NovelToon NovelToon

ASMARALOKA

Kecelakaan

"Zia, kedua orang tua kamu ... Meninggal karena kecelakaan!!!" Seorang wanita paruh baya bersama suami dan putranya baru saja tiba di rumah seorang gadis dengan wajah panik dan napas yang menderu.

Gadis itu terkesiap, "APA? tante tidak berbohong kan? Jawab dengan jujur tante, ini pasti hanya bercanda, iya kan? Tidak mungkin." tanyanya memastikan, sebelum akhirnya pingsan tak sadarkan diri.

"Zia!!!"teriak Merisya, tantenya dengan panik.

Namanya Zia Zeline Kirana atau sering disapa Zia, dia adalah seorang siswi SMA, anak tunggal dari keluarga Hendrawan, pemilik perusahaan Hendrawan Grup Company. Perusahaan terbesar di Jakarta dan memiliki cabang di seluruh penjuru negeri.

Kehidupannya yang selalu dipenuhi cinta, tiba-tiba mendengar kabar bahwa kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Bagaikan disambar petir, kabar itu membuat hati Zia hancur. Kenyataannya, siapa pun tidak ingin ditinggal selamanya oleh orang yang disayanginya.

Slang beberapa menit, Zia mengerjabkan mata, "Mama, papa..." ucapnya lirih sambil mengedarkan mata berusaha mencari keberadaan papa dan mamanya.

Merisya segera memeluk,

'Jangan menangis Zia, nanti hanya akan menambah beban om dan tante' batin Zia sebelum air matanya menetes.

Zia adalah gadis yang tangguh dan pintar, dia sadar tak ada gunanya menangisi kepergian kedua orang tuanya, lagi pula menangis tak akan bisa mengembalikan mereka yang sudah meninggal.

"Syukurlah kamu sudah sadar, kami semua sangat khawatir dengan kondisimu sayang." Ucap Merisya sambil menyeka air matanya dan menyodorkan segelas air putih untuk diminum Zia. Zia menyadari tantenya pasti juga sangat terpukul mengingat papanya adalah kakak Merisya.

"Iya, kakakmu yang tampan ini juga sangat mengkhawatirkanmu hingga lupa makan siang" tambah Evan, sepupu Zia dengan wajah dramatis.

"Hanya lupa makan siang, mengapa tidak lupa makan saja selamanya?"jawab Zia blak-blakan.

"Bisa mati dong!"

"Biarin" Semuanya tergelak mendengar kelucuan kedua sepupu itu.

"Sudah-sudah. Kamu yang sabar ya Zia, kami akan selalu ada di sisimu, tak perlu khawatir," ucap Bram yang diangguki oleh Merisya.

"Jadi, Zia sekarang mau pindah ke rumah om?"Lanjut Bram, melihat Zia yang berangsur mulai tenang.

"Iya om, maafkan Zia sudah merepotkan kalian" jawab Zia sedikit menunduk.

"Ah, tidak merepotkan kalau untuk keponakan tersayang om," sambung Bram sambil tersenyum.

'Hebat Zi, setelah menerima kabar kematian orang tua Lo , Lo tetap tak mau memperlihatkan setetes air mata pun. Kalau gue di posisimu, gue pasti akan menangis histeris.' batin Evan berdecak kagum.

***

Sebuah mobil SUV berwarna putih baru saja tiba di halaman sebuah rumah mewah. Ada berbagai macam bunga di halaman. Serta air mancur di tengah taman.

Dengan cepat pintu mobil dibuka oleh Evan “Silakan tuan putri”

"Terima kasih kakak" ucap Zia tersenyum.

Evan mengangkat salah satu alisnya, "Ya, Tuan Putri" sambil membungkuk hormat, seperti seorang prajurit kepada Putrinya. Memang pria yang sangat romantis.

Zia hanya tertawa kecil, lalu masuk ke dalam rumah.

"Lihat saja, kakakmu ini akan berusaha membuatmu ceria lagi" ucap Evan penuh percaya diri melihat punggung Zia kemudian menyusulnya.

