"Banyak orang yang bilang kalau uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Aku berusaha menyanggah, karena aku yakin segalanya butuh Allah, bukan uang. Namun apa boleh buat, jiwa-jiwa manusiawi ku tak tertahan untuk mengakui bahwa aku ingin mendapatkan uang"
~Dinda, gadis pejuang rupiah yang membuat seorang Raka jatuh cinta padanya. Raka si Kepsek galak yang mulanya amat galak tiba-tiba jatuh hati pada sosok Dinda yang menyamar sebagai Dina. Dinda dan Dina adalah orang yang sama namun Raka tak menyadari itu.
...****************...
"Maaf pak, saya tidak bisa menjadi guru di sekolah bapak, saya punya mimpi untuk kuliah S2 di luar negeri, oleh karena itu saya harus bekerja keras mencari modal untuk kuliah di luar negeri sembari mencari beasiswa jika ada," ucap Dinda, seorang wanita lulusan terbaik di salah satu universitas terbaik di kota ini.
"Sayang sekali, padahal saya akan membuat gaji kamu 2 kali lipat dari gaji PNS biasanya," tawaran pak Egi seolah semakin menggiurkan. Pak Egi adalah pemilik yayasan sebuah SMA terbaik di kota ini. Meski ia sudah tua, namun ia tau betul bagaimana cara mengembangkan sekolah itu, salah satunya adalah memilih guru yang berprestasi seperti Dinda.
"Astaghfirullah pak...saya tidak tertarik dengan gaji yang bapak tawarkan," tegas Dinda dan berdiri dari kursinya. Ia mengambil ancang-ancang untuk keluar dari ruangan itu.
"Kalau gitu saya tambah bonus kamu setiap satu bualan nya, kurang apa lagi coba, gaji dua kali lipat di tambah bonus lainnya," sambung pak Egi.
Langkah kaki Dinda terhenti di situ. Ia tak kuasa menolak tawaran semenarik itu.
"Sebenarnya saya masih agak ragu pak, tapi ya sudahlah, saya terima,"
Akhirnya Dinda sah menjadi guru di SMA itu.
**
"Shodaqallohul'azim..." suara usai mengaji terdengar dari dalam rumah Dinda. Ia baru saja pulang ke rumah dan mendengar suara mengaji saat ia tiba di pintu.
"Assalamualaikum.." ucap Dinda sembari membuka pintu.
"Waalaikumussalam.." jawab ibu dan adiknya serentak.
"Udah pulang nak, gimana.. beasiswa S2 nya ada?" tanya ibu menatap putrinya.
Dinda tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. "Nggak Bu, kuliah S2 itu bisa nanti Bu, sekarang Dinda mau fokus kerja dulu, Dinda di terima jadi guru di SMA B," balas Dinda menatap wajah sang ibu yang kian menua. Kini Dinda hanya memiliki ibu dan adik laki-lakinya.
"Kak..aku kayaknya SMP di dekat sini aja deh, biar biayanya terjangkau," kata Andika, adik Dinda yang baru saja lulus SD.
"Jangan dong Dika, Kakak tuh udah kerja, jadi kamu boleh sekolah di pesantren terbaik, kan katanya cita-citanya mau jadi ustadz, siapa tau nanti bisa dapat beasiswa ke Mesir," balas Dinda mengelus kepala adik kesayangannya.
"Tapi kak..aku tau kok, biaya sekolah di sana mahal kak,"
"Dika jangan mikirin ke sana ya, tugas Dika itu belajar, urusan biaya itu biar kakak aja, udah sana belajar lagi," lanjut Dinda, ia memang seorang kakak yang baik bagi adiknya.
"Iya kak.." Dika pun beranjak ke kamarnya untuk lanjut belajar.
"Din..ibu ragu kalau adikmu sekolah di pesantren terbaik, biayanya dari mana?"
"tenang aja Bu, soal biaya aman kok," ucap Dinda menenangkan hati sang ibu.
***
Di sisi lain, Pak Egi tengah berdebat dengan anaknya yaitu Raka. Ia bermaksud menjadikan Raka kepala sekolah sebagai penerus Almarhum kakak kandung Raka.
