Seorang gadis tergeletak tak bernyawa di toilet sekolah. Kondisinya sungguh mengenaskan. Dengan luka lebam diseluruh tubuhnya.
Di depan nya ada dua orang gadis berusaha untuk membangunkannya. Namun bagaimanapun mereka membangunkannya gadis itu tetap tidak bergerak.
Saat ini mereka berada di toilet perempuan. Di depan toilet, ada seorang gadis lagi yang bertugas untuk menjaga.
Gadis yang sudah tidak bernyawa itu bernama Nadia. Sedangkan dua gadis di depannya bernama Mella dan Friska. Satu orang lagi yang bertugas untuk menjaga bernama Velly.
Kondisi sekolah sudah sepi. Semua siswa sudah pulang ke rumah masing-masing. Namun keempat gadis itu masih berada di sana.
Nadia sudah terkunci di dalam toilet sejak pelajaran masih berlangsung. Kebetulan di dalam kelas sedang tidak ada pelajaran alias jam kosong.
Nadia termasuk anak yang pendiam. Dia lebih suka membaca buku dari pada bersosialisasi dengan teman-temannya. Jadi tidak memiliki banyak teman.
"Bangun cupu!" teriak Mella geram.
Sebenarnya Mella merupakan saudara sepupu Nadia. Keduanya berada di kelas yang sama. Namun Mella tidak pernah mengakuinya.
"Kok dia nggak bergerak," ucap Friska dengan gugup.
"Ya elah...palingan cuma pingsan. Biarin aja, siapa suruh bikin gua marah," jawab Mella geram.
Namun gadis tadi masih tetap khawatir. Dia meletakkan jarinya dibawah hidung. Kemudian beralih ke tangannya. Namun tidak ada denyut nadi yang terasa.
Deg!
"Mel...ni orang beneran koid loh," ucap gadis itu dengan gemetar.
"Beneran?" tanya Mela tak percaya.
"Lo periksa sendiri deh!"ucap Friska dengan marah.
Mau tidak mau Mella kondisi nadia dengan tangannya sendiri. Dia mengecek tubuh Nadia dengan tubuh gemetar.
"Waduh...beneran Fris, gimana ini?" tanya Mella panik.
Dia masih tidak menyangka jika perbuatan mereka membuat Nadia berhenti bernafas. Kedunya saling pandang dengan tubuh gemetar.
"Kita harus keluar dari sini secepatnya. Jika sampai ada seseorang yang mengetahuinya kita bisa masuk penjara," ucap Mella
"Kamu benar. Kalau begitu tunggu apa lagi."
Mella pun keluar dari toilet dengan tergesa-gesa. Friska mengikutinya dari belakang. Keduanya terus berjalan tanpa memperdulikan tatapan bingung Velly. Namun dia mengikuti kedua temannya pergi dari tempat itu.
Tanpa mereka sadari, Nadia yang semula dipastikan sudah tidak bernyawa tiba-tiba membuka matanya.
Namun dia bukan lagi Nadia si gadis cupu. Nadia yang asli sudah meninggal. Saat ini ada jiwa asing yang memasuki tubuhnya.
"Shit...where is this?" gumam gadis itu dengan bingung.
Dia mendudukkan diri dengan susah payah. Dahinya mengernyit begitu melihat kondisi sekitar. Apalagi dengan bau toilet yang menyengat.
"Hwek...."
Dia tidak tahan dengan bau toilet sehingga membuatnya mual dan ingin muntah.
Rasa pusing mendera kepalanya. Sebuah ingatan asing masuk kedalam memorinya.
Deg!
"Biadab!" gumamnya dengan bahasa asing.
Aura membunuh keluar dari tubuhnya . Dia sudah tidak peduli dengan bau toilet yang membuatnya mual . Saat ini yang ia inginkan hanya cermin. Sayangnya di ruangan itu tidak ada cermin.
Gadis itu berdiri. Kemudian berjalan keluar dari toilet itu. Begitu diluar dia langsung melihat cermin yang terpasang di depan wastafel.
Perlahan gadis itu berjalan. Sungguh terkejutnya saat melihat tampilannya di depan cermin.
Wajah gadis itu bengkak dengan memar yang terlihat dengan jelas. Namun dia masih bisa melihat dengan jelas wajah itu.
"Bagaimana bisa terjadi?"
Gadis itu masih menggunakan bahasa asing yang sudah ia gunakan sejak kecil. Untuk bahasa Indonesia sendiri dia belum pernah menggunakannya.
Gadis itu bernama Aurora. Aurora tinggal di Amerika. Dia merupakan seorang putri dari mafia terkenal.
