Cklek..
Pintu kamar Edrea terbuka, menampilkan sosok lelaki berbadan kekar, tinggi 187 cm dan berparas rupawan, dia adalah Christian kembaran Alston yang bisa dibilang Christian anak kedua.
membukanya perlahan lalu berjalan menuju tempat tidur adiknya, dia melihat Edrea masih tertidur dengan nyenyak.
Christian enggan membangunkan Edrea, ya memang dia orangnya tidak tegaan. sebab itu Christian melupakan perintah Daddynya untuk membangunkan sang adik, melainkan dia ikut membaringkan tubuhnya di samping Edrea.
Tidak pernah bosan memandang wajah adiknya saat tidur, mengingatkan dia pada Mommynya yang meninggal.
Merasa nyaman Christian mulai memejamkan mata untuk tidur kembali, dia sebenarnya juga ngantuk tapi apa boleh buat dia harus berangkat pagi ke kampus.
Sedangkan yang tadi terus tertidur pulas tidak menghiraukan kedatangan kakaknya, Edrea tidak terganggu sama sekali.
Sret...
Tirai kamar Edrea terbuka, Christian baru saja memejamkan matanya harus terbangun lagi.
Ternyata itu Alston, kembarannya yang membuka tirai hingga semua cahaya matahari masuk kedalam kamar Edrea.
Alston menatap Christian malas, dia tahu kalau Christian tidak mungkin bisa membangunkan Edrea.
Berjalan mendekati Christian, tanpa basa-basi Alston menggeplak kepala Christian tanpa kesian.
"Bangun." Titahnya.
"Gila lo, baru mau tidur gue."
Alaton berdecak, ingin memarahi lagi tapi dia mulai melihat Edrea membuka mata
Tidur Edrea terusik, perlahan-lahan membuka matanya pelan sambil menyesuaikan pandangan agar terlihat jelas.
"Bentar lagi gue punya kantong mata kalo begini terus." Protes Christian.
Apa Edrea masih bermimpi? Dia baru saja mendengar kicauan kedua kakak kembarnya.
"Abang ngapain disini?" Edrea melirik kearah mereka berdua
"hari ini kamu sudah kembali sekolah. " kata Alston sambil berjalan mendekati Edrea, tidak usah ditanya betapa gugupnya Edrea saat Alston mendekat.
"Mandi."
dan saat itu juga Edrea segera bangun dan pergi menuju kamar mandi
Alston adalah orang yang paling ampuh untuk membuat Edrea patuh, selain tampangnya yang sangar, tegasnya Alston pada Edrea membuat Edrea tidak bisa bermain keluar rumah sampai larut malam.
Ah, Alston mendidiknya agar menjadi anak rumahan.
"Gak bisa liat orang tenang aja. " Cibir Christian.
Berbeda dengan Alston, Christian selalu menuruti apa yang Edrea ingin dan tidak mampu membentaknya, memikirkan dia memarahi Edrea saja membuatnya sakit hati.
Alston beralih menatap Christian "hidup Edrea gak sesantai itu sekarang, lo kenapa jadiin contoh ngulur waktu buat dia."
"Gak ngulur waktu, Bentaran doang tadi."
"Ya." Alston pergi meninggalkan Christian.
Christian merenggut dan menyusul Aston untuk makan pagi.
•••
Sekarang Edrea sudah tampil rapi dengan seragam sekolahnya, semoga hari ini lancar, karena adik sepupunya Jason hari masuk pertama sekolah SMA.
Kebetulan sekolah yang Jason pilih adalah sekolah yang sama dengan Edrea, dia membujuk Papanya Jacob agar satu sekolah dengan Edrea dan Javier.
Jacob setuju, tipikal orang tua yang bolehin apa aja asal gak ngerugiin anak.
Dan sekarang, Jason berada dirumah Edrea. Entah apa tapi dia bilang ingin berangkat bersama.
Di Meja makan semuanya pada diam menikmati makanan dengan tentram
"Dimana Max?" Geraldo melirik Alston anaknya.
