NovelToon NovelToon

Penguasa Serangga

Transmigrasi.

Kegelapan pekat menyelinap dalam kehingan. Dia terapung dalam irama detak jantung yang mendidih, menyeret sensasinya ke jurang gelap yang dalam. Kesadaran menjadi kabur, orientasi atas dan bawah lenyap, tergantikan oleh kabut tebal yang melingkupinya.

Ketika matanya terbuka, seharusnya cahaya murni membanjiri pandangan dengan kehangatan. Akan tetapi, yang terhampar di hadapannya adalah sebuah kegelapan yang membingungkan, konflik warna dan sinar yang menyilaukan, merajalela hingga membuat rasa pusing semakin menggila.

Dia terhempas tanpa pegangan, berputar dalam pusaran kebingungan yang mencekam. Disorientasi mendadak itu berkecamuk, menjeratnya dalam rasa asing yang menghimpit, menyerang tanpa belas kasihan.

Kemudian tiba hening yang membeku, menunda waktu, hingga akhirnya serbuan cahaya yang tajam itu memudar. Dunia sekali lagi menariknya kembali, meliputi dalam selimut suram yang meneduhkan.

Di momen itu, ia menyadari bahwa keadaannya tak seterburuk yang diperkirakan sebelumnya. Hanya saja, ruangan di sekitarnya kini sedikit lebih suram.

Dengan tekad bulat, ia mencoba bergerak untuk melihat keadaan sekitar, namun pusing yang tiba-tiba menyerang membuatnya seakan berputar-putar.

Ia mengambil nafas dalam-dalam, menenangkan badai di dadanya, berusaha keras mengusir kebingungan yang menyelimuti pikirannya.

Ada sensasi yang tidak biasa merambat sepanjang tubuhnya, seolah ia terdampar dalam sarang yang kokoh, yang menyokongnya dengan pasti.

Terasa ruang sempit melingkar di sekitarnya, kaku dan mengikat, membatasi setiap gerakannya hingga ia merasakan dirinya seperti terkurung dalam gua sempit.

Tangan-tangannya merayap di kegelapan, meraba mencari sebuah petunjuk, memberi gambaran kasar tentang ruang penyekapnya.

Dengan refleks yang tajam, ia mencoba sekali lagi untuk menangkap lebih banyak detail dari situasi di sekitarnya.

Ketegangan perlahan mereda dan ia mulai menyadari bahwa ia terperangkap dalam sebuah ruang yang sempit, dibatasi oleh dinding-dinding yang tak memberi ruang untuk kebebasan.

Gerakan yang dibatasi menimbulkan kemarahan yang bergolak di dalamnya, memicu ledakan tenaga untuk melepaskan belenggu dari tempat itu:

Bam! Bam! Bam!

Tiga hentakan gigih mengejutkan keheningan ruangan yang suram. Tubuhnya, meskipun dihantam reaksi balik yang mencoba merubuhkannya – hampir tersungkur, namun ia tetap tegak, berdiri di permukaan tanah yang bergelombang, penuh bebatuan, dan meresahkan.

"Di mana aku?" bisiknya lirih ke dalam gelap, suaranya bergema pelan, menelusuri setiap sudut mencari petunjuk di balik kelambu kegelapan yang melingkupinya.

Dalam ruangan gelap yang terasa luas – di bawah langit-langit yang menjulang, dikelilingi dinding-dinding kelabu, dan lantai bebatuan – dia terperangkap dalam labirin kebingungan.

Matanya berkelip, tertarik pada sebuah objek panel informasi yang mengambang diudara, seolah menggantung, yang memikat perhatian sejenak.

Tapi ada lebih dari itu, sebuah suara asing mengudara di sekitarnya, menawarkan sambutan dengan kata-kata yang berat dengan misteri.

"[Selamat datang di dunia, HOST sang Ratu Lebah Kecil!]"

"Huh?" keluar suara kaget darinya.

Sebelum dia bisa memahami lebih dalam, ilusi hologram itu menguap ke dalam ketiadaan seperti bayangan yang tak tergenggam. Kemunculan dan kepergiannya yang tiba-tiba itu mengejutkannya, meninggalkan benaknya melayang dalam gumpalan kebingungan.

Kedipan mata yang dia lakukan kali ini tak lagi dipicu oleh rasa terperangah, melainkan merupakan reaksi alami terhadap anomali yang melingkupi sekelilingnya.

Segera, kesadaran tumbuh berakar dalam dirinya, menjalin memori-memori menjadi kesimpulan bahwa mungkin saja apa yang ia saksikan barusan tidak lebih dari bentuk ilusi atau fantasi yang menguasai fikirannya.

Tidak ada siar petunjuk, hanya kegelapan yang mengelilingi dan membenamkannya dalam samudera ketidakpastian.

Panel status yang menari-nari sebelum menghilang tadi telah menyeretnya ke dalam pusaran pertanyaan yang belum terjawab, meninggalkan dirinya hanya dengan secuil pemahaman yang berputar-putar di pusaran kosong informasi.

