Pagi itu di ruang kelas mahasiswa semester 5 di penuhi oleh mahasiswi semester 7 dari berbagai jurusan ekonomi. seluruh kursi terisi penuh, seorang gadis yang baru saja datang celingak celinguk di depan pintu masuk, ia melihat ke kiri dan ke kanan mencari kursi kosong.
"Perasaan murid kelas ku cuman 50 orang, tapi kok kursi nya penuh semua, nyempil dimana aku?" batin gadis itu. "Jangan² banyak yang ngulang Mata Kuliah dosen ini? baru masuk udah parno duluan, Hadeh.... Ana...Ana" celuk gadis itu pada dirinya sendiri.
Tubuh mungil Ayana terdorong kedepan, saat tubuhnya di senggol oleh seorang pria bertubuh jakung.
Gadis itu bernama Ayana Zahra Az-Mubarok, yang biasa di panggil Ayana, Aya, atau Ana
"Siapa sih, gak sopan banget sembarang seruduk" Ayana mengomel.
pria itu terus berjalan tanpa menoleh siapa yang sudah di tabraknya. saat pria itu berdiri di podium, mata Ayana mulai membulat, ia berlari menaiki anak tangga mencari kursi kosong dan duduk secara asal.
"maaf mbak, saya duduk disini ya" sapa Ayana pada wanita di sebelahnya.
"Silahkan mbak" sahut wanita itu.
"Mbak semester 5 juga?" Tanya Ayana.
"Tidak, saya hanya ingin mengikuti kelas pak Ali"
"Banyak banget ya yang ngulang mata kuliah ini" celetuk Ayana.
"Mereka bukan mengulang mata kuliah, mereka hanya ingin melihat wajah pak Ali. Lagi pula, mana ada yang mengulang mata kuliah pak Ali, dia itu dosen galak, gak ada yang berani gak masuk Matkul dia, sama gak ngumpulin tugas." Jelas wanita itu panjang lebar.
"Oalah, saya kira yang ada di ruangan ini mengulang matkul ini, soalnya banyak banget. Mbak sepertinya tau banyak tentang mahasiswa disini. Jangan² mbak dosen?" Tebak Ayana
"Saya bukan dosen disini, lebih tepatnya saya tau banyak mengenai pak Ali." Jawab wanita itu dengan mantap tanpa melihat Ayana dengan tatapannya yang masih lekat menatap dosen yang sedang memaparkan materi di podium.
Saat wanita itu menoleh ke arah Ayana, dilihatnya Ayana sibuk menulis materi yang disampaikan dosen itu. Dahinya mengerut, ia heran melihat Ayana yang ternyata sendari tadi fokus pada materi yang di paparkan dosennya, sedangkan mulutnya tak berhenti berbicara.
"Bagaimana dia bisa banyak bicara sedangkan, dia fokus pada materi yang sedang di paparkan?" Batin Wanita itu.
"Mbak Hanna, tolong fokus ke depan" Suara besar itu mebuyarkan lamunan Hanna.
Wanita itu bernama Hanna Alifatul Habsyi yang biasa di panggil Hanna, Han, atau Alifa.
Ayana menatap wanita itu. "Beneran kenal dong si mbak sama pak dosen. siapa tadi namanya? Emm...Hanna, bener Hanna." Batin Ayana dengan kepala yang sambil mengangguk², sambil melihat ke arah Hanna.
"Mbak berkerudung coklat jika tidak bisa memperhatikan saya, silahkan keluar saja." Tegur pria bertubuh jakung yang berdiri di atas podium dengan spidol hitam di tangannya.
Ayana menengok ke kiri dan ke kanan mencari gadis berkerudung coklat yang disebutkan dosennya itu. Tanpa dia sadarinya dia lah orang di sebutkan dosennya itu. saat tersadar matanya mulai membulat, lalu ia menundukkan kepalanya.
"Maaf pak." ucap Ayana singkat.
"Mbak berkerudung coklat silahkan tulis KTI mengenai Perekonomian Indonesia di saat krisi moneter pada tahun 1997 kumpulkan malam ini ke E-mail saya." Tegas dosen itu.
"Kok cuman saya, pak? kan mbak di sebelah saya juga bapak tegur tadi." Protes Ayana terhadap sanksi yang di berikan dosennya.