Di dalam ruangan bernuansa pink yang hampir mirip dengan kamar Zia, terdapat banyak boneka di atas kasur dan juga buku-buku yang tertata rapi di perpustakaan pribadi.

"Tante yang mendekorasi ini semua untuk Zia?"tanyanya tanpa mengalihkan pandangan, tidak hanya buku dan boneka, tetapi juga barang antik di sana. Merisya mengangguk dan tersenyum.

"Tante harap kamu nyaman tinggal di rumah tante, kalau begitu Tante mau turun dahulu untuk persiapan acara tahlil" ucap Merisya lembut, mengalihkan perhatian Zia.

"Iya tante, terima kasih banyak" jawab Zia tersenyum tulus.

"Papa, mama... Zia harap kalian bahagia di sana, walaupun kalian sudah tidak ada lagi di dunia ini, Zia akan tetap berusaha hidup sebaik mungkin sesuai pesan kalian."Zia berkata lirih, tidak terasa air matanya luruh.

***

Di aula yang luas dengan karpet permadani elegan dan banyak makanan yang tersaji. Saat ini Zia sedang duduk menunggu para tamu undangan. Zia terlihat sangat cantik mengenakan gamis berwarna krem dengan hijab berwarna cokelat susu.

Di tengah perbincangan asyik Zia dengan Bunga, sahabat dekatnya. Zia tersentak melihat seorang lelaki yang terlihat tak asing baginya, baru saja masuk dari pintu utama.

“Ada apa, ZI seperti orang terkejut begitu?”tanya Bunga melihat perubahan ekspresi wajah Zia.

"Zia ke sana dulu yah, Bunga lanjutkan saja makannya, sebentar kok" ucap Zia lalu berjalan ke arah pria itu. Bunga mengangguk.

“Yuda?”Zia memastikan, membuat pria itu langsung menoleh ke arahnya sembari melepas kacamata hitamnya.

Yuda Aditama, pria blasteran Indonesia dan Prancis itu adalah pacar sekaligus sahabat Zia sedari kecil. Kedua orang tua Zia menjalin partner bisnis dengan orang tua Yuda, itulah mengapa mereka sedari kecil sudah akrab dan bersahabat.

"Zia? Hei, apa kabar? Kita sudah lama nggak ketemu" balasnya dengan tangan akan meraih bahu Zia, Zia pun langsung melangkah mundur.

"Apa? Lo ngelupain aku? Ini pacarmu sayang" sambungnya, kali ini berusaha meraih tangan Zia,

"Jika Yuda berani menyentuh lagi, Zia akan berteriak!" ucap Zia dengan marah.

Yuda memijat alisnya bingung "Kenapa? Apa gue telah ngelakuin kesalahan? nanti bakal ku ajak shopping di mall ya sayang" timpalnya dengan nada merayu,

Zia tersenyum pahit, "Nggak semua masalah bisa diselesaikan dengan uang Yuda"

“Yah, salah gue apa, gue nggak mengerti Zia...” desak Yuda

Sementara Bunga yang sedari tadi memperhatikan mereka dari tempat duduknya sambil makan kue, berkata, "Apa yang mereka bicarakan, seru sekali sepertinya."

"Salahmu apa, Yuda nggak peka yah? Yuda ninggalin Zia pas lagi sayang-sayangnya. Zia kangen banget sama Yuda, Di chat nggak dibalas, ditelepon nggak diangkat bahkan Yuda ganti nomor seperti menjauh dariku. Tega kamu!" jawab Zia, emosinya makin memuncak namun berusaha dia tahan.

"Ayolah, maafin gue... Gue harus ngelakuin itu karena papa memaksaku pindah ke Prancis, buat nyelesain proyek barunya. Maaf, gue nggak memberitahumu sebelumnya, Zi, aku..." Yuda berusaha menjelaskan.