"Pa.. Restoran dan kafe yang aku bangun dari nol itu udah mulai maju, aku nggak maulah beralih profesi jadi kepala sekolah," tegas Raka.
"Raka..kamu itu baru lulus S2, apa salahnya kalau kamu meneruskan perjuangan almarhum kakak kamu menjadi kepala sekolah,"
"Tapi pa.."
"Apa kamu lupa dengan permintaan kakak mu sebelum ia meninggal,"
Raka pun mengingat permintaan almarhum kakaknya dulu yang memintanya untuk meneruskan posisinya sebagai kepala sekolah.
"Pokoknya kamu harus jadi kepsek di sana, kalau tidak, kamu papa jodohkan dengan Siti anak pak Somad," tegas pak Egi.
Mendengar nama Siti saja Raka sudah merinding mengingat gigi Siti yang tumbuh maju ke depan.
"Iya..iya..demi kak Putra, aku akan jadi kepsek, tapi aku juga tidak akan meninggalkan bisnis yang aku bangun," itulah keputusan akhir Raka setelah berdebat begitu lama.
***
SMA B. sekolah yayasan milik pak Egi. Kini kepala sekolah telah resmi di ganti menjadi Raka.
Pagi hari yang cerah, secerah hati para siswi di SMA ini. Bagaimana tidak cerah, seorang laki-laki tampan turun dari mobil hitam bak seorang pangeran.
"Siapa dia.."
"OMG..dia artis kah.."
"Mungkin dia pangeran yang terdampar,"
"Ya Allah..ganteng bangat sumpah.."
Para siswi itu di hebohkan dengan kedatangan Raka yang tampak keren. Siapa sangka ia adalah kepala sekolah baru.
Hari Senin, seperti biasa, hari yang di benci pecinta rebahan ini adalah hari dilaksanakannya Upacara bendera.
Usai pelaksanaan upacara bendera, siswa-siswi tak langsung masuk kelas. Masih ada sesi perkenalan kepala sekolah yang baru.
"Perkenalkan ini adalah pak Raka, kepala sekolah kita yang baru," ucap Bu Desi sembari menatap Raka tanpa henti. Bahkan Bu Desi pun terpesona dengan Raka meskipun Bu Desi telah berkeluarga.
Hari ini bak kedatangan artis Korea. Semua siswi meleleh dibuatnya.
"Selain kepala sekolah yang baru, kita juga kedatangan guru baru, dia adalah lulusan terbaik di universitas terbaik, Bu Dinda silahkan maju supaya siswa-siswi kita bisa mengenal ibu," lanjut Bu Desi. Namun Dinda ternyata belum tiba. Untungnya saat ini ia tengah berlari ke depan. Ia baru saja sampai dan langsung berlari ketika mendengar namanya dipanggil.
"Mohon maaf semuanya..saya terlambat karena ada hal mendadak pagi ini," ucap Dinda yang merasa bersalah.
Usai sesi perkenalan itu, semua siswa-siswi kembali ke kelas masing-masing. Begitupun Dinda yang hendak berjalan namun langkahnya terhenti ketika di panggil kepala sekolah.
"Saya sebagai kepala sekolah merasa malu melihat guru seperti anda, saya yang jabatannya tinggi saja bisa datang tepat waktu, tapi anda..anda malah terlambat," Tegas Raka menatap sinis ke arah Dinda.
Dinda mengangkat kepalanya yang tadinya menunduk. Ia memberanikan diri menatap wajah Raka. "Tampan.. maasyaa Allah," Dinda tak sadar telah terpesona dengan ketampanan yang terpancar dari wajah Raka.
"Hello..anda tuli ya?" lanjut Raka.
Ekspresi kagum Dinda berubah menjadi benci ketika melihat kepribadian Raka yang sangat buruk baginya.
"Maaf pak..saya tidak tuli, saya kan sudah jelaskan alasan saya terlambat pak, apa bapak tidak bisa memaklumi itu," tegas Dinda pelan tapi tajam.
Raka malah tersenyum sinis. "Alasan bisa di buat-buat dalam satu detik," ucap Raka dan berjalan pergi begitu saja.
