Sebuah suara sepatu hells yang beradu dengan lantai keramik di sebuah lobi gedung perkantoran, membuat beberapa karyawan nampak terlihat sedikit melipir seakan menghindari pemilik langkah kaki tersebut.
"Sebaiknya aku menjauh darinya, aku malas sekali ketiban sial hari ini!" ucap seorang karyawati dalam hati, membuat wanita tersebut lantas melirik sekilas ke arah karyawati tersebut.
"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana bisa pekerjaan ku berantakan seperti ini"
"Aku benar-benar butuh toilet saat ini juga!"
"Tuhan.. Semoga saja aku bisa memenangkan tender pagi ini"
"Akh... Bukan kah dia sangatlah manis?"
Satu persatu isi hati beberapa orang yang berlalu lalang di area lobi kantor, benar-benar membuat gadis yang kini menginjak usia 27 tahunan itu mulai muak menjalani aktivitas paginya.
Dipakaikan nya sepasang earphone kecil di kedua telinganya, kemudian kembali berlalu pergi menuju ke arah tangga darurat.
Tak tak tak
Suara langkah kaki itu setiap kali terdengar menggema memenuhi area tangga darurat. Kalaya Evangelista atau yang akrab di panggil Aya, seorang sekertaris di salah satu perusahaan bergengsi di Ibu kota. Kelebihan khusus yang dimilikinya, membuat Kalaya memilih tempat yang sepi daripada keramaian.
Kalaya benci berada di tengah-tengah banyak orang yang selalu saja berkutat dengan pemikirannya sendiri. Membuat telinganya selalu saja berdenging tatkala mendengar puluhan isi hati setiap manusia yang ia temui.
Brak...
Suara benturan yang terjadi tanpa sengaja ketika Kalaya membuka pintu tangga darurat, membuat beberapa barang nampak berjatuhan di lorong saat itu. Kalaya yang memang tidak tahu jika ada orang di balik pintu tersebut, lantas berusaha untuk membantu membereskan kekacauan tersebut.
"Benar-benar merepotkan! Tidak kah ia bisa melihat jika di sini ada orang? Sialan.. Air kotor bekas lapnya kembali menggenang.. Pekerjaan ku tidak akan pernah bisa selesai jika seperti ini! Benar-benar menyusahkan saja wanita ini!" ucap seorang office boy dalam hati sambil menyeka air kotor yang berserakan di lantai.
Mendengar hal tersebut membuat Kalaya meraba telinganya kemudian menatap ke arah sekitar, ketika ia mendapati jika suara hati tersebut masih terdengar jelas di telinganya.
"Ah benar-benar menyebalkan" ucap Kalaya ketika mendapati earphone miliknya jatuh di lantai dan terkena air.
"Saya minta maaf mas, saya tadi sedang buru-buru.." ucap Kalaya sambil bangkit dari posisinya.
"Ah mbak Kalaya, santai saja mbak.. Memang salah saya juga karena menghalangi pintu tadi. Sudah-sudah mbak jangan diteruskan nanti tangan mbak Kalaya kotor loh." ucapnya dengan senyum yang mengembang, membuat mimik wajah Kalaya langsung berubah seketika.
"Dasar pembohong!" ucap Kalaya tanpa sadar.
"Maaf, kenapa mbak?" ucap Office boy tersebut dengan tatapan yang terkejut.
"Tidak ada, saya hanya sedang menelpon saja.. Sekali lagi saya minta maaf ya mas." ucap Kalaya sambil menunjuk earphone di telinganya yang masih tersisa.
"Tak perlu sungkan mbak, ini sudah tugas saya." ucapnya lagi, membuat Kalaya tersenyum kecut, sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari sana.
Hal tersebut tentu saja membuat senyuman yang semula mengembang, lantas langsung turun ketika mendapati ekspresi datar yang diberikan oleh Kalaya kepadanya.
"Dasar sombong"
***
Siang harinya
Suasana di kantin kantor terlihat begitu penuh dengan karyawan yang nampak mengantri makanan. Kalaya yang memang tidak terlalu akrab dengan karyawan di sana, lantas memilih melipir dan duduk di sudut kantin menikmati makanannya.
Sebuah tepukan tangan di pundaknya kala itu, membuat Kalaya langsung menoleh ke arah belakang dengan spontan.