"Cukup, Zia udah muak sama semua alasanmu, mulai sekarang kita PUTUS!"Zia menyela sebelum akhirnya kembali ke tempat duduknya. Tak menghiraukan Yuda yang terpaku di tempat.

"Apa yang udah kalian bicarakan, keren sekali?"Bunga bertanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

"Nggak usah dibahas lagi, nggak penting" Zia masih menatap lekat Yuda yang mematung di dekat pintu.

"Lo mengacaukan semuanya Yuda," gumam Yuda kesal.

"Semua tamu undangan silahkan duduk lalu kita akan membaca Surat Yasin bersama-sama" seru ustaz.

.

.

.

Gadis berparas cantik dengan hidung mancung, kulit putih nan lembut dan rambut sebahu yang tergerai indah itu sudah memakai baju piyama lima menit lalu. Jam menunjukkan pukul 23.00 WIB, Zia masih terjaga dengan laptopnya di atas kasur.

Karena tidak bisa tidur ia memutuskan menyelesaikan tugas sekolah yang belum selesai, handphone di sampingnya berdering mengalihkan atensi Zia.

"Halo? dengan siapa? halo?" namun tidak ada jawaban sama sekali.

"Orang salah nomor kali" ucap Zia tak ambil pusing lalu melanjutkan mengetik di laptop

Sementara itu di tempat lain, Yuda baru saja tiba di sebuah basecamp malam yang di dalamnya banyak laki-laki geng menggandeng wanitanya. Serta banyak minuman beralkohol.

Semua yang melihat kedatangan Yuda segera berdiri dari duduknya kemudian membungkuk hormat.

"Malam bos" sapa salah seorang dari mereka, yah Yuda Bimantara adalah ketua geng motor Althero.

Siapa yang tidak tahu geng Althero, geng tersebut terkenal dengan kebengisannya di dunia perbalapan. Tidak ada pertandingan balap motor yang tak dimenangkan mereka.

"Kenapa bro, nggak biasanya wajah Lo kelihatan kusut gitu. Lawan tandingnya lemah yah?" timpal lelaki  berbadan kekar dan sebelah alis di cukur. Dia bernama Sebastian, wakil ketua sekaligus pemegang posisi yang cukup penting.

Yuda berhambur duduk di sofa, "Diputusin pacar" jawab Yuda singkat dengan wajah ditekuk. Mood nya tiba-tiba rusak sejak pulang dari rumah Zia.

"Yaelah, cewek polos itu? move on lah bro, lagian masih banyak cewek yang lebih cantik dan seksi daripada dia." ucapnya meremehkan, Yuda langsung naik pitam, berdiri dan segera menarik kerah baju Sebastian.

"Jangan bicara macam-macam tentang Zia, kalau nggak gue bunuh Lo, camkan itu" bisik Yuda penuh penekanan , wajahnya merah padam.

Sebastian terpaku seribu bahasa, walaupun ucapan Yuda terdengar hanya berbisik, namun auranya sangat mencekam dan Yuda tak akan pernah berbohong dengan apa yang telah dia ucapkan.

"Siapkan pasukan, malam ini kita war!" Seru Yuda.

Segera terdengar sorakan bersemangat dari seluruh anggota lainnya.

***

Kotak Misterius

Bruk...

"Aduh" seru seorang gadis bergaya nyentrik yang terjatuh.

"Eh sorry Ratu, nggak sengaja" ucap Zia sambil meraih tangan gadis tersebut. Berusaha membantu berdiri.

"Nggak usah nyentuh gue, argh!" balasnya meringis kesakitan dengan menangkis uluran tangan Zia.

"Sengaja kan Lo dorong gue, gadis sok cantik?" sarkas nya setelah berdiri.

Zia menghela napas berat, "Yasudah Zia pergi, maaf sekali lagi" putus Zia tak mau memperpanjang masalah. Zia tidak menyukai dekat dengan masalah, tetapi masalah-lah yang suka mendekatinya. Heran.