"Dasar kepsek jahat, nggak punya peri kemanusiaan bangat sih," batin Dinda yang sudah terlanjur mendapat kesan tidak baik pada seorang Raka.
Ring..ring..
Dinda mengangkat telepon yang ternyata dari pak Egi. Pak Egi memang sudah kenal dekat dengan Dinda karena Dinda pernah menjadi murid pak Egi ketika pak Egi masih mengajar di SMA. Sehingga Pak Egi tau betul bagaimana baiknya karakter Dinda yang cocok menjadi seorang guru teladan.
"Halo assalamualaikum pak, iya ada apa pak Egi," sapa Dinda di Telpon.
"Begini Din, kamu udah tau kepsek yang baru kan,"
"Oh kepsek yang tinggi itu,"
"Iya..itu anak saya,"
"Hah.." (Kaget)
"Iya..Raka itu putra saya, saya mau minta tolong, tolong kabari saya kalau dia tidak bertanggung jawab dalam jabatannya," pinta pak Egi.
"I-iya pak," jawab Dinda dengan terpaksa. Ia merasa berat hati karena harus memantau kepsek yang membuat ia kesal.
Kali pertamanya Dinda masuk ke dalam kelas, ia memperkenalkan diri pada siswa. Untungnya ia sedang masuk di kelas unggulan sehingga jarang di dapati siswa nakal yang menganggu konsentrasinya.
Hingga usai sudah ia mengajarkan materi.
"Alhamdulillah.. akhirnya lancar juga, tadi aku agak gugup," batin Dinda yang kini berjalan ke arah ruang guru.
Sampailah di ruang guru, kini Dinda bertemu teman baru, yaitu Bu Lina. Usianya tidak beda jauh dari Dinda.
"Bu Dinda, bisa minta tolong nggak," panggil Lina.
"Iya ada apa Bu Lina," balas Dinda
"Tadi jam tangan ku ketinggalan di meja pak kepala sekolah, bisa tolong ambilkan nggak, soalnya aku lagi sibuk buat materi nih,"
"Oh iya bentar ya," Dinda langsung mengiyakan saja tanpa berpikir panjang.
Dinda memasuki ruang kepala sekolah. Ia mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada yang menyahut. Pintu ternyata tak di kunci. Dengan memberanikan diri, Dinda masuk dan mengambil jam tangan milik Lina.
Ternyata ada dua jam tangan di meja, keduanya cukup mirip.
"Jam tangannya yang mana ya," Dinda bingung memilihnya.Ia ambil saja jam tangan yang ukurannya lebih kecil.
"Ehem..selain kurang disiplin ternyata kamu pencuri juga ya," ucap Raka yang tiba-tiba muncul. Ia baru saja dari toilet.
Dinda terkejut dan berbalik badan menatap Raka. "Maaf pak, saya tadi di suruh Bu Lina buat ngambil jamnya yang ketinggalan,"
"O iya..emang gini ya adab kamu sama kepsek, masuk ruangan tanpa permisi, kamu tuh lulusan terbaik dari mana sih, sangat tidak mencerminkan seorang lulusan terbaik!" tegas Raka. Ia memang orang yang tegas dan keras dalam prinsip.
"Pak..saya bukan pencuri, lagian kan ada CCTV, saya nggak sebodoh itu pak," balas Dinda menahan rasa kesalnya.
Dinda keluar dari ruang kepsek dengan suasana hati yang tidak baik. Ia amat kesal dengan sikap dingin kepala sekolah itu.
"Kenapa Bu Dinda?" sapa Lina menatap Dinda yang baru tiba di ruang guru.
"Nggak..nggak ada apa-apa kok, oh ya..ini jam kamu," Dinda memberikan jam tangan yang ia bawa pada Lina.
"Kepsek di sini galak ya Bu Lina, masa saya di tuduh mencuri padahal kan cuma mau ngambil jam kamu," ujar Dinda yang mencoba bercerita pada Lina.
"Oh pak Raka,"
"Raka? Namanya Raka ya?" tanya dinda.
"Iya, Namanya Raka,"
"Kenapa nggak sekalian aja namanya Neraka," batin Dinda yang masih saja kesal.
"Aku sih kurang tau soal pak Raka, yang ku tau dia itu tampan," lanjut Bu Lina.
