jadi merasa bersalah karena jelas anaknya saja yang terlalu egois sampai tidak pernah bisa menikah dengan benar. Apalagi wanita yang akan ia nikahi adalah orang yang ibunya sayang juga, Anima. Harusnya sekarang ia mengucapkan maaf terutama pada ibu dan istrinya.
"Ya Tuhan anak itu selalu saja bersikap semena - mena dan semaunya saja, nggak tahu apa sekarang ibunya malu," ucap tante Kencani di dalam hati. Ia sampai memegang kepalanya yang terasa penuh akibat ulah Alvenjair yang tidak ada dan belum juga pulang di atas pukul 9. Dia maunya apa sih.
"Enggak apa - apa kok tan, lagian dia juga nggak mencintai aku. Dan selalu Tante ingat kalau ini bukan keinginan kami," kata Anima dengan dewasa. Mulai saat ini Anima tidak akan memikirkannya lagi. Ia janji untuk berjalan masing - masing tanpa ada kontrak dan kesepakatan. Keduanya akan menikah secara pribadi, sama - sama diam dan tidak mengganggu. Hanya saja Anima akan tinggal di rumah Alvenjair meskipun pria itu tak menganggapnya. Anggap saja tinggal di rumah Tante bukan mertua. Karena memang tantenya akan selalu menjadi Tante bukan mertua.
"Ya udah dari pada nunggu Alvenjair pulang, mendingan kamu istirahat dulu di kamar. Nanti kalau dia udah pulang, kita bisa makan malam," ucap Tante dengan senyum hangat. Seperti mentari pagi, ia membelai rambut Anima yang terurai. Gadis itu nampak manis mengenakan baju tidur dan jepit bunga di rambutnya. Nampak segar dan cantik. Memang siapa yang tidak mengagumi keponakan tersayangnya ini.
"Iya deh tan, aku ke kamar dulu ya," kata Anima sambil melangkahkan kaki ke kamarnya yang sudah disiapkan untuknya. Ia akan menginap di kamar itu dalam waktu lama, tapi Tante memintanya untuk tidur di kamar Alvenjair saja. Anima hanya tersenyum guna menghindari topik itu. Masalah satu kamar nanti saja urusannya sama Alvenjair, dia kan yang mulai semua ini.
**
Setelah sampai di kamar Anima memutuskan untuk merebahkan dirinya ke dalam kasur. Ia memegang kedua tangannya di dada, seolah berharap untuk hari ini dan seterusnya akan baik - baik saja. Ia memandang langit - langit kamar dengan hembusan nafas yang tersisa. Ia membayangkan kehidupannya ini, yang tidak berjalan sesuai rencananya. Tadinya ia akan mencari pasangan untuk menikah, tapi sekarang ia telah dinikahi sepupunya sendiri. Berarti harapan untuk menikah dengan pria yang dicintainya gagal total.
Anima jadi teringat kejadian tadi yang membawanya pada fakta ini. Waktu itu Anima sedang libur kantor, makannya ia mengunjungi rumah tantenya. Mereka berdua nampak asik mengobrol di taman. Sebelum suara dering ponsel mengganggunya, yaitu dari hp Anima. Anima mengangkat telepon itu yang ternyata dari bos besarnya, yaitu Prsdir A. Jadi meskipun satu darah, sepupunya itu nampak tidak segan - segan memberikan banyak tugas pada Anima. Yang membuat Anima memutuskan telepon sepihak. Lalu keduanya kembali mengobrol. Rencananya Presdir A akan datang ke rumah untuk membahas kantor bersama Anima. Tantenya tidak tahu sama sekali.
Ketika Alvenjair datang ke rumah, Tante sedang ada arisan di rumah tetangga makannya meninggalkan Anima sendiri. Bukannya malah ngebahas urusan kantor di rumah tapi Alvenjair mengajaknya ke kamar.
Flasback on
Presdir A nampak memaksa Anima untuk datang ke kamarnya. Karena mereka butuh ruangan privat untuk membahas ini. Ia bahkan tidak membantah ketika Anima mengatakan kesakitan. Ia begitu marah dan diraup emosi. Di genggamannya nampak sebuah map bertulisan rugi. Ketika keduanya sampai kamar Alvenjair, ia langsung menghempaskan tangan Anima.
