Milan, Italia.
"Arghhh!!!!" jeritan seorang wanita pada tengah malam di dalam kamar mewahnya dengan pencahayaan remang. Kedua manik mata indah dan tajam itu terlihat sangat ketakutan. Tubuhnya yang di balut dengan piayama pink berbahan sutra bergetar takut dan berkeringat dingin.
"Jangan!! Jangan mendekat," teriaknya pada pria penyusup yang masuk dari jendela kamarnya. Pria tersebut membawa sebilah pisau tajam yang di arahkan padanya.
Wanita itu beringsut mundur hingga punggungnya membentur sadaran tempat tidurnya. "Jangan bunuh aku!" pinta wanita itu dengan lirih dan penuh permohonan. Air matanya sudah membanjiri pipi, begitu pula dengan keringatnya semakin keluar deras karena rasa takut luar biasa semakin mendera.
Penyusup itu menyeringai iblis dibalik topeng monyet yang dia kenakan. Berjalan dan naik ke atas tempat tidur, semakin mendekati wanita cantik tersebut.
"Kau harus mati! Kau harus mati! Malam ini aku akan mengirimmu ke neraka!" bisik penyusup itu terdengar berat dan juga mengerikan. Kemudian penyusup itu menoleh ke arah pintu dan segera melarikan diri melalui jendela kamar ketika mendengar suara gedoran pintu dari luar kamar.
"Luc!! Are you okay!" Suara pria terdengar keras dibarengi dengan gedoran pintu yang keras juga.
Lucette William--wanita cantik yang kemarin genap berusia 30 tahun itu langsung bergegas turun dari tempat tidur, berlari ke arah pintu. "Daddy, aku sangat takut. Penyusup itu datang lagi dan membawa pisau tajam. Dia ingin membunuhku." Luc langsung memeluk ayahnya dengan sangat erat, dan menumpahkan semuanya yang baru saja di alami.
Dominic--sang ayah--mendekap tubuh putrinya yang bergetar ketakutan. Dom mengeraskan rahangnya, pasalnya ini yang kedua kalinya penyusup itu datang dengan tujuan yang sama. Entah siapa orang tersebut, tapi yang jelas sejak putrinya memegang mega proyek dari pemerintah Italia, putrinya sering mendapatkan teror seperti ini. Di tambah lagi, penyusup itu bisa masuk dan keluar dari area rumahnya yang penuh penjagaan ketat.
Suasana di rumah tersebut menjadi menegangkan dan tidak kondusif. Para penjaga menyisir setiap sudut rumah tersebut untuk mencari penyusup itu. Begitu juga situasi di luar rumah juga sama.
"Semua akan baik-baik saja. Kau tenang, sayang. Ayo, ke kamar Daddy." Dom menuntun putrinya menuju kamarnya yang terletak tak jauh dari sana.
"Sayang, kau pasti sangat ketakutan." Sang ibu langsung menyambut putrinya dengan pelukan hangat dan erat ketika masuk ke dalam kamarnya. "Aku sangat mencemaskanmu, tapi Daddy-mu melarangku keluar kamar." Lily memeluk dan menenangkan putrinya yang masih sangat ketakutan.
"Kalian tunggu di sini, dan jangan sampai keluar dari kamar!" tegas Dom seraya berjalan menuju lemari, membuka brangkas yang dikhususkan untuk menyimpan senjata apinya.
Dom mengambil dua senjata api lalu keluar dari kamarnya dengan langkah tegap dan penuh emosi. "Kunci pintunya!" titah Dom kepada istrinya saat dia sudah berada di luar kamar.
"Kita tidak bisa tinggal diam! Kita harus menghubungi polisi." Lily berkata pada putrinya yang masih berada di dekapannya.
Luc mengangguk dan setuju dengan usul ibunya.
Lily mengambil ponselnya, menghubungi polisi keamanan di kota tersebut. Sambungan telepon telah diangkat, dan segera ditindak lanjuti, kemudian dia menutup panggilan tersebut dengan perasaan sedikit lega.