"Kayaknya semua orang cuma memandang wajah tampan tanpa memikirkan kepribadiannya, miris ya, zaman ini memang selalu mementingkan good looking," Batin Dinda yang bertolak belakang penilaiannya dengan Lina.
*******
Malam hari, Pak Egi tengah menonton Berita sembari menyeruput secangkir kopi. Tak lama kemudian Raka Tiba. Ia datang dan duduk di sofa dekat papanya.
"Kenapa pulang semalam ini? Kamu kepsek bukan satpam," pak Egi bersuara.
"Pa..aku udah nurutin kemauan papa, tapi papa juga nggak boleh ngelarang aku untuk terus menjalani bisnis ku, aku pulang semalam ini karena harus memantau kafe sama restoran," tegas Raka yang sudah mengalah dengan kemauan papanya.
"Oke..papa maklum dengan kesibukan kamu, tapi ada satu hal lagi,"
"Apa pa?"
"Berapa usia mu saat ini," tanya pak Egi. Raka sudah menduga pasti akan ada permintaan yang aneh lagi.
"28 pa," jawab Raka singkat.
"Papa menikah di usia 27, masa kamu belum nikah di usia 28 sih, pokoknya dalam waktu sebulan ini kamu harus sudah ada calonnya, dan menikah bulan ini juga, papa akan menyeleksi wanita mana yang pantas untuk kamu," tegas pak Egi.
"Pa..ini perintah apa lagi sih, aku lagi sibuk ngurusin kerjaan pa,"
"Papa ini udah tua, kamu mau tunggu papa mati baru kamu nikah?"
"Tapi pa.."
"Nggak ada tapi tapi, kamu harus menikah bulan ini juga, kalau kamu tidak ada calonnya, papa sudah persiapkan gadis yang baik, tenang aja," tegas pak Egi.
Perasaan Raka semakin campur aduk karena banyaknya permintaan papanya. Ia ingin marah tapi tak tau bagaimana cara meluapkannya.
Raka berjalan menuju kamarnya dan langsung mengunci diri di sana. Perasaannya mulai tidak enak. Ia mengingat wanita wanita yang pernah dijodohkan pak Egi dengannya.
Pertama ia dijodohkan dengan gadis pemalu hingga salah tingkah setiap detik. Gadis kedua yang dijodohkan dengannya adalah gadis yang ramahnya overdosis hingga tak henti mengoceh. Gadis berikutnya adalah gadis ayu yang gerakannya lebih lamban dari siput.
"Pokoknya jangan sampai papa menjodohkan aku dengan wanita-wanita aneh lagi, aku harus cari cara supaya bebas dari ide buruk papa, lagian apa salahnya sih jadi jomblo, tua tua gini aku masih tampan kok," panjang lebar Raka berbicara sendiri di depan kaca. Ia tak tau lagi bagaimana cara menghadapi papanya yang selalu ingin menjodohkan dirinya.
*Keesokan harinya,,
Dinda baru saja akan berangkat bekerja, tepat saat ia membuka pintu rumah, ia dikejutkan dengan kehadiran pak Egi di sana.
"Eh pak Egi, ada apa pak, tumben pagi-pagi begini sudah ada di depan rumah saya," sapa Dinda yang amat penasaran dengan kedatangan pak Egi.
"Ada yang mau saya bicarakan," ucap Pak Egi, ia memang sudah kenal dekat dengan Dinda terutama dengan almarhum ayah dinda.
"Kalau gitu kita ngobrol di dalam aja pak," Dinda mempersilahkan pak Egi masuk.
"Nggak usah..di sini aja, jadi begini Dinda, saya tidak banyak basa-basi, kamu sudah kenal Raka putra saya kan, jadi saya berniat menjodohkan kamu dengan Raka," tegas pak Egi mengejutkan Dinda.
Dinda masih tak habis pikir dengan ucapan pak Egi itu. "Maksud bapak..."
