Sekuat mungkin Adis menahan tangisnya agar tidak mudah pecah usai dokter memvonis sakit putranya yang mengalami lemah jantung. Bayi berusia tiga bulan itu harus ia bawa pulang karena ketiadaan biaya.
"Sayang. Sabar ya...! Jangan kuatir..! Mama akan meminta tolong kepada papamu untuk membiayai pengobatan mu. Dulu ia menolakmu saat mama mengandung mu. Insya Allah, kali ini mungkin tidak lagi karena ia akan senang melihatmu, nak," bisik Adis sambil menyeka air matanya.
Ia harus menumpang ojek online agar bisa sampai ke perusahaan suaminya. Adis memang berpisah dengan suaminya tanpa ada perceraian.
Keduanya menikah sirih saat itu karena ada alasan mereka dipaksa untuk menikah oleh warga yang memergoki mereka berdua di teras rumah Adis.
Padahal warga hanya salah paham akan hal itu. Bisa dibilang keduanya menikah karena terpaksa. Jika ada cinta, itu hanya Adis yang sangat mencintai suaminya namun tidak dengan Panji. Mereka akhirnya berpisah karena alasan yang cukup masuk akal.
Ternyata Panji yang nota bene seorang pecandu narkoba itu adalah anak Sultan. Sementara Adis hanya seorang perawat di sebuah klinik kecil di kampungnya.
Ojek itu tiba di depan rumah sakit. Adis menumpang ojek itu bersama bayi laki-lakinya yang bernama Rian. Ojek itu tiba di perusahaan Ocean group. Adis turun dari motor itu sambil menatap gedung megah itu.
Jantungnya terpacu makin cepat. Wanita cantik dengan postur tubuh bak model ini melangkah ke depan lobi perusahaan yang langsung di cegat satpam.
"Mau ke mana mbak?" tanya satpam itu dengan wajah mesum saat melihat wajah cantik Adis.
"Mau bertemu dengan suamiku," ucap Adis.
"Namanya siapa?"
"Satria Panji Anggra," sahut Adis.
Wajah satpam itu berubah pucat. Ia lalu meminta maaf kepada Adis dan bersedia mengantar Adis ke ruang kerjanya tuan Panji.
Baru saja tiba di lantai 21 di mana ruang kerja suaminya berada, pintu lift itu terbuka menampilkan sesosok pria tampan dengan wajah datar sambil menenteng tas kerjanya hendak pulang.
Keduanya sama-sama kaget menatap satu sama lain. Sementara sang asisten dan satpam hanya bisa menyaksikan adegan menegangkan itu.
"Mas Panji..!" sapa Adis tersenyum canggung. Gadis itu keluar dari lift melangkah mendekati Panji untuk ia salim tangan pria tampan itu.
"Mau apa kamu ke sini?" datar Panji.
"Apakah aku boleh bicara mas? Sebentar saja... please...!" mohon Adis penuh harap.
Pandji memberi isyarat pada asistennya untuk menunggu. Sementara ia kembali lagi ke ruang kerjanya.
"Silahkan ikuti tuan Panji, nona...!"
"Terimakasih tuan." Senyum lega Adis melangkah ringan mengikuti langkah suami siri nya itu.
Pintu ruang kerja itu ditutup rapat oleh Panji dan satu tamparan keras melayang di pipi Adis membuat wanita cantik itu gelagapan hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.
"Astaghfirullah halaziiim...!" pekik Adis sambil mengeratkan pelukannya pada putranya yang sempat menggeliat.
"Mau apa kamu ke sini, hah? mau menjatuhkan reputasiku? Kau hanya gadis kampung. Kita hanya dekat selama tiga bulan lalu berpisah dan sekarang kamu bawa anak haram ini di depanku?" cibir Panji membuat wajah lugu nan cantik Adis memerah karena merasa sangat malu dan terhina.
"Mana ada orang menikah baik-baik melahirkan anak haram? Anak ini bukan hasil hubungan zinah, tuan Satria Panji Anggra...!" pekik Adis membatin sambil memejamkan matanya menahan tangisnya.
"Ya Allah. Berilah aku kekuatan...! Aku butuh suamiku saat ini karena anak kami. Jika bukan karena putraku, aku tidak akan sudi mempermalukan diriku di depan bajingan ini," batin Adis menarik nafas dalam-dalam.
"Ayo jawab...! Mau apa kamu ke mari, hahh?!"
"Mas...! Putra kita sakit. Jantungnya bermasalah. Ia harus....-"
"Berapa ya kamu butuhkan? Satu miliar, dua miliar?" sinis Panji.