Dalam belantara kebingungan yang meliputinya, pikirannya terombang-ambing dalam aliran pertanyaan yang tak lazim, seakan-akan ia baru saja terbangun di dalam gua yang hanya diterangi cahaya suram, atau di tempat yang serupa dengan itu.

Namun setelah dia meluangkan waktu untuk mengingat kembali, objek yang dia lewati sebelumnya itu terasa seperti berbentuk telur, dengan kulit kerasnya yang hitam terpencar di sekitarnya, menambah kebingungan dalam mencerna kejadian ini didalam otaknya.

Langkahnya ragu, nalurinya mencoba menenangkan diri, tetapi berbagai pertanyaan terus merayap dalam pikirannya.

Sebagian pikirannya mencoba mengklasifikasikan objek melayang seperti Hologram 3D yang pernah dia lihat sebelumnya sebagai sebuah panel status yang bisa dimengerti, sebuah pesan dengan makna yang tidak jelas.

Dia merenung, sambil pikirannya berusaha mengurai kebingungannya. Seharusnya manusia berasal dari telur, bukan dari Bebek atau serangga.

Dia yakin bahwa dia adalah seorang manusia, bahkan mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang pria paruh baya. Namun, tubuh yang dimilikinya tidak sepenuhnya sesuai dengan keyakinan itu, memicu kebingungan yang tak terbendung.

Dengan gerakan perlahan, ia meraba lengannya, mencoba meresapi setiap bagian, tapi tidak ada kepastian yang jelas.

Sensasi yang dia alami hanya menambah kebingungan dalam pikirannya, menyadarkannya akan ketidakcocokan dalam tubuh manusia yang ia ingat dengan jelas.

Lengan yang biasanya ia kenal dan tangan yang dipenuhi rambut-rambut kasar, kini terasa halus seolah-olah terlindungi oleh suatu benda yang lembut, dan beberapa bagian tubuhnya terasa keras, lebih dari sekedar kulit manusia biasa.

Sensasi yang tidak biasa mengisi dirinya, memaksa untuk mengambil kesimpulan yang tak terelakkan: tubuh ini bukanlah tubuh manusia. Di sisinya ada sesuatu yang hadir, tanpa bentuk yang jelas, tapi pasti bukan wujud manusia biasa.

Semua petunjuk itu memicu ketidakpastian yang menggelitik di dalam dirinya. Ternyata, ia tidak berada dalam tubuh manusia. Dan anehnya, di lubuk hatinya, ia memiliki pemahaman yang tidak sadar bahwa ia adalah Ratu Lebah, seolah-olah pengetahuan itu telah tertanam dalam lapisan bawah kesadarannya dan menggetarkan ke dalamnya.

Bacaan di status panel yang ia lihat sebelumnya, [Ratu Lebah], menciptakan perasaan aneh di dalam dirinya. Seperti ia tahu bahwa mandibulanya harus tetap bersih, atau bahwa telur-telur harus ditempatkan di tempat yang aman.

Pengetahuan yang seharusnya tidak dimiliki oleh manusia biasa, tetapi bagaimanapun juga, hal-hal itu melekat erat dalam ingatannya yang terombang-ambing.

Dalam kehampaan informasi yang meliputinya, langkahnya perlahan membawanya keluar dari ruangan itu. Pikirannya terus dihantui oleh kekacauan informasi yang bertentangan tentang dirinya.

Saat berjalan dengan pelan, sejumput kenangan tentang kehidupan manusia yang seharusnya ia kenal terlintas dalam pikirannya.

Malam sebelumnya, ia ingat betapa bosnya memarahinya saat ia ingin pulang. Dan saat ia pulang, ia mengemudi pulang dengan mobilnya dari pekerjaan kantor yang melelahkan, rutinitas yang dibencinya.

Ia juga teringat senyum palsu yang harus ia tunjukkan saat mendengarkan keluhan istrinya yang tantrum karena tidak mendapatkan tas mewah.

Ia juga teringat sebelum ia tertidur nyenyak, ia sempat minum satu botol bir namun tetap sadar. Sebelum ia melenggang tidur dalam persiapan untuk pekerjaan besok, ia mencium kening istrinya.

Semua memori tentang dirinya datang dengan cepat dan jelas seperti menonton sebuah film.

Dalam kebingungan yang mendalam, kenangan-kenangan itu terhubung dengan jelas. Ia bernama Alexander Sasaki Ryuu, atau sering dipanggil Ryuu, seorang budak korporat yang terperangkap dalam rutinitas hidup kantoran yang toxic. Usianya telah mencapai 47 tahun dan ia terikat dalam ikatan pernikahan yang tidak begitu harmonis.

Ia dilahirkan di Kyoto, Jepang, merupakan perpaduan budaya Jepang-Amerika dengan ibu Jepang dan ayah Amerika, walaupun ia telah menetap di Jepang sejak lahir.