"Dinda..saya terlalu pusing memikirkan jodoh untuk Raka, sudah banyak wanita yang saya perkenalkan padanya, tapi semuanya tidak cocok, saya rasa kamu adalah wanita yang tepat, kamu pintar, cerdas, berakhlak baik, pekerja keras, jadi saya berniat menjodohkan kamu dengan putra saya,"
Mendengar permintaan pak Egi itu, Dinda membayangkan rumah tangga bertema neraka bersama Raka.
"Maaf pak..saya tidak bisa, saya masih terlalu muda pak, saya masih ingin mengukir karir saya dan masih banyak target yang harus saya capai," ucap Dinda menolak dengan halus.
"Apa benar adikmu ingin sekolah di pesantren unggulan itu?" tanya pak Egi.
"Iya pak..itulah kenapa saya ingin bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita keluarga kami, yaitu memberikan pendidikan agama terbaik untuk adik saya," jawab Dinda.
"Tidak usah pusing memikirkan biaya, menikah saja dengan Raka, semuanya akan beres, bahkan adik mu bisa lanjut Pendidikan ke Mesir setelah lulus dari pesantren unggulan itu," Tutur pak Egi. Pak Egi memang sangat berbakat memberikan tawaran yang membuat Dinda tergiur.
Dinda hampir setuju ketika ia mengingat masa depan adiknya. Namun ia mengingat Raka yang memiliki sikap kurang ramah hingga ia berubah pikiran lagi.
"Maaf pak Egi, tapi saya tetap tidak bisa, mungkin pak Egi bisa cari wanita lain," ujar Dinda.
"Saya sudah kenal lama dengan kamu Dinda, kamu bahkan pernah jadi murid saya, saya tau betul bagaimana karakter kamu, yang saya butuhkan itu orang seperti kamu, ayolah Dinda..tolong dipikirkan lagi, kamu boleh berpikir dulu, nanti kalau kamu sudah membuat keputusan silahkan kabari saya,"
"Tapi pak.."
"Pokoknya saya tunggu jawaban kamu ya, assalamualaikum.." ucap pak Egi dan langsung pergi begitu saja.
Dinda masih menatap langkah pak Egi. Ia geleng kepala melihat kepedulian pak Egi pada Raka. "Pak Egi..pak Egi..malangnya nasibmu pak, punya anak seperti pak Raka, tampan tapi nggak laku, masa jodoh aja harus papanya yang mikirin," batin Dinda yang masih tak percaya jika ia di minta menjadi istri pak Raka.
...******...
Di ruang Kepsek.
Raka tengah duduk santai sembari menyeruput secangkir kopi. Ia juga memantau para guru di kelas masing-masing dari rekaman CCTV yang tertampil di layar.
Matanya tak sengaja tertuju ke arah rekaman CCTV dari kelas 12 IPA 3. Di sana ada Dinda yang sedang membuat pembelajaran menyenangkan di kelas.
"Cih...katanya lulusan terbaik, tapi kerjaannya cuma bercanda di kelas," Raka seolah merendahkan Dinda yang konon katanya lulusan terbaik dari universitas terbaik pula.
☘️☘️
Sementara itu, Dinda amat disukai murid di kelas 12 IPA 3 dikarenakan pembelajaran yang ia bawa sangat menyenangkan namun tidak mengurangi kualitas pembelajaran.
"Bu cantik, kenapa sih ngajar Biologi, kenapa nggak jadi artis aja, kan cantik," ucap seorang murid ternakal dari barisan belakang.
Meski Perkataan siswa tersebut agak kurang ajar, Dinda berusaha untuk tetap terlihat ramah dan sabar.
"Nak..jadi guru itu memang pekerjaan yang mulia meski terkadang apa yang di usahakan tidak sebanding dengan hasil yang di dapat, tapi bagi saya menjadi guru itu sangat menyenangkan, apalagi saat saya mengajar di kelas ini, rasanya waktu berlalu sangat cepat," balas Dinda dengan senyuman.
Seisi kelas semakin suka dengan kehadiran guru seperti Dinda.
Usai sudah jam pelajaran Biologi di kelas itu, Dinda bergegas ke ruang guru untuk beristirahat sejenak. Saat ia baru saja duduk, ia tiba-tiba teringat hal yang disampaikan Bu Desi bahwa ia masih ada urusan ke Ruang kepala sekolah untuk lapor diri dan menandatangani surat kontrak mengajar. Dinda tak sama dengan guru lain, ia spesial karena di undang langsung oleh pemilik yayasan.