"Hanya 500 juta saja mas. Aku mohon demi putra kita. Setelah ini. Aku tidak akan mengganggumu lagi dan menjauh dari hidupmu," ucap Adis sambil berlutut dan memelas pada suaminya sambil berurai air mata. Sudah berapa kali wanita ini menangis sesenggukan karena menahan amarahnya yang tidak bisa ia lepas begitu saja demi putranya.
"Alasan....! Bilang saja kamu ingin bersenang-senang dengan pria lain. Anakmu yang kamu jadikan alasan," tertawa meledek Adis.
Panji menuju ke brangkas nya yang ada di dinding yang ditumpangi oleh lukisan abstrak. Ia lalu mengeluarkan uang segepok sejumlah seratus juta dan di lemparkan ke wajah Adis membuat wanita cantik ini sangat terhina. Uang itu berhamburan di dalam ruang kerja itu.
"Astaghfirullah halaziiim, mas...! Kenapa kamu sangat berubah seperti ini? Baiklah mas. Tidak apa kalau kamu tidak ikhlas membantuku. Tapi, aku ingat semua penghinaan ini darimu.
dan ingat satu hal, jika putra kita meninggal karena memiliki ayah yang pelit sepertimu, aku bersumpah akan membalas perlakuanmu pada kami hari ini.
Demi Allah mas Panji. Aku akan membuat hidupmu menderita...!" teriak Adis yang tidak tahan lagi dengan perlakuan Panji padanya.
Duaaarrr......
Ikrar doa dalam sumpah itu disambut oleh petir yang menggelar di angkasa sana. Angin bertiup sangat kencang dan mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Bayi itu menangis pilu ikut merasakan sakit hati ibunya yang dipermalukan oleh ayahnya sendiri.
"Keluar dari sini...!" bentak Panji pada istrinya.
"Harusnya kubiarkan kau mati saat kau sakau mencari barang haram itu. Kau pria menyedihkan yang memanfaatkan aku demi kesenanganmu.
Aku harap kita tidak akan pernah bertemu lagi mas. Aku harap ucapkan talak untukku sekarang juga...! dengan begitu aku bisa melanjutkan hidupku tanpa status yang tidak jelas ini. Ayo sayang..! Kita pergi. Dia akan menyesal setelah membuang kita apalagi tidak mengakui mu sebagai putranya," ucap Adis menarik gagang pintu besar itu.
Panji yang belum puas menyiksa istrinya itu menghubungi lagi satpam yang sekarang sudah berganti satpam yang lain lagi.
"Suruh wanita yang membawa bayi itu pergi dari sini secepatnya. Dan pastikan dia tidak lagi mendatangi perusahaanku. Kau mengerti?" bentak Panji begitu galak pada satpam perusahaannya itu.
"Baik tuan."
Langkah Adis terlihat gontai sambil menggendong bayinya yang mulai tenang saat ia su*ui sebentar di tangga darurat sambil menenangkan dirinya.
Saat memesan lagi ojek online, ponselnya mati karena kehabisan baterai.
"Astaghfirullah halaziiim. Ya Allah. Cobaan apa ini?" keluh wanita 19 tahun itu melangkah ke luar lobi yang langsung disambut oleh hujan deras.
Satpam yang mendapati perintah dari atasannya itu melihat Adis yang membawa bayinya itu tidak tega untuk mengusir.
"Neng."
"Iya pak."
"Mau pulang?"
"Eh, iya pak. Tapi, ponsel saya mati jadi tidak bisa menghubungi ojek, pak.
"Kenapa harus naik ojek? Kan lagi hujan neng. Berteduh saja dulu di sini...! Ojek tidak mungkin mau terima order kalau lagi hujan," bujuk pak satpam yang terlihat lebih tua dari yang sebelumnya.
"Terimakasih ya pak." Adis berdiri di depan lobi sambil menatap hujan deras yang mengguyur bumi disertai angin kencang.
Tidak lama kemudian, mobil milik Panji berhenti di depan Adis. Asisten pribadinya itu turun dan membuka pintu mobil untuk Panji yang baru muncul dari dalam lobi.
Pria tampan ini sama sekali tidak melirik sedikitpun ke arah istri dan anaknya dan langsung masuk ke dalam mobil. Namun sesaat kemudian, ia keluar lagi dan memanggil satpam itu.
"Usir pengemis itu dari sini...! Atau kamu yang aku pecat?!" pekik Panji yang terdengar oleh Adis.
Satpam melirik Adis yang kembali menangis mendapatkan perlakuan suaminya padanya seperti binatang tanpa belas kasih.
Wajah cantik alami Adista terlihat sendu menatap wajah suaminya yang tidak ingin berlalu dari tempat itu sebelum melihat dirinya pergi dari tempat tersebut.