"Kamu di sini rupanya, aku mencari mu sedari tadi.." ucap Vivi yang nampak tersenyum lebar dan mengambil duduk tepat dihadapannya.
Kalaya yang mendengar hal tersebut hanya terdiam dan kembali melanjutkan makan. Selama 3 tahun bekerja di sini, hanya Vivi yang dengan sukarela menjadi temannya. Kebanyakan karyawan maupun karyawati lainnya memilih untuk menjaga jarak dengan Kalaya, karena mereka semua mengganggap jika Kalaya adalah wanita yang aneh.
"Apa kamu sudah mendengar sebuah berita?" ucap Vivi kemudian dengan nada yang berbisik.
"Tentang?"
"Aku dengar CEO perusahaan ini akan digantikan oleh seseorang yang lebih berkompeten. Ini bukan hanya sekedar isu, kemarin bahkan beberapa tim baru saja dibentuk dan mulai bekerja merombak tim yang lama. Apa menurut mu perusahaan ini akan bangkrut?" ucap Vivi sambil memasukkan kentang yang di cocol dengan saus barbeque ke dalam mulutnya.
"Mungkin saja, lagi pula aku yakin tagihan di perusahaan ini sangatlah tinggi.. Menu makanan di sini bahkan premium dan berprotein tinggi, bukankah begitu?" ucap Kalaya dengan nada yang datar sambil melirik ke arah piring milik Vivi, yang terlihat dengan jelas dua potong steak daging dengan ukuran jumbo di sana.
Vivi yang seakan sadar bahwa Kalaya tengah menyindir dirinya, lantas membawa piringnya lebih dekat ke arahnya dan tersenyum dengan garing.
"Jangan coba-coba untuk mengumpat ku di dalam hati karena aku bisa mendengarnya, jika kamu merasa marah setidaknya lakukan ketika aku pergi." ucap Kalaya sambil bangkit dari tempat duduknya dan mulai membawa langkah kakinya pergi dari sana.
"Gadis itu benar-benar ya... Untung saja dia teman ku, jika tidak aku bahkan tidak hanya akan mengumpatnya saja mungkin bisa lebih buruk dari itu!" ucap Vivi dalam hati yang seakan sengaja agar Kalaya mendengarnya.
"Pembohong!" ucap Kalaya dengan senyum mengembang diwajahnya sambil terus melangkahkan kakinya menjauh dari sana.
.
.
.
Malam harinya
Berita tentang pergantian CEO nyatanya bukanlah hanya sebuah gosip semata. Karena hal tersebut Kalaya pada akhirnya mau tidak mau harus bekerja lebih ekstra menyiapkan banyak sekali tumpukan dokumen yang harus ia urus sebelum CEO baru sampai di kantornya.
Kalaya menatap ke arah jam di pergelangan tangannya, yang saat ini menunjukkan pukul 10 malam.
"Hari yang melelahkan" ucapnya sambil membawa langkah kakinya masuk ke dalam sebuah lift.
Satu orang Pria dan satu orang wanita terlihat berdiri di masing-masing sudut lift ketika melihat Kalaya masuk ke dalamnya. Entah mengapa atmosfir di dalam lift mendadak tampak berbeda dari sebelumnya, hal tersebut tentu saja membuat Kalaya bertanya-tanya.
"Sepertinya aku akan mengeksekusinya malam ini, lagi pula aku sudah lama menginginkannya. Perempuan seperti dia pasti akan sangat mudah terperdaya, jika aku mengiming-iminginya dengan sejumlah uang." ucap sebuah suara Pria yang tentu saja berasal dari belakangnya.
Ting....
Suara pintu lift yang terbuka berdenting dengan jelas dan langsung menyadarkan Kalaya dari lamunannya.
"Ini bukan urusan ku, jadi Kalaya mari kita hiraukan segalanya dan jangan ikut campur!" ucap Kalaya dalam hati.
"Apakah kau tidak ingin keluar?" ucap Pria tersebut yang tentu saja langsung mengejutkan Kalaya saat itu.
"Tentu saja!" ucap Kalaya kemudian mengambil langkah kaki keluar dari lift tersebut.
Kalaya mempercepat langkah kakinya menjauh dari area lift, sampai kemudian langkah kakinya mendadak terhenti dengan seketika.