Sejak kecil dia sudah di didik untuk menjadi seorang mafia. Bahkan untuk usia yang muda dia sudah menjadi seorang ratu mafia Black Rose.
Black Rose adalah nama kelompok mafia yang ia bentuk bersama sahabatnya. Anggotanya sudah hampir seratus orang.
Dunia mafia sangat kejam dan tidak lepas dari pembunuhan. Entah itu kamu yang dibunuh atau yang membunuh.
Aurora sendiri sudah tidak bisa menghitung banyaknya nyawa yang sudah ia bunuh. Namun bukan berarti mafia tidak bisa berbuat kebaikan.
Aurora mati karena dibunuh. Bukan dibunuh oleh musuh. Namun Aurora mati dibunuh oleh sahabat dekatnya sendiri.
Aurora tidak menyangka jika dirinya masih diberikan kesempatan untuk hidup di tubuh dan lingkungan yang berbeda. Entah itu keberuntungan atau malah kesialan baginya.
Yang membuat Aurora terkejut adalah tubuh yang ia tempati memiliki wajah yang mirip dengannya. Hanya potongan rambutnya saja yang berbeda.
Aurora memutuskan untuk keluar dari sana. Ia menuju kelas yang ia tempati sesuai ingatan yang ia peroleh.
Namun ia masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Akankah ia pulang ke rumah Nadia? Jika ia pulang kesana bagaimana ia menghadapi keluarganya?
Nadia merupakan putri dari seorang pengusaha ternama. Dia mempunyai dua orang kakak kembar. Yang satu berjenis kelamin lelaki dan satu lagi perempuan.
Nadia merupakan putri yang tidak dianggap. Ayah dan kedua kakaknya selalu mengabaikannya. Mereka menganggap jika hilangnya ibu mereka ada hubungan dengannya.
Ibu Nadia dinyatakan menghilang setelah melahirkannya. Tidak ada jejak untuk menemukannya. Bahkan hingga Nadia berusia sembilan belas tahun.
Saat ini Nadia sudah berada di kelas dua belas. Berbeda dengan Aurora yang sudah menyelesaikan hingga S2, padahal usianya baru sembilan belas tahun.
Nadia memutuskan untuk pulang ke rumah. Dari ingatan Nadia yang asli, saat ini ayah dan kedua kakaknya tidak ada di rumah.
Ayah Nadia sedang mengembangkan bisnisnya di Kalimantan. Sudah dua minggu beliau tidak pulang.
Kakak lelaki Nadia lebih suka tinggal di apartemen. Selain dekat dengan tempat kerjanya, dia juga lebih nyaman tinggal disana.
Sedangkan kakak perempuannya seorang model internasional. Sudah sejak kecil ia tinggal di luar negeri bersama tantenya yang tidak lain adik dari ayah Nadia.
Sejak kecil Nadia memang sering tinggal bersama pembantu dari pada keluarganya. Jadi dibanding dengan keluarganya, Nadia lebih dekat dengan pembantunya.
Nadia berjalan ke tempat parkir dengan tertatih. Dia harus mengambil sepeda motor yang biasa ia pakai. Sesampainya di tempat parkir Nadia geleng-geleng kepala melihat tampilan motor itu.
Motor itu memang bukan miliknya. Namun milik tukang kebun yang bekerja di rumahnya.
Biasanya Nadia akan naik angkot setiap berangkat dan pulang sekolah. Tidak sekali dua kali Nadia terlambat. Karena sang sopir harus sering berhenti untuk menaiki turunkan penumpang.
Hal itu membuat tukang kebun iba. Bagaimana dengan keluarganya?
Sejujurnya Nadia sudah lama tidak berkomunikasi dengan ayah maupun kedua kakaknya. Ayah Nadia akan pulang tengah malam disaat Nadia sudah tidur dan bangun saat Nadia sudah berangkat sekolah.
Untungnya Aurora yang saat ini menempati tubuh Nadia bisa mengendarai motor butut tersebut. Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai kerumah dengan santai.
Sepanjang jalan Nadia memperhatikan kondisi sekitar. Bagaimanapun Aurora belum pernah ke Indonesia.
Akhirnya Nadia tiba juga di rumahnya. Rumah berlantai tiga tersebut nampak mewah.
Satpam yang berada di dalam pos membuka pintu gerbang begitu melihat kedatangan Nadia. Satpam itu menyapa Nadia dengan ramah. Meskipun agak terkejut melihat kondisi Nadia.
"Selamat sore Non," sapa satpam itu dengan ramah.