"Luc, apakah kau sadar semenjak kau memegang mega proyek kau mendapatkan teror seperti ini. Mommy sarankan agar melepaskan proyek tersebut, karena semua ini demi keselamatanmu, keselamatan kita semua." Lily memberikan saran pada anak semata wayangnya itu.
Luc menggeleng sebagai jawaban, "aku tidak bisa melepaskan proyek itu begitu saja, Mom. Karena proyek itu sudah berjalan, jika aku melepaskannya maka perusahaan akan membayar pinalti yang sangat banyak, dan lebih parahnya perusahaan kita bisa bangkrut, dan aku tidak mau hal itu terjadi. Aku akan tetap bertahan dan mempertahankan yang sudah menjadi milikku!" jawab Luc dengan tegas dan lugas, meski ada rasa ketakutan di dalam hatinya.
Lily mendesah resah ketika mendengar jawaban putrinya yang keras kepala ini. Tidak tahukan putrinya itu kalau saat ini dia sedang cemas dan ketakutan setengah mati. Ini bukan soal harta tapi nyawa yang menjadi taruhannya. Lily yakin kalau saingan bisnis putrinya yang melakukan semua ini.
*
*
Dom berjalan ke area taman belakang sambil mengacungkan dua senjata api yang di kedua tangannya, diikuti oleh beberapa bodyguard di belakang dan juga di depannya. Pria paruh baya itu melirik sekitarnya dengan tajam. Instingnya sangat yakin kalau penyusup itu bersembunyi di area taman belakang.
Dom memberikan perintah menggunakan bahasa isyarat kepada dua bodyguard untuk menyisir ke arah kanan, dan begitu seterusnya. Dom dan 6 bodyguardnya berkerja sama untuk menemukan penyusup tersebut.
Di luar sana iringan mobil polisi telah sampai dan memasuki area rumah mewah keluarga William. Mereka bergerak cepat untuk bekerja sama dengan para penjaga di sana untuk menemukan penyusup tersebut. Namun setelah hampir 2 jam mencari mereka telah kehilangan jejak. Penyusup itu seperti belut yang pintar kabur, ataukah penyusupnya adalah orang dalam yang bekerja di rumah itu? Ini menjadi PR para polisi untuk mengusut semua ini. Catatan kriminal telah di buat, dan beberapa anggota polisi telah mengolah TKP di kamar Luc. Mereka mencari barang bukti dari penyusup tersebut.
"Dia masuk melalui jendela. Dan merusak jendelanya, tapi kami tidak bisa menemukan menemukan sidik jari penyusup itu. Dia begitu pandai untuk melakukan kejahatan ini, seperti sudah kelas kakap. Kami akan segera mengusutnya. Dan aku sarankan untuk lebih waspada dan hati-hati dengan semua pekerja di rumahmu. Barang kali ada yang berkhianat, soalnya dengan keamanan rumah seketat ini sangat minim penyusup bisa masuk," jelas komandan polisi kepada Dom yang berdiri di dekatnya.
Dom mengangguk paham, mengucapkan banyak terima kasih kepada para anggota polisi itu.
"Bisakah aku meminta bodyguard untuk menjaga putriku selama 24 jam?!" pinta Dom pada komandan polisi tersebut. Keselamatan putrinya adalah yang paling utama, dia tidak ingin terjadi apa-apa pada putri semata wayangnya.
"Yeah, kau akan mendapatkannya. Kami akan memberikan bodyguard terbaik untuk putrimu." Pria berseragam polisi itu mengangguk mantap meyakinkan Dom. "Apakah aku bisa bertemu putrimu karena ingin memintainya keterangan atas kasus penyusupan ini."
Dom mengangguk lalu mengantarkan polisi tersebut menuju kamarnya.
*
*
"Kau belum menandatangani berkas perceraian kita! Kau tidak bisa bersikap seperti ini! Arion!" ucap seorang wanita pada suaminya yang baru pulang bekerja.