"Hei, main pergi aja nggak punya telinga yah?" ucap Ratu sekali lagi dengan emosi yang membuncah seperti lava yang siap memuntahkan isi perutnya. Wajahnya merah.

Mendengar itu Zia berbalik badan, menghampiri Ratu.

"Maumu apa?" tanyanya dengan kedua tangan menyilang di dada. Zia tetap tenang agar tidak terbawa emosi.

Haduh, sudah mau jam masuk lagi, lagian jadi cewek letoy banget. Batin Zia tak habis pikir.

"Mau gue, bersihkan sepatu gue sebagai permintaan maaf." suruhnya, dagunya maju, kakinya diangkat kearah Zia.

Zia terkesiap, "Hah? Ratu serius?" tanyanya sekali lagi.

"Telinga Lo budek yah, cepat!" sergah Ratu membuat Zia hanya bisa pasrah dengan keadaan.

Saat Zia akan membersihkan sepatu Ratu, entah dari mana asalnya, yang jelas Yuda datang bagaikan pahlawan di siang bolong.

"Eh Yuda, mau ngajak lunch yah, boleh kok" ucap gadis pick me tadi kepedean, wajahnya dimanis-manis kan. Sambil memperbaiki rambutnya.

"Pede banget jadi cewek, mau ngapain Zia Lo? Bersihin sepatu? selagi masih ada gue, jangankan ngebersihin sepatu, daun jatuh aja nggak bakal gue biarin nyentuh Zia." Balas Yuda lalu menarik tangan Zia menghiraukan wajah cemburu Ratu, Zia hanya diam.

"Ngapain sih Lo tetep berusaha dekat dan baik sama Ratu, dia itu jahat, suka gangguin Lo" Yuda mengingatkan untuk keseribu kalinya, sebab Zia kekeh padahal Ratu dari dulu tidak menyukainya.

Tiba-tiba Zia menghentikan langkahnya, seketika Yuda menoleh ke belakang,

"Kenapa? sebab mamaku pernah berpesan, berbuatlah baik kepada orang meskipun orang itu berlaku jahat pada kita. Lagian, apa hak Yuda larang-larang Zia? ingat kita sudah putus." balas Zia datar.

Yuda menghela napas kasar, "Okay fine, kita udah putus tapi ingat gue masih punya janji buat selalu menjagamu," balasnya, semburat tekad terpancar dari kedua manik matanya, sesaat Zia terbuai namun segera memalingkan wajah.

Luka yang disebabkan Yuda masih terukir jelas di hatinya, Bagi seorang gadis penyayang seperti Zia, ketika sudah disakiti, akan berat untuk memaafkan.

Tinggal 5 menit lagi jam pertama akan segera dimulai. Zia yang baru saja memasuki kelas XI IPA 1. Yuda sudah masuk lebih dahulu di kelas XI IPA 2 yang letaknya di samping kelas Zia.

"Zia, turut berduka cita yah maaf kita nggak bisa dateng di acara pemakaman kedua orang tuamu dan juga tahlil bersama" kata Alma, teman sekelas Zia tak enak hati,

"Turut berduka cita ya Zi, gue percaya Lo kuat, semangat!" sahut Benny menguatkan. Benny adalah ketua kelas.

"Iya nggak apa-apa, Zia ngerti kok" balas Zia tersenyum lalu berjalan ke mejanya yang ada di samping jendela.

Seakan tak kuat lagi menahan haru yang Zia tahan, gadis itu menitikkan air mata melihat banyaknya buket bunga dan cokelat yang ada di atas mejanya.

Bunga yang melihat hal itu langsung memeluk Zia, "Jangan sedih, nanti gue ikut sedih loh. Semua ini dari kita"

"Nggak, ini cuman kelilipan doang. Makasih ya " jawab Zia sambil mengusap air matanya.

"Kalau Lo butuh apa-apa, jangan sungkan beritahu gue yah, gue siap 24 jam buat Lo!" tawar Bunga semangat.

