NovelToon NovelToon

Panggil Aku Bunda

Kehilangan

"Sah."

"Sah."

Satu kata itu terdengar bersahutan di sebuah rumah mewah di sore hari. Satu kata yang membuat perubahan status antara Arya dan Rania. Mereka bukan lagi kakak ipar dan adik ipar melainkan pasangan suami istri. Jika biasanya, pasangan yang baru menikah menunjukkan kebahagiaan tapi tidak dengan Arya dan Rania. Di wajah mereka terlihat kesedihan karena pernikahan itu bukan keinginan mereka melainkan paksaan dari kedua orang tua mereka masing masing.

Sebenarnya, dua keluarga itu baru saja berduka. Ayumi, saudara kandung dari Rania yang tidak lain dari istri Arya sendiri meninggal satu Minggu yang lalu setelah beberapa hari melahirkan anak yang kedua. Penyebab kematiannya belum diketahui dengan pasti. Arumi yang awalnya baik baik saja setelah melahirkan tiba tiba satu Minggu kemudian mengalami pendarahan yang parah dan tidak terselamatkan.

Kesedihan masih sangat jelas terlihat di wajah orang orang yang ada di rumah itu. Kedua orang tua masing masing dari Arya dan Rania dan kerabat dekat terlihat menitikkan air mata. Sungguh kehidupan tidak bisa ditebak. Dua Minggu yang lalu, dua keluarga besar bersuka cita karena kelahiran anak laki laki di keluarga Arya. Tapi satu Minggu kemudian mereka berduka cita karena Ayumi meninggal. Dan saat ini, perasaan mereka tidak bisa digambarkan seperti apa.

Yang pasti Orang tua Arya dan orang tua Rania merasa lega. Setidaknya, meskipun Ayumi sudah tiada. Anak anak yang ditinggalkan Ayumi tidak akan kehilangan sosok ibu. Mereka sangat yakin jika, Rania bisa menyayangi anak anak Ayumi seperti anak anaknya sendiri. Baik orang tua Arya maupun orang tua Rania tidak ingin anak anak Arya mendapatkan ibu sambung selain Rania. Bisa dipastikan banyak wanita yang bersedia menjadi istri untuk Arya tapi tidak bisa dijamin bersedia menjadi ibu sambung yang baik bagi kedua anak anak Arya. Rania adalah wanita yang tepat. Itulah sebabnya, orang tua Arya dan orang tua Rania memaksa mereka untuk menikah secepatnya.

Arya adalah laki laki yang mapan. Di usianya yang masih di angka tiga sudah banyak kesuksesan yang sudah dicapainya. Arya adalah seorang direktur operasional di perusahaan yang cukup besar. Selain karir yang sukses. Arya juga mempunyai beberapa bisnis sampingan sehingga tidak heran keluarganya kecilnya hidup berkecukupan. Tapi sayang, kebahagiaan Arya terenggut dengan kehilangan Ayumi. Wanita yang sangat dia cintai. Wanita yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun termasuk Rania. Entah bagaimana, laki laki itu bisa menjalani kehidupannya nanti. Selama satu Minggu ini, Arya diliputi kesedihan yang luar biasa. Kalau bukan karena memikirkan anaknya yang baru lahir. Arya pasti menolak keras pernikahan itu.

Tidak kata selamat untuk pasangan pengantin itu. Kerabat yang hadir justru mengingat kenangan Ayumi di masa hidupnya. Ayumi adalah wanita yang sangat beruntung di masa hidupnya. Ayumi benar benar ratu di rumah dan di hati Arya. Tapi sayang, kebahagiaan itu hanya bertahan lebih kurang sepuluh tahun. Ayumi lebih memilih menghadap Sang Pencipta daripada mendampingi tumbuh kembang kedua anaknya.

"Terima kasih Rania."

Rania tersentak dari lamunannya. Wanita muda yang baru lulus kuliah itu tidak bisa membayangkan hidupnya seperti apa setelah pernikahan ini. Di hatinya sudah ada nama laki laki yang dia cintai dan mencintai dirinya. Rania terpaksa bersedia dinikahkan karena dirinya tidak dapat membayangkan kedua anak kakaknya mendapatkan ibu tiri yang kejam seperti yang ditakutkan kedua orangtuanya dan kedua orang Arya.