"Kita bicarakan besok saja. Ini sudah malam, dan aku sangat lelah," ucap pria tersebut yang bernama lengkap Aksa Delvin Arion atau yang kerap di sapa dengan Arion. Dia meletakkan ikat pinggang yang berisi beberapa senjata api di atas meja kamar.
Sang istri menatap benci pada suaminya yang terus saja bersikap seperti ini padanya. "Kita sudah sepakat untuk berpisah lalu kenapa kau masih tidak mau menandatangani berkas perceraian kita?!"
Arion menatap istrinya dengan datar, "alasanmu meminta cerai sangat tidak masuk akal. Hanya karena aku kembali aktif bekerja di kepolisian, kau bersikap seperti ini padaku? Kau melupakan perjuangan kita dari nol sampai sekarang ini? Bahkan aku rela meninggalkan keluargaku di Indonesia karena aku lebih memilihmu. Dan apakah kau melupakan putri kita yang sudah beranjak dewasa?!" Arion tidak habis pikir dengan jalan pikiran istrinya yang membuatnya pusing kepala.
Padahal Arion masih sangat mencintai istrinya hingga detik ini, meski dia tahu alasan istrinya meminta cerai karena mempunyai kekasih gelap.
Sebenarnya Arion adalah Sersan kepala dalam pasukan militer Italia tapi karena 1 tahun yang lalu dia mengalami luka parah karena tertembak di area punggung membuatnya harus di istirahatkan untuk sementara waktu hingga akhirnya harus menerima kenyataan kalau dirinya di pindah tugaskan menjadi polisi keamanan di Negara tersebut.
Sungguh miris bukan?
Jangan lupa tinggalkan Like, komentar, subscribe dan berikan ulasan bintang lima 😘😘
BUGH!
BUGH!
"Arghhh!!" suara pukulan dan jeritan dari seorang pria terdengar begitu memilukan dan menyakitkan. Di dalam ruangan kedap suara dan minim pencahayaan itu tercium bau anyir dari darah yang keluar dari mulut pria yang kesakitan itu.
"Kau masih tidak mau mengatakan siapa boss-mu?" Suara berat Dom terdengar mengerikan, seraya menarik rambut tebal pria tersebut yang menjadi tersangka penyusup di rumahnya yang sudah dua kali ingin membunuh putrinya.
Ternyata pria itu adalah tukang kebun di rumahnya yang baru bekerja selama 4 bulan belakangan.
"Masuk ke dalam rumah ini sama halnya masuk ke kandang singa jika ketahuan berkhianat!" lanjut Dom menggeram, rahangnya mengeras dan sangat mematikan. Menarik rambut pria penyusup lebih keras hingga membuatnya berteriak kesakitan.
"Arghhh!" jeritnya lagi sangat kesakitan. Wajahnya sudah babak belur, giginya rontok, seluruh badannya sakit karena di pukuli dan siksa anak buah Dom karena dia ketahuan berkhianat.
"Lebih baik aku mati!" ucapnya dengan suara tersendat- sendat dan nafas yang sangat berat. Kedua matanya melirik Dom dengan tajam seolah tidak takut pada kematian yang sudah berada di depan mata. Dia tetap bungkam, tidak mau memberitahukan siapa boss-nya kepada Dom.
"Kalau itu yang kau mau, aku dengan mudah mengabulkannya, tapi sebelum kau mati, kau harus menyaksikan anak dan istrimu mati terlebih dahulu!" balas Dom penuh dengan ancaman yang berhasil membuat kedua mata pria itu terbelalak.
"Tidak! Jangan, jangan lakukan itu ... jangan lukai keluargaku yang tidak berdosa!" ucapnya memohon ampun kepada Dom.
Dom menyeringai iblis, "keluargamu tak berdosa? Sama ... putriku juga tidak berdosa, tapi kenapa kau ingin membunuhnya!" balas Dom sangat geram pada pria tersebut, kemudian mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, dan langsung melayangkan pukulan keras tepat pada wajah pria tersebut.