Tengah dilanda kebingungan yang mencekam, pikirannya malah menanam benih keyakinan yang tidak masuk akal:

dia yakin dirinya adalah Ratu Lebah. Fantasi ini membentangkan potret yang mengagumkan—seorang individu hebat dengan insting alami yang tajam, yang memerintah dunia makhluk-makhluk kecil.

"Apa yang sedang terjadi?!" teriaknya, tergulung ombak panik, sambil berusaha keras merangkai kembali potongan-potongan pikiran yang berserak.

Matanya segera menyisir ruangan yang dicakupnya. Mengitari, ia menemukan koridor berdinding gelap penuh lekukan tak terduga.

Namun, di ujung sana, cahaya berani merayap masuk, menerobos kegelapan. Sepertinya ada sesuatu di sana, menarik dia lebih dekat.

Tanpa pikir panjang, langkahnya bergegas mendekati pusaran cahaya tersebut. Namun, tangan terangkat, tak sengaja menyentuh wajahnya sendiri.

Jari-jarinya, dengan ragu, menyusuri kontur dagunya, seolah mencari sinyal yang dapat meneguhkan identitas baru yang tersemat di benaknya.

Namun ia harus mengakui dengan perih, wajah tersebut tetaplah manusiawi, tak memiliki bentuk atau fitur mirip serangga yang ia bayangkan.

Dalam dominasi kebingungan, setiap sentuhan pada wajahnya itu menambah keajaiban yang tak terjelaskan di dalam pikirannya.

Sebagai biasa, wajahnya selalu tertutup janggut dan kumis yang tajam yang kerap ia cukur dengan cermat.

Tetapi kali ini, ia merasakan sensasi yang tak terduga. Kulit wajahnya sungguh terasa halus dan lembut, tanpa jejak bulu-bulu kasar yang biasanya menghiasi.

Sama halnya dengan sebagian besar tubuhnya, semuanya terasa basah dan lengket, menyebabkan keanehan yang tak terduga ini.

"Hah? Aku belum cukur janggut hari ini, bukan? Mengapa wajahku terasa begitu halus dan tidak seperti biasanya? Meskipun aku mencukurnya dengan rapi, tidak mungkin bisa sehalus ini... Apa yang sebenarnya terjadi?!"

Keadaannya semakin panik, napasnya terengah-engah dengan tidak teratur. Berbisik pada dirinya sendiri, ia mencoba menenangkan diri di tengah kekacauan yang tak masuk akal ini.

Memandang ke bawah, ia menyadari tangannya berubah. Ya, bukan lagi sepasang tangan yang besar dan kasar seperti kebanyakan pria, melainkan tangan yang mungil dan lembut, tipikal tangannya seorang wanita.

Lebih mencengangkan, lengan-lengannya kini seakan bertabur pelindung cangkang berwarna kecokelatan.

Lima jari masih bertengger di sana, lengkap, serupa dengan jemari kebanyakan manusia. Tetapi perbedaannya kini jelas; jemari yang sebelumnya gagah kini ramping dan mungil, berakhir dengan cakar-cakar tajam yang melampaui ukuran kuku normal.

Namun, dengan sedikit lebih berhati-hati, cakar itu mungkin bisa dimaklumi—setidaknya memberikan clue kepada dia tentang apa yang sedang berlangsung.

Ryuu mencoba menenangkan dirinya, mengulang mantra dalam hati, "Tenang... tenang… Ini pasti hanya mimpi. Tenang... Akan segera terbangun dari fantasi absurd ini... Biarlah aku menikmati mimpi nyeleneh ini sejenak, jarang-jarang aku mimpi sesuai kenyataan, ha... betul, kan?"

Dia menghirup napas dalam, meraih kembali ketenangannya, dan memulai inspeksi terhadap koridor yang meluas di depannya, menuntun mata ke arah pintu keluar.

Sebelum melesat keluar, ia menahan langkah, membatinkan matanya untuk menyesuaikan diri—ia memastikan setiap indra berpadu, mendalami setiap sudut ruangan dengan penuh ketelitian.

Dinding koridor yang terbuat dari batu ini tampak kokoh, menghiasi pintu masuk berbentuk persegi panjang yang menggugah rasa ingin tahu.

Namun, muncul pertanyaan di benak siapa pun yang memandang: "Apakah ini semua hasil tangan manusia?"

Mata Ryuu, yang tajam, segera tertarik pada sejumlah lubang yang terpahat di pintu masuk, aneh dan misterius, serta celah yang tersembunyi di bagian atas—tapi tak satupun menawarkan petunjuk yang pasti mengenai asal-usulnya.

Dia bergumam pada dirinya sendiri, "Sekarang, tempat apa ini?" Suaranya terdengar halus dan lembut, jauh dari nada maskulin yang biasa mengisi percakapannya.

Kegirangan itu terasa aneh, suaranya kini berubah menjadi melodi feminin yang manis, seolah ia menjadi tokoh wanita dari anime.

