Suara goresan pensil diatas kertas mengisi kesunyian ruangan yang tengah ditempati seorang gadis dengan surai kecoklatan yang di sanggul tinggi. Goresan-goresan itu menghasilkan sketsa kasar sebuah gaun. Jari-jarinya bergerak gesit membuat gambar tersebut menjadi gaun yang sangat indah.
Ketukan di pintu mengalihkan fokusnya dari kertas. Tanpa mendongakkan kepala, dia berkata pada seseorang di balik pintu, "Ya, masuk saja."
Suara pintu yang terbuka dan tertutup kembali diiringi dengan ketukan langkah sepatu seketika memenuhi ruangan.
"Aku telah membuat daftar aktor dan model untuk launching konsep terbaru kita, Miss Pripta," ucap seorang wanita yang baru saja memasuki ruangan.
Pripta mendongak menatap wanita itu dengan senyum kecil. "Kau sudah bekerja keras, Yana."
Wanita yang dipanggil Yana membalas senyuman Pripta. "Kita semua tau bahwa kau yang bekerja lebih keras, Nona. Aku yakin dengan kerja kerasmu 'ByP' akan naik level," candanya.
Mereka tertawa bersama. Pripta merenggangkan tubuhnya sehingga terdengar suara kretekan kecil. Lalu, mendudukkan tubuhnya di sofa di ikuti dengan Yana.
"Aku sudah memilih berdasarkan permintaan mu, Nona. Tampan, elegan dan karismatik," ungkap Yana sembari menyerahkan iPad nya.
Mata Pripta menelusuri wajah-wajah rupawan yang memenuhi layar. Jarinya bergerak mengusap dengan kepala mengangguk-angguk pelan dan bibir yang sesekali mendecak kagum. Yana menghela napas pasrah mendapati binar kebahagiaan di mata atasannya itu.
"Yana, aku suka yang satu ini." Tunjuk Pripta pada wajah pria yang terdapat di layar. Cahaya di matanya seperti melihat sebuah berlian mahal di depannya.
Yana memanjangkan lehernya melihat siapa yang ditunjuk oleh Pripta. Seketika matanya melebar dan tergagap. "A–ah, Nona. Aku lupa menghapus dia dari daftar. Maaf."
Pripta mengerjapkan matanya beberapa kali. "Kenapa? Aku suka yang ini!" serunya.
Yana juga mengedipkan matanya. Apa atasannya masih belum tau? Wah, atasannya ini sepertinya benar-benar bekerja keras dan tidak membuka ponsel nya sama sekali. "Pria ini adalah pacar Nona Leah," ucapnya pelan.
"Leah? Apa yang kau maksud itu Eleanor?"
Mendengar pertanyaan wanita di depannya, Yana nyaris menggulirkan bola mata. Memang nya ada berapa Eleanor yang atasannya itu kenal? Dan lagi, apakah atasannya ini tidak mengenal pacar sahabatnya sendiri? "Kau tidak tau tentang hubungan mereka, Nona?" tanya Yana menyuarakan kekepoan nya.
"Apa aku harus tau? Hm, tapi sepertinya Leah memang pernah membicarakan tentang pacarnya." Kernyitan di dahi wanita itu menandakan dia tengah berpikir keras.
"Dan ku tebak kau tidak peduli, kan?" tuduh Yana yang membuat Pripta mengendikkan bahunya.
"Bukankah semakin bagus? Mereka pasti punya chemistry yang baik, bukan?" tanya Pripta mengalihkan pertanyaan.
Namun, sebelum Yana sempat berbicara. Suara deringan telepon memenuhi ruangan Pripta.
Pohon Uang❤️ is Calling....
Dahi Pripta kembali mengernyit tatkala membaca nama yang tertera di layar handphonenya. "Apakah dia sungguh diberkati panjang umur, Yana?" tanya Pripta yang dihadiahi kekehan kecil asisten nya itu.
Tangannya meraih ponsel dengan jari telunjuk yang menekan ikon berwarna hijau.
"Hal—"
"PRIPTA!"
Yang diteriaki hanya memejamkan mata. Sial, apa yang salah dengan sahabat nya ini?. Bagaimana bisa dia berteriak di sambungan telepon? Apa dia sudah gila?
"Kau dimana?!"
Pripta memijat pelipisnya pelan. "Tentu saja aku di kantor, Leah."
"Hiks. Hiks. Jangan kemana-mana. Aku akan menuju kantormu sekarang. Hiks."