Rania menatap wanita tua yang ada di hadapannya saat ini. Wanita yang dulu ibu mertua kakaknya dan kini menjadi ibu mertuanya. Wanita tua itu masih menyimpan duka. Sisa sisa air mata masih jelas terlihat di kedua pipinya.

"Arya, Rania bukan lagi adik ipar mu. Kini, dia sudah menjadi istri mu. Perlakukan dia seperti kamu memperlakukan Ayumi di masa hidupnya. Pernikahan tidak melulu karena cinta. Tapi jika kamu bisa menerima takdir. Mama percaya, perlahan hatimu akan mencintai Rania."

Masih jelas teringat penolakan Arya ketika dipaksa menikahi Rania. Laki laki itu menolak karena alasan tidak ada cinta dan hanya Ayumi yang ada di hatinya.

Laki laki itu sama seperti Rania. Tidak menjawab perkataan Ratih, ibu kandungnya sendiri. Arya sudah menolak pernikahan ini sebelumnya. Dia sudah beralasan bisa menjaga Rio anak keduanya tanpa menikah lagi. Tapi baktinya kepada kedua orangtuanya membuat Arya tidak dapat berkutik. Dia sangat sadar apa yang bisa dicapai selama ini bukan semata-mata karena kerja kerasnya. Itu semua tidak terlepas dari doa doa kedua orangtuanya dan kedua mertuanya tentu saja doa dari Ayumi wanita tercintanya.

"Ayumi juga pasti lebih tenang di alam sana jika Rania yang menggantikan dirinya di rumah ini, di hatimu dan di hati anak anak."

Arya teringat dengan kata kata yang membuat dirinya bisa menerima pemaksaan itu. Demi ketenangan Ayumi di alam sana. Dia terpaksa menikah dengan Rania. Tapi tidak bisa dipastikan jika Rania bisa menggeser nama Ayumi dari hatinya.

Arya dan Rania sama sama bermain dengan pikiran masing-masing. Kata kata nasehat dari keluarga dan kerabat hanya angin lalu. Satupun tidak masuk ke dalam otak mereka. Baik Arya dan Rania hanya ingin terbebas dari situasi itu.

Ketika tiba makan ala kadarnya, Arya dan Rania masih tetap duduk di tempat semula. Tidak ada adegan romantis, yang ada mereka duduk berdampingan dengan canggung. Para keluarga dan kerabat bisa melihat kecanggungan diantara mereka. Tapi mereka maklum karena bagaimanapun perubahan status diantara mereka membuat keduanya butuh waktu untuk beradaptasi dengan status yang baru.

"Papa, aku rindu mama."

Arya tersentak. Sofia putri pertamanya yang baru keluar dari kamar terlihat berjalan menghampiri Arya dan Rania. Arya tidak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Laki laki itu menitikkan air mata. Dalam keadaan lumayan ramai seperti saat ini, putrinya kesepian sama seperti dirinya yang merindukan Ayumi.

Arya hanya memeluk putrinya tanpa berusaha mengatakan apapun. Dia sadar jawaban apapun yang keluar dari mulutnya tidak bisa mengobati kerinduan sang putri. Bukan hanya Arya yang menangis. Di sebelahnya, Rania juga menitikkan air matanya. Sama seperti Arya dan Sofia. Dirinya juga merasakan sangat kehilangan Ayumi. Kakak tercinta tempatnya berbagi suka dan duka.

Acara makan makan itu tidak seperti acara makan pada pernikahan seperti biasanya. Acara makan itu terjeda sebentar karena perkataan Sofia mengingatkan mereka akan sosok Ayumi.

Jam terus berputar. Tidak terasa serangkaian acara sederhana itu akhirnya selesai juga. Ketika Rania mau beristirahat. Dia bingung mau masuk ke kamar yang mana. Apakah dirinya masuk ke kamar tamu seperti biasanya jika dirinya datang ke rumah itu. Atau ke kamar utama milik Arya dan Ayumi sebelumnya.

Penolakan Sofia

"Tante, jangan masuk ke kamar mama."

Rania menghentikan langkahnya. Tangannya yang siap membuka pintu terhenti seketika. Wanita itu berbalik. Di belakangnya, ada Sofia dan Arya. Ternyata papa dan anak itu mengikuti dirinya hingga ke lantai dua, dimana kamar Arya dan Ayumi berada.