"Disini Pa." Jawab seseorang yang baru saja menarik kursi dan duduk disamping Edrea
Max adalah anak ketiga, wajahnya tak kalah tampan dengan kedua kakaknya. Sama seperti kakak kembarnya, yaitu mempunyai wajah semirip Gerland, bedanya saat Max tertawa, senyumnya lebih manis.
"Hilangkan kebiasaan begadang." Tatap Geraldo pada anaknya
Max tersenyum canggung "baik."
Edrea menatap Max dengan pandangan kesal, enak sekali kakaknya dibiarkan bangun hampir kesiangan dan cuma diberi nasehat, sedangkan dia langsung ada Alston didalam kamarnya
Max beralih menatap Jason "ngapain lu kesini?"
Jason melirik Max dengan pandangan acuh "kepo."
"Dih."
Edrea menatap keduanya, dia jadi teringat hari ini akan bertemu Darren sehabis pulang sekolah.
Darren adalah kekasihnya, ini mungkin seperti kekasih simpanan. Simpanan dalam bentuk keluarganya tidak boleh ada yang tahu.
Edrea menyembunyikan ini dari semua anggota kelurganya, tentu saja agar hubungannya tidak kandas.
Jika salah satu keluarganya tahu, dia akan dikekang di dalam rumah!
Jahat, tetapi Gerland pasti terus berucap demi kebaikannya.
"Ekhm." Alston berdeham memandang Edrea dengan alis yang terangkat.
Edrea melirik Alston, dia mencoba mengalihkan pandangan, tapi sialnya malah menatap kearah Daddynya yang juga sedang memandangnya.
Sepertinya Edrea terciduk.
Kalo sudah begini, dia harus minta ijin.
"pa, aku mau jalan sama temen."
"Kamu mau bolos?" Tanya Gerland memandang wajah Edrea penuh selidik.
Edrea serasa ingin mengutuk mulutnya yang salah bicara.
"Bukan, maksudku sehabis pulang sekolah." Koreksinya
Gerland menatap lama anak bungsunya, Edrea menatap dengan penuh harap, terhitung dia selama libur sekolah ini hanya mendekam dirumah.
"Oke." Gerland menyetujui.
Edrea tersenyum senang, seperti ada keajaiban dihari ini dan mungkin ini adalah hari keberuntungannya.
"Makasih Pa."
"Tapi sama Javier." Lanjut Gerland.
Hampir saja Edrea ternganga mendengarnya, apa-apaan ini. Kenapa sepupu cepunya itu harus ikut juga?
Max terkekik geli, dia baru saja melihat wajah kesenangan Edrea tetapi beberapa detik wajahnya sudah menjadi kusut.
"pa—"
"Bersama Javier atau tidak sama sekali." Final Gerland.
Mengumpat dalam hati, mau tidak mau Edrea harus menyetujui.
"Ya ya. " Jawabnya dengan ogah.
Suasana kembali hening dan melanjutkan makan pagi yang tertunda, Edrea sangat kesal dengan keputusan Ayahnya. Mau melawan tapi tidak bisa, tidak ada yang membelanya.
Christian? Dia sama saja seperti yang lain, tidak ada harapan tentang ini.
•••
Mereka, Edrea dan Jason telah tiba di sekolah Glopen. Glopen adalah sekolah swasta yang mempunyai fasilitas internasional, disini lengkap dan tentunya sekolah ini yang memimpin sekolah terbaik sepanjang masa.
Jason menatap Edrea yang masih memasang wajah kesal "mau sampai kapan begitu." Tanya Jason
Edrea melirik Jason sinis " Yang dibolehin kemana-mana diem aja."
Edrea pergi meninggalkan Jason.
"Kak! Tunggu." Jason berlari mengejar Edrea
"Edrea! Jason!" Teriak seseorang diseberang
Keduanya sontak menoleh, itu adalah Javier, sepupu mereka berdua. Javier adalah anak kedua dari om Roger (kakak kedua Gerland)
Smentara Jason ini anak kedua dari Jacob yaitu kakak pertama Gerland
"Kenapa? " Tanya Edrea
"Bareng sini, lo pagi-pagi udah gak semangat." Tegur Javier pada Edrea
"Abaikan muka gue."