"Dia bukan mahasiswi saya." Tegas pria itu. pria itu menatap lekat wajah Hanna.
"Maafkan saya mengusik kelas mu, Aliandra." potong wanita itu, sebelum Ali menyelesaikan kalimatnya.
Semua mata mahasiswi di dalam ruang kelas itu tertuju pada Hanna. Sebab ini pertama kalinya ada seseorang yang berani memanggil nama dosen killer seuniversitas itu dengan lantang dan tanpa kata 'pak'.
Nama pria itu Aliandra Zahid As-soleh yang biasa di panggil Ali atau Andra.
"Kelas hari ini saya cukupkan sampai disini, saya akan kirimkan PPT nya, buatlah resuman dari materi yang saya paparkan menggunakan bahasa kalian masing² dan sesuai pemahaman kalian. Jika saya menemukan kesamaan dari tugas yang kalian kumpulkan nilai kalian akan saya kosongkan sampai akhir semester ini."
Ali memanglah dosen yang ketat dan tidak menoleransi segala bentuk kecurangan di dalam kelasnya. Ali ingin mendidik mahasiswanya menjadi orang yang percaya diri dengan apa yang dimilikinya, serta selalu fokus saat Ali memaparkan materi di dalam ruangan, karena pemahaman terhadap materi itu penting bagi Ali. Tanpa harus meminta mahasiswanya menghapalkan semua materi yang di sampaikannya.
"Tugas aku ke double dong. Tega banget sih tuh dosen ngasih mahasiswanya tugas kek nulis skripsi" celetuk Ayana yang tidak terima tugas yang harus di kerjakannya di gandakan. lebih tepatnya masih banyak tugas dari dosen lain yang juga mengantri ingin di selesaikan olehnya.
"Begadang jangan begadang, begadang tiada artinya, begadang boleh sajaaaa....kalau ada banyak tugasnya" Ayana bernyanyi kesal dengan suara yang kecil.
"Bukan mata panda lagi ini, bisa jadi mata² nya FBI kalau begini terus, begadang tiap malam mantau. Bukan mantau heacker sih tapi mantau tugas" Ayana masih terus mengumpati tugas kuliahnya.
"Arrggghhh, mikirinnya aja cape. Apalagi ngerjainnya. Huuuaaaa.....Abii Ana mau pulang, pengen peluk bunda."
Pedahal dia baru satu minggu kembali ke Jogja untuk menyelesaikan Study S1. Karena, memang saat ini baru awal semester ganjil.
Di bawah pohon yang rimbun di halaman Universitas Mangkubumi, tepatnya di dalam sebuah mobil berwarna merah yang di parkirkan di halaman itu.
Dua orang di dalam mobil itu tengah berada di dalam percakapan yang cukup panas. Ali nampak sangat gusar, sedangkan Hanna menangis tersedu-sedu dengan lengan baju yang menutupi mulutnya.
"Hanna, tolong jangan seperti ini. Mas gak mau pisah sama kamu." Pinta Ali dengan berbagai rasa yang sudah menyatu di ubun-ubun dan hatinya.
"Kita harus pisah mas, sudah 5 tahun kita menikah tapi kita belum bisa ngasih orang tua kita cucu. kita belum bisa punya keturunan." Hanna menghadap Ali dan Ali pun menghadapnya dengan tatapan memohon.
"Kita sudah tau sejak awal kalau mas yang gak sempurna, mas yang gak bisa ngasih keluarga kita keturunan. Justru dengan 5 tahun pernikahan kita ini yang harus kita pertahankan, karena kita sudah melewati suka duka bersama selama 5 tahun belakangan ini. Apa kamu mau menyerah dengan pernikahan kita hanya karna omongan dari orang luar, sedangkan kita yang sudah menjalani pernikahan ini. Pernikahan ini adalah kita, dua orang yang bersatu. Bukan omongan orang luar yang berseteru memaksa kita."
"Mas tolong lepasin Hanna sekarang, Hanna gak sanggup di paksa untuk bisa hamil."
"Hanna, kurang jelas apa yang mas katakan. Mas sudah bilang kalau mas yang gak sempurna bukan kamu. Apa perlu mas nikah lagi buat ngebuktiin kalau mas ini gak sempurna?"