BUGHH!!!
"Arghh!" jerit pria tersebut sangat kesakitan, wajahnya sudah babak belur tapi masih mendapatkan hantaman keras yang tak kunjung usai. Dia rasa rahang dan tulang pipinya sudah patah dan tidak berbentuk.
"Aku bekerja pada seorang pengusaha ternama di negeri ini. Dia yang menyuruhku untuk memusnahkan putrimu, karena dia ingin menguasai mega proyek dari pemerintah Italia." Akhirnya ia mengungkapkan semuanya karena tidak ingin terjadi sesuatu pada keluarganya.
"Siapa?" tanya Dom menatap tajam pria berlumuran darah itu.
"Paolo Sorgia."
"Shit!" Dom mengumpat penuh emosi, sudah ia duga kalau dalang dari semua ini adalah rival bisnis putrinya. Paolo Sorgia selain pengusaha adalah seorang mafia berdarah dingin, kekejamannya melebihi Klan Mafia Cosa Nostra pada masanya.
Dom segera beranjak dari ruangan tersebut setelah mengetahui semuanya. Ini adalah masalah serius, rivalnya bukan kaleng-kaleng, nyawa keluarganya dalam ancaman besar.
"Tuan, bagaimana dengan pria itu?" tanya salah satu penjaga di sana kepada Dom yang sudah keluar dari ruangan tersebut.
Dom menoleh kebelakang, menatap pria yang tergeletak tak berdaya dan bersimbah darah di atas lantai. "Sebentar lagi ajal akan menjemputnya, jika dia sudah mati antarkan mayatnya kepada keluarganya!" balas Dom lalu melangkah tegap keluar dari ruangan bawah tanah itu. Sebelum naik ke lantai atas dia membersihkan diri dan berganti pakaian.
*
*
Matahari semakin terik di atas kepala. Tepat jam 12 siang Arion mengunjungi teman seperjuangannya yang sudah pesiun dari pasukan militer Italia.
Arion tersenyum tipis seraya memperhatikan dari kejauhan di mana temannya sedang mengajar para lansia dengan penuh kesabaran. Arion menunggu di dekat pintu ruangan tersebut sampai kelas selesai.
"Henry, apa kabar?" sapa Arion pada temannya yang lebih tua 5 tahun darinya.
"Sersan Arion lama tak jumpa. Seperti yang kau lihat kalau aku sangat baik," jawab Henry sambil tertawa riang. Kemudian pria yang rambutnya sudah di tumbuhi uban itu mengajak Arion duduk di taman panti jompo.
"Apa yang membawamu ke sini, Ar?" tanya Henry ketika mereka sudah duduk di salah satu kursi panjang yang tersedia di sana.
Arion membuang nafas kasar sebelum menjawab pertanyaan Henry, kemudian dia mencurahkan beban pikirannya pada temannya itu.
"Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi Vicky. Dia terus meminta cerai padaku," ucap Arion merasa frustrasi.
"Lepaskan, Arion. Jangan kau pertahankan, dia bukan wanita baik, dia selalu berselingkuh darimu. Ck! Hal inilah yang membuatku malas menikah sampai saat ini. Kehidupan setelah pernikahan tidak membawa kita pada kebahagiaan, selalu saja ada beban memberatkan hati dan pikiran." Henry memberikan nasehat tapi berujung curhat.
"Kau terlalu menikmati kesendirianmu. Usiamu sudah 45 tahun, kau gagah, tampan dan masih pantas jika menikah dengan seorang gadis." Arion malah menggoda temannya yang berstatus perjaka tua.
Henry menanggapinya dengan tawa renyah, "aku sama sekali tidak berniat menikah. Aku mendirikan panti jompo ini agar aku tidak kesepian di hari tua nanti. Kau paham 'kan maksudku," ucap Henry sambil tertawa. "Aku dengar kau kembali aktif bertugas tapi di polisi keamanan?"