Berusaha keras untuk tetap berpikir positif, ia berkeyakinan bahwa ini hanyalah mimpi semata. Akan tetapi, suara lembut yang ia ciptakan saat berbicara memberikan sensasi yang benar-benar baru dan membingungkan.

Namun ia mencoba menyakinkan dirinya sendiri, berkeras bahwa situasi ini hanyalah fragmen dari sebuah mimpi, yang seharusnya memberinya kelegaan meskipun nada bicaranya sekarang ini mengingatkannya pada karakter wanita yang manis dalam cerita anime.

"Hmm... Mimpi yang aneh..." gumamnya sekali lagi, mencoba mencari ketenangan hati di tengah-tengah kabut kebingungan yang kian mengental.

Saat dia berbalik menggelengkan kepalanya dan melangkah ke luar pintu masuk, pemandangan yang dihadapinya jauh melebihi harapannya. Ketika dia melihat ke hutan, dia tak menyangka akan menyaksikan pemandangan begitu indah.

Cahaya matahari menerobos melalui daun-daun pepohonan, seraya disertai oleh riuh rendah kicauan burung.

Suara gemericik air sungai dari kejauhan terdengar jelas. Rerumputan hijau subur melingkupi lapangan kecil di sekelilingnya, menciptakan pemandangan alam yang tenang dan damai.

Namun, saat dia berbalik, tanahnya mulai berubah menjadi bukit-bukit berbatu. Bukit terbesar berdiri di sebelahnya, dengan lereng yang sedikit lebih berbatu dari yang lain.

Pintu masuk yang kasar, terbuat dari batu abu-abu, tertutupi rerumputan yang menjalar menutupi sebagian besar bukit tersebut.

Ryuu merenung sejenak. Apakah mungkin ini tempat perlindungan bawah tanah atau "bunker" yang sudah ditinggalkan lama? Namun, ternyata sudah ditumbuhi oleh alam.

Tetapi, apakah mungkin ada yang membangun "bunker" yang kurang menarik seperti ini hanya dengan batu?

2 - Panic.

Huff......

Haaa.....

Dengan napas yang panjang, Ryuu mencoba mengumpulkan pikirannya. Apa yang terjadi? Di mana dia sekarang? Pertanyaan itu terus berkecamuk di benaknya. Namun, dengan perlahan, dia mencoba meredakan kegelisahan dalam dirinya.

"benar-benar indah seperti kenyataan..." gumamnya pada dirinya sendiri, mencoba memahami apa yang terjadi di sekitarnya.

Pohon-pohon dan semak-semak yang hanya sebagian kecil yang terasa akrab, namun tidak ada yang sepenuhnya cocok dengan deskripsi yang bisa diberikannya. Sebagian besar terasa asing baginya, menyelimuti atmosfer dengan aura yang aneh.

Rasa penasaran mendorongnya mencoba merasakan realitas mimpi ini. Dengan berusaha mencubit lengannya, Ryuu mendapati bahwa bahannya keras dan terlindungi oleh lapisan kitin yang mengelilinginya. Sebuah sensasi yang begitu nyata, membenamkannya dalam pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi.

"Dunia ini terlalu realistis untuk sebuah mimpi biasa... Mungkinkah ini Lucid Dream? Sepertinya begitu!" ucapnya dengan sedikit kelegaan, mencoba merangkul kemungkinan bahwa semuanya hanyalah bagian dari mimpinya yang disadari.

Lengan yang kini tampak lebih coklat dibandingkan abu-abu di bawah cahaya yang memadai menarik perhatian Ryuu. Sementara itu, mencubit kulit wajahnya yang halus dan bebas dari janggut membuatnya merasakan rasa sakit yang cukup menggetarkan.

"Ouch..."

Rasa sakit itu memunculkan keraguan kembali, mempertanyakan keberadaan nyata tempatnya saat ini. Kejadian ini memicu serangan panik yang hampir membuatnya kehilangan kendali.

"Tenang, Ryuu! Ini hanya mimpi aneh. Jangan terlalu panik! Anggap saja ini mimpi langka yang menghibur," desisnya pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan kecemasannya.

Kebanyakan orang mungkin akan merasa panik dihadapkan dengan situasi seperti ini, terdampar sendirian di tempat yang tak dikenal. Namun, bagi Ryuu, ini adalah sesuatu yang jauh dari keadaan normalnya. Meskipun begitu, dia tidak ingin terus larut dalam kegelisahan.

Dia mulai berjalan, bukan dengan tujuan tertentu untuk pergi ke suatu tempat, melainkan untuk menjauh dari lokasi di mana dia terbangun sebelumnya.

Langkah-langkahnya penuh dengan keraguan, namun dia bertekad untuk menemukan petunjuk atau tanda keberadaannya di tempat ini yang begitu asing.

Ryuu memaksakan dirinya untuk memusatkan perhatiannya pada sekitarnya. Hutan yang tidak begitu lebat memungkinkannya untuk menelusuri jalannya di antara pepohonan dengan relatif mudah.

