NovelToon NovelToon

Senja Terakhir

Pulang

"Kak Surya...", Senja menggigit bibir bawahnya, menahan sesak yang meluluh lantakkan tawa cerianya dalam sekejap. Matanya sejurus bertemu dengan mata  lelaki di depan sana, lelaki yang tengah siap menyematkan cincin pertunangan ke jemari kakak perempuannya.

"Ayo sayang", Wanita paruh baya disebelah Lelaki itu mengingatkan si Lelaki untuk segera menyematkan cincin di jari manis Tunangannya itu.

Riuh tepuk tangan bergemuruh sebagai pertanda bahwa ikatan pertama dari dua  keluarga telah terjalin, pertunangan pengusaha muda  Surya Ambara dengan Pijara Kalandra, putri pertama dari pengusaha ternama Ajipati Kalandra.

Senyuman jelas terukir di wajah  Ajipati dan Istrinya Winaya, begitupula dengan Pijar, raut bahagia  tak pernah memudar dari wajah cantiknya yang teduh dan menawan.

Berbeda halnya dengan Senja, hatinya bergemuruh, isi kepalanya mendadak kosong, tatapannya tetap terkunci pada lelaki tunangan kakaknya.

"Adek sini...",Pijar memanggil adiknya

Yang dipanggil tak bergeming

"Adek, Mba panggil kamu loh, sini sayang samperin mba", kali ini ucapan sang mama di sisinya mampu mengembalikan kewarasan Senja, kemudian Senja maju kedepan menghampiri keluarganya.

"Ini adiknya Pijar yah, namanya siapa? tante lupa", Yunia, Ibu dari Surya mengulurkan tangannya

"Senja...., ehemmm Senja Tante", Senja menyalim tangan Yunia sembari mengulangi namanya karena ucapan pertamanya nyaris tak keluar suara, dia bahkan tak mampu berdiri dengan benar, semua terasa berat dan bergetar.

"Adek....,terima kasih yah", Pijar merengkuh tubuh adik kesayangannya, mereka berdua saling berpelukan, cukup lama sebelum akhirnya Pijar mengapit kedua pipi adiknya dengan sayang.

"Kangen kamu dek" , kemudian mengecup kening adiknya, sesayang itu.

"Sini mba kenalin ke Mas Bara", Pijar mengulurkan tangan Senja pada tuangannya,

"Bara", Bara mengulurkan tangannya pada Senja tetapi Senja mematung, lalu tepukan halus Pijar di lengannya menyadarkan Senja.

"Senja"\, membalas uluran tangan lelaki itu\, kali ini bukan hanya hatinya\, tapi isi kepalanya ikut kosong\, lelaki di depannya seharusnya bernama Surya\, bukan Bara kan????\, **semoga memang bukan Surya....**batinnya.

Seolah isi kepanya transparan dan mudah terbaca, dengan cepat Bara menambahkan lagi

"Surya Ambara",

tres...tes...tes....,tak mampu lagi Senja membendung air matanya, dia melepaskan tangan lelaki itu, sedikit berbalik pada kakaknya

"Mba...selamat mba", pelukan Senja erat pada sang kakak

"Terima kasih Dek, mba sangat bahagia adek mau pulang untuk mba, mba rindu adek", Pijar juga tersedu dipelukan Senja, masing - masing dari mereka meluapkan perasaan, Pijara dengan perasaan haru saat adik kesayangan yang sudah 5 tahun berpisah, datang di hari bahagianya bersama sang kekasih, sementara Senja terisak karena mengulang luka patah hatinya kembali, setelah sekian tahun mengapa lukanya masih terasa sesakit ini?, masihkah cinta??

Sementara Yunia melihat Bara putranya yang sedari sebelum penyematan cincin sudah terlihat berbeda, Ibu adalah Ibu, Beliau selalu mampu mejadi satu - satunya orang yang sadar dengan ketidakberesan seorang anak, meski sikap Bara tetap tenang namun riak wajahnya sendu, Ibunya tau.....putranya sedang tidak baik - baik saja, Ada apa???