Nadia hanya bisa tersenyum kecil sambil menunduk. Sangat aneh menurut pak satpam. Tapi beliau mencoba bersikap positif.
Satpam berfikir mungkin Nadia tidak bisa bicara karena bibirnya sakit. Apalagi melihat wajah Nadia yang bengkak.
"Jangan lupa dikompres, Non," ucap satpam sebelum Nadia melanjutkan langkahnya.
Ternyata bukan hanya satpam saja yang kaget melihat penampilannya. Bi Salma yang sedang menyiram tanaman langsung menghentikan pekerjaannya.
"Nona kenapa?" tanya Bi Salma panik.
Bi Salma sangat khawatir dengan kondisi nona mudanya. Meskipun ini bukan yang pertama buat Nadia, namun bi Salma selalu khawatir saat Nadia pulang dalam kondisi seperti ini
"..."
"Siapa yang berbuat ini pada nona. Bilang sama bibi," ucap bi Salma menggebu.
Perhatian kecil yang ditunjukkan bi Salma membuat Nadia merasa hangat. Nadia bahkan diam saja saat tubuhnya diseret masuk kedalam.
Bi Salma membawa Nadia masuk kedalam kamarnya. Kebetulan kamar keduanya berdampingan.
Rumah Nadia ada tiga lantai. Kamar Nadia berada di lantai satu bersama dua orang pelayan. Letaknya ada di belakang samping dapur.
Lantai dua milik kedua kakaknya. Padahal keduanya jarang tinggal di rumah.
Sedang lantai tiga milik sang ayah. Ada kamar, ruang kerja, gym dan bioskop pribadi.
Sejak kecil Nadia tidak diperbolehkan untuk naik ke lantai atas. Jika Nadia melanggar ada hukuman yang akan ia dapat.
Nadia kecil sudah sering mendapatkan hukuman. Menginjak usia remaja ia tidak berminat lagi untuk menaikinya.
"Siapa yang sudah membuat nona seperti ini?" tanya bi Salma prihatin.
Tiba-tiba Nadia faham dengan apa yang diucapkan oleh bi Salma. Mungkin karena Nadia asli sehari-hari mengggunakan bahasa ini.
Namun Nadia memilih diam. Dia masih belum yakin dengan kemampuannya.
"Sudah selesai. Bibi mau lanjut ke depan dulu. Apa nona mau saya ambilkan makanan dulu?"
Nadia menggelengkan kepalanya. Saat ini tidak merasa lapar sekali. Yang ia butuhkan hanya mandi dan istirahat.
"Baiklah kalau begitu. Kalau nona mau makan bisa panggil bibi di depan. Kalau tidak Nona bisa ambil langsung di ruang makan. Bibi tadi membuat masakan kesukaan nona."
"Terima kasih," ucap Nadia tulus. Dia mengucapkan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya. Tidak buruk juga.
Bi Salma tersenyum mendengarnya ucapan Nadia. Beliau keluar dari kamar Nadia sambil membawa kotak P3k yang tadi ia bawa.
Begitu bi Salma keluar, Nadia memperhatikan setiap sudut kamarnya.
Kamar Nadia memang tidak seluas kamar milik kakaknya. Ruangan itu berukuran 2x3 meter.
Didalamnya hanya satu ranjang yang ukurannya sedang, satu almari dan lemari rias yang biasa Nadia gunakan untuk belajar.
Di dalam kamarnya tidak ada sedikitpun barang mewah yang ia miliki. Make up pun Nadia tidak punya. Sehingga mukanya terlihat kusam. Padahal jika diteliti dengan benar, wajah itu beneran mirip dengan Aurora.
Pandangan Nadia terpaku pada foto yang terpasang di dinding kamar. Di dalam foto itu ada Ayah, ibu dan kedua kakaknya.
Ibu Nadia saat itu sedang hamil besar. Nampak sekali kebahagian terpancar dari raut wajah mereka. Ada sedikit iri di mata Nadia. Namun Nadia mencoba untuk menepisnya.
Nadia memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Nadia masih beruntung meskipun kamarnya kecil, namun ada kamar mandi pribadi didalamnya.
Nadia meletakkan seragam yang tadi ia pakai kedalam keranjang yang ada di pojok ruang. Kemudian menggunakan handuk untuk menutup tubuh polosnya.
Kamar mandi yang dimiliki Nadia sangat sederhana. Tidak ada tempat untuk berendam. Hanya ada bak air dan gayung.
Tidak butuh waktu lama bagi Nadia untuk mandi. Setelah berganti pakaian dia pun keluar.