Sebenarnya, Rania juga tidak ingin masuk ke kamar Arya. Dia merasa canggung untuk itu. Tapi desakan para orang tua yang membuatnya berada di tempat itu. Jika boleh mengikuti hati. Rania juga tidak ingin sekamar dengan Arya. Biarlah status mereka suami istri. Tapi untuk urusan tidur dan yang lainnya tetap adik ipar dan kakak ipar.

"Oh, maaf sayang. Tante salah kamar."

"Mama tidak suka ada yang sembarangan masuk ke kamarnya."

Rania menganggukkan kepalanya. Seperti Sofia yang sudah paham tentang mamanya. Rania juga tahu jika Ayumi sangat tidak suka area privasinya dimasuki sembarangan orang meskipun itu dirinya. Beberapa kali bertamu di rumah itu. Tak sekali pun, Ayumi memperbolehkan dirinya masuk ke kamar itu. Kamar Ayumi hanya bisa dimasuki oleh suaminya dan Sofia. Bahkan untuk urusan kebersihan kamar. Ayumi melakukannya sendiri meskipun ada asisten rumah tangga.

Rania menatap Arya. Dia berharap laki laki itu memberikan solusi. Kamar tamu ada di lantai bawah. Masuk ke sana hanya akan membuat para orang tua memberikan nasehat tanpa melihat penolakan Sofia. Badannya sudah sangat gerah karena kebaya dan rok batik yang ketat itu. Tapi sepertinya laki laki itu tidak mau tahu. Padahal tadi Arya juga mendengar para orang tua memaksa Rania untuk masuk ke kamar Arya.

Rania tersentak ketika tiba tiba tangan Arya menggeser tubuhnya. Tak sempat, Rania untuk berbicara. Pintu kamar sudah ditutup dari dalam. Arya masuk ke kamarnya sedangkan Sofia turun ke lantai bawah.

"Kak, tolong buka pintunya."

Tak ada sahutan dari dalam. Rania menunggu. Andaikan pakaiannya tidak ada di kamar itu. Rania juga tidak ingin masuk ke dalam sana. Rania memijit keningnya. Memikirkan bagaimana kehidupannya nanti.

"Masuk lah."

Tiba tiba pintu terbuka. Menampilkan sosok berwajah dingin di depan pintu kamar. Rania jadi ragu untuk masuk.

"Kak, a..aku hanya ganti baju sebentar. Bisakah kakak keluar dulu?"

Melihat laki laki itu menjauh dari pintu. Rania merasa canggung jika berduaan di kamar dengan Arya. Terlepas dari hubungan mereka yang berubah, Rania masih menganggap Arya sebagai kakak iparnya.

"Masuk Rania. Ada hal yang ingin aku bicarakan."

Kini pengantin baru itu duduk berhadapan di sofa yang ada di kamar itu. Pintu kamar ditutup supaya tidak ada yang mendengar percakapan mereka.

"Aku minta maaf, karena kedua anakku. Masa mudamu harus terenggut. Tapi, kamu tidak perlu khawatir Rania. Aku akan memberikan imbalan yang layak atas semua pengorbanan mu. Berapa yang kamu minta untuk setiap bulannya?. Sepuluh juta cukup?"

Deg

Rania merasakan jantungnya seperti diremas. Ada denyutan nyeri hanya karena kata kata Arya. Suara Arya memang terdengar lembut dan tidak ada tertangkap ada amarah di setiap kata katanya. Tetapi mengapa terasa sangat menyakitkan.

"Maaf kak. Aku menyayangi Sofia dan Rio. Tanpa pernikahan atau imbalan yang kakak sebutkan. Aku akan tetap merawat dan menjaga mereka."

Kata kata Rania bukanlah kata kata gombalan. Sofia dan Rio adalah keturunan dari kakak kandungnya. Sudah sepantasnya, Rania menyayangi mereka apalagi Ayumi sudah tidak ada lagi.

Arya tertawa sinis. Entah apa maksudnya. Rania juga tidak tahu. Yang Rania tangkap, sepertinya Arya tidak mempercayai kata katanya.