Tak ingin kehilangan kesempatan untuk adiknya, Pijar sedikit mendorong tubuh Senja untuk mendekati sang Papa,

Pijara yakin, di depan khalayak ramai dan di depan rekan bisnisnya, Papa akan bersikap sedikit lunak pada Senja.

"Papah...,Papah sehat?", Senja meraih punggung tangan papanya dan menciumnya takzim, ada segurat pedih berbalut rindu yang dirasakan Senja. Seperti tak ingin kehilangan waktu, Senja segera menciumi kedua pipi sang papa.

Ajisaka tak menyahut, tetapi dia membalas Senja dengan ciuman singkat di dahi gadis itu, Senja bersorak dalam hati, "Apakah mimpi pertamaku akan terwujud setelah lama berpisah dari Papah?' bathinnya.

Sementara pesta tetap berlanjut, seluruh tamu baik itu keluarga besar kedua pihak keluarga, para rekan bisnis hingga teman - teman dari kedua pasangan tersebut menikmati acara dan hidangan yang telah disediakan. Tentu saja pesta dibuat dengan meriah, mengingat nama besar Ajisaka Kalandra, Pebisnis sukses berusia 55tahun itu tengah berbahagia, Putri kesayangannya yang juga tengah belajar bisnis dari sang papa, Pijara Kalandra, Gadis cantik, anggun dan kalem berusia 26 tahun bertunangan dengan pujaan hatinya Surya Ambara, 26 tahun.

Bagi Ajisaka...Pijara adalah pijar kehidupannya, Pijara pusat kebahagiaannya, Pijara buah cintanya.

Ajisaka nampak bangga berkeliling mengenalkan Bara sebagai calon mantunya, bagaimana tidak...nama Bara muncul sebagai pebisnis muda yang tak bisa dianggap remeh, karena Bara mampu menyelamatkan bisnis keluarganya yang pernah hancur.  Ayah Bara wafat saat perusahaannya menuju kebangkrutan dan meninggalkan hutang perusahaan yang tidak sedikit. Dengan kerja keras Bara serta bantuan dari Ajisaka yang saat itu melihat Bara sebagai pemuda gigih dan jujur, Bara mampu membenahi bisnis peninggalan Ayahnya yang hancur.

Sembari menuntaskan kuliahnya, Bara bekerja dibawah bimbingan Ajisaka, seiring waktu Bara akhirnya dekat dengan Pijar. Ajisaka tau kalo Pijar menaruh hati pada Bara, kemudian Ajisaka meminta Bara untuk menikah dengan Pijar karena sudah tentu Pijar tidak akan berani mengutarakan isi hatinya sendiri terhadap Bara.

Bak gayung bersambut, Bara mengiyakan permintaan Ajisaka, pria dingin itu  tidak akan melupakan budi baik Ajisaka terhadapnya saat melewati masa sulit di hidupnya, lagipula Pijar adalah wanita yang baik, soal cinta...dia akan belajar mencintai Pijar.

Diiluar Ballroom hotel milik keluarganya, tempat berlangsungnya acara, Senja mencoba menghirup oksigen sebanyak - banyaknya, dia belum mampu mencerna semuanya dengan baik, dia bahkan belum mencicipi makanan apapun, dia terlalu sibuk dengan rentetan pertanyaan dari keluarga besarnya, "Kenapa sampai 5 tahun kamu ngga pulang?", "emangnya kuliah di Belanda ngga ada liburnya sampai ngg bisa pulang?"," kamu kerja apa di Belanda sampai ngga pulang?", semua pertanyaan seputar "KENAPA SELAMA LIMA TAHUN TIDAK PULANG???"

Wajar saja semuanya bertanya - tanya, karena seharusnya untuk biaya tiket pulang pergi ke Belanda bukanlah hal yang sulit bagi keluarga Kalandra.

Memang buukan karena tiket, bukan karena tak rindu keluarganya, bukan karena dia terlalu sibuk pula hinnga tak kunjung kembali, tetapi karena dia menjadi pengecut menghadapi dunianya, lantas dia memilih melarikan diri.