Nadia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tak lama kemudian dia pun tertidur. Dia bangun untuk makan malam. Setelah makan malam Nadia kembali ke kamarnya.
Nadia memikirkan banyak hal. Salah satunya apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Namun akhirnya ia terlelap.
Mella mengurung dirinya di dalam kamar. Sepulangnya dari sekolah tadi, Mella langsung masuk kedalam kamar dan menguncinya.
Mella masih shock dengan kejadian tadi siang. Dia takut perbuatan dia dan teman-temannya terbongkar.
Sebenarnya Mella Ingin memberitahu kedua orang tuanya dan meminta bantuan mereka. Namun mengingat jika Nadia merupakan keponakan sang mama, membuatnya mengurungkan niatnya.
Saat tengah asyik bergalau ria, pintu kamarnya diketuk dari luar. Mella seketika panik. Dia pura-pura tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
Hal yang sia-sia sih sebenarnya. Bukankah pintu kamarnya sudah dikunci. Jadi tidak ada yang bisa membukanya, kecuali menggunakan kunci cadangan
Tok tok tok
"Mella!" teriak mama Mella di depan pintu kamarnya. Mendadak tubuh Mella gemetar.
Tok tok tok tok
Mama Mella kembali mengetuk pintu kamar putrinya karena tidak ada tanggapan dari dalam kamar.
"Sayang...makan malamnya sudah siap loh. Ayo makan!" ajak mama Mella dengan suara agak keras.
Ceklek Ceklek
Mama Mella mencoba untuk membuka pintu. Ternyata pintunya terkunci dari dalam. Dia berfikir mungkin saja Mella tertidur.
Mama Mella pun memilih meninggalkan kamar Mella . Ada suami dan kedua putrinya yang lain menunggu di meja makan.
"Kok mama sendiri, kakak mana?" tanya si bungsu.
"Kakak sudah tidur. Jadi malam ini kita makan tanpa kakak," jawab sang mama sambil duduk di kursinya.
"Tumben."
"Mungkin kakak lelah. Pulang saja tadi sampai sore hari. Sudahlah...lebih baik kita makan."
Mama Mella mengisi piring sang suami dengan nasi dan lauk kesukaannya. Kemudian memberikannya pada sang suami.
Setelah itu mengisi piringnya sendiri. Barulah setelah itu giliran dua putrinya.
Mereka makan dengan hening. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang saling bersahutan.
Keesokan harinya Nadia bangun di pagi buta. Kebiasaan itu sudah Aurora lakukan sejak kecil. Dimana sang papa terus mengajaknya berlatih.
Wajahnya nampak membaik setelah dikompres dan di obati. Tinggal memar saja yang masih terlihat.
Biasanya Nadia akan menguncir rambutnya menjadi dua. Bukan hanya itu. Nadia juga memakai kacamata besar untuk menutupi mata indahnya
Namun saat ini jiwa yang berada di tubuhnya itu bukan lagi si cupu. Dia adalah Aurora sang ratu mafia yang terkenal jenius dan sangat kejam
Nadia memotong rambutnya menjadi pendek. Jadi dia tidak harus menguncirnya. Dia sangat malas jika harus disuruh menguncir rambut.
Nadia juga tidak lagi menggunakan kaca mata besar yang selalu ia pakai. Kebetulan kaca mata itu tertinggal di dalam toilet sekolah.
Sebenarnya sih bukannya tidak ada lagi. Sebab dilaci ada beberapa kacamata dengan bentuk yang sama. Namun Aurora yang berada di tubuh Nadia tidak menyukainya.
Nadia nampak lebih segar dari biasanya. Dia sudah bersemangat untuk berangkat ke sekolah.
Setelah semuanya sudah siap, Nadia keluar dari kamar dengan ransel yang ia pakai di punggung.
Kedatangan Nadia di ruang makan, membuat bi Salma dan Sania memujinya habis-habisan.
"Wah.. Non Nadia cantik deh, "puji bi Salma dengan tulus.
"Benar," ucap Sania menyetujui ucapan bi salma. Dibanding tampilan biasanya, sekarang Nadia memang nampak lebih cantik dan segar.
"Terima kasih."
"Sarapan dulu Non," ajak bi Salma.
Nadia mengangguk dan menduduki salah satu kursi kosong yang ada di ruang makan.
"Kami sudah menyiapkan makanan kesukaan nona," lanjut bi Salma.
Nadia menatap semua makanan yang tersaji di atas meja. Dari semua makanan yang tersaji, hanya ayam goreng yang pernah ia makan.