"Lebih baik kita pisah mas, aku gak bisa pertahanin pernikahan kita, aku juga gak bisa ngelihat kamu harus menikahi wanita lain, sedangkan kamu masih sah menjadi suami aku."
"Hanna, kamu tidak sanggup melihat mas berpoligami untuk menunjukkan kekurangan mas, tapi kamu sanggup kehilangan mas?"
"Iya, aku lebih baik kehilangan mas daripada harus di poligami. Ceraikan aku sekarang mas, agar kita bisa menjalani kehidupan kita tanpa cemohan dari orang lain."
"Hanna, mas gak bisa hidup tanpa kamu."
Ali masih memohon kepada Hanna agar mereka mempertahankan pernikahan mereka. Bagi Ali 5 tahun yang sudah mereka lalui sangatlah berarti dan sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Sedangkan Hanna yang sering kali mendapat perkataan yang tidak menyenangkan dari orang di sekitarnya, karena masih belum mengandung keturunan untuk keluarga kecil mereka. Hanna juga merasa di rendahkan karena di anggap tidak sempurna, walaupun mereka sudah memeriksakan kesuburan mereka dan dokter menyatakan Ali lah yang tidak sempurna. Namun, di masyarakat patriarki ini seorang wanita yang selalu di salahkan dan di pojokkan.
Hanna yang sudah lelah dan muak dengan semua ocehan orang di sekitarnya ingin mundur dari pernikahan sakral mereka. pedahal Ali memperlakukan nya seperti ratu dan bidadari dunia. Namun, selalu saja omongan pedas dari mulut-mulut yang tidak bertanggung jawab menjadi pemenang nya.
Ali terdiam menerawang masa-masa yang sudah di laluinya bersama Hanna. Sedangkan Hanna masih menangis tersedu-sedu dengan segala ocehan orang yang berputar di kepalanya.
"Jadi tujuan kamu kesini hanya untuk memaksa mas untuk menceraikan mu?" Tanya Ali dengan suara yang mulai serak dan putus asa, karena Hanna tak kunjung mundur dari kemauan kerasnya.
"Iya, aku cuman mau mas menanda tangani surat cerai ini." Hanna menyodorkan selembar kertas dengan tulisan 'pengadilan agama' di bagaian teratas.
Ali menatap kosong dengan mata yang mulai memerah. Tak di sangkanya jika Hanna sudah bertindak sejauh ini. Bahkan Hanna sudah menyiapkan surat cerai mereka.
Sedetik kemudian ponsel Ali berdering. Dilihatnya layar ponsel miliknya yang tertera kata 'Ummi' Ali mengangkat telpon yang masuk ke handphone nha itu. sesekali Ali menatap Hanna dengan Hanna yang menatap lekat Ali memastikan apa yang sedang di bicarakan seseorang di seberang telpon itu. Berharap bukan hal buruk yang terjadi.
"Kamu ikut mas ke Bandung, baru setelah itu kita bicarakan perceraian ini." pinta Ali yang langsung menyalakan mesin mobilnya.
"Ada apa di Bandung?" Tanya Hanna yang masih belum mendapatkan kepastian dari serangkaian pertanyaan di kepalanya yang ingin tau apa yang di bicarakan Ali selama bertelponan.
"Abi sakit lagi, kamu temenin mas pulang ke Bandung, sekalian kita jenguk orang tua kamu."
"Mas sendiri aja, aku gak mau pulang ke Bandung."
Ali kembali mematikan mesin mobilnya saat mendengar jawaban Hanna yang kurang enak di hatinya.
"Abi lagi sakit Hanna." Tegas Ali.
"Mas tanda tangani surat cerai kita dan semuanya akan selesai. Hanna gak perlu lagi ikut mas ke Bandung."
"Astagfirullahalazim Hanna, berhati-hatilah dengan ucapan kamu. Mas tau kamu mau kita pisah, tapi ini bukan situasi yang tepat."
"Hanna tau situasinya tidak tepat, tapi Hanna sudah lelah, mas."