"Cucu oma kenapa disini?", Oma Niti menghampiri Senja keluar Ballroom

"Eh Oma kenapa keluar juga?", Senja balik bertanya pada Omanya

"Oma merasa letih, Oma ingin pulang beristirahat", Jawab Oma mendekati Senja.

Mendadak Senja gamang mendengar kata pulang, setelah acara ini haruskah dia pulang juga?, pulang kemana? bahkan sekalipun Papanya tak pernah menyuruhnya pulang kembali, apa masih boleh dia pulang??

"Ayo kita pulang, dimana barang - barangmu? bukankah kamu langsung kesini dari Bandara?", lanjut Oma seolah mengerti kegamangannya.

"Ada dikamar hotel Oma, tadi Senja langsung kesini dan bersiap dikamar hotel ini", Senja menjelaskan kepada Oma karena memang dia baru sampai di tanah air siang tadi, dijemput oleh sopir keluarga langsung menuju hotel tempat acara, karena semua keluarga inti juga sudah bersiap di hotel. Sampai di kamar hotel Senja langsung ditemui oleh Mamanya saja, semuanya tengah sibuk bersiap, Senja meluapkan rindunya pada sang Mama. Akhirnya Mama mempersilahkan Senja beristirahat sebelum bersiap untuk acara Kakaknya. Karena itulah Senja baru bisa bertemu Papa dan kakaknya pada saat acara pertunangan berlangsung.

"Kalo begitu ayo kita pulang bersama, nanti Oma akan minta sopir untuk membawa barang - barangmu kerumah", Oma berjalan beberapa langkah kemudian berbalik karena merasa Senja diam tak mengikutinya.

"Ayo senja...", Oma sudah tak terbantahkan,

Senja menarik nafasnya dalam - dalam, kemudian mengikuti langkah Oma,

"Mari pulang Oma", Senja kemudian berjalan si sisian Omanya, dia akan  pulang....

Gerimis

Konon rumah tempat kita pulang, meski pernah terasingkan waktu

"Selamat pagi", Senja menuruni tangga menuju meja makan, seluruh anggota keluarganya bersiap untuk sarapan

"Selamat pagi, sini nak sarapan", mama Winaya menarik kursi di sebelah Oma untuk Senja.

Ini adalah sarapan pertama Senja bersama keluarganya setelah lebih dari 5 tahun pergi menempuh pendidikan seni rupa di Radboud University, Belanda.

Hanya dentingan sendok garpu yang terdengar selama mereka sarapan, tidak satupun berbicara saat makan, Keluarga Kalandra memang terdidik menjaga nilai - nilai kesopanan, kecuali Senja remaja tentunya.

Senja remaja si tukang onar! si pembuat kekacauan! begitulah kira - kira Senja dimata Sang Papah.

"Pijar ngga mau istirahat dulu?, semalam kan acaranya sampai larut, kamu ngg capek?" Oma mengawali percakapan setelah mereka selesai sarapan.

"Ngga Oma, pijar hanya meeting sebentar pagi ini, setelah meeting pijar akan pulang untuk beristirahat, Owh iya...Oma semalam pulang duluan yah sama adek?"

"Iya Oma sudah lelah semalam karena itu Oma minta Senja menemani Oma pulang duluan"

"ooohhh.....",

"Senja hari ini kemana dek?" Pijar melanjutkan bicara sambil menoleh pada adiknya

"Belum tau mau kemana mba, temen - temen aku ngajak ketemuannya besok sih mba, kayaknya aku mau kangen - kangenan sama mamah dan oma aja dirumah", Senja tersenyum menatap oma dan mamahnya bergantian,

"Okay, kamu dirumah aja dulu hari ini, kayaknya Weekend ini mba mau minta tolong kamu anterin mba pilih Souvenir pernikahan mba dan mas Bara yah dek"

Deg!!!! Senja menegang, mengangguk kaku demi menyembunyikan ketegangannya, mendengar nama Bara tentu mengusik perasaan Senja saat ini, meski sebisa mungkin Senja bersikap normal tetapi mamahnya mampu menangkap sesuatu yang tidak baik dalam diri Senja.