Javier cuma mangut-mangut paham, dan langsung menarik tangan keduanya memasuki area sekolah.
Sesampainya didalam Javier menyerahkan Jason pada temannya Karel agar menempatkan Jason dibarisan murid baru.
Kini tinggal Javier dan Edrea.
"Gue tadi di chat bang Max, lo bener mau jalan sama temen?" Tanyanya.
"Iya dan gue harap, lo gak usah ikut." Usul Edrea
Javier menghembuskan nafas "gue tetap bakal temenin lo."
"Lo kan sibuk, gak usah ikutin gue!" Tekan Edrea
"Lo kenapa sih, gak mau banget diikutin, emang lo bisa jaga diri?"
"Bisa! Awas lo ikutin gue." Ancam Edrea dan langsung meninggalkan Javier dengan emosi yang membara
Javier menatap kepergian Edrea, biarpun Edrea ancam, dirinya akan tetap mengikuti Edrea.
"Ribet ya jadi lo." Pusing Gea.
Baru mendengar penjelasan Edrea setengah saja dia sudah angkat tangan.
"Punya keluarga gitu amat. " Ucap Mikael.
"Mau ngasih solusi ngak!" Sengit Edrea, dia curhat bukan ingin mendengar keluhan teman-temannya.
"Gak ada solusi menurut gue, lo diem aja dah." Gea menepuk pelan pundak temannya.
"Hahaha bener. " Mikael setuju.
Kalo keluarga lo gak seserem itu, dulu-dulu bakal gue pacarin lo anjing, kesal Mikael.
Siapa yang berani menolak visual Edrea? Tetapi Mikael juga tidak berani minta restu sama Papanya Edrea yang betul-betul pria maskulin melebihi dirinya.
Yang ada dia insecure.
"Sayang." Seseorang datang dan mengecup lembut surai Edrea.
Dia adalah Darren Flason, putra tunggal pemilik SB Group yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan.
Darren menatap Edrea dengan penuh sayang "tunggu aku pas habis pulang Sekolah." Katanya lembut.
Edrea tersenyum kecut.
Andai saja tidak sesulit ini.
"Hei." Tegur Darren, mengusap dagu Edrea pelan.
"Kalo Javier maksa ikut, gimana?" Tutur Edrea
Darren terdiam, Ketos galak ingin ikut? Jangan harap.
Dia tersenyum memandang kekasihnya "aku bakal lawan dia."
"Siapa mau lawan gue?" Javier berdiri diambang pintu kelas.
Keduanya menoleh bersamaan, Javier sekarang menampangkan wajah sangarnya.
Gea dan Mikael ingin segera pergi dari sini rasanya, mereka hanya melirik lirik Javier.
Jangan kira Javier adalah anak anak SMA hanya mengandalkan tampang saja rupawan, tapi badannya idaman para kaum wanita, tubuh tinggi dan juga memiliki otot-otot sempurna.
Darren berdiri dan mendekati Javier.
Tatapan Javier sangat tidak bersahabat, mata elangnya kini menusuk jauh kedalam mata Darren
"Gue mau ngajak Ed—"
"Lo gak boleh bawa Edrea tanpa ada gue." Tekan Javier.
"Lo gak usah campurin urusan gue sama dia." Darren menatap dingin Javier.
Rahang Javier mengeras, tangannya mengepal kuat "pergi, keluarga gue gak bakal nerima orang kaya lo."
Darren berdecak menatap Javier nyalang " Banyak omong, gue cuma ngajak dia jalan."
Setelah itu Darren berlalu pergi, masih ada rasa benci di hatinya terkait Javier.
Bukan hanya Darren, Edrea juga menatap tidak suka pada Javier.
Javier mendekat "itu kan pacar lo, berani nantang keputusan gue."