Dia melihat beberapa hewan kecil di sekitarnya, tetapi mereka cepat menghilang saat dia mendekat. Sungguh sulit baginya untuk melihat mereka dengan jelas. Burung-burung sebagian besar bersembunyi di antara dahan pohon, tak satupun yang bisa dia kenali dengan baik.

Dalam ketidaktahuannya tentang kondisi dan keberadaannya di tempat ini, dia memutuskan untuk mengikuti suara air yang terdengar.

Meskipun bisa berbahaya, itu merupakan satu-satunya petunjuk yang ia punya. Selain itu, sensasi haus dan lapar yang tiba-tiba muncul membuatnya semakin bertekad untuk menemukan sumber air tersebut.

"mimpi ini begitu aneh... Biasanya dalam dunia mimpi, tak ada rasa lapar dan haus seperti ini Tapi ini...mimpi premium seperti permainan video yang tak pernah kualami sebelumnya. Jadi, mari kita jalani saja, ya kan?" gumamnya, mencoba menguatkan dirinya sendiri.

Dalam kondisi bertahan hidup seperti ini, prioritasnya adalah mencari air dan tempat berlindung. Mungkin dia bisa mencoba memanjat pohon atau kembali ke tempat di mana telur itu ada.

Saat berjalan, dia mencoba memanggil komponen-komponen seperti dalam permainan video, berharap akan ada sesuatu yang membantunya.

Namun, usahanya hanya sia-sia. Konsentrasi yang ia berikan pada hal tersebut tidak membawanya pada suatu keberhasilan. Mencoba memanggil instruksi seperti "Informasi!" atau "Profil!" dengan keras hanya membuatnya merasa konyol.

Dalam pikirannya, kekhawatiran akan kemungkinan adanya monster di lingkungan sekitar menjadi sebuah beban. Dia memperhatikan setiap sudut hutan dengan hati-hati, menyadari bahwa menemukan senjata menjadi prioritasnya.

Meskipun monster bukanlah masalah yang pasti, tapi dia menyadari kemungkinan adanya binatang buas seperti beruang atau serigala di dalam hutan ini. Namun, biasanya mereka tidak akan menyerang manusia kecuali dalam keadaan yang sangat lapar.

Ryuu saat ini masih yakin dia berada dalam dunia mimpinya, tempat tubuhnya sedang tidur nyenyak, memungkinkannya bermimpi hal-hal aneh tanpa perlu terlalu khawatir. Dia meyakini bahwa sebentar lagi, ia akan terbangun dari mimpi absurnya itu. Meski begitu, bukti mengenai hal itu tidak ada.

Perjalanan menuju suara air yang didengarnya ternyata tidak begitu lama, hanya beberapa menit dari perkiraannya, mengingat kualitas pendengarannya yang kini sepertinya lebih tajam dari dunia nyata. Dengan hati-hati, dia mendekati tepian sungai yang tenang, berbatu, dan cukup kecil.

Tak ada hewan yang terlihat di sekitar, meskipun hutan cukup dekat, membatasi pandangannya ke atas dan bawah sungai. Dengan sedikit canggung, dia memanjat ke tanah berbatu yang lebih besar di tepi sungai, mencoba menyusuri tepi air dengan berhati-hati.

Dia melihat bayangan dirinya terpantul di air sungai. Wajahnya, meskipun sebagian besar seperti manusia, terdapat ciri samar-samar yang menyerupai serangga atau reptil.

Tonjolan tulang di sisi pipinya membentuk sesuatu yang menyerupai mandibula dengan gigi tajam, mengingatkannya pada sepasang capit semut yang melengkung.

Bibirnya tipis, hidungnya seperti digorok, kulitnya coklat kehitaman, dan rambut cokelatnya, meskipun kasar, ternyata kaku dan sangat pendek. Namun, yang paling mengejutkan adalah kesadaran bahwa dia memiliki wajah seorang perempuan.

"......."

Penampilannya yang mencampur ciri-ciri manusia dan makhluk lain membuatnya terperangah dan sedikit terkejut.

Ryuu semakin terkejut ketika menatap bagian bawah tubuhnya. Sebagian besar dari tubuhnya tertutup cangkang yang sedikit lebih gelap dari wajahnya, melunak di persendian.

Kakinya, meskipun sebagian besar mirip manusia, juga terlihat memiliki elemen cangkang yang tidak biasa. Tetapi yang paling menghantamnya adalah melihat dadanya, tempatnya seharusnya dada bidang dengan sedikit otot, tapi sekarang terdapat dua jendolan kecil yang menyerupai payudara tanpa puting.

Ketika menyadari perubahan drastis ini, Ryuu tidak dapat menahan kepanikannya dan berteriak kencang.

Tidak percaya dengan apa yang ia lihat, ia menoleh ke arah tempat "burung" seharusnya berada, hanya untuk menemui keadaan yang lebih mengejutkan lagi.