"Aku tidak meragukan kata kata mu Rania. Hanya saja aku tidak mau berhutang budi kepadamu. Bagaimanapun pernikahan kita karena terpaksa kan. Ada saatnya nanti kita berpisah. Dan jika itu terjadi, aku tidak mau kamu mengungkit pengorbanan mu suatu saat nanti."

"Aku tidak menyangka pemikiran mu sedangkal itu kak."

Rania mengakui pernikahan mereka karena terpaksa. Dan Rania juga mengakui jika Arya sangat mencintai Ayumi. Dan bisa jadi, dirinya tidak akan bisa menggantikan posisi Ayumi di hati laki laki itu. Tapi untuk mengungkit pengorbanannya terhadap Sofia dan Rio rasanya hal itu tidak akan pernah terjadi.

Rania beranjak dari duduknya. Menghampiri tas kecil di sudut kamar. Dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan. Rania membuka tas itu dan mengambil pakaian ganti.

Tanpa permisi dari Arya. Rania masuk ke kamar mandi. Dia tahu dirinya bukan pemilik kamar itu. Dan secepatnya berganti pakaian adalah hal yang paling tepat supaya bisa secepatnya keluar dari kamar itu.

Belum sempat Rania mengganti pakaian. Dering ponselnya terdengar. Rania menghembuskan nafasnya dengan kasar melihat si pemanggil.

"Maafkan aku Randy," batin Rania.

Tiba tiba Rania merasa bersalah pada laki laki itu. Laki laki yang menjanjikan masa depan yang indah untuk dirinya nanti. Dan kini, entah bagaimana dirinya harus berhadapan dengan laki laki itu setelah menjadi istri dari kakak iparnya.

Apakah dirinya jujur atau tetap menjadi bergelar kekasih untuk Randy.

Rania hanya memandangi layar ponsel yang berkedip kedip itu. Tidak ada niatnya untuk menjawab. Hingga panggilan itu berhenti. Rania masih bermain dengan pikirannya tentang hubungannya dengan Randy.

Ting. Notifikasi pesan terdengar membuyarkan lamunan Rania.

"Sayang, kamu lupa janjian dengan aku sore ini. Aku sudah disini sejak satu jam yang lalu. Kabari aku kalau kamu tak bisa datang ya!"

Rania membaca pesan Randy dengan hati yang teriris. Karena pernikahan dadakan itu. Rania tidak bisa menepati janjinya kepada Randi. Mereka sudah berjanji bertemu di mall sore ini untuk menemani Randy membeli beberapa pakaian. Laki laki itu baru diterima bekerja di bank sebagai teller. Dan butuh beberapa pakaian yang layak untuk dipakai sebagai pekerja kantoran.

"Maaf, aku tidak bisa Randy. Kamu belanja sendiri ya!. Pesan terkirim dan tak lama kemudian ada balasan dari Randy.

"Tidak apa apa sayang. Doakan hari pertama ku bekerja lancar lancar ya!.

Rania menanggapi pesan Randy hanya memberinya jempol.

Baru saja Rania membuka pintu kamar mandi. Hal yang tidak enak terlihat di depan matanya. Di kamar itu sudah ada Sofia dengan tatapan yang penuh amarah.

"Tante jahat."

Anak itu berteriak dengan kencang.

"Pa, mama akan marah kalau ada orang lain masuk ke kamar ini."

Tak hanya protes kepada Rania. Sofia juga protes ke papanya.

"Maaf sayang. Tante Rania hanya membersihkan kamar mandi supaya tidak licin."

Kali ini Arya menyelamatkan Rania dari amarah Sofia. Tapi sayang, sedikit pun Arya tidak berusaha menjelaskan jika mulai saat ini Rania sudah berhak akan kamar itu.

"Kenapa bukan papa saja yang membersihkan. Kenapa harus Tante Rania pa."

Perdebatan

Apa yang dirasakan Rania saat ini. Bukan seperti apa yang dirasakan oleh wanita yang baru menikah. Kebahagiaan, kebebasan seakan menjauh dari kehidupan Rania.

Sama seperti Ayumi yang mengurus Sofia sendiri sejak bayi. Begitu juga keinginan para orang tua. Mereka menginginkan Rania mengurus Rio tanpa bantuan baby sitter.