"Emangnya satpam komplek, ready 24 jam" jawab Zia,

lantas kedua sahabat itu tertawa bersama. Tepatnya tertawa untuk menutupi kesedihan.

***

Di sebuah rumah kecil di pegunungan, tinggal seorang lelaki bersama ibunya di desa yang penduduknya bisa dihitung jari.

Kehidupan mereka jauh dari kata layak, rumah terbuat dari kayu seadanya namun tetap kokoh serta atap rumah yang sudah rapuh, akan banyak yang bocor jika turun hujan.

"Bu, nanti sepulang dari ladang, Raidhan mau ke kota dulu yah bu, beli bahan makanan pokok kita." ucap lelaki bernama Raidhan yang sedang memakai sepatu but nya, bersiap ke ladang.

"Uhuk... uhuk... baiklah, kau hati-hati di jalan, ini rantang makanannya" balas Ambar batuk-batuk,

"Assalamualaikum" ucap Raidhan.

"Waalaikumsalam" Ambar membalas.

"Lihatlah anak kita sudah besar pak, semoga kamu selalu mendapat keberuntungan hidup anakku" lirih Ambar melihat kepergian Raidhan, lalu menatap langit.

Raidhan adalah anak yatim, ayahnya meninggal 10 tahun silam akibat penyakit yang dideritanya. Ketika itu Raidhan masih berumur 8 tahun.

Ambar yang berjuang mati-matian membesarkan Raidhan seorang diri. Berusaha  selayaknya figur ibu sekaligus ayah agar Raidhan tak kekurangan kasih sayang orang tua.

.

.

.

Sementara di kantin sekolah yang ramai, Zia dan Bunga sedang mengantri membeli mi ayam,

"Aduh, kalau bukan karena mi ayamnya Bu Yem, gue nggak mungkin mau berdesakan kayak gini" gumam Bunga kesal. Bagaimana tak kesal, kakinya selalu kena injak.

"Minggir, jangan dekat-dekat gue" ucap Bunga kesal pada lelaki tinggi semampai dan berkacamata tepat di belakangnya.

"Idih, siapa juga yang mau ngedekati Lo!" balasnya ngegas.

"Yeh, Mala ngegas!" Bunga tak kalah ngegasnya.

"Nggak usah ribut, nih mi ayamnya" potong Zia yang sudah membawa dua mangkuk ditangannya membuat Bunga langsung ceria.

Semua tempat duduk sudah penuh hanya menyisakan meja yang berada di tengah-tengah, merekapun duduk di sana.

Saat Zia dan Bunga asyik menyantap mi ayam,

"Permisi, boleh numpang duduk di sebelah kalian nggak?" tanya lelaki berparas tampan khas idol korea, di belakangnya dua orang lelaki.

Seketika suasana kantin menjadi gaduh, terdengar teriakan histeris dari murid siswi seperti melihat kejadian langka sepanjang sejarah, sampai ada yang lagi berjalan lalu terbentur dinding, bahkan sampai ada yang pingsan. Sungguh momen yang layak diabadikan di museum.

"E ... iya boleh ... boleh ... Silahkan duduk Sebastian..." kini Bunga yang menjawab dengan terbata.

Zia melotot ke arah Bunga,

"Lagi makan mi ayam yah" ucapnya basa-basi.

"Iya" balas Bunga cengar-cengir sendiri.

"Nggak usah basa-basi, to the poin aja, mau kalian apa?" tanya Zia malas. Lelaki seperti mereka pasti hanya ingin menggoda saja.

Mereka tertawa, "Cewek menarik, gue mau tanya sama Lo, Lo masih suka sama Yuda?" tanya Sebastian serius.

"Nggak, lagian kita udah putus" jawab Zia fokus minum jus nya.

'Tapi Yuda masih suka Lo Zia' batin Sebastian. Diam-diam menyunggingkan senyum smirk.

Ting... ting... ting...

Bel tanda masuk sudah berbunyi, Zia dan Bunga berniat membayar makanan mereka.