"Kenapa???", meski tanpa suara tapi Senja bisa mengerti arti tatapan mamahnya, Senja hanya membalas dengan gelengan tipis.

Senja kemudian beralih pada papahnya, dengan hati - hati Senja mencoba membuka percakapan dengan papahnya yang sedari tadi diam tenang, hanya dengan melihat wajah dingin papahnya saja nyali Senja sudah menciut, helaan nafas terdengar sebelum senja akhirnya mendapatkan keberanian untuk berbicara,

"Papah ke kantor hari ini?", tidak ada sahutan, Hening!!!.

"Emppp....Papah ada proyek apa sekarang?" tambahnya lagi

"Sejak kapan berminat tau tentang proyek?", Papahnya menyahut ketus

"Maafkan Senja pah, Senja memang tidak tertarik proyek dan bisnis sampai hari ini, tapi Senja menghawatirkan kesehatan Papah, jangan terlalu bekerja keras sampai mengabaikan kesehatan pah", entah bagaimana Senja bisa mengumpulkan keberanian untuk berbicara sepanjang itu dengan papahnya,

"Tunjukkan kepedulianmu terhadapku seperti Pijar, tunjukkan padaku jika kehadiranmu di keluarga ini memang ditakdirkan untuk meneruskan kelangsungan nama besar keluarga Kalandra", Suara papahnya sudah meninggi bersamaan dengan itu meninggalkan ruang makan, dibelakangnya Mamah Winaya mengekor sambil membawa tas kerja suaminya, berjalan keluar rumah menuju mobil yang sudah disiapkan sopirnya menuju ke perusahannya.

Sebelum masuk ke mobil Ajipati berbalik menghadap istrinya,

"Urus anakmu, aku tidak mau dia kembali membuat onar selama tinggal dirumah ini" , sungguh kata - kata Ajipati membuat hati Winaya mencelos, dia hanya menunduk tidak berani menatap suaminya.

"Kau dengar aku?", kembali Ajipati berbicara lagi dengan ketus.

"Mas...Senja juga putrimu, bagaimanapun hubungan kita, senja adalah putrimu mas, masalahnya adalah aku bukan Senja", mata Winaya sudah berkaca - kaca, berbicara dengan tetap menunduk di depan Ajipati.

"Iya...dia seorang anak yang lahir karena keterpaksaan, jangan lupakan kelahirannya telah menghilangkan nyawa orang lain".

Runtuh sudah pertahanan Winaya, tangisnya pecah, sementara Ajipati berlalu dan masuk ke mobil tanpa memperdulikan Winaya yang sesegukan sembari menutup mulutnya, tidak ingin suara tangisnya yang memilukan  di dengar oleh orang lain.

Sementara di dalam mobil yang melaju menuju perusahaannya, Ajipati juga seolah menahan luka perih di hatinya, menahan derita kehilangan wanita yang amat sangat dicintainya saat kelahiran Senja, putri dari istri keduanya Winaya, istri paksaan yang dipilih keluarganya demi menyelamatkan kelangsungan perusahaan Kalandra, gerakan Ajipati meraba dadanya tak luput dari penglihatan sopirnya, dari spion depan sang sopir memperhatikan majikannya,

"Tuan....tuan baik - baik saja?, minumlah dulu tuan, Nyonya sudah menyiapkan air minum di jok belakang, jangan sampai sakit tuan kambuh",

"Aku baik - baik saja Priyo, kamu memang satu - satunya orang yang paham bagaimana aku kehilangan separuh alasan untuk  bertahan hidup", kata - kata tuannya terdengar begitu menyakitkan bagi Priyo. Priyo adalah sopir setia Ajipati selama puluhan tahun, jadi dia sangat paham bagaimana pria hangat dan penuh cinta itu berubah menjadi monster dingin.