Rania ingin protes. Sebagai mahasiswa yang baru mendapatkan gelar sarjana. Jujur, Rania ingin bekerja. Tapi sayang, keinginan itu terpendam karena harus mengurus Rio. Bayi yang berusia hitungan Minggu itu butuh sosok seorang ibu.

"Sini, biar aku saja yang memberikan Rio susu."

Rania menatap Arya yang baru masuk ke kamar Rio. Sejak keluar dari kamar Arya. Rania berada di kamar bayi itu. Kamar itu terasa lebih nyaman untuk dirinya yang dilanda perasaan tak menentu.

"Sepertinya Rio sudah kenyang kak," jawab Rania. Dia meletakkan botol susu yang masih tersisa sedikit.

"Berikan Rio padaku. Di depan ada kekasihmu. Temui dia!"

Tubuh Rania menegang. Sungguh, saat ini dia belum siap untuk bertemu dengan Randi. Bukan tak siap untuk memberitahukan status saat ini tapi ini terlalu tiba tiba. Rania tidak ingin mematahkan semangat Randi. Apalagi, besok laki laki itu akan bekerja untuk pertama kalinya.

"Pergilah Rania. Temui dia. Kamu boleh merahasiakan pernikahan kita ini. Aku bisa memastikan dirimu masih suci ketika kita berpisah nanti. Kekasih mu tidak akan rugi jika kelak menjadi suami mu."

Rania memalingkan wajahnya. Pernikahan mereka memang terpaksa tapi tidak seharusnya membicarakan perpisahan di saat pernikahan itu masih hitungan jam. Entah mengapa kata kata Arya seperti ujung tombak yang menancap di hatinya.

Rania bisa paham mengapa sikap Arya seperti itu. Menolak dirinya dan akan memberikan imbalan atas pernikahannya. Tapi seharusnya laki laki itu juga paham jika Rania juga terpaksa melakukan pernikahan. Sebelumnya, Rania sudah menawarkan diri akan mengurus Sofia dan Rio tanpa adanya pernikahan. Tapi kedua orang tua mereka menolak dengan tegas. Para orang tua beralasan akan lebih tenang meninggalkan rumah itu juga Arya dan Rania terikat pernikahan.

"Aku tidak ingin penghalang kebahagiaan mu. Begitu juga sebaliknya. Tanpa kamu. Aku sangat yakin kami bertiga bisa hidup berbahagia."

Rania mengulurkan tangannya memberikan Rio pada suaminya itu. Dia tidak ingin berlama lama di kamar itu dengan Arya. Laki laki itu seakan sudah mempunyai gambaran tentang pernikahan mereka. Kata kata Arya kali ini sangat menyakitkan.

"Kakak bisa saja tidak butuh sosok istri. Karena sebagian peran istri bisa kamu dapatkan di luar sana dengan materi yang kamu punya. Tapi tidak dengan Sofia dan Rio. Sebanyak apapun materi yang kamu punya. Mereka butuh sosok yang tulus menyayangi mereka. Dan kedua orang tuamu mempercayakan itu padaku."

Rania tidak bisa menahan dirinya untuk membalas kata kata Arya. Jika Arya tidak membutuhkan dirinya setidaknya laki laki itu sadar jika kedua anaknya membutuhkan sosok ibu yang tulus.

Bisa jadi Arya memang tidak butuh sosok wanita yang menggantikan Ayumi di hatinya. Tapi sebagai laki laki dewasa, Arya pasti butuh kebutuhan biologis. Tidak adanya istri bisa saja dia mendapatkan kebutuhan itu dari wanita bayaran.

Lain hal dengan Sofia dan Rio. Mereka tidak bisa membeli ketulusan seorang wanita untuk berperan sebagai ibu mereka.

"Dan kamu merasa bangga karena kepercayaan kedua orangtuaku?. Jangan jangan kamu sudah lama menunggu momen ini supaya bisa menjadi istriku kan?"

"Apa????"

Rania memicingkan matanya. Merasa tidak percaya dengan perkataan laki laki itu. Perkataan Arya seakan dirinya menginginkan pernikahan ini dan sudah lama mengharapkan kepergian kakak kandungnya sendiri. Rania tidak sejahat itu. Kehilangan Ayumi seperti kehilangan separuh jiwanya.