"Biar gue aja yang bayar" ucap Sebastian dengan senyum khasnya.

"Argh, gue nggak nyangka dapet senyum maut Sebastian! Mimpi apa gue semalam, astaga OMG!" pekik Bunga kesenangan sambil menepuk pelan kedua pipinya.

"Ish, udah ah ayo ke kelas takut guru killer itu datang" balas Zia dengan menarik tangan Bunga yang masih terperangah dengan kejadian tadi.

'Sebastian tiba-tiba baik gitu kenapa yah, firasat gue kok nggak enak'. batin Zia heran, namun segera dia tepis.

***

Saat ini jam menunjukkan pukul 19.30 WIB, Zia yang tengah belajar di meja belajar kamarnya mendadak muncul pesan anonim mengatakan 'Gue udah di depan pintu rumah Lo'.

"Nomor siapa sih ini malam-malam, udah di depan rumah, maksudnya?" ujar Zia bingung sebelum akhirnya memutuskan untuk mengecek.

Saat Zia membuka pintu tidak ada siapapun di depan rumahnya, sepi, hanya menyisakan temaram lampu jalanan.

Memang, rumah tantenya itu terbilang berada di jalanan yang tak luas, hanya ada satu dua pengendara. Saat Zia berbalik badan, dia terkejut melihat sebuah kotak misterius berwarna merah muda.

***

Pertarungan Sengit

Zia meletakkan kotak tersebut di atas meja belajar, "Buka nggak yah, buka aja deh" Karena penasaran, Zia pun memutuskan membuka kotak misterius itu.

Betapa terkejutnya Zia, isi kotaknya adalah sebuket bunga mawar putih dengan sekotak kecil cokelat, terdapat pula secarik kertas.

"Cokelat itu manis, tapi lebih manisan Lo." membaca itu Zia langsung tertawa, di balik kertas tertulis kata mister S. Siapa S? batin Zia heran.

 Zia beranjak meletakkan bunga mawar di vas bunga kaca yang sudah berisi air.

Ponsel di samping Zia bergetar, ada notifikasi pesan dari nomor tak dikenal tadi.

~anonymous : "Lo suka?"

Zia : "Iya. Dari kamu?"

~anonymous : "Tentu"

Zia : "Siapa mister S itu?"

~anonymous : "Haha ... teman Lo, Sebastian"

Deg ... Zia terperangah, mengetahui kotak tadi dari Sebastian, lelaki yang menurutnya playboy. Zia berusaha menetralkan pikirannya sebelum membalas pesan Sebastian.

Zia : "Apa ada maksud di balik ini semua?"

Zia curiga sebab dia paham, pasti lelaki seperti ini memiliki motif tersembunyi.

~anonymous: "Gue ingin ngajak Lo nonton konser Lyodra, besok"

***

Sementara di meja makan yang panjang dan luas, bisa untuk duduk 10 orang,

"Dari mana saja kamu, Yuda!" ucap lelaki paruh baya yang sedang makan, kepada putra semata wayangnya.

Yuda yang baru saja pulang, dan masih memakai seragam sekolah, "Dari rumah teman" jawab Yuda datar.

"Mau jadi apa kamu, selalu pulang malam, keluyuran nggak jelas. Papa mau kamu berubah Yuda, ubah sikap kamu!" sambung Andika marah, sehingga memperlihatkan urat wajahnya yang keriput termakan usia.

"Kalau kamu nggak bisa berubah, papa akan blokade rekening kamu dan papa akan mencoret nama kamu dari ahli waris!" ancam Andika.

"Yah nggak bisa gitu dong pa, okey Yuda bakal berubah, tetapi beri Yuda waktu." balas Yuda memelas.

***

Pagi menyingsing, cahaya matahari pagi yang lembut masuk dari jendela kamar yang tertutup gorden berwarna putih. Suara kicauan burung terdengar nyaring di balkon kamar.

Gadis cantik yang masih terlelap bersama mimpinya itu terbangun. Kemudian, menyibak gorden.