☘️☘️
"Assalamualaikum..permisi pak.." ucap Dinda sembari mengetuk pintu ruang kepsek.
"Masuk!" suara dari dalam.
Dinda perlahan membuka pintu dan masuk ke ruang kepsek tersebut. Sebenarnya ia malas berurusan dengan kepsek galak itu, namun apa boleh buat, ia tak bisa menghindari kepsek selama ia bekerja di sekolah ini.
Raka menatap Dinda yang berjalan ke arahnya. Tatapannya seolah merendahkan Dinda.
"Bagus kebetulan kamu datang, silahkan duduk!" ucap Raka dengan nada yang dingin
"Terimakasih pak, saya ke sini ingin...
"Saya tidak panggil kamu, tapi baguslah kamu datang, saya cuma mau bilang kalau kamu tidak pantas jadi lulusan terbaik, cara kamu ngajar itu tidak baik bagi siswa di sekolah kami ini, kamu kira ini pertunjukan komedi, kerjaan kamu di kelas cuma tertawa bersama siswa," tegas Raka seolah menyalahkan cara mengajar Dinda. Raka dengan tak ramah memotong perkataan Dinda.
"Pak... kurikulum sekarang ini mengarahkan setiap guru untuk membuat pembelajaran menyenangkan, bukan menegangkan, jelas cara mengajar saya berbeda dengan cara mengajar guru bapak di tahun 2000an, karena zamannya sudah berbeda, kurikulum pun sudah berubah, saya juga bukan hanya bercanda di kelas, saya hanya mengupayakan agar pembelajaran tidak membosankan," tegas Dinda.
Dinda tampak meluapkan segala yang ingin ia ucapkan. Ia sudah tak tahan dengan hinaan kepsek yang selalu menyalahkannya itu.
"Wow..kamu ngajarin saya?" wajah Raka tampak marah.
"Maaf bukan mengajari pak, saya hanya membela diri,"
"Guru baru tapi sudah seberani ini? Ingat kamu bisa di pecat kapan saja, kamu bukan guru PNS!" Raka tersenyum sinis seolah merendahkan Dinda.
"Silahkan saja pak, tapi pemilik yayasan ini yang menugaskan saya di sini," tegas Dinda dengan tatapan tajam.
"Nggak usah ngarang..papa saya tidak sebodoh itu!"
"Ya sudah kalau tidak percaya, saya permisi pak, tadinya saya ingin menandatangani surat kontrak ini," Dinda berdiri dan mengambil ancang-ancang untuk pergi.
"Tunggu..saya belum mengizinkan kamu pergi!" tegas Raka.
Dinda pun kembali duduk.
Raka menelpon papanya untuk memastikan apa yang dikatakan Dinda.
"Halo pa..apa benar papa mempekerjakan perempuan yang namanya Dinda di sekolah ini?" tanya Raka di telpon.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Pa..itu kesalahan besar,"
"Kamu yang salah besar, Dinda itu baik, pokoknya jangan macam-macam sama Dinda!" tegas Pak Egi dan langsung mematikan telpon.
Dinda kembali berdiri dan mulai melangkah pergi.
"Tunggu dulu!" Raka spontan memegang tangan Dinda.
"Apaan sih pak!" Dinda melepas tangan pak Egi dengan paksa.
"Ada hubungan apa kamu sama papa saya, kenapa papa saya belain kamu?" tanya Raka yang selalu beranggapan buruk pada Dinda.
"Pak Raka, tolong profesional, ini sekolah, tapi dari hari pertama saya masuk bapak tidak pernah menunjukkan sikap seorang kepala sekolah, permisi pak!" ucap Dinda yang kehabisan kata-kata. Ia lalu pergi meninggalkan Raka di ruangan itu.
Dinda berjalan keluar sambil mulutnya komat-kamit karena kesal.
"Dasar Neraka, demi apapun aku nggak mau nikah sama orang kayak dia, bisa-bisa aku jadi korban suami jahanam," Dinda menggerutu tak tau ingin meluapkan rasa kesalnya pada siapa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!