Arion mengangguk, "iya, baru 2 bulan. Dan Vicky keberatan dengan semua ini," jawabnya dengan nada frustrasi.
"Bersabar, Arion. Kau adalah pria kuat, jangan menjadi lemah hanya karena seorang wanita! Ingat itu!" ucap Henry memberikan nasehat pada temannya.
"Yeah, kau benar." Arion mengangguk dan setuju dengan nasehat temannya itu.
Obrolan mereka harus berakhir saat Arion mendapatkan panggilan dari kantor. Dia harus kembali ke kantor untuk memenuhi panggilan dari atasannya. Hati Arion terasa lega setelah meluapkan keluh kesahnya kepada temannya.
Dengan mengendarai mobil patroli, akhirnya pria berseragam polisi lengkap dengan lencana jabatannya yang tertempel di pundak itu memasuki kantor kepolisian keamanan.
"Sersan Arion, sudah di tunggu boss di ruangannya," ucap salah satu petugas yang berpapasan dengannya di pintu masuk.
"Aku tahu!" jawab Arion datar, melangkah tegap dan gagah menuju ruangan atasannya yang berada di lantai tiga.
Tok ... Tok ...
Arion mengetuk pintu ruangan berwarna coklat muda itu beberapa kali lalu masuk ke dalam sana setelah mendapatkan sahutan dari dalam.
"Sersan Arion, selamat datang, dan duduk." Pria setengah baya dengan penuh kewibawaan menyapa ramah di balik meja kerjanya yang di penuhi dengan berbagai dokumen.
Arion mengangguk datar lalu duduk di kursi yang berada di depan meja atasannya. Pria yang mempunyai paras tampan, rahang tegas dan badan atletis itu terdiam dan kedua matanya menatap atasannya yang sedang membuka sebuah berkas yang tersimpan dalam map berwarna kuning.
"Ada kabar bagus untukmu. Kau akan di pindah tugaskan menjadi pengawal pribadi Nona Muda dari keluarga William yang sedang memegang mega proyek dari pemerintah," ucap atasannya seraya menyerahkan berkas tersebut pada Arion.
Arion tersenyum tipis, lalu menerima berkas tersebut dan membacanya dengan seksama. "Dia mendapatkan teror dari penyusup?" Arion bertanya pada atasannya.
"Ya, maka dari itu dia membutuhkan pengawal khusus untuk menjaganya selama 24 jam. Dan karena ini adalah passion-mu maka aku merekomendasikanmu dan akhirnya di terima," ucap atasannya sangat senang.
"Kau mulai bekerja hari ini. Angela akan mengantarkanmu."
Arion menganggukkan kepala, ia harus siap di tugaskan di mana saja dan kapanpun. Tak berselang lama Angela memasuki ruangan tersebut dan memberikan sebuah paper bag kepada Arion.
"Maaf Sersan, karena kau di pindah tugaskan maka seragammu harus ganti," ucap Angela dengan hati-hati saat melihat tatapan datar dan dingin pria tersebut.
"Tidak masalah!" Arion menerima paper bag tersebut lalu keluar dari ruangan tersebut menuju ruangan loker untuk berganti pakaian.
Like dan dukungannya jangan lupa ya😘
Tubuh atletis, gagah dan tegap itu di balut dengan setelan kemeja berwarna hitam. Arion semakin terlihat tampan, berkarismatik dan gagah dengan penampilan barunya. Di salah satu telinganya terpasang earpiece yang akan menjadi alat komunikasinya dengan para timnya.
"Kau sudah siap? Angela akan mengantarkanmu ke rumah Nona muda." Suara atasannya terdengar dari earpiece di telinga kanannya.
"Ya, Pak!" jawab Arion tegas dan lugas menggunakan bahasa Italia. Kedua kakinya segera mengayun keluar dari ruang ganti. Saat membuka pintu Angela sudah berdiri di sana.