"Jika kamu tidak menghargai aku sebagai istrimu tidak apa. Tapi gunakan nuranimu untuk melihat bayi ini sebagai seorang manusia sedetik saja, Panji," ucap Adis berurai airmata.
"Pergi.... pergiii.....!" usir Panji dengan mata melotot sambil mendorong tubuh istrinya itu.
"Kau tidak lebih dari seorang iblis. Kau bukan manusia lagi, Panji. Terkutuklah kau....!" pekik Adis di tengah derasnya hujan.
Adis berlari kecil sambil mencari tempat untuk berlindung. Wajah datar Panji tidak melihat sedikitpun ke arah Adis yang berjalan cepat ke halte bus untuk berlindung.
Asisten Rendi begitu geram dengan tingkah bosnya. Beruntunglah ia sudah diam-diam memesan taksi online untuk Adis saat sang bos berdebat dengan Adis.
Tidak lama taksi online itu menghampiri Adis di halte itu karena hanya dia yang menggendong bayinya diantara orang-orang yang sengaja berteduh di halte bus itu.
"Permisi mbak...! Apakah mbak yang bernama Adis.
"Iya benar."
"Saya di minta untuk mengantar mbak pulang," ucap sang sopir.
"Saya tidak memesan taksi bang."
"Ini atas nama bapak Rendi," ucap sang sopir.
"Rendi...?" berpikir sesaat lalu baru ingat itu nama asisten suaminya.
"Kenapa orang itu tiba-tiba baik padaku?" lamun Adis nampak cemberut.
"Mbak. Kasihan bayinya kedinginan," ucap sang sopir lagi membujuk Adis agar bisa naik taksinya.
"Baiklah pak. Terimakasih banyak." Adis beranjak dari tempat duduknya sambil menenteng tas bayinya namun diambil sama sang sopir.
"Di dalam saja ganti baju bayinya mbak."
"Baik."
Sang sopir membuka pintu mobil untuk Adis. Lalu menutupnya dengan cepat agar tidak kecipratan hujan.
Adis buru-buru ganti baju bayinya. Tak lupa ia membalur tubuh bayinya dengan minyak telon agar tetap hangat. Setelah menyelimuti bayinya, Adis kebingungan sendiri untuk menyusui bayinya karena bajunya juga basah. Tidak ada susu formula untuk bayinya karena Adis ingin memberikan ASI untuk bayinya.
"Mbak. Rumahnya yang mana ya..?" tanya sang sopir begitu sudah memasuki area tempat tinggal Adis.
"Rumah saya di gang pak. Tidak apa, saya turun di sini saja pak."
"Tapi kasihan bayinya basah lagi nanti. Kalau mau pakai payung saya saja mbak. Ambil saja untuk mbak...!" tawar sopir taksi itu tulus.
"Ya Allah pak. Terimakasih banyak. Semoga Allah melimpahkan banyak rejeki untuk bapak hari ini," ucap Adis lalu turun dari mobil taksi dibantu oleh sopir taksi itu.
"Kasihan sekali wanita itu. Tapi, kenapa suaminya malah menyuruhnya naik taksi? Kenapa tidak diantar pulang? Ah, terserahlah...itu urusan orang.
Kenapa saya jadi kepo seperti ibu-ibu kekurangan sirih," gumam sang sopir sambil membawa lagi mobilnya dan menunggu order berikutnya.
Di dalam kamar kontrakannya yang sempit, Adis meniduri putranya yang kelaparan hingga menyusuinya begitu kencang.
"Pelan-pelan sayang....! Kamu lapar ya?" desis Adis kembali menangis.
Bagaimana putranya tidak sakit kalau buat makan saja mereka harus irit.
"Mama akan cari duit yang banyak untuk mengobati penyakitmu. Insya Allah, semoga Allah membuka pintu rejeki yang halal untuk kita," lirih Adis lalu bangkit dari tempat tidurnya karena belum sholat ashar.
Adis mengambil ponselnya dan mencas ponselnya. Ia lalu ke kamar mandi untuk bersuci.
Beberapa menit kemudian, Adis mencurahkan isi hatinya di dalam sujud panjangnya.
"Ya Allah. Bukankah setiap kesulitan ada kemudahan seperti janjimu dalam ayat cintamu. Maka berikanlah kemudahan itu untuk aku dan putraku. Aku hanya punya dia ya Allah." Doa tulus Adis sambil menghiba pada Robb-nya.
Adis merapikan perangkat sholatnya lalu mendampingi lagi putranya yang nampak pulas. Adis mengenang lagi kisah pertemuannya dengan Panji setahun yang lalu.
Flash back
Wajah lelah Camilla Adista terlihat jelas di kelopak mata indahnya usai bertugas sebagai perawat di salah satu klinik yang ada di kota Bandung.