"Aku benci pola pikir mu Kalaya!" ucap Kalaya pada diri sendiri sambil mengambil langkah kaki besar untuk kembali menuju ke arah lift.
Bersambung
Setelah kepergian Kalaya dari sana, sosok Pria tersebut, nampak mulai melirik ke arah sekitar seakan mencoba untuk melihat situasinya dan memastikan segalanya aman.
"Aku rasa jika melakukannya sekarang, tidak akan ada yang melihatnya, bukan?" ucapnya sambil mulai melangkahkan kakinya mendekat ke arah dimana Perempuan tersebut berada.
Pria itu melangkahkan kakinya semakin dekat dan semakin dekat seiring dengan pintu lift yang kian semakin menutup beberapa detik lagi.
"Apa yang akan dia lakukan? Jangan bilang..." ucap Wanita tersebut dalam hati sambil menatap aneh ke arah Pria tersebut.
Raut wajah wanita itu semakin terlihat tidak nyaman, ketika mendapati jika teman sekantornya mendekat ke arahnya dengan raut wajah yang cabul.
"Permisi... Sepertinya saya tidak jadi turun di lantai ini!" ucap sebuah suara yang berasal dari pintu lift.
Suara Kalaya yang menggelegar tentu saja membuat keduanya terkejut saat itu. Tanpa rasa sungkan sama sekali, Kalaya terlihat mengambil posisi diantara Pria dan wanita itu dan mendorong tubuh Pria tersebut cukup kasar.
"Maaf aku tak sengaja.." ucap Kalaya sambil tersenyum dengan garing.
"Syukurlah..." ucap sebuah suara yang lantas membuat Kalaya tersenyum, ketika mengetahui isi hati Wanita di sebelahnya.
"Sial!" ucap Pria tersebut dengan nada yang lirih, sambil mulai membawa langkah kakinya menjauh dari keduanya.
Mengetahui hal tersebut tentu saja membuat Kalaya bersyukur, setidaknya ia berhasil membuat Pria itu tidak bisa melakukan aksi bejatnya saat ini. Seulas senyum bahkan nampak mengembang diwajahnya, ketika Kalaya menyadari raut wajah tak enak dari Pria tersebut karena gagal menjalankan aksinya.
***
Area basement
Kalaya dan Wanita tersebut terlihat melangkahkan kakinya keluar menuju ke area B1, sesekali wanita itu nampak melirik ke arah Kalaya yang ia rasa sengaja mengikuti dirinya sedari tadi.
"Bukankah kamu Kalaya? Sekertaris CEO?" ucap Wanita tersebut yang lantas membuat Kalaya menoleh ke arahnya.
"Ya, sepertinya aku cukup terkenal di kantor.. Sampai-sampai semua orang mengenal ku." ucap Kalaya dengan raut wajah yang datar, membuat Wanita tersebut terdiam sejenak.
"Tentu saja, siapa yang tak mengenal wanita aneh yang suka menyendiri sepertimu.. Ah tidak maaf.. Maksud ku tadi hanya..." ucap Wanita tersebut dengan wajah kebingungan.
"Sudahlah tak apa, lagi pula kata aneh juga sering ku dengar meski tanpa kalian sadari jika aku mengetahuinya. Yang jelas, jaga dirimu baik-baik. Jangan terlalu dekat dengan Pria tua tadi karena ia bukan Pria baik-baik." ucap Kalaya sambil terus melangkahkan kakinya, membuat Wanita itu terdiam di tempatnya dengan seketika.
"Ternyata dia benar-benar sedang menolong ku dari Bandit itu..." ucap Wanita tersebut dalam hati.
"Terima kasih banyak Kalaya.. Nama ku Sena ingat itu..." teriak Wanita tersebut membuat Kalaya mengangkat tangannya sambil terus membawa langkah kakinya pergi dari sana. Seakan mengiyakan perkataan Sena barusan.
.
.
.
Kalaya nampak mendengus dengan kesal, ketika ia harus mengambil langkah memutar untuk bisa sampai ke area depan gedung perusahaan tersebut.
Kala itu hujan nampak turun gemericik membasahi jalanan Ibukota, membuat suasana hati Kalaya kian memburuk saat itu ketika sebuah ingatan kelam kembali memenuhi isi kepalanya.