Hanna meletakkan surat cerai mereka yang sudah dia tanda tangani di atas dasbor mobil Ali. Hanna keluar dari dalam mobil dan meninggalkan Ali begitu saja tanpa persiapan apapun.
"Ya Allah ujian ini sangat menyakiti hati hamba. Hamba masih mencintai istri hamba dengan tulus. Hamba ridho jika pernikahan kami tidak di lengkapi oleh buah hati kami. Asalkan pernikahan kami tetap bertahan. Ya Allah, bagaimana cara hamba mempertahankan pernikahan hamba, sedangkan engkau sangat membenci sebuah perceraian." Gumam Ali di dalam mobilnya.
Setelah berdiam diri selama sejam semenjak di tinggalkan Hanna, Ali mengendari mobilnya menuju rumah mereka.
Namun, sesampainya di rumah Ali tidak melihat keberadaan Hanna, bahkan barang² Hanna sudah bersih tak tersisa yang tersisa hanyalah foto pernikahan mereka yang masih terpajang di dinding kamar mereka.
"Ya Allah Hanna, tega sekali kamu meninggalkan mas tanpa berpamitan. Setidaknya jika tidak ingin mendengarkan permohonan mas, dengarkanlah permintaan maaf mas. Ini terlalu mendadak untuk mas, Hanna."
Ali duduk sambil menangis di ujung tempat tidur mereka sambil menatap foto pernikahan mereka yang masih kokoh terpajang di dinding kamar.
Pukul 19.00 WIB selepas menunaikan sholat Isya di kamar kosan nya, Ayana mengangkat kedua tangannya dengan kedua mata yang tertutup di dalam hati Ayana memanjatkan doa-doa dan berbagai impian dan cita-cita nya, meminta untuk di permudahkan segala urusan dan di lancarkan langkahnya menggapai cita-cita nya.
Selepas Ayana memanjatkan doa-doa yang sudah ia langitkan, Ayana membuka mushab kecil miliknya membaca surah Al-Mulk karena setelah ini ia ingin menyelesaikan tugas kuliahnya. Ayana takut jika selesai mengerjakan tugas, dia langsung pergi tidur dan tidak sempat melakukan rutinitasnya membaca surah Al-Mulk.
Ayana membaca surah Al-Mulk ayat demi ayat, hingga sampailah ia pada ayat ke-29,
"Qul huwar-raḥmānu āmannā bihī wa 'alaihi tawakkalnā, fa sata'lamụna man huwa fī ḍalālim mubīn." yang artinya.
"Katakanlah: "Dialah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata"."
Ayana termenung sejenak, lalu berkata dengan lirih.
"Ya Allah hamba hanyalah seorang pendosa yang mendamba surga. Ya Allah hamba hanyalah seseorang yang lemah imannya, terkadang hamba mendekatkan diri kepada mu, terkadang hamba menjauh dari mu. Hamba sering kali tersesat akan kenikmatan duniawi, bimbinglah hamba agar selalu berada di jalan mu, agar selalu dekat dengan mu. Genggamlah hati hamba agar hamba tidak lagi menjauh dari rahmat mu. Ampunilah hamba yang sering kali kufur akan nikmat mu."
Ayana melanjutkan bacaan qur'annya hingga ayat terakhir surah Al-Mulk. Ia menutup perlahan mushabnya, mencium pelan mushabnya. lalu meletakkan mushabnya di atas meja belajarnya. Di lepasnya mukena yang ia kenakan, digantungnya mukena itu, lalu di lipatnya Sajadah yang menjadi alas sholatnya.
Ayana mengambil jus jeruk dari dalam kulkas. Di angkatnya kedua tangannya berdoa sebelum ia mengerjakan tugas-tugas nya, dia meminta kemudahan, kelancaran, dan iman yang kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas nyamalam ini.
Ayana menyalakan laptop, membuka buku yang sudah ia siapkan untuk referensi mengerjakan tugas.
Kini waktu menunjukkan pukul 11.00 malam, mata Ayana terasa mulai memberat. Sayup-sayup matanya menatap layar laptop.
"Ya Allah pengen ngeluh dikit. Eh...dikit apa banyak ya...?" Ayana menghela napas kasar.
Ayana beranjak dari meja belajarnya. Ayana mengambil air wudhu, agar tubuhnya kembali segar.