"Maksud loe apa?" tanya Predir A sambil menjatuhkan sebuah map, yang isinya tentang pekerjaan Anima yang tidak benar. Ia hampir kerugian sebesar dua milyar karena gadis itu tidak becus bekerja, padahal Anima tidak tahu siapa yang mencuri uang itu.
"Maafkan aku Presdir," kata Anima ketika tersadar kalau ia hanya bawahan. Anima nampak kewalahan ketika kekesalan ada di puncak seorang Presdir makanya ia sampai membawa map yang terbuang kembali. Ia membacanya secara rinci dan tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.
"Maksudnya apa, aku tidak melakukan penyuapan ini kesalahan besar," kata Anima sejujurnya. Yang malah mendapat tatapan tajam dari mata dingin milik Presdir A. Anima tidak dapat berkutik, dan tubuhnya bergetar.
"Sekarang loe harus ganti rugi, uang perusahaan tidak bisa diambil seenaknya. Bahkan gue pun seorang Presdir tidak mampu mengambilnya. Nggak ada tapi loe harus bayar," kata Presdir A tajam. Ia melihat ke arah Anima dengan sengit, dan amarahnya karena pekerjaan nggak becus Anima membuat hatinya buruk.
"Maafkan aku Presdir tapi uang sebanyak itu aku dapat dari mana. Tapi jika berkenan bolehkan saya meminjam uang Presdir," pinta Anima ingin dimengerti. Mungkin inilah gunanya hubungan darah itu tercipta. Sebagai seorang sepupu dan sepupu sebaiknya Presdir A mengerti perasaannya saat ini. Presdir A sama saja dengan sepupu lain, jika bukan karena ia dingin.
"Loe pikir loe siapa seenaknya bilang gue bank. Ingat ya dalam urusan pekerjaan loe nggak boleh anggap gue sepupu, dan jangan jadikan itu tiang loe," kata Presdir A kejam. Ia sampai menunjuk Anima dengan telunjuknya.
"Tapi aku tidak punya uang, aku hanya punya tubuh ini yang tidak berdaya dan tidak bermanfaat sama sekali," pinta Anima lirih bahkan ia menangis dengan pilu. Selian dirinya harus membayar uang dua milyar itu. Namanya juga akan tercoreng di perusahaan. Tertuanya ia akan malu karena keluarganya pasti menganggapnya bodoh.
"Tubuh, maksud loe apa. Sekarang loe layani gue, nanti gue bayar utang loe ke perusahaan itu," kata Presdir A dengan senyum kecil. Ia hanya mengecoh keponakannya itu, sebagai tanda kalau ia juga masih berharap sepupunya itu orang baik - baik. Seenggaknya tidak menjual tubuhnya sendiri pada sepupunya sendiri.
"Tidak mau," elak Anima sambil menggeleng pelan. Mungkin saat itu Presdir A sedang kewalahan karena emosi pada Anima, ia bahkan sampai nekat membuka bajunya.
"Berikan saja Anima, biar gue bayar satu milyar loe satu milyar deal kan," kata Predir A sambil memojokkan Anima di dinding. Keduanya nampak sedang akan melakukan hubungan seksual.
Anima nampak merasakan aroma hangat tubuh Presdir A. Ingatannya jatuh pada tahun - tahun lalu yang pernah ia lalui. Rasa sakit itu masih ada. Rasa hangat dan sentuhan dirinya masih terasa sama. Tapi Anima tersadar dan hanya air mata yang mewakili semuanya.
"Tidak kak, kakak masih ingat kan kalau aku Anima sepupu kakak yang suka main ke sini," ujar Anima sekedar merayu. Ia mengingatkan untuk Presdir A menjauhinya dan tidak bermacam - macam karena takut dilihat orang. Mereka bisa mengira kalau keduanya sedang berzina.
Tapi Presdir A yang tidak peduli, dan sudah beranjak dewasa di usia 28 tahun. Ia langsung saja mencumbu leher Anima yang membuat Anima merasakan kehangatan yang menjalar ke setiap tubuhnya. Berbarengan dengan itu suara jeritan tante Kencani mengayun ke udara, sangat keras hingga membuat tetangga pada berdatangan.
Kesalah pahaman Tante Kencani membuat Anima dan Presdir A di giring ke mesjid. Sampai terjadilah perkawinan itu. Menyebalkan sekali, desah Anima dalam hati.
**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!