"Wah! Kau sangat tampan sekali, Sersan." Angela tersenyum, menatap kagum pada pria gagah dan tampan itu. Andai saja pria yang ada di hadapannya ini belum menikah, mungkin dia akan jatuh cinta.
"Terima kasih, tapi aku tidak suka dengan pujianmu!" Arion menjawab datar, lalu berjalan melewati Angela.
Angela menatap punggung tegap Arion, "dia selalu saja begitu! Selalu keren maksudnya." Angel tersenyum simpul, lalu segera berjalan mengikuti Arion, dan menjajarkan langkah kakinya dengan pria tersebut.
Selama berjalan beriringan Arion tidak mengatakan sepatah kata apa pun. Kedua manik matanya begitu tajam mengawasi sekitar, hingga akhirnya mereka berdua sampai di depan kantor tersebut dan menaiki mobil, menuju kediaman keluarga William.
*
*
"Aku tidak membutuhkan bodyguard!" Luc menolak keras keputusan ayahnya. Dia tidak suka dengan bodyguard yang akan mengawasinya 24 jam, yang artinya ruang geraknya akan terbatas. Sumpah! Luc sangat membenci hal itu meski dia tahu nyawanya sekarang terancam.
"Penolakanmu tidak di terima. Ah ... mereka sudah datang!" Dom segera beranjak berdiri dari duduknya saat mendengar deru suara mobil memasuki halaman rumahnya.
Luc membuang nafas kasar seraya memutar kedua matanya dengan malas, kemudian bersedekap di dada.
"Luc, sayang. Kau harus menerima semua keputusan Daddy, karena semua ini demi kebaikanmu." Sang Mommy memberikan nasehat pada putrinya agar mau menerima segala keputusan dari Dom. Karena kejadian percobaan pembunuhan beberapa hari yang lalu membuat hatinya takut, cemas dan trauma. Ia tidak ingin kejadian itu terulang lagi.
"Selamat bertugas, Sersan! Semoga kau betah dengan pekerjaan barumu." Angela tersenyum, tugasnya mengantarkan Arion telah selesai, ia harus segera kembali ke kantor karena masih ada banyak tugas yang menantinya.
"Terima kasih, Ela." Arion mengangguk seraya menatap Angela yang sudah masuk ke dalam mobil.
Ela?
Bukankah itu panggilan yang sangat manis dan imut? Ah ... Angel jadi tersipu mendengarnya, dia menjadi baper hanya dengan mendengar panggilan Arion yang berbeda dari yang lainnya. Padahal 'kan pria itu berkata datar dan tidak ada manis-manisnya tapi entah kenapa ia merasa spesial dengan panggilan itu.
Andai oh Andai Arion belum menikah, aku pasti akan mengungkapkan rasa kagum ini. Angela bermonolog di dalam hati.
Angela menggelengkan kepalanya berulang kali agar dia sadar, lalu tersenyum menatap Arion, "aku akan kembali lagi nanti malam, untuk mengantarkan barang-barangmu ke sini," ucap Angela.
"Wait! Apakah ..." ucapan Arion terhenti saat melihat Angela menganggukkan kepala.
"Yeah! Apakah kau tidak tahu tentang hal ini? Kau akan menjaga noda muda selama 24 jam, yang artinya kau harus berada di sini, tinggal di sini bersama nona muda yang menyebalkan, dan angkuh itu," balas Angela sembari terkekeh ketika melihat raut wajah Arion sangat terkejut.
"Nikmati profesi barumu, Tuan Arion." Angela melambaikan tangan seraya menginjak pedal gas mobil yang dia kendarai.
Arion menatap mobil patroli itu yang semakin menjauh dari pandangan. Dia tidak menyangka kalau akan tinggal di rumah mewah ini. Karena sebelumnya ia berpikir kalau dia akan menjaga 24 jam di luar rumah.