Dia mendekat lagi selangkah "putusin atau gue aduin ke om Gerlad. " Ancam nya.
"Apapun pasti lo aduin, cepu. " Ejek Edrea dan berlalu pergi meninggalkan Javier.
Javier menghembuskan nafas kasar, dia juga pergi meninggalkan kelas dengan langkah lebarnya.
Gea dan Mikael saling pandang, sebenarnya mereka berdua juga bingung. Kenapa keluarga Edrea sebegitunya menjaga Edrea dari semua orang.
•••
Jason sedang duduk dikantin bersama teman-teman barunya, Harvey dan Zayn.
Jason merasa diterror disini, semua siswi perempuan menatap lapar dirinya! Tidak, Jason masih polos.
Mungkin jika keluarganya bukan dari Giotto Jason tidak mungkin menyiakan ketampanan ini.
"Deketin deh! Nanti nomernya gue minta." Senggol Harvey pada Zayn.
Dari tadi mereka melirik-lirik seseorang yang berada di belakang Jason.
Zayn berdecih "enak aja lo, yang berjuang juga gue."
"Nanti gue kasih nomer cewe-cewe seksi." Yakinnya pada Zayn, berharap Zayn akan tergoda.
"Ogah, gak premium. " Tolak Zayn.
"Cowo culun kaya lo minta yang premium, sadar diri lah. " Harvey berucap menyindir Zayn.
Padahal mereka berdua baru berkenalan 2 jam yang lalu, tetapi sudah seakrab ini.
"Yang mana? Biar gue mintain. " Jason bersuara, itung-itung ingin menguji seberapa terhipnotisnya cewe-cewe saat dia ingin meminta nomer.
Zayn dan Harvey tampak bersemangat mendengar bantuan dari Jason.
"Cewe persis di belakang lo. " Tunjuk Zayn pada seseorang perempuan yang sedang menunduk menikmati makanannya dengan malas.
Jason melebarkan matanya.
"Itu kakak gue!" Ucapnya dengan nada yang sedikit tinggi.
Biaa-bisanya Jason tidak sadar bahwa kedua temannya tadi sudah lama membicarakan Edrea.
Zayn dan Harvey hampir tersedak, benar kata orang Dunia terasa sempit.
Sontak keduanya menampakkan wajah-wajah baiknya pada Jason.
"Eh lu mau tambah lagi ga? Gue bayarin." Tawar Zayn sambil menatap harap pada Jason.
Biasanya, jalur adek lebih akurat.
"Jason ntar gue traktir di restoran papa gue seminggu! Di D'Aleo Cafe. " Harvey tak mau kalah, dia menggunakan jurus jitu yaitu menumbalkan Cafe D'Aleo yang saat ini semua orang baik dari kalangan bawah dan Konglomerat mengantri makan disana.
Dia akan memberikan kesempatan emas pada Jason dan mungkin saja Jason akan berbaik hati memberitahukan nomer Edrea pada Harvey.
"Hahahaha sorry, gue gak minat. gue bisa makan di Giotto Restaurant milik papa gue tiap hari. " Jelasnya.
Giotto Restaurant, menjadi inspirasi para pembisnis makanan di dunia. Restaurant ini hanya menyediakan tempat Dinner untuk orang yang benar-benar special.
Banyak orang ingin menandingi, tapi itu tidak akan pernah bisa. Karena pemiliknya adalah Jacob Giotto, kakak tertua.
Wajah Harvey seketika masam "gue lupa lo anaknya om Jacob."
Zayn ikut setuju "jadi gue ga bakal bisa nih?"
"Iyalah." Jacob memandang keduanya, paling juga minta nomer buat modus.
"Kalo gue gasalah inget, kakak lo itu anak om Gerlad kan? Edrea Giotto?" Pikir Zayn.
"Ya, kak Edrea. " Jawab Jason
"Jason." Edrea mendekati meja makan mereka bertiga.
Karena kebisingan teman Jason, Edrea baru sadar bahwa yang memunggunginya tadi adalah Jason.