"Kenapa?apa Nona tidak suka dengan makanannya?" tanya bi Salma karena melihat Nadia hanya diam menatap makanan di depannya.
Tidak ingin menimbulkan kecurigaan, Nadia mengisi piringnya dengan nasi dan lauk yang tersaji di atas meja.
Sebenarnya bi Salma hanya memasak menu sederhana kesukaan Nadia. Ada sayur sop, bergedel kentang, tempe goreng, ayam goreng dan sambal kecap.
Nadia mencoba satu persatu lauk tersebut. Merasa lauk itu cocok dengan lidahnya, dia makan dengan lahap.
Melihat Nadia makan dengan lahap membuat bi Salma dan Sania tersenyum.
Selesai menghabiskan makanannya, Nadia pun berangkat ke sekolah. Dia dengan setia menggunakan motor butut milik tukang kebun. Dalam hati ia berjanji akan membalas perlakuan tukang kebun itu dengan baik.
Di sekolah Mella, Friska dan Velly sudah datang sejak tadi. Ketiganya saat ini sedang berkumpul di lorong yang agak sepi.
Ketiganya penasaran dengan mayat Nadia. Apakah masih berada di dalam toilet atau sudah dipindahkan.
Namun jika sudah ada yang menemukannya pasti saat ini sekolah sudah heboh. Jadi kesimpulan mereka, Nadia masih tergeletak di dalam toilet.
"Bagaimana ini...apa kita akan melihatnya langsung?" tanya Friska sambil berbisik.
"Jangan. Kita tunggu saja sebentar. Pasti akan ada orang yang melihatnya. Setelah itu barulah kita melihatnya," jawab Mella dengan ikutan berbisik.
"Terus ngapain kita disini?"
"Kalau kita bicara di kelas, otomatis anak-anak bisa dengar. Kalau disini kan sepi dan jarang ada yang lewat juga."
"Terus gimana sekarang. Mau terus disini atau kembali ke kelas dulu?"
"Kembali ke kelas saja dulu. Baru kalau sudah ada kehebohan Kita lihat. Jangan sampai ada yang menyadari kalau kita yang sudah membullynya."
"Beres!"
Kemudian ketiga gadis itu kembali ke kelas mereka. Kebetulan ketiganya berada di kelas yang sama. Nadia pun berada dalam satu kelas bersama mereka.
Namun betapa terkejutnya mereka saat tiba di dalam kelas. Mereka melihat Nadia versi berbeda. Ketiganya saling pandang.
"Kok gua merasa tu anak agak mirip si cupu?" tanya Velly dengan berbisik. Namun pandangannya tidak lepas dari Nadia.
"Mata lo katarak. Mereka berdua ma beda jauh,"bantah Mella tak terima. Namun di dalam hati kecilnya dia juga setuju dengan yang diucapkan oleh Velly.
"Minggir!" ucap siswa lelaki yang bertubuh tanggung. Dia tidak sendiri. Dia bersama dua temannya yang berdiri di belakangnya.
Lelaki itu bernama Daffin. Dia merupakan ketua kelas dua belas C. Kedua lelaki dibelakang daffin juga teman kelas mereka.
"Ganggu saja," protes Velly dengan cemberut
"Siapa suruh kalian berdiri di tengah pintu. Sudah tahu banyak orang mau lewat," omel Daffin.
Tidak ingin menambah masalah, Friska menyeret kedua temannya ke bangku mereka. Dia tidak menghiraukan ucapan protes Mella dan Velly.
Sebenarnya bukan hanya ketiga gadis itu saja yang penasaran dengan identitas Nadia. Daffin dan kedua temannya yang baru tiba pun langsung menghampirinya.
"Hai...kamu anak baru?" tanya Daffin dengan ramah.
Meskipun wajah Nadia masih terlihat memar, namun tidak menyembunyikan kecantikannya.
Mendengar pertanyaan Daffin membuat Nadia menggelengkan kepalanya. Daffin menatap kedua temannya namun keduanya hanya menghendikkan bahu mereka.
"Kok gua baru lihat?"
"Nadia," jawabnya singkat, padat jelas.
"Sumpah loh!"
Bukan hanya Daffin saja yang terkejut. Namun beberapa siswa yang memang berada di dalam kelas juga sama terkejutnya dengan Daffin.
"Bercanda Lo...nggak banget deh!"
"Benar tuh. Dilihat dari manapun kalian berdua beda."
"Terserah mau percaya apa tidak. Yang penting gua sudah bilang jujur."
"Apa buktinya."
"...?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!