"Seharusnya aku menolak perkerjaan ini," gumam Arion mendesah kasar. Terlebih lagi rumah tangganya sedang berada di ujung tanduk, jika seperti ini maka rumah tangganya akan hancur karena dia tidak akan mempunyai waktu bersama dengan Vicky, dan putri tunggalnya.
Arion segera berdiri tegap ketika melihat sosok pria paruh baya keluar dari rumah mewah itu dan menghampirinya.
"Sersan Arion?" sapa Dom dengan ramah dan full senyum.
"Iya, Tuan ..."
"Panggil Dom saja agar lebih akrab," ucap Dom menjabat tangan Arion tanpa keraguan.
"Baik, Tuan Dom!" jawab Arion, tidak mau memanggil nama pria tersebut dengan nama saja, karena hal itu bisa melanggar SOP-nya.
Dom mengangguk, dan tidak memaksa pria itu. Lalu mempersilahkan Arion masuk ke dalam rumahnya untuk berkenalan dengan putrinya.
"Apakah kau sudah mencari tahu tentang putriku?" tanya Dom pada Arion yang ternyata masih gagah, tampan dan atletis meski usianya sudah tidak muda lagi.
"Sudah. Putrimu adalah wanita yang sangat hebat, di usianya yang masih muda sudah bisa memegang perusahaan kapal pesiar milik keluarga. Dan sekarang bekerja sama dengan pemerintah dalam mengerjakan mega proyek kapal pesiar milik pemerintah," jawab Arion memuji nona muda yang akan dia jaga.
Dom mengangguk tersenyum kagum, bukan kagum pada Arion melainkan kagum pada putrinya sendiri yang tampak hebat di mata Arion. "Karena mega proyek itu nyawa putriku dalam ancaman," ucap Dom pada Arion yang berjalan di sebelahnya. Hingga akhirnya mereka telah sampai di ruang tengah.
Arion bisa melihat dua wanita cantik berbeda generasi duduk bersebelahan di atas sofa mewah dan mahal di ruangan tersebut. Tatapan Arion berhenti pada wanita muda yang dia yakini adalah sang Nona Muda yang akan dia jaga.
"Luc, perkenalkan ini adalah Sersan Arion yang akan menjagamu selama 24 jam." Dom meminta pada putrinya untuk memperkenalkan diri pada Arion, tapi harapannya tidak sesuai dengan ekspetasinya. Putrinya itu malah melengos, bersikap angkuh dan sombong. Dom berpikir, mungkin Luc masih belum bisa menerima keputusannya.
Arion menatap dengan datar, dia tidak memusingkan dengan sikap nona muda itu. Yang terpenting dia menjaga nona muda dengan baik dan sesuai dengan aturan yang sudah di tetapkan.
Tidak boleh kontak fisik dengan nona muda.
Menjaga dengan jarak 2 meter.
Tidak boleh banyak bicara.
Dan, tidak boleh menyukai nona muda.
Beberapa point yang Arion baca dari berkas kontrak yang di berikan atasannya saat di kantor beberapa saat yang lalu.
"Apakah bodyguard-nya bisa diganti? Dia terlalu tua!" cibir Luc menatap tak suka pada Arion.
"Tidak!" Dom menjawab pertanyaan putrinya dengan tegas.
"Daddy, ayolah! Kau memberikan aku bodyguard tua seperti dirinya?! Bisa-bisa sekali tendang sama penjahat langsung mati!" balas Luc dengan nada sengit, menatap Arion yang masih saja terlihat datar dan tidak menunjukkan ekspresi lainnya.
Dia punya hati tidak sih? Kenapa dia datar-datar saja dan tidak menunjukkan rasa kesalnya padaku?
Apa jangan-jangan dia ini robot?
Luc, masih memperhatikan wajah Arion yang seperti dinding rumahnya, datar, dan keras.
"Jaga ucapanmu, Luc!" Dom memberikan ultimatum pada putrinya.
Luc memutar kedua matanya dengan malas, menanggapi perkataan ayahnya itu.
***
Like-nya ya bestie😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!