"Kak, ada apa?"
Edrea memandang kedua teman Jason, sedangkan yang di pandang berlagak seperti cowo maco.
"Huuh seger banget badan gue habis nge gym jam 2 pagi." Eluh Harvey sambil meregangkan otot-otot tangannya yang otomatis tercetak di baju sekolah
Zayn mendelik malas "mau mati lo?"
Edrea memandang keduanya konyol, memang anak baru puber ya begini.
"Kakak liat temen kamu baik, awas ya kalo sampai ketauan temenan sama berandalan." Ancam Edrea pada Jason.
Jason mengangguk "pasti."
"Kakak ke kelas." Ucap Edrea setelah itu pergi meninggalkan Jason.
Jason menatap kepergian Edrea sampai tidak terlihat lagi.
Jason jadi khawatir, temannya saja kecantol sama Edrea jika bukan dirinya disini atau Javier, udah habis Edrea digangguin lelaki buaya.
"Hai."
Ada 3 orang siswa menghampiri meja makan Jason.
Terlihat sangat menggoda iman, baju dan rok ketat serta warna bh yg keliatan itu sangat menggambarkan perempuan di hadapan Jason sekarang.
Harvey sampai berbisik pada Zayn "baru kali ini gue liat secara langsung speak lon*e jalanan."
Jason mengerutkan Alis "siapa?"
"Salam kenal, aku Farissa Edrik." Jawabnya sambil mengulurkan tangan.
Dua teman Farrisa yaitu Rea dan Dely memandang memuja kearah Zayn dan Harvey
Zayn dan Harvey sampai berpaling menghadap tembok demi menahan tawa mereka.
Jason berdiri dari duduknya, memandang Farissa tidak berminat.
Jason mengkode Zayn dan Harvey agar segera pergi dari kantin.
Dan sekarang, uluran tangan Farrisa hanya terterpa angin. Jason sudah pergi meninggalkannya.
"Pffttt... Jangan sksd, mending kalian gak usah kenalin sama gue ataupun Zayn dan Jason. Karena kami cuma mau ngeladenin Untuk Edrea seorang. " Jelas Harvey panjang lebar dan berlalu pergi diikuti oleh Zayn.
Harvey belum bisa melupakan bayang-bayang Edrea di benaknya, untung saja dia tidak ternganga saat Edrea menatapnya.
Wajah Farrisa merah padam, dia tidak terima jika first love-nya, diambil oleh seseorang yang bahkan dia tidak kenal.
Dia berbalik menatap Rea dan Dely "sialan, berani-beraninya ada yang duluin langkah gue."
Dely mengangguk setuju "hah si Edrea Edrea tadi juga serakah, dia ngambil Harvey dan Zayn."
Farrisa tersenyum sinis "dia gak tau aja kalo gue anaknya Tian Edrik."
••••
Bel pulang sekolah telah berbunyi tetapi masalah yang dialami Edrea dari masuk sekolah hingga saat ini belum beres.
"Javier lo bisa gak sih stop patuh dalam hal apapun?" Kesal Edrea, dia sangat geram dengan Javier yang selalu menuruti perintah Daddynya.
Javier hanya berdeham dan tetap menuntun Edrea masuk kedalam mobilnya.
"Gue mau jalan sama Darren." Edrea memandang mata Javier yang seolah-olah dia tidak memperdulikannya.
"Jav—"
"Rea, gue udah bilang kalo mau jalan gue juga ikut dan lo gak ijinin, yaudah kita langsung pulang." Jawab Javier
"Cih."
Edrea memandang sengit kearah Javier, gue sumpahin lo jadi cewek biar tau betapa ribetnya jadi gue.
"Edrea." Seseorang memanggilnya dengan lantang dari arah belakang
Keduanya menengok ke sumber suara
"Darren."
"Javier, mau lo bawa kemana cewe gue." Darren menghampiri Edrea dengan langkah lebarnya.
Javier menatap Darren "cewe lo?"