"Benar-benar Hilang......"

Ryuu menyaksikan dengan shock 'burung'nya menghilang, meninggalkan sebuah garis kecil yang ia sadari sebagai alat reproduksi wanita. Keringat dingin membanjiri wajah dan tubuhnya, menyebabkan ketegangan yang tak tertahankan.

Dalam kepanikan, dia memanggil nama seseorang, “JOHNI! DIMANA KAU, KAWAN KESAYANGANKU?!” dengan nada penuh kebingungan dan keputusasaan.

Tanpa berpikir panjang, ia mencoba membangunkan dirinya sendiri dengan menampar pipinya berulang kali.

Plak!

Plak!

Plak!

berharap bahwa tindakan tersebut bisa membawanya keluar dari mimpi buruk yang dialaminya saat itu.

Namun, upaya itu sia-sia. Meskipun sakit yang ia rasakan semakin parah, dia terus memukul dirinya sendiri dengan keras dalam usaha untuk bangun dari mimpi mengerikan yang sedang dialaminya.

Plak...

Plak...

Plakk...

Teriakan dan tamparan yang intens berubah menjadi upaya terakhirnya untuk keluar dari mimpi. Namun, saat wajahnya sudah begitu sakit hingga menyebar ke dalam pikirannya, Ryuu merasa putus asa dan akhirnya menyerah.

Rasa sakit yang ia derita sudah terlalu melampaui batas, dan ia harus menghentikan tindakan menyakitkan itu sebelum menimbulkan lebih banyak luka pada dirinya sendiri.

Boing.... Boing....

Ryuu menatap tubuh barunya yang kini terlihat feminin dan menyerupai humanoid serangga. Kepanasan keputusasaan menguasai dirinya saat ia menyadari bahwa ini bukanlah mimpi, tetapi kenyataan yang menakutkan.

"... jadi... ini... bukan... mimpi...SIALAN! SIALAN! SIALAN! " desisnya dengan nada penuh keputusasaan.

Sebenarnya ia tidak masalah jika ia menjadi monster serangga pria, namun saat ini dia terkejut dan frustasi karena dirinya berubah menjadi monster serangga wanita.

"BANGSATTT!!!!!"

Emosinya meluap dalam bentuk teriakan kesal yang disertai dengan rasa putus asa.

Setelah beberapa lama akhirnya ia kembali tenang, namun terpaksa memusatkan perhatiannya pada tubuh barunya yang terdistorsi.

Punggungnya menunjukkan lapisan kedua yang mengingatkannya pada cangkang kumbang, terletak di sepanjang tubuhnya dan sebagian besar di bawah lengannya.

Saat ia mencoba menggerakkannya, hanya ada getaran lemah yang bisa ia hasilkan. Namun, di bawah lapisan tersebut, dia melihat sesuatu yang tampak seperti sayap.

"Huh? Sayap?" gumamnya bingung, mencoba memahami perubahan yang terjadi padanya.

Ryuu membungkuk, mencoba membersihkan dirinya dengan air di tangannya. Meskipun berhasil membersihkan sebagian tubuhnya, hal-hal lengket yang paling mengganggunya tetap bertahan. Ia merasa tidak punya sudut pandang yang tepat untuk membersihkannya.

"Hidupku penuh dengan kesialan... Dimarahi Istri lalu Terpleset kulit pisang tak sadarkan diri, dan sekarang bangun-bangun menjadi serangga dengan gender WANITA, sialan!" gerutunya sambil mengingat kejadian sebelumnya dengan kesal. Ketidakmengertian akan nasibnya membuatnya semakin frustrasi.

Ryuu memandang air dengan perasaan lelah, lalu memutuskan untuk minum. Ia tidak yakin apakah akan cerdas untuk mencoba menyelam di dalamnya.

Dengan air yang mengalir cepat, ia merasa ragu apakah tubuhnya mampu berenang. Namun, dehidrasi bukanlah pilihan, dan mencari sumber air lain terlalu berisiko.

Meminum air sungai mungkin memiliki risiko kesehatan, namun ketidakpastian akan menemukan sumber air lain di sekitarnya serta kebutuhannya akan air membuatnya memutuskan untuk meminumnya. Meskipun instingnya tidak yakin, ia tahu pentingnya air bagi kelangsungan hidupnya.

Dia berputar kembali, mata memerhatikan hutan dengan cermat. Setelah meredakan hausnya, lapar yang menggertak perutnya mulai terasa.

"Memasuki hutan ini membuat perut kosong bergemuruh. Kekuatan mulai memudar dan lelah merayapi tubuh," pikirnya.

Kondisi baru tubuhnya membuatnya bingung tentang apa yang bisa dimakan. Di tempat yang asing ini, ia tak memiliki pengetahuan tentang makanan yang cocok untuk tubuh barunya.

"Aarghh, entah kenapa perutku lapar sekali. Tapi apa yang bisa kumakan? Memakan serangga dan hewan hidup-hidup? Ugh, menjijikkan!" desahnya frustasi.