"Ah ayolah jangan sekarang, aku bahkan belum sampai di rumah." ucap Kalaya sambil menengadahkan tangannya ke langit, seakan berusaha untuk mencoba mengukur air hujan saat itu.
Disaat Kalaya tengah dalam posisi terdiam, sorot lampu kendaraan nampak terlihat tajam mengarah kepadanya, membuat Kalaya yang tengah menata hatinya di tengah rintik hujan, lantas langsung menoleh ke arah sumber cahaya.
Tin... Tin....
Ckit...
Flashback on
Beberapa tahun yang lalu Miranda, Alfan dan juga Kalaya remaja nampak asyik bersenda gurau menikmati suasana jalanan Ibukota malam itu.
Terdengar sesekali senandung lagu milik Rosa di putar di mobil yang dikendarai oleh Alfan saat itu.
"Hai ladies jangan mau dibilang lemah..." ucap Kalaya dengan nada setengah berteriak, membuat senyuman terlihat jelas di raut wajah Alfan dan juga Miranda saat itu.
"Kita juga bisa menipu dan menduakan, bila wanita sudah beraksi dunia hancur...."
Hahahaha
"Apakah kalian senang mengatai Ayah dengan lantang seperti itu?" ucap Alfan sambil berpura-pura memasang raut wajah yang cemberut saat itu.
"Ayolah Ayah.. Kita hanya sedang bernyanyi bukan mengatai Ayah, untuk apa Ayah tersinggung, bukan kah begitu Bu?" ucap Kalaya sambil mendekatkan tubuhnya ke arah kursi pengemudi saat itu.
"Tentu saja, lagi pula Ayah tidak pernah melakukan hal aneh-aneh bukan?" ucap Miranda dengan senyum yang mengembang.
"Baiklah baiklah aku hanya...."
Tin tin...
Sebuah suara bunyi klakson disertai sorot lampu yang begitu terang nampak menembus retina Alfan dengan kuat. Alfan yang mendapati sebuah mobil keluar dari jalur lintasan, lantas langsung membanting stir ke arah kanan begitu pula pengemudi di depannya yang ikut membanting stir ke arah sebaliknya.
"Ayah awas...." pekik Kalaya ketika mendapati sebuah mobil truk melaju kencang ke arah ketiganya.
Brak....
Alfan yang tak bersiap dengan kendaraan yang ada di depannya tepat setelah ia membanting stir, lantas mengakibatkan mobil miliknya tertabrak truk muatan dengan kecepatan yang tinggi.
Mobil milik Alfan terpelanting sejauh hampir 5 meter, truk yang berkecepatan tinggi tak bisa menghentikan laju mobilnya ketika mobil milik Alfan mendadak membanting setir ke arahnya.
Dunia Kalaya benar-benar berputar detik itu juga, seiring dengan mobil Ayahnya yang beberapa kali berputar dan berhenti dalam posisi terbalik.
Ditengah rintik air hujan kala itu, manik mata Kalaya menangkap kedua orang tuanya yang saat ini sudah bersimbah darah. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya, ketika ia merasakan rasa sakit yang teramat.
Entah karena tubuhnya yang dalam kondisi terjepit atau karena menyaksikan kedua orang tuanya terbaring tak berdaya tepat di depan matanya.
"Ay....ah... Ib...u....." ucapnya dengan lirih sebelum manik mata Kalaya tertutup dengan sempurna.
Flashback off
Tubuh Kalaya nampak bergetar dengan hebat, ketika manik matanya tak sengaja menangkap sorot lampu mobil yang begitu menyilaukan menerpa dirinya. Jantungnya berdebar dengan hebat, membayangkan setiap kejadian yang menimpanya beberapa tahun silam.
"A...yah... Ibu..." ucapnya dengan manik mata yang berair.
Dalam keadaan shock berat suara langkah kaki dan teriakan seseorang, nampak terdengar dengan samar memenuhi gendang telinganya. Sayangnya suara itu tak terlalu jelas di dengar oleh Kalaya saat itu.
"Apa kau sudah gila! Untuk apa kau berada di jalanan seperti ini? Hei.. Apa kau mendengar ku! Apa kau bisu ha?" pekik seseorang yang nampak kesal akan kehadiran Kalaya yang entah datang dari mana, mendadak muncul dan menghalangi jalannya.
Sampai pada akhirnya pandangan Kalaya nampak perlahan-lahan mengabur kemudian menggelap dengan sempurna.