"Hey, Leah. Kau okey? Ada apa denganmu? Kau dimana? Biar aku yang kesana," tanya Pripta beruntun. Namun, sebelum semua pertanyaan nya sempat terjawab. Leah telah mematikan sambungan telepon.
"Shit! what's wrong with her?!" Pripta menatap layar ponselnya dengan kesal sekaligus khawatir.
"Apa yang Nona Leah katakan?" tanya Yana penasaran ketika melihat raut wajah atasan nya.
"Dia bilang dia akan kemari. Sepertinya dia sedang menangis. Dia mematikan telepon sebelum menjawab pertanyaan ku," jawab Pripta.
"Ah, sepertinya rumor itu mempengaruhinya" ujar Yana sambil mengangguk pelan.
"Rumor? Dia terjerat rumor? Rumor tentang apa? Apakah rumornya heboh?"
Yana menghela napas pasrah dengan kebiasaan Pripta yang jika bertanya tidak pernah satu persatu.
"Itu bukan rumor tentang Nona Leah..." Yana menggantungkan ucapannya, "secara langsung, bukan tentang nya."
Pripta kebingungan sendiri. "Katakan dengan lebih jelas, Yana. Jangan berbelit-belit."
"Itu rumor tentang Joshua Wayne, kekasih Nona Leah." ujar Yana dengan sabar menjelaskan kepada Pripta tentang keadaan sahabatnya sekarang.
"Lalu? Apa hubungannya dengan Leah? Apa pria itu selingkuh?"
"Lebih dari selingkuh!" seru Yana dengan suara memekik yang tertahan. Sangat ketara jika jiwa gosip nya tengah meronta-ronta.
Pripta yang bisa membaca situasi segera mendekat pada Yana. "Apa mungkin sampai hamil?'' tanya Pripta dengan raut wajah serius.
Yana menggelengkan kepalanya dengan dramatis. "Aku akan memaklumi jika dia berselingkuh sampai hamil. Tetapi, ini benar-benar hal yang tidak bisa dicerna dengan akal sehat orang normal."
"Bisakah kau langsung mengatakan intinya, Yana?" tanya Pripta tidak sabar.
Sedangkan Yana menarik napas dan menghembuskan nya pelan. Benar-benar mendramatisir situasi mereka sekarang. "Baru saja, laman gosip memberitakan bahwa pria ini—," tunjuk Yana pada layar iPad yang menampilkan foto serta biodata pria tersebut. "Dia Gay," bisik Yana pelan.
Pripta melebarkan matanya. Melihat respon bos-nya yang seperti tidak percaya, Yana mengangguk meyakinkan Pripta.
"Tapi, itu tidak masuk akal. Hei, pacar pria ini adalah Eleanor Clayton, temanku. Seorang model papan atas yang bekerjasama dengan berbagai brand besar," bantah Pripta.
"Yeah, siapa yang tau tentang seksual seseorang. Bisa saja dia berpacaran dengan Miss Leah untuk menutupi hal itu," ucap Yana memberikan kemungkinan lain tentang tragedi temannya itu.
Pripta mengangguk dan berkata, "Kau benar. Bagaimanapun, dia tidak mungkin mempengaruhi Leah sebesar itu."
"Lalu, kenapa Miss Leah harus menangis?"
"Apa menangis akan mengubah seorang Eleanor? Dia tetap akan tampil di publik dengan gaya mewah."
Yana mengangguk membenarkan ucapan bos-nya. Bagaimana bisa seorang model besar terganggu dengan hal kecil seperti itu. "Tentu saja, dia akan muncul dengan pakaian branded nya tak lupa dengan sepatu dan tas mahal koleksi nya.''
Lalu, mereka membahas kembali berbagai kemungkinan yang terjadi jika mereka ingin memakai pria yang bernama Joshua Wayne itu sebagai model mereka ke depannya. Namun,
'BRAK!'
Suara hempasan pintu yang dibuka dengan kasar mengalihkan atensi Pripta dan Yana yang sedang serius.
Mata Pripta mengerjap melihat siapa perempuan yang berani-beraninya mendobrak ruangan nya. Perempuan dengan rambut terurai yang tidak terurus. Baju dalaman kaos putih yang sepertinya dipakai untuk tidur dan sekarang dijadikan dalaman dibalut outer kemeja panel kotak-kotak. Dengan bawahan hot pants sebagai celana nya dan sandal rumahan. Tentu saja, Pripta akan mengetahui siapa perempuan itu, jika wajah nya tidak ditutupi dengan topi dan masker hitam.