"Siapa nama pak dosen tadi." Ayana mengotak-atik handphone miliknya. Mencari nama dosen pengampu Mata Kuliah Perekonomian Indonesia.
"Nah ketemu, Aliandra Zahid As-soleh. Beh...kece bener nama pak dosen. Namanya bagus, anteng ayem, bertolak belakang 360° sama kelakuannya." Celetuk Ayana karena masih kesal sama sikap dosennya itu.
" Eh, Ana gak boleh ngomongin keburukan dosen sendiri. Ingat dia yang ngasih kamu ilmu, pekerjaan dia itu mulia loh. Emang kalau kamu di posisi dia bisa sabar sama kelakuan mahasiswi kaya kamu? engga kan? kan kamu emosian." Ayana mengumpati dirinya sendiri karena sudah berkata yang tidak baik mengenai dosennya.
Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB. Tugas Ayana hampir rampung, ia mengirimkan tugas yang harus di kumpulkannya malam ini ke E-mail Ali.
Saat waktu menunjukkan pukul 00.00 WIB. Handphone milik Ayana berdering, layar ponselnya menampilkan nama abi nya.
"Assalamualaikum Abi. Masyaallah tabarakallah, akhirnya denger suara abi." Ayana kembali bersemangat setelah mendengar suara abi nya.
^^^"Wa'alaikumsalam Ayana putri abi. Abi sama umi baru saja sampai di jogja, abi mau jemput Aya, kita ke rumah pakde di Bandung ya, nak." Suara pria paruh baya itu terdengar sangat lembut namun tegas dalam penyampaiannya.^^^
"Mendadak sekali abi, ini sudah tengah malam. Aya baru saja menyelesaikan tugas kuliah Aya. Aya belum sempat istirahat seharian ini, bi." jelas Ayana yang terkejut dengan kabar yang di bawakan abi nya.
^^^"Aya istirahat di mobil saja ya, berkemaslah. Sebentar lagi abi dan ummi akan sampai." pinta pria paruh baya itu.^^^
"Kita berangkat pagi besok saja ya, bi. Ini sudah terlalu larut, abi dan ummi juga harus istirahat dulu." Pinta Ayana berharap Abi nya mau mendengarkan perkataannya dan menerima permintaannya.
^^^"Tidak bisa Aya, Pakde mu sedang sakit keras. Abi takut tidak sempat bertemu dengan pakde." Pria paruh baya itu kembali menjelaskan posisinya kepada Ayana dengan lembut.^^^
"Kalau begitu Ayana tinggal saja bi, karena ini masih awal semester. Aya baru satu minggu masuk kuliah. Semester ini Aya juga bertenu dosen yang tidak toleran, Aya takut tidak lulus mata kuliahnya." Ayana membuat kesepakatan yang lain dengan Abi nya.
^^^"Urusan kuliah nanti Abi bicarakan dengan dekan mu, malam ini Aya ikut Abi sama ummi dulu ke Bandung. Ini pertama kalinya Aya bertemu sama pakde setelah besar, dulu Aya bertemu pakde waktu masih kecil, kalau tidak salah umur 5 tahun. Abi ingin memperkenalkan Aya dengan pakde dan keluarganya. 15 menit lagi kami sampai, nak."^^^
"Baik Abi, Aya berkemas dulu. Nanti Aya bawa bantal saja untuk istirahat di mobil." Ayana menyerah mendesak Abi nya.
Memang benar jika Ayana tidak pernah bertemu dengan keluarga pakde nya itu, karena sejak usia 5 tahun, keluarga Ayana menetap di Turki.
Namun, semenjak kuliah Ayana pindah ke Jogja. Karena, ia ingin menyelesaikan study S1 nya di tanah kelahirannya.
Sudah hampir 3 tahun Ayana tinggal di indonesia tapi dia tidak mengenal siapapun kecuali orang-orang di sekitar kosannya dan di sekitar kampus. Ayana tidak pernah berkunjung ke luar daerah dan mengunjungi sanak saudaranya.
Karena, Ayana selalu menghabisi waktu kuliahnya di kampus, kosan, dan perpustakaan. Sedangkan saat liburan Ayana akan kembali ke Turki mengunjungi kedua orang tuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!