Bruk...
Bersambung
Di sebuah mansion yang masih terletak di Ibukota, terlihat seorang Pria dengan pakaian jas dokter keluar dari sebuah kamar.
"Bagaimana keadaannya?" ucap Fandi saat itu tepat ketika melihat dokter tersebut keluar dari sana.
"Tak perlu khawatir gadis itu hanya pingsan, aku rasa sebuah trauma yang terjadi kepadanya membuatnya mengalami shock dan pingsan." ucap Chris mulai menjelaskan kondisinya.
"Apa kau yakin hanya itu? Jika sampai ada yang terlewat kau tahu apa konsekuensinya bukan?" ucap Fandi dengan manik mata yang menelisik.
"Ayolah Fan.. Jangan terlalu kaku, cukup Tuan mu saja yang seperti kanebo kering.. Kau tak perlu ikut-ikutan." ucap Chris mencoba untuk mencairkan suasana.
"Aku rasa urusan mu sudah selesai, aku akan mengantar mu ke depan." ucap Fandi seakan tak ingin menimpali perkataan Chris barusan.
Raut wajah datar milik Fandi benar-benar membuat candaan Chris terdengar begitu garing. Chris yang menyadari akan hal itu, pada akhirnya memilih untuk tidak lagi menggoda Fandi.
"Baiklah aku menyerah, jika butuh apa-apa kabari aku. Tak perlu mengantar ku sampai depan, aku rasa Daniel sudah menunggu mu sedari tadi." ucap Chris sambil menepuk pundak Fandi, sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari hadapan Fandi.
Mendengar perkataan Chris barusan, hanya membuat helaan napas berat terdengar berhembus dari mulutnya.
Dengan langkah kaki yang perlahan, Fandi nampak sedikit mengintip keadaan seorang gadis yang mendadak di bawa pulang ke mansion oleh Tuannya. Baru setelah itu bergegas menuju ke arah bawah untuk bertemu dengan Daniel, sesuai dengan perkataan Chris sebelumnya.
***
Area minibar
Dengan langkah kaki yang bergegas, Fandi nampak menghentikan langkah kakinya tepat setelah melihat Daniel berada tak jauh dari posisinya saat ini.
Hanya saja dentingan suara gelas dan juga es batu yang terdengar beradu di tempat tersebut, membuat Fandi lantas terdiam di tempatnya dan tak berani mengganggu waktu minum Tuannya saat ini.
"Apa ada yang ingin kau sampaikan?" ucap Daniel sambil menegak wine di gelasnya saat itu.
"Mungkin ini tidak terlalu penting bagi Tuan, saya hanya ingin mengatakan jika gadis itu baik-baik saja. Dia hanya mengalami shock akibat trauma yang dimilikinya, dengan kata lain apa yang terjadi kepada gadis itu sepenuhnya bukanlah tanggung jawab Tuan." ucap Fandi mulai melaporkan segalanya.
Daniel yang mendengar perkataan Fandi barusan hanya tersenyum dengan tipis, kemudian kembali meneguk wine nya, namun kali ini langsung tandas dan hanya menyisakan beberapa es batu di gelas tersebut.
"Benarkah? Aku tadinya bahkan mengira jika wanita itu ingin bermain-main dengan ku!" ucap Daniel sambil bangkit dari tempat duduknya saat itu.
Fandi terdiam mendengar perkataan dari Daniel barusan. Jujur saja, ia bahkan tidak terlalu tahu akan arah pemikiran Daniel saat ini, kecuali menunggu hingga gadis itu sadar dan mencari tahu segalanya.
"Apa yang akan anda lakukan Tuan?" ucap Fandi pada akhirnya, membuat langkah kaki Daniel terhenti dengan seketika.
"Tentu saja bersenang-senang, aku tidak membawanya ke sini hanya untuk sebuah pajangan." ucap Daniel sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari sana meninggalkan Fandi seorang diri.
Mendengar hal tersebut membuat Fandi hanya bisa menghela napasnya dengan panjang, ketika Tuannya selalu saja bertindak sesuka hatinya.
"Semoga saja gadis itu baik-baik saja, aku yakin Tuan akan kembali menumpahkan hasratnya malam ini." ucap Fandi dalam hati sambil menatap kepergian Daniel dari tempatnya.