Sementara dikediaman keluarga Kalandra, sebelum Pijara beranjak hendak pergi ke perusahaan juga, dia menghampiri Senja dan Oma yang duduk disebrangnya, dari belakang Pijar memeluk sang Oma, tangan kirinya dipakainya untuk mengusap lembut kepala senja, tanpa berkata apapun mereka bertiga berusaha menyelami perasaan mereka masing - masing, ternyata salah kata orang, bahwa luka tetaplah luka, waktu bahkan tak mampu menyembuhkannya.

"Oma..., Dek..., Pijar berangkat kerja dulu yah", Pijar berusaha menetralisir kedaan, menyalim tangan Oma dan mengelus pucuk kepala adik kesayangannya.

Tidak banyak hal yang bisa Pijara katakan untuk menguatkan Oma terlebih Senja adiknya. Ingin rasanya Pijar mengatakan bahwa sejujurnya Oma dan Almarhum Opanya adalah orang yang paling bertanggung jawab akan semua keadaan mereka saat ini.

Menggetirkan kisah cinta sejati papah Ajisaka dengan istri pertamanya Marisa, ibu kandung Pijara.

Tetapi Pijara memang laksana namanya, senantiasa berpijar teduh dengan kelembutan dan kebijaksanaan, Gadis berusia 26 tahun itu adalah kesayangan sang Papah, Paras cantiknya, kecerdasannya dalam berbisnis, kebaikan hatinya, semua hal dalam diri Pijara tercermin sempurna.

Terlebih Pijara adalah satu - satunya tanda cinta yang ditinggalkan Marisa untuk Ajisaka Kalandra.

Di depan pintu rumahnya, Pijar bertemu dengan Mamah Winaya, mata sembam Winaya tak luput dari perhatian Pijara,

"Mamah...,Pijar pamit berangkat kerja yah, mamah sabar dan kuat, apapun yang sudah terjadi...Pijar sayang sama mamah, karena bagiku mamah adalah mamah yang baik", Pijar memeluk winaya dan mengecup kedua pipi Winaya.

Winaya mengangguk tersenyum, dia masih bersyukur karena Pijar sangat santun kepadanya, begitupun dengan Winaya tidak pernah membedakan kasih sayang antara Senja dan Pijar dalam membesarkan mereka, bahkan bisa dibilang Winaya lebih mudah membesarkan Pijar yang penurut dibandingkan Senja.

Senjanya adalah anak ceroboh dan pembuat onar saat masih bersekolah di SMA, seringkali membolos hanya untuk menuruti hobinya naik gunung, lupa belajar saat ulangan karena sibuk melukis, kenakalan - kenalakan remaja yang mungkin bisa dimaklumi akan  tetapi tidak ditolerir oleh Papahnya.

Andai saja Senja mau belajar bisnis, dia bisa membantu Papah dan Pijar dalam mengembangkan bisnis keluarga Kalandra yang menggurita, mungkin saja hal ini akan membuat Papahnya melunak dan mau menerima kehadiran Senja dengan hati lapang.

Pagi ini adalah pagi yang mendung, rintik gerimis yang mulai turun terasa sejalan dengan perasaan di hati masing - masing klan Kalandra, gerimis mungkin tak akan tau apa yang telah dia basahi, akan tetapi masing - masing dari mereka paham, untuk siapa air mata mereka jatuh.

In silince, memories tell stories

Setelah mengantarkan Oma ke pavilium belakang rumah utama untuk beristirahat, Senja kembali kedalam rumah untuk menemui mamahnya yang dengan cekatan memotong daging untuk menu makan siang.

Hati Senja menghangat, bagaimana ada seseorang berhati luas seperti Mamahnya, meski Senja tak pernah melihat Papah memperlakukan mamah dengan baik akan tetapi Mamahnya senantiasa membalasnya dengan memenuhi kewajiban menjadi istri dan ibu yang teramat baik. Mungkinkah cinta memang seperti itu?

Bagi sebagian insan....cinta bisa menjadikannya kejam, tetapi dibelahan hati insan lainnya....cinta bisa sebegitu bodohnya, apa yang lebih bodoh dari pada bertahan dalam cinta sepihak???? dialah Winaya.