Dia menarik napas dalam-dalam lalu perlahan menghembuskannya. Menikmati udara segar dan keindahan ciptaan Tuhan.

"Non Zia, apa sudah bangun? Bibi boleh masuk non?" tanya pembantu di depan pintu kamar.

"Silakan Bi Inem" Zia mempersilahkan, segera Bi Inem membuka pintu. Sudah hal biasa, setiap pagi Bi Inem akan membersihkan kamar Zia.

"Permisi non" ucapnya saat masuk.

Zia mengangguk kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

25 menit kemudian, di meja makan, terdapat Merisya dan Evan yang sedang sarapan melihat Zia yang sudah siap dengan tas selempang favoritnya. Bram sedang menyelesaikan proyeknya di daerah Bandung selama 3 hari.

"Sarapan dulu, Zia." tawar Merisya.

"Nanti aja tante, teman Zia udah nungguin di depan" jawab Zia sopan sembari menyalami tangan Merisya.

"Oh yasudah kalau begitu, hati-hati di jalan" timpal Merisya. Kemarin malam, Zia sudah memberi tahunya jika akan pergi menonton konser bersama temannya, Sebastian.. Berhubung hari ini adalah hari Minggu.

"Pasti tan, assalamualaikum" kata Zia lalu bergegas pergi. Sebastian pasti sudah menunggu lama.

"Jangan lupa hotdog nya!" seru Evan dibalas jari berbentuk nyempurit oleh Zia.

Di depan gerbang, "udah nunggu lama yah?" tanya Zia yang sudah duduk di kursi samping pengemudi dan memakai seat belt.

"Tentu, tetapi terbayarkan saat melihat parasmu yang menawan" jawabnya merayu.

Zia tersenyum manis.

Mobil pun berjalan, menyisakan kepulan debu dari ban mobil yang bergesekan dengan tanah.

Di tengah perjalanan, Zia heran perjalanan dari rumahnya ke tempat konser membutuhkan waktu 15 menit, namun ini sudah 25 menit belum juga sampai.

"Kapan sampainya?" tanya Zia sedikit khawatir. Kekhawatiran Zia makin memuncak ketika jalanan berbeda dari jalan ke tempat konser.

"Kamu mau bawa Zia ke mana? stop, kalau nggak mau berhenti, Zia bakal loncat!" ancam Zia yang sudah ketakutan.

"Hahaha, silakan aja lompat, sekeras apa pun Lo membuka pintu nggak akan terbuka karena gue udah menguncinya" jawab Sebastian dengan tawa kemenangan.

"Memang salah Zia udah mempercayaimu Sebastian, kau pria licik!"

"Terserah Lo bilang seperti apa, yang jelas Lo udah masuk perangkap ku, kesempatanmu kecil untuk selamat."

Perasaan Zia bercampur aduk sekarang, antara marah, sedih, takut. Namun, gadis itu berusaha tetap tenang, menetralkan pikiran lalu memutar otak, memikirkan cara yang tepat untuk bisa lolos dari perangkap pria licik seperti Sebastian.

Walaupun dengan terpaksa, Zia memutuskan untuk menghubungi Yuda.

Diam-diam, Zia mengetik di ponselnya, namun Sebastian tahu dan langsung membanting ponsel Zia sehingga pecah.

Zia terkejut, "Tidak!" sudah pupus harapan Zia agar bisa selamat. Ponselnya sudah hancur. Kini Zia hanya bisa memohon pertolongan kepada Allah.

Beberapa menit kemudian, mobil Sebastian sampai di pelataran sebuah klub.

"Mau apa kamu?" tanya Zia panik. Keringat dingin membasahi kening putih Zia.

Seakan tak menggubris pertanyaan Zia, Sebastian menarik paksa tangan Zia untuk masuk ke dalam.

"Lepasin! nggak mau! tol ..." Sebastian membungkam mulut Zia dengan tangannya.

"Sekali lagi Lo berontak, sahabat Lo Bunga, akan dalam bahaya" bisik nya, membuat Zia terdiam ketakutan.