Namun, ketika dia melihat dompet keluaran terbaru channel dan handphone dengan casing yang sudah dia hafal di luar kepala. Mata nya mengerjap dan memanggil nama wanita itu,
"Leah? Kau kah itu?"
Setelah berbagai drama yang diciptakan Leah yang menangis dengan hebat ketika memasuki ruangan Pripta. Sekarang, wanita itu hanya menyisakan isakan-isakan kecil dengan hidung yang memerah.
Pripta duduk kembali di sofa setelah sebelumnya dia mengambil air mineral dari kulkas mini di ruangannya. "Minum dulu!" ujar Pripta sambil menyodorkan air pada Leah.
Leah meminumnya hanya seteguk lalu meletakkan kembali botol air itu. Mata nya kembali berkaca-kaca. "Bagaimana bisa kau hanya memberiku air hambar seperti ini?"
Pripta menaikkan sebelah alisnya bertanya apa maksud perempuan di depannya ini.
"Berikan aku wine! Atau apapun yang bisa melenyapkan pria jahat itu dari pikiran ku!"
"Kau gila? Kau mau mabuk saat hari masih terang?" tanya Pripta kesal dengan sahabatnya itu.
"Hiks. Berikan saja bodoh! Apa kau tau bagaimana perasaanku sekarang?! Aku bahkan ingin melampiaskan amarah ku di club sekarang," teriak Leah diikuti dengan tangisannya lagi.
Pripta menghela nafas pasrah. Lihatlah, temannya ini sekarang. Dimana image nya yang selalu tampil rapi untuk publik dan menjaga citranya? Sosok yang mereka lihat sekarang benar-benar berantakan.
"Apa pria itu benar-benar gay?" tanya Pripta pelan.
"Bagaimana bisa aku tau dia gay atau tidak? Dia sangat normal saat bersama denganku! Kami bahkan memiliki percintaan yang sangat panas!" ungkap Leah dengan tersedu-sedu.
"Apa mungkin bisex?" cicit Yana bertanya dengan pelan.
Pripta dan Leah melotot. Bagaimana Yana bisa berpikir seperti itu? Bagaimana jika mulutnya itu asin dan perkataannya menjadi kebenaran?
"Setidaknya itu menjadi kemungkinan terburuk sekarang," ujar Pripta menenangkan sahabatnya yang terlihat sangat rapuh sekarang.
Setelahnya, Leah berteriak bagaimana dia sangat membenci keadaannya sekarang ini.
''Kau tau apa yang membuatku sangat marah, Pri?" racau Leah sambil berbaring di sofa.
"Hm? Apa?" tanya Pripta sekilas.
"Para netizen ini! Mereka bertanya-tanya! Siapa orang ketiga dalam hubungan kami? Apakah Luke yang menjadi orang ketiga diantara hubunganku dengan Joss? Atau malah aku yang merusak hubungan Joss dan Luke? Itu benar-benar menyebalkan, sialan! Hiks, hiks," racau Leah dengan keadaan yang sangat kacau. Dia menangis lalu mengumpat. Terus saja begitu berulang kali. Dia berhasil membuat Pripta dan Yana menatapnya simpati.
"Apa kau sungguh menyukai pria itu, Leah?"
"Tentu saja. Dia sangat lembut. Dia juga perhatian. Bagaimanapun, dia benar-benar tipe ku!" jawab Leah dengan suara yang mulai terdengar tak jelas. Dan tak lama setelahnya, dia tertidur dengan pulas. Sesekali masih terdengar racauan berisi umpatannya.
Pripta menghela nafas, memijit pelipisnya pelan. "Aku benar-benar tak paham alurnya. Siapa lagi Luke itu?"
"Lucas Adam. Dia sahabat Joshua Wayne. Mereka satu agensi dan seumuran. Tak heran mereka sangat dekat," jawab Yana sambil mengambil selimut dan menyelimuti sahabat satu-satunya yang dimiliki atasannya.
"Terimakasih, Yana."
Yana hanya mengangguk pelan. Sebagai asisten yang mengikuti Pripta bertahun-tahun lamanya. Dia sangat mengerti, bagaimana bos-nya itu sangat menghargai dan menyayangi Leah. Sehingga memperlakukan Leah seperti saudaranya sendiri.
"Ini masih jam tiga, Nona. Kau bisa beristirahat terlebih dahulu sebelum bekerja lembur lagi malam ini," ucap Yana sekaligus menyuruhnya untuk tidak berlebihan dalam bekerja.