Ryuu merasakan kekosongan di perutnya semakin terasa. Hutan yang tidak dikenalinya menjadi tempat yang tak hanya menimbulkan kebingungan tetapi juga ancaman lapar yang terus memburunya.

3 - Escape

Ryuu memutuskan untuk menyusuri jalan berkelok-kelok di hutan yang misterius, ia tak ingin melalui jalur yang sama lagi.

Meskipun bukit-bukit dan sungai menjadi petunjuk, langkahnya menuju lokasi asalnya tampaknya menghadirkan semacam petualang baginya. Mungkin untuk mencari makanan memerlukan waktu lebih lama dari yang dia perkirakan.

Saat merangkak di antara pepohonan, dia mencoba menghimpun informasi sebanyak mungkin dari sekelilingnya.

Mencoba mengingat apa yang bisa dimakan, melihat pola musim yang terjadi, dan menyadari bahwa tidak ada rasa dingin yang menyergap tubuhnya, meski ia tidak mengenakan sehelai pakaian pun. Meskipun begitu, dia membenci tubuh barunya yang feminin.

Perasaan itu melonjak dalam kebingungan yang semakin dalam. Dia ingin menutupi bagian tubuhnya yang tidak diinginkan dengan pakaian, tapi prioritasnya saat ini adalah bertahan hidup.

Mencari jawaban, menghindari rasa lapar yang melilit, dan menemukan jalan kembali ke kehidupan yang dulu pernah ia miliki menjadi fokus utamanya, tanpa perduli betapa membenci tubuhnya yang baru.

Ryuu menghela napas, mencoba memperkirakan suhu dingin yang menyelimuti tubuhnya. Meskipun berusaha menghitung sekitar 15 derajat Celsius, ia sadar bahwa perkiraannya mungkin keliru, tak tahu bagaimana tubuh barunya merespons suhu atau seberapa baik tubuhnya menyimpan panas.

Berjalan melalui hutan yang tampak sunyi, dia mencari sumber makanan. Tidak ada jamur atau jenis kacang yang ia kenal, tapi beberapa semak berry menarik perhatiannya. Potensi menjadi sumber makanan, tetapi juga berpotensi beracun. Menghentikan langkahnya di dekat semak beri berwarna gelap, ia mencoba menilai keamanannya.

"Hmm... Ini kosong."

Cabang-cabang semak beri itu tampaknya telah dikosongkan, mungkin oleh hewan-hewan sebelumnya.

Ryuu berharap bahwa tindakan tersebut menunjukkan keamanan buah beri ungu yang mirip blackberry itu. Ia mengambil satu, berhati-hati agar tidak mengambil dari daerah tanah.

"Entah ini akan membunuhku atau tidak, tapi satu buah beri tidak seharusnya berakibat fatal, bukan?" gumamnya dalam kebingungan yang memuncak.

Ryuu merasa perlu berhati-hati, mungkin racunnya ringan dan tak terdeteksi saat ini. Namun, dia tak bisa bersikap gegabah.

Dia memasukkan buah beri itu ke dalam mulutnya. Rasanya manis, menyenangkan lidahnya dengan sentuhan persilangan antara raspberry dan blackberry.

"Segar sekali..." gumamnya, menemukan sedikit kebahagiaan dalam kesendirian gelapnya sebagai serangga wanita. Ia mengamati buah beri tersebut dengan seksama, mencoba mengenali ciri khasnya sebelum melanjutkan perjalanannya.

Ryuu merasa godaan untuk memakan lebih banyak, namun dia menahan diri. Perutnya yang kosong menggertakkan perasaannya, tapi dia tahu harus menunggu.

Langkahnya yang lambat dan berhenti sesekali memperlambat perjalanannya, membutuhkan waktu lebih lama dari sebelumnya. Namun, akhirnya, dia kembali muncul di lapangan kecil di dekat perbukitan.

Dia melangkah maju, tetapi lingkungan sekitarnya masih sama. Tidak ada perubahan yang signifikan; hewan-hewan kecil terus bergerak cepat di sekitarnya, menghilang segera setelah dia mendekati.

Keberadaan mereka masih menjadi misteri baginya. Meski demikian, dia merasa terganggu karena sumber pengetahuannya yang tiba-tiba terasa terbatas dalam hal mengenali burung-burung itu, dibenak pikirannya.

Ryuu mengarahkan langkahnya ke arah lereng bukit yang dulu ia tempuh, namun tiba-tiba terhenti. Dia memperhatikan bahwa masuk ke dalam terowongan yang gelap itu, sesuatu telah berubah.

Kegelapan tidak lagi mengisi lorong, seolah ada sesuatu yang memblokir jalannya.

"Huh?"

Dia mendekat, hatinya berdegup kencang dalam kegelapan. Pintu masuknya tertutup oleh sesuatu yang gelap dan dingin saat disentuh. Apakah itu logam atau batu, Ryuu tidak yakin.