Darren semakin mendekat "ya cewe gue, lo gak bisa seenaknya ngatur-ngatur Rea."
Sudut bibir Javier terangkat "kalo lo bener-bener mau berangkat tanpa gue, jemput Edrea di rumahnya."
Setelah itu Javier segera menarik Edrea masuk kedalam mobil dan dia melanjutkan mobilnya meninggalkan area Sekolah.
Darren hanya menatap kepergian mereka dengan suasana hati yang kacau.
Didalam mobil suasana menjadi hening, Edrea sudah kelewat kesal dan dia harus mengadu kepada Christian tentang hal ini, mana ada orang pacaran harus bawa orang ketiga, ga lucu.
"Rea gue—"
"Diam, gue denger suara lo pengen gue tonjok tuh mulut." Peringatan Edrea.
Karena yang keluar dari mulut Javier hanya membuat otak Edrea mendidih.
Javier tidak melanjutkan kata-katanya lagi, tetapi dia mulai menambahkan kecepatan mobilnya.
Javier dan Edrea dikatakan dekat bahkan semenjak bayi, Edrea dulu sangat berteman baik dengan Javier sebelum dia mengenal apa itu kebebasan didunia luar.
Edrea mulai paham, dirinya terus-terusan dikurung entah maksud apa yang pasti dia mulai tertekan.
12 menit berlalu kini mobil Javier telah sampai dikediaman Edrea.
Rumah mewah itu terlihat sunyi, karena yang lainnya belum pulang dan mungkin saat malam hari baru pulang.
Edrea keluar mobil lebih dulu dan berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Javier.
Memasuki kamar pribadinya dan mengunci dari dalam, Edrea merebahkan dirinya dikasur kesayangannya.
Suara langkah kaki Javier menggema di lorong, mengetuk pintu kamar Edrea.
"Rea, lo belum makan." Ucapnya
Hening
Tidak ada sahutan di dalam kamar, Javier tetap mengetuk pintu kamar
"Rea."
"Nanti gue makan, tapi lo harus pulang." Jawab Edrea dari dalam kamar
Tidak ada jawaban apapun dari Javier dan Edrea memilih memainkan ponselnya.
Chat.
Edrea: Kalian dimana?
Mikael: Cafe D'Aleo.
Mikael: uma gue sama Gea.
Mikael: Kenapa?
Edrea: Mikael jemput gue
Mikael: Kayak lo di ijinin aja.
Mikael: gue tadi liat lo dianter Javier.
Mikael: Males gue ketemu ketos manikin.
. .
Edrea menatap layar handphonenya dengan tatapan kosong.
Dia berpikir sejenak, apa ini yang dirasakan ibunya dulu dan memilih pergi dari kekangan ayahnya?
Semua itu masih menjadi pemikiran random, tidak ada kejelasan tentang ibunya pergi.
Edrea mulai merasakan lapar dan dia berniat untuk turun.
Dia pikir Javier akan pergi saat 10 menit yang lalu, nyatanya Javier menunggunya di meja makan sambil bermain handphone.
"Javier."
Javier menoleh kearah Edrea "sini."
Edrea duduk berhadapan dengan Javier "gue bilang kan lo harus pulang. " Selidiknya.
"Nanti, makan dulu." Javier ingin menyiapkan lauk dipiring Edrea tetapi segera ditahan.
Edrea mengambil lebih dulu dan menghiraukan kehadiran Javier.
Javier hanya melirik Edrea sebentar lalu duduk kembali sambil memainkan handphone.
Javier akhir-akhir ini dilanda kesibukan sebagai ketua OSIS akibat penerimaan peserta didik baru.
Edrea melahap makanannya pelan, sejujurnya dia ingin melahap semua nya karena lapar tetapi dia harus menjaga image didepan Javier.
Tidak terasa akhirnya Edrea memakan habis makanannya dan dia ingin mengusir Javier lagi.
"pulang sana gue mau istirahat."
Javier berhenti memainkan ponselnya dan beralih menatap Edrea.