Pripta tersenyum dan berkata, "Aku tau. Kau juga beristirahatlah lebih dulu. Aku tidak ingin melihat asisten ku tumbang sebelum hari launching. Bagaimanapun, aku sangat membutuhkan mu!"
*****
"Kau baik-baik saja, kan?" tanya Pripta khawatir. Setelah terbangun dari tidurnya, Leah terlihat lemas seolah tenaganya habis hanya untuk hal-hal ini.
"Yeah, setidaknya begini lebih baik." jawab Leah dengan mata terpejam.
"Pulanglah, Kau harus istirahat dengan baik. Lebih baik tunda jadwal mu dulu dan menenangkan diri," ucap Pripta memberi saran.
Leah mengernyitkan alisnya. Benar, mengapa dia harus membuat dirinya susah karena pria itu? Dia seharusnya bersenang-senang dan melupakan masalahnya sekarang. Lalu, mencari pria baru yang lain. Ayolah, dia Eleanor. Siapa yang tak mengenalnya? Dia akan mengapresiasi dirinya sendiri malam ini.
"Bangunlah, aku akan mengantarmu pulang," ajak Pripta sambil berdiri dan merapikan meja kerjanya.
Leah mendengus keras. Apa kata Pripta? Pulang di saat rumor panas tengah memuncak? Apa dia harus menjadi daging segar untuk kumpulan wartawan yang berkumpul di luar sana?
Wanita dengan surai hitam tebal itu mendongak dan melirik teman yang penampilannya tak kalah kacau dengan dirinya sekarang. "Bersiaplah, antar aku ke suatu tempat, Pri."
Pripta menaikkan sebelah alisnya, untuk apa dia harus ikut bersiap?
"Jangan berpikir terlalu lama. Hari sudah mulai senja," ujar Leah lagi.
Pripta menyipitkan matanya. "Sebenarnya kau ingin membuatku mengantarmu kemana, Leah?"
Leah tertawa kecil dan berjalan cepat ke arahnya. "Oh, ayolah, Pri. Sebaiknya kau bersiap-siap sekarang."
Pripta menggelengkan kepalanya mencoba menolak. Dia sudah cukup sibuk akhir-akhir ini dengan pekerjaannya. Masih banyak yang harus dia lakukan, dia bahkan tidak sempat bernafas dengan baik. "Hanya mengantarmu, bukan?" tanyanya memastikan.
Leah memutar matanya sekilas. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, pasti wanita di depan nya ini tidak akan mau menuruti kemauannya.
"Kita makan malam di luar. Aku yang bayar, cepat." Leah mendesak. Terpaksa harus menipu temannya yang berbudi pekerti luhur ini.
"Tidak perlu, aku bisa pesan online saja," tolak Pripta. "Aku benar-benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku sekarang."
Leah meremat rambut tebalnya dengan geram. "Kau serius? Lihatlah bagaimana rupamu sekarang, Pripta! Kau terlihat seperti vampir yang terkurung di kastilnya, kau tahu?"
Ia tidak berbohong, siapapun akan setuju dengan pernyataannya. Pripta sekarang memang terlihat seperti vampir dengan tubuh kurus dan kulit pucat nya.
"Aku tahu kau memiliki target yang harus kau kejar, Pri. Tapi, aku harap kau tidak membebani dirimu sendiri dengan hal-hal ini."
Pripta mendecak, "Kita tidak sedang membicarakan itu sekarang, Leah."
"Aku hanya berharap kau lebih menyayangi dirimu sendiri. Kau boleh menghela nafas dengan santai sesekali. Kau akan tersungkur jika terus-terusan berlari tanpa istirahat."
Pripta menghembus nafas dengan kesal. Percayalah, temannya ini tidak akan berhenti sebelum dia mengiyakan ajakannya itu. "Bukankah kau menghabiskan terlalu banyak kata hanya untuk membuatku mengikuti mu, Leah?"
Apa-apaan dengan kata-kata motivasi yang sungguh puitis seperti itu. Itu sangat bukan gaya seorang Eleanor yang blak-blakan.
Leah menyengir menampakkan gigi putihnya yang berbaris rapi. "Ayolah, bagaimana dengan seafood?" tanyanya sambil mengedipkan matanya meminta belas kasihan.
"Pegang kata-katamu, kau yang bayar."
Assa! Ikan sudah memakan umpan! Leah terkikik dengan kepala yang mengangguk berulang kali.