Dia mencoba mendorongnya, awalnya ragu-ragu, lalu semakin keras, namun benda itu tetap tak bergerak, seolah menjadi dinding yang tak terkalahkan.

Ryuu merasa kebingungan dan sedikit putus asa. Keterbatasannya dalam memahami lingkungan barunya membuatnya merasa terjebak, tanpa kemampuan untuk memahami dan mengatasi hal-hal yang tak terduga.

Tidak hanya itu, Ryuu juga merasakan kepanikan mendekam dalam dirinya ketika menemukan pintu terblokir. Rasa takut yang tiba-tiba melintas di benaknya, menyiratkan kehadiran seseorang ataupun hewan buas yang mungkin masuk ke dalam terowongan itu setelah dirinya pergi.

Sensasi itu membuat bulu kuduknya berdiri tegak dalam ketakutan yang tak terucapkan.

Namun, Ryuu segera mengingat bahwa sejak ia datang ke tempat ini, tak ada tanda-tanda orang lain—tidak ada suara, penglihatan, atau bahkan bau yang menyiratkan keberadaan manusia lain.

Meski ia sedikit terdiam oleh pemikiran itu, ia memilih untuk menekan kekhawatiran yang muncul. Fokusnya kembali mengarah pada masalah yang ada di hadapannya.

Pertanyaan muncul dalam benaknya. Mungkin ada mekanisme tertentu yang terpicu ketika ia meninggalkan tempat itu. Apakah ia menjadi sasaran kamera pengawas?

Tapi saat ia mengamat-amati pintu masuk, tak ada tanda-tanda teknologi seperti itu. Tetap saja, Ryuu menyadari bahwa tidak adanya bukti teknologi tidak selalu menjamin keselamatan. Kekhawatirannya muncul kembali, meskipun hingga saat ini, ia belum menemukan tanda-tanda kehadiran teknologi sejak kebangunannya di tempat itu.

Tap.. Tap... Tap..

Ryuu melangkah menjauh dari semacan pintu masuk, pikirannya terpecah dalam mencari tempat lain. Namun, sebelum langkahnya melangkah lebih jauh, hentinya terdengar.

Di udara, terhembus aroma aneh yang belum pernah ia cium sebelumnya di tempat itu.

"Bau apa ini?"

Dia merasa menyesal karena ia tidak membawa tongkat dari hutan untuk menjadi senjata potensial untuk saat ini.

Tetapi aroma yang terus memperkuat membuatnya semakin waspada. Konsentrasinya bergeser ke aroma tersebut, dan pelan-pelan, ia mulai mendengar gerakan tak jauh darinya. Beberapa detik kemudian, makhluk itu melintas dari balik pepohonan.

Ryuu hanya bisa memicingkan mata, menahan keinginan untuk menggosoknya. Dalam sekejap, pertanyaan tentang keberadaan monster di tempat ini terjawab dengan sendirinya.

Langkahnya terhenti, mendapati dirinya di hadapan sesuatu yang baru muncul dari rimbunnya pepohonan.

Ryuu memandang monster yang baru saja muncul, merasa heran dengan keanehan makhluk yang berdiri di hadapannya.

Pikirannya melayang, mengibaratkan itu seperti bebek karet raksasa yang hanya tersedia dalam kamar mandi, namun seukuran kuda besar. Tubuhnya kuning cerah dengan mata hitam dan paruh oranye mencolok.

Tapi ketika makhluk itu membuka paruhnya, suara yang dikeluarkannya berubah menjadi jeritan tajam yang membuat Ryuu menelan ludah.

"QUAACKKK!!!"

Gigi-gigi tajam yang terpampang membuatnya berkeringat seketika itu juga. Dengan cemas, dia mencoba berbicara dengan makhluk itu, berharap itu adalah monster yang ramah.

“Kau Bebek yang baik, kan? Kau tidak akan menyerangku? Kan? Kan?” ujarnya cemas.

Namun, reaksi makhluk itu hanya memperlihatkan kebencian atau mungkin kemarahan, membuatnya mundur terkejut.

Monster itu maju, mengancam dengan sikapnya yang tidak mungkin dilakukan oleh bebek, sementara teriakan mengancam terdengar nyaring:

"QUAACK!" Teriakan itu menjadi ancaman bagi Ryuu, membuatnya terkejut dan berkeringat dingin.

Rasa takut dan kecemasan mulai memenuhi pikirannya, menyadarkan dia bahwa ini bukanlah makhluk biasa yang dapat dia hadapi dengan mudah.

"Faakkkk!"

Ryuu, mengutuk dengan penuh ketidakpercayaan, melihat sekeliling mencari opsi terbaik.

Namun, ia tak menemukan senjata apapun atau celah yang memadai. Dengan cepat, dia merunduk dan mengambil beberapa batu yang tergeletak, siap bertahan jika diserang.

Monster bebek yang besar juga tampak ragu-ragu. Mereka saling menatap dalam ketegangan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!