Melihat mamah tengah sibuk di dapur, dia mengurungkan niat mendekat, dia berbalik menuju lantai dua.

Disinilah Senja sekarang, dikamar kesayangannya saat remaja, perasaan terkejutnya bertemu dengan lelaki yang sekarang sudah menjadi tunangan kakaknya serta perjalanan panjang selama 14 jam lebih dari Amsterdam ke Jakarta membuat badannya terasa lelah, membuat Gadis 24 tahun itu tidak terlalu memperhatikan keadaan kamar tidurnya semalam.

Senja melangkah menuju walk in closet, ruangan persegi  yang dimana sejatinya diperuntukkan menyimpan perlengkapan fashion bagi kaum hawa, tetapi telah dirubah menjadi tempat berkarya oleh Senja.

Senja remaja sungguh berbeda, dia tak tertarik dengan fashion, dia sangat mencintai seni rupa.

Kanvas, kuas, pisau palet dan cat adalah barang - barang yang bisa menguras kantongnya, semua harta karunnya itu masih tertata rapi di ruangan ini.

"Pasti mamah menjaganya dengan baik", monolog senja sambil meraba semua perlengkapan melukis yang telah lama dia tingglkan.

Di dalam ruangan ini, Senja remaja menuangkan daftar impiannya , bedanya...dia tidak menulis dengan rangkaian kata seperti dalam buku diary, dia menceritakannya melalui lukisan, serangkaian warna warni yang digoreskan dengan hati.

Pandangannya menyapu semua sudut ruangan kemudian berhenti pada salah satu dinding berlatar jingga, lukisan terakhir yang dia buat semalaman sebelum berangkat ke Amsterdam, menggambarkan bagian punggung lelaki di puncak gunung.

Senja duduk melantai di hadapan sisi bidang dinding tersebut, tersenyum kecut mengingat bagaimana cinta pertamanya itu dengan tega memutuskan hubungan mereka, padahal baru satu minggu mereka resmi pacaran. Angannya menerawang pada 5 tahun yang lalu, pada pacar pertamanya.....

"Beneran kakak terima aku???", Mata bulat Senja berbinar sempurna, lelaki di depannya tersenyum mengangguk

"Terima cinta aku???, yakin kak??", Senja kembali menepuk kedua pipi chubbynya, rasanya seperti mimpi

"Mari kita pacaran Senja", Surya mendekat dan mengelus pucuk kepala Senja, yang dielus mendadak kelu, jantungnya berhenti memompa darah, dia sungguh grogi

"Kenapa kamu tegang begini, bukankah kamu tidak pernah malu selama 2 tahun mengejarku???", Senja mendengus saat Surya menggodanya

"Kaaaaaakkkkk....kita kan pacaran, bersikaplah sedikit manis!!"

***Surya mengikis jarak diantara mereka\, Cup.....*****kecupan tipis mendarat di bibir Senja,**

****"Apa begini sudah manis?", Senja tak mampu menjawab, otaknya bertambah bodoh seketika,**** Cup.....******Surya kembali mengecupnya ,

"Senja...apa ini ciuman pertamamu?", Senja hanya mengangguk, sementara Surya tak bisa mengalihkan tatapannya dari bibir mungil Senja, dia meraba bibir itu.

"ini pertama juga untukku, Senja...bibirmu semanis cerry".

Senja sudah tak mampu berfikir apapun\, karena didetik berikutnya Surya telah kembali menempelkan bibir mereka\, kali ini bukan kecupan\, Surya menye**sap bibir  Senja\, tangan kirinya menggenggam jemari Senja\, sementara tangan kanannya dia gunakan  menahan tengkuk gadisnya\, di tengah keterkejutannya gadis itu sempat  melihat Surya Memejam\, seolah tak ingin ketinggalan moment akhirnya Senja ikut hanyut menikmati permainan Surya\, saling menye**sap\, saling membe**lit bertukar saliva\, dua manusia amatiran itu hanyut dalam ciuman pertama yang begitu manis.