"Gue mau bahas soal Darren."
"Gak usah berpendapat soal urusan gue." Tukas Edrea memandang Javier sengit
Javier menghela nafas "apa yang lo pertahanin dari cowok kayak dia?"
"Jav—"
"Cowok yang berani ngajak berduaan doang, lo udah liat sekarang, dia gak berani datang kesini."
"Ya karena dia males ketemu sama lo, kalo dia ngejelasin juga lo gak mau setuju." Jawab Edrea
Kedua kini saling tatap, Edrea benci dengan sikap Javier yang merasa paling benar.
" Istirahat sana, gue disini sampai bang Alston sama Bang Christian pulang, dan lo jangan lupa mandi." Javier mengalihkan pembicaraan, karena dia malas meladeni keras kepala Edrea.
Edrea tertawa masam, dia bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Javier sendirian.
Edrea merebahkan dirinya dikasur, hingga bunyi notifikasi berbunyi dihandphonenya
Darren: Rea, maaf.
Edrea: Yaiya.
Darren: Aku tau kamu kecewa.
Darren: sabar dulu yaa.
Ting!
Ting!
Bunyi dari notifikasi chat lain mengalihkan pikiran Edrea
Ada nomer tak dikenal yang menchatnya
+62xx
Hai kak Rea
Aku Harvey
Kak
Balas
Edrea: Jason ya yang kasih?
Harvey: Iya nih
Save kak
Itung-itung rezeki
Edrea: Udah
Edrea mematikan layar ponselnya, dia tidak peduli dengan notifikasi yang terus berbunyi.
Lebih baik dia tidur untuk menyegarkan kembali tubuhnya.
Diluar kamar tempatnya di ruang tamu, Javier masih setia duduk dengan tenang.
Hingga ada suara mobil terdengar di telinganya, menandakan Alston dan Christian sudah pulang.
"Loh, mana Rea?" Tanya Christian yang baru saja memasuki rumah
Biasanya Edrea akan ada bersama Javier menunggu keduanya pulang, tapi yang dia lihat sekarang hanya ada Javier.
Javier bangkit dari duduknya "dia dikamar, lagi istirahat katanya."
Christian sontak melihat kearah jam tangannya, masih belum terlalu sore dan Edrea biasanya masih semangat.
Alston juga mulai memasuki rumah "Rea?"
"Di kamar." Sahut Christian.
Alston hanya mendengarkan.
Alston dan Christian bisa dibilang seminggu 2× pulang terlambat, jadinya setiap kali mereka terlambat Javier yang biasanya menemani Edrea sampai mereka berdua pulang.
"Thanks ya Vier buat nemenin Rea." Christian menepuk-nepuk pelan punggung Javier.
"Iya-iya, udah dari dulu kali." Jawab Javier santai
"Gue balik bang." Javier mengambil tas sekolah bergegas untuk pulang.
"Hati-hati lo." Alston melirik kepergian Javier.
"Siapp."
Keadaan rumah kembali hening.
Christian memutuskan untuk pergi kekamar dan membersihkan dirinya.
Sedangkan Alston mencek sebentar ke kamar Edrea untuk memastikan dia benar-benar beristirahat.
Pemandangan yang Alston lihat sangat kacau, Edrea masih mengenakan seragam sekolahnya dengan tidur posisi yang acak-acakkan.
Ini membuat Alston geram dengan prilaku Edrea, apa waktu hampir sejam tidak cukup untuk dia membersihkan diri?
Dengan segera Alston mendekati adiknya "Edrea." Tegasnya.
Mendengar ada yang memanggilnya tepat didepan telinga, Edrea perlahan membuka matanya.
Padahal dia baru 15 menit tertidur pulas.
Kesialan apa yang menimpanya, kini di depannya ada wajah kakaknya Alston yang melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Edrea segera bangun dari tidurnya, dan dia ingat sekarang, dia belum membersihkan dirinya akibat terlalu fokus pada masalahnya sendiri.
•••
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!