***
Di salah satu kamar yang saat itu ditempati oleh Kalaya, sebuah suara langkah kaki seseorang yang beradu dengan lantai keramik saat itu, terdengar menggema memecah kesunyian di ruangan kamar tersebut.
Daniel tersenyum dengan tipis ketika mendapati Kalaya nampak seperti seorang putri tidur di sana, membuatnya semakin tak tahan untuk membawa langkah kakinya kian mendekat ke arah Kalaya.
"Kulit putih dan juga mulus, terlihat begitu menggoda dibalik sebuah setelan kerja berwarna merah darah." ucap Daniel sambil menyibak selimut yang menutupi tubuh Kalaya saat itu.
Daniel yang mengira jika Kalaya sengaja berhenti di depan mobilnya untuk merayunya, lantas terlihat mulai meluncurkan aksi bejatnya.
Dengan gerakan yang perlahan, Daniel menyentuh area kaki jenjang milik Kalaya dan mulai membawanya perlahan semakin naik ke atas.
Sebuah respon gerakan dengan kelopak mata yang mengernyit, membuat seulas senyum di wajah Daniel terlihat jelas tercetak di sana.
"Aku tahu, kau pasti ingin bermain-main dengan ku bukan?" ucap Daniel sambil terus membawa tangannya naik dan berhenti tepat di perut Kalaya saat itu.
Dengan berbagai pikiran kotor yang memenuhi isi kepalanya saat itu, Daniel mulai berusaha membuka kancing jas yang dikenakan oleh Kalaya dan menyisakan sebuah kemeja berbahan satin di sana.
"Benar-benar ukuran yang sempurna..." ucap Daniel sambil menatap ke arah dua gunung kembar yang masih tertutup oleh kemeja yang digunakan oleh Kalaya.
Plak...
Sebuah tamparan keras mendadak mendarat di pipinya saat itu, tepat ketika pikiran kotor terus menggerogoti isi kepalanya.
Manik mata Daniel lantas melotot dengan tajam, ketika mendapati tamparan keras tersebut berasal dari Kalaya yang kini telah membuka kelopak matanya dengan sempurna.
"Jauhkan tangan kotor mu dari tubuh ku!" ucap gadis itu dengan nada yang terdengar begitu dingin.
Manik mata keduanya beradu dalam sepersekian detik, menciptakan sebuah perasaan yang keduanya sama sekali tidak tahu apa yang tengah keduanya rasakan saat ini.
Kalaya menatap semakin dalam pada manik mata berwarna hitam pekat milik Daniel begitu pula sebaliknya. Sampai kemudian dengan gerakan cepat Kalaya membenturkan kepalanya sendiri ke arah Daniel, hingga membuat tubuh Pria itu jatuh dalam posisi terduduk.
"Gadis sialan, apa yang kau lakukan sebenarnya ha?" pekik Daniel dengan suara yang keras.
"Apapun itu yang jelas aku tidak ada urusannya dengan mu, pria mesum!" pekik Kalaya dengan suara yang keras sebelum pada akhirnya mengambil langkah kaki seribu keluar dari kamar tersebut.
"Berhenti!"
"Hei..."
"Fandi... Tangkap gadis itu!" pekik Daniel sambil mencoba bangkit dari posisinya.
Mendengar suara teriakan yang berasal dari area kamar, membuat Fandi lari tunggang langgang menghampiri Daniel kala itu.
"Apa yang terjadi Tuan?" ucap Fandi dengan raut wajah yang bingung.
"Cari dan temukan gadis itu sekarang juga!" pekik Daniel yang lantas membuat Fandi langsung berlari untuk melaksanakan perintah.
***
Keesokan harinya
Dengan raut wajah yang lesu Kalaya nampak membawa langkah kakinya menuju ke arah ruangan CEO. Entah apa yang membuatnya dipanggil pagi-pagi begini untuk menghadap, namun yang jelas Kalaya tengah tidak dalam kondisi yang baik saat ini.
Tok tok tok
"Masuk"
Sebuah seruan yang terdengar dari dalam, membuat Kalaya mulai membawa langkah kakinya masuk ke dalam ruangan CEO.
Sampai kemudian langkah kakinya lantas terhenti dengan seketika, disaat ia mendapati sosok tak asing tengah duduk dengan angkuhnya di kursi CEO.
"Kamu!"
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!