Pripta bangkit untuk membersihkan diri tanpa menyadari tatapan licik dari temannya yang masih terkikik senang. Pripta melupakan satu hal yang sangat penting. Ucapan Leah tak semuanya bisa dipercaya.
Pripta benar-benar ingin menjambak temannya yang katanya sedang tertekan dan butuh pelampiasan itu. Apakah Leah harus mentraktir nya makan di tempat ini? Apakah ibukota kekurangan restoran sekarang? Apakah disini menyediakan menu seafood?
Suara dentuman musik yang keras terdengar dari berbagai sudut Club yang sedang dipijaknya ini. Penerangan yang remang-remang dengan lampu warna-warni membuatnya sangat pusing. Oh ayolah. Kenapa Leah sangat tidak takut mati? Bagaimana bisa dia melakukan sesuatu seperti ini ditempat yang tidak memiliki privasi sama sekali? Lihatlah, wanita yang tengah menari di lantai bawah sana dengan begitu semangat. Apakah itu yang dimaksud dengan butuh pelampiasan?
Pripta menggelengkan kepalanya sekali, mencoba untuk tetap fokus memantau Leah walau penerangan tempat ini benar-benar membuatnya sakit mata. Dia benar-benar tidak terbiasa dengan sesuatu yang seperti ini. Hingar bingar musik dan bau alkohol yang menyengat menyebar di udara. Dia seorang desainer, membutuhkan tempat yang tenang dan terang dalam bekerja. Pripta merasa dunia nya dihancurkan oleh sahabat nya sendiri.Ah, jika keluarganya tau dia akan dicampakkan ke neraka.
Sesekali dia menarik nafas dengan susah payah lantaran baju nya yang dikenakannya hampir membuatnya mati sesak. Dia benar-benar ingin mengutuk baju yang dipilih Leah ini. Dan dia juga mengutuk dirinya sendiri kenapa menciptakan baju yang merugikan dirinya juga. Gaun hitam dengan tali spaghetti yang melekat dengan sempurna ditubuhnya ini juga membuatnya ditatap oleh para laki-laki yang berada di sekitarnya. Oh God, ini sangat tidak nyaman. Seharusnya dia mengikuti firasat buruknya ketika Leah memilihkan gaun untuknya tadi.
Sedangkan, di tempat lain dengan ruangan yang bernuansa hitam dan abu-abu sehingga menampilkan kesan mewah yang maskulin. Duduk dua orang laki-laki tampan diatas sofa, yang satu sedang memainkan ponselnya dan yang satunya sedang menyenderkan kepalanya di sandaran sofa.
"Luke, bagaimana kau bisa sangat tenang ketika media sedang panas-panasnya menggosipkan kita berdua?" tanya pria yang bersandar di sofa itu. Tangannya bergerak memijat pelipisnya pelan. Dia merasa ingin mati saja ketika media membuat gosip tentang nya yang seorang gay. Yang benar saja dia seorang gay? Dia memiliki pacar yang sangat sempurna untuk seorang wanita dan media malah menyatakan bahwa dia gay?
"Kau mau aku bagaimana Joss? Mengadakan konferensi pers? Atau membuat pernyataan di sosial media?" Luke menjawab pertanyaan temannya dengan pertanyaan lagi.
"Cobalah untuk sedikit lebih serius, Luke," tegur Joss lagi.
TOK TOK TOK
Terdengar suara ketukan pintu dan seorang wanita berumur akhir 30an terlihat setelahnya. Wanita itu berjalan menghampiri mereka dan duduk di sofa tunggal berhadapan dengan Joss.
"Kau disini, Julie," sapa Joss menatap pasrah manajernya itu. Luke hanya melambaikan tangannya sebagai sapaan. "Bagaimana perkembangannya?" tanya Joss.
"Yeah, tim sudah berusaha untuk menekan berita itu. Namun, kau tau bagaimana kerasnya industri ini, Joss. Tetap ada yang akan membicarakan tentang kalian," jawab Julie dengan mata yang terfokus pada iPad. Dia juga bekerja keras kali ini.
"Media yang bersangkutan tidak mau menarik berita ini karena ini memang merupakan berita besar. Pemasukan mereka akan melonjak bulan ini," lanjutnya.
"Fans membicarakan ini, mereka berpusat pada Luke yang tak pernah memainkan drama romance dan tak pernah terlibat dengan perempuan manapun. Juga interaksi kalian yang sangat akrab selama ini." Julie menatap dua pria didepannya setelah dia menyelesaikan laporannya hari ini.