Surya melepaskan ciumannya, menautkan kening mereka berdua, dua insan itu masih ngos-ngosan berebut oksigen. Mata mereka masih saling bertaut, Senja mengelus pipi Surya

"Pacar, kenapa harus begitu lama membuatmu jadi pacarku?" Senja berucap dengan suara terendahnya.

Surya tergelak mendengar pertanyaan Senja, membawa senja kedalam pelukannya sembari berbisik "Karena aku terlalu bodoh untuk menyadarinya".

Untuk beberapa saat mereka masih di posisi ini, Senja duduk bersandar pada Surya dengan jemari yang saling bertaut, tak satupun dari mereka berbicara, mungkin sedang menyelami perasaan masing - masing. Sore tadi Senja sengaja datang ke apartement Surya untuk membawakan kue ulang tahun, iya...hari ini adalah ulang tahun Surya.

Padahal telah berkali - kali Surya menolak pernyataan cinta Senja, terang - terangan menunjukkan ketidak sukaannya pada gadis Sma yang masih saja pongah menempelinya. Sedari menginjak SMA kelas 2 Senja tergila - gila pada pemuda manis dan irit bicara itu, semua bermula pada kegiatan MAPALA di Kampus  tempat Surya mengenyam pendidikan, bergabung membuat acara pendakian dengan SISPALA SMA tempat Senja bersekolah. Mereka berdua memiliki hobby mendaki.

"Senja....", Surya membuka hening diantara mereka.

"hem....", Senja hendak menegakkan duduknya tapi ditahan oleh Surya

"Tetap begini saja", Senja kembali menyandarkan kepalanya pada dada bidang Surya, " apa kamu ngga lelah menghadapiku?", lanjutnya

"Sejujurnya aku sudah lelah, dan ini adalah usaha terakhirku kak, saat kakak bilang akan menerimaku kalau nilai ujian akhirku bagus, aku benar - benar giat belajar tau....."

"Benarkah?, tapi aku belum melihat  nilaimu dengan benar  loh", Senja mendongak tak percaya mendengar perkataan Surya

"Gimana sih, kalo belum melihat nilaiku dengan benar, kenapa mau pacaran???, aku ngg mau loh kak pacarannya di cancel", Senja sudah duduk menghadap Surya, tak terima jika hubungan mereka yang baru saja resmi terancam batal perihal nilai ujiannya,

"Ya sudah mana aku lihat ulang nilaimu", Surya mengulum senyumnya saat Senja meraih Ponsel untuk menunjukkan pengumuman nilainya, rasanya begitu menyenangkan menggoda pacar barunya itu.

Senja menunjukkan dengan cemas nilai ujian dari email yang dia terima,

"Nilai segini sudah usaha terbaikmu???"

"Iya ini nilai terbaik selama aku sekolah kak, Semua nilainya B kan, lagian kakak yang ambigu cuman bilang nilai bagus, ngga ada batas minimal kan, berarti nilai di atas rata - rata udah bagus kak", Wajah Senja sudah memelas saat mengatakan itu. Surya sudah tak tahan lagi, dia tertawa terpingkal melihat kelakuan gadisnya,

"Hahahahhaha......Iya deh, kita pacaran"

"Koq kayak ngga ikhlas gitu sih kak", Senja sudah mulai khawatir, membuat Surya tak tega menggoda gadisnya lagi

***"Pacar....kita pacaran\, sebegitu takutnya ngga jadi dipacarin"\, Surya mengecup jemari Senja. Senyuman kembali terbit di bibir senja. ***

"Non Senja....Non Senja.....", Panggilan dari Bi Narti pembantunya membuyarkan lamunan Senja. Senja mengerjap membenahi diri sembari berdiri, beranjak keluar menanggalkan ingatannya pada pemilik mata teduh si pencuri ciuman pertamanya, sialnya tidak sedikitpun dia bisa lupa bagaimana bahagianya kala dia memiliki pacar saat itu, tertawa hambar menyadari ketololannya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!