"Asal kamu tahu ya. Yang paling kehilangan karena kepergian Ayumi adalah aku dan kedua orangtuaku. Orang tuaku kehilangan satu putrinya. Dan aku kehilangan saudara kandungku yang tidak tergantikan sampai kapanpun. Istri bisa diganti. Tapi kami tidak bisa mengganti sosok Ayumi dengan wanita manapun."

Rania berkata dengan dada yang bergemuruh hebat. Matanya juga sudah berkaca kaca karena tuduhan Arya yang tidak berdasar. Dengan tangan yang terkepal, Rania hendak meninggalkan kamar itu tapi suara Arya menghentikan langkahnya.

"Tenangkan dirimu sebelum keluar dari kamar ini. Jangan sampai mereka menduga kita bertengkar."

"Lebih baik mereka mengetahui semua yang kamu ucapkan tadi. Jangan sampai mereka berpikir kita baik baik saja. Nyatanya tidak."

Rania menatap Arya yang sedang mengelus kepala Rio. Sungguh, tidak ada terlihat rasa bersalah di pancaran matanya. Rania tadi berpikir laki laki itu akan meminta maaf atas kata katanya. Nyatanya Arya meminta dirinya untuk bersikap baik baik saja di hadapan para orang tua mereka.

Wajah Rania semakin memerah melihat sikap tenang Arya.

"Kamu sangat berbeda dengan Ayumi. Ayumi wanita yang baik dan lembut. Berbeda dengan kamu wanita yang pembangkang. Aku tidak yakin kamu bisa sosok ibu yang pas untuk kedua anakku."

"Terserah berpikir apapun tentang diriku."

Rania keluar dari kamar itu. Andaikan tidak ada bayi di kamar itu. Bisa dipastikan Rania akan membanting pintu untuk melampiaskan kekesalannya.

Keluar dari kamar Rio. Nyatanya Rania mengatur nafas dan berusaha mengendalikan diri dari kekesalan hatinya. Seperti perkataan Arya, Rania tidak ingin menunjukkan kekesalan hatinya kepada siapapun yang ada di rumah itu. Terutama pada Randi yang menunggunya di teras rumah.

"Mama sudah menyuruhnya pergi Ran."

Bukan Randi yang ditemui di teras melainkan mama Sonia. Sepertinya wanita yang melahirkan Rania itu baru saja menyuruh Randi pergi.

"Kamu sudah menjadi istri Arya. Selesaikan hubungan mu dengan Randi. Jangan sampai dia datang khusus menemui kamu lagi."

Rania tidak membantah kata kata mamanya. Benar kata wanita itu. Dirinya harus memutuskan hubungannya dengan Randi segera. Supaya laki laki itu tidak berharap banyak akan dirinya lagi.

Rania masuk beriringan dengan mamanya masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu berkumpul kedua mertuanya dan papanya. Melihat Sofia tidak ada di sana. Rania berbelok menuju kamar Sofia.

"Tante Rania, Sofia," jawab Rania ketika Sofia bertanya siapa yang mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk Tan."

Rania bernafas lega. Sofia tidak menolak dirinya masuk.

"Sofia?. Rania menyentuh bahu Sofia yang berbaring di ranjang dengan membelakangi pintu kamar. Anak itu tidak bergeming. Ketika Rania membalikkan tubuh anak itu. Rania terkejut. Wajah Sofia basah dengan air mata.

Rania membawa Sofia ke pelukannya. Di saat dirinya dan Arya berdebat dan merasa yang paling kehilangan. Ternyata Sofia yang paling kehilangan. Anak berusia sepuluh tahun itu tidak dapat menahan kerinduannya pada sang mama. Dia sudah paham jika mamanya meninggal dan tidak mungkin kembali lagi. Tapi ada hal lain yang sangat dikhawatirkannya dalam hati.

"Tante, benarkah mama tiri itu jahat?" tanya anak itu di sela sela tangisannya.

"Aku tidak mau mama tiri, Tante. Kata temanku mama tiri itu jahat dan membawa papa pergi."

Rania terkejut bercampur sedih dengan perkataan Sofia. Saat pernikahan tadi berlangsung. Sofia sedang tidur. Jika anak itu tahu jika dirinya sudah menjadi mama tirinya. Apakah Sofia juga mengatai dirinya jahat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!