Joss menghela nafas pasrah dengan mata yang melirik pada Luke yang masih dengan santai bermain ponselnya. Apa hanya dia yang peduli dengan karier nya disini?
"Kali ini benar-benar kacau, Joss. Selain fansmu yang meminta kalian membuat pernyataan. Beberapa sutradara bahkan sudah menghubungi ku menawarkan series BL untuk kalian berdua," ucap Julie lagi menjabarkan satu persatu kekacauan karena berita yang tengah panas-panasnya beredar di media.
"Argghh, itu hal yang menjijikkan!" Joss berteriak kesal sambil menjambak rambutnya. "Lalu, apa yang akan dilakukan agensi?" tanya Joss lagi dengan pasrah membuat Julie menatapnya simpati.
"Agensi menyuruhmu untuk menghubungi Leah dan mengklarifikasi tentangmu secara tidak langsung dan—"
"Apa maksudmu? Aku bahkan tidak bisa menghubungi Leah sekarang. Dia memblokir semua akun ku." Joss memotong pembicaraan dengan kesal. Dia benar-benar menyayangkan jika dia harus putus dengan Leah karena ini.
"Tenanglah, Joss. Agensi menawarkan hal lain,"
Mendengar ada sebuah cara lagi, Joss menatap Julie dengan penuh harap.
"Agensi akan membuat berita gosip baru tentang Luke dan kekasihnya," Julie menatap Luke yang meliriknya dengan ujung mata dan menghela nafas pasrah. Dia memberikan Ipad-nya pada pria itu yang berlayar kan foto-foto gadis cantik di industri yang sama.
"Aku tidak tertarik, Julie. Benar-benar tidak tertarik." ucap Luke singkat.
Joshua menatap temannya dengan memohon yang amat sangat. "Tolong, Luke. Jika kau tidak peduli tentang dirimu sendiri. Tolong pedulikan aku."
Luke menggulirkan matanya dan mendengus. "Kau hanya mempedulikan tentang pacarmu, sialan."
"Aku juga tidak ingin terlibat romansa denganmu dalam drama, Bajingan," umpat Joss kesal melihat Luke yang tidak luluh sama sekali padanya.
"Sekali tidak tetap tidak, Joss. Itu merupakan batasku," ucap Luke lagi.
"Argh! Sebenarnya apa lagi yang kau pedulikan tentang wanita itu. Dia menyelingkuhi mu dan kau mati-matian menjaga perasaannya. Apa yang kau harapkan, sialan?"
"JOSS!" tegur Julie mendengar Joshua mengungkit lagi tentang wanita itu. Julie menatap Luke yang meremas ponselnya erat.
Joshua menatap Luke yang terdiam dengan mata memerah. Meskipun pandangannya mengarah pada ponsel namun dia kehilangan fokusnya. Jos memijat matanya frustasi. "Ah, maafkan aku. Aku benar-benar kurang ajar." Joshua menatap Julie lagi dan bertanya, "Selain itu, apalagi yang bisa kita lakukan?"
Julie menggeleng dan menatap Joshua sama frustasinya. "Apa kau sama sekali tidak bisa menghubungi Leah?" tanya Julie yang dijawab dengan gelengan Joshua.
"Kau sudah mencoba menemuinya?" tanya Julie lagi.
"Jangankan bertemu, aku bahkan tidak tau dia sedang dimana sekarang, Julie."
"Dia sedang berada di 'RednBlue' " timpal Luke tiba-tiba.
Joshua yang sedang mengusap wajahnya menatap Luke dengan membeliakkan matanya. "Darimana kau tau?"
"Dia memblokir sosial media mu apa dia juga harus memblokir ku?" tanya Luke dengan satu alis yang menukik tinggi.
"Sial! Kenapa kau baru mengatakannya sekarang, Bajingan?!" teriak Joss lagi dengan penuh kekesalan yang terpendam.
Luke mengendikkan bahunya acuh. "Kau tidak bertanya."
Julie menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lelah melihat interaksi dua pria dewasa yang sudah seperti adiknya sendiri. Bagaimanapun, dia juga ikut membesarkan mereka berdua sejak sepuluh tahun yang lalu. Manajer Luke juga merupakan asisten manajer Julie sekaligus keponakannya sehingga dia memiliki ikatan yang erat pada dua pria depannya ini.
"Kau harus segara kesana, Joss. Sepertinya, Leah-mu juga merana dengan berita gosip mu dan Luke," saran Julie. Joshua mengangguk dengan semangat. Dan segera menarik lengan Luke agar segera mengikutinya nya juga.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!