Baru pertama masuk, suasananya sangat ramai dengan lampu disko menyala, terlihat lebih seperti malam ketika masuk ke dalam.

Pria dan wanita sama-sama menari, ada juga yang sedang minum-minum dan bermain kartu.

"Halo bro, waw lebih cantik daripada kemarin." sapa lelaki dengan seorang wanita seksi di belakangnya.

"Hi" sambung lelaki itu dengan berusaha menyentuh tangan Zia, namun Zia menepisnya dengan kasar.

"Jangan pernah nagih utang lagi" ucap Sebastian yang masih mencengkeram kuat tangan Zia.

"Okeh, gue anggap utang Lo lunas!" balasnya tersenyum puas, lalu beralih menatap paras cantik Zia.

Zia meludahi Sebastian,

Jyuh ...

"Lelaki br*ngs*k!"

Sebastian menatap lekat Zia, "Bawa dia"

Lelaki asing itu segera membawa paksa Zia,

"Lepasin! ku mohon, tolong!" teriak Zia histeris membuat lelaki itu menarik tangannya makin keras.

"Berhenti!" seru Yuda yang tiba-tiba datang lalu memukul Sebastian hingga membuatnya tersungkur di lantai, Zia tertegun melihat kedatangan Yuda.

"Puas gue udah buat Lo putus dan mencelakai orang yang paling Lo sayang" Sebastian menyeringai.

Yuda kembali memukul bertubi-tubi membuat Sebastian tak berdaya. Segera banyak pasang mata menatap ke arah mereka.

"Pengecut!" sarkas Yuda kepada Sebastian. Kemudian menarik tangan Zia untuk ke belakangnya,

"Lawan aku" perintah Yuda kepada lelaki asing tadi, tanpa menunggu aba-aba, pertarungan sengit pun dimulai.

Pukulan keras berhasil dilayangkan Yuda di rahang lawan. Lalu perut, kemudian dagu. Membuat lawan lebam.

"Jago juga Lo" ucapnya sedikit meringis kesakitan dibarengi senyuman smirk.

Lelaki itu melirik besi di sampingnya, dan ... bug ...

Pukulan mendarat di bahu lalu wajah Yuda, "Argh!" teriaknya kesakitan. Seketika darah segar mengucur deras dari mulut Yuda. Semua orang yang melihat itu berteriak histeris.

Tak ada yang berani menghentikannya. Bahkan staff keamanan sekalipun sebab melihat lawan Yuda adalah pemilik klub tersebut.

Zia makin ketakutan, namun dia mencari cara lain untuk membantu Yuda.

Yah, dengan berlari ke barista dan meminjam teleponnya untuk menghubungi polisi.

"Kesempatannya kecil untuk bisa selamat, itu menandakan masih adanya kesempatan walau kecil" lirih Zia penuh harapan.

Ninu ... Ninu ... Ninu ...

Terdengar suara sirine mobil polisi.

Semua orang berteriak panik, "Polisi!"

Lelaki asing tadi berusaha untuk kabur, namun polisi lebih dulu menangkapnya.

Namun, Sebastian berhasil lolos.

"Yuda!" teriak Zia melihat Yuda sudah terkapar di lantai.

Zia menangis, takut kehilangan orang terdekatnya lagi.

Yuda yang terbaring di pangkuan Zia, "Rasanya nyaman berada di pangkuanmu, serasa hidup kembali" lirihnya tersenyum.

"Ini bukan waktunya berbicara itu Yuda, kamu terluka parah, hiks ... ini semua karena Zia..." ucap Zia makin menangis.

"Hey, stop ... Gue nggak suka Lo nangis, ini semua bukan salahmu, Sebastian cuman ingin balas dendam ke gue dengan cara mencelakai orang yang paling gue sayang, berhenti menangis, kamulah ... wanitaku ..." Yuda kemudian memejamkan matanya,

"Yudaaaaa!!!"

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!