Ia menghentikan motornya dan hendak membuka kunci gembok pagarnya. Ketika pagar sudah terbuka, Adis memasuki motornya ke teras rumah kontrakannya itu.
Karena awalnya gelap, ia tidak tahu jika saat ini ada seorang pria yang tidur di balai bambu miliknya yang ada di teras. Ketika cahaya motornya menerangi teras rumahnya betapa kagetnya Adis menyadari ada orang tertidur di teras rumahnya itu.
"Astaghfirullah halaziiim...!" pekik Adis menyadarkan dirinya untuk memastikan kalau dia tidak salah lihat atau sedang halusinasi karena kelelahan.
Adis segera membuka pintu rumahnya untuk menyalakan lampu teras agar bisa melihat jelas wajah pria itu. Ia kembali keluar untuk membangunkan pria itu dan mengusirnya pergi. Karena pria itu tidurnya telungkup membuat wajahnya tidak terlihat jelas oleh Adis.
"Abang...bang...! Tolong jangan tidur di sini...!" pinta Adis sambil mengguncang badannya pria tampan itu yang bernama Satria Panji Anggara.
Pria yang biasa di sapa Panji ini hanya menggumam dalam lelapnya lalu membalikkan tubuhnya telentang hingga memperlihatkan wajah tampannya yang tak terurus.
"Ya Allah. Kenapa dia bisa berada di sini? Padahal pagar rumah ini tinggi juga," keluh Adista.
"Apakah aku harus melapor pak RT saja atau menyiram wajah pria ini dengan air agar dia bangun?" menimang-nimang keputusan yang harus ia ambil.
Baru saja Adis mau mengambil air, tiba-tiba Panji menarik tubuhnya hingga ia jatuh dalam pelukan lelaki itu. Dengan segenap tenaga yang ada, Adista berontak agar terlepas dari pelukan Panji yang memang sedang fly karena baru memakai narkoba.
"Lepaskan....! Lepas...!" pekik Adista namun tubuhnya didekap begitu kuat oleh Panji hingga ketangkap basah oleh bapak-bapak yang ronda.
"Hei... kalian..! Apa yang kalian lakukan di sini, hah?!" pekik salah satu bapak-bapak membuat Adista dan Panji sama-sama tercengang.
"Tolong jangan salah paham pak. Kami tidak melakukan apapun. Aku juga baru lihat pria ini...-"
"Ala...tidak mungkin...! Kalian berdua harus dibawa ke rumah pak RT untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kalian."
"Iya pak. Aku akan menikahinya. Aku menyukai gadis ini," ucap Panji yang lagi dalam keadaan teler.
"Sepertinya orang ini adalah pemadat. Ya Allah, masa aku harus menikah dengan pria yang tidak jelas ini." tubuh Adis bergidik ngeri.
Keduanya digelandang di rumah pak RT yang memang tidak jauh dari kontrakannya Adis. Keduanya sudah duduk di depan pak RT. Tubuh Adis gemetar ketakutan. Ia menjelaskan apa adanya pada pak RT yang terlihat sangat bijaksana menyelesaikan masalahnya.
"Nak, Adis. Bapak percaya kepadamu. Tapi, kalian tertangkap basah sedang berpelukan. Kalian tetap harus dinikahkan agar terhindar dari fitnah," imbuh pak RT membuat Adis pasrah karena ia tidak punya keluarga untuk bisa berbagi. Dia sendiri adalah seorang gadis yatim piatu.
"Bagaimana nak Panji. Apakah kamu bersedia menikahi nak Adis?"
"Mau pak...!"
"Tapi, saya tidak kenal dia pak."
"Nak Panji adalah keponakannya tuan Erland. Dia di sini sedang berlibur. Mungkin dia sudah memperhatikan kamu setiap hari. Makanya dia nekat tidur di teras rumahmu," jelas pak RT yang kenal baik dengan pak Erland.
Namun mereka tidak bisa menganggu pak Erland karena saat ini pak Erland sedang di rawat di rumah sakit.
"Ya Allah. Kenapa aku seperti maling yang ketangkap basah terus masuk penjara," gerutu Adis membatin.
Tiga hari kemudian, Adis dan Panji menikah secara siri. Pak Erland menyerahkan keponakannya itu di urus oleh pak RT dan pak RW. Pernikahan itu tidak boleh tercium oleh media karena Panji adalah anak Sultan.
Berlalunya waktu usai pernikahan singkat dan terkesan memaksa, Adis dan Panji hidup bersama di kontrakannya Adis.
Panji yang saat itu masih menjadi pemadat membuat Adis merasa tidak nyaman hidup dengan pria tampan tapi sangat berengsek.
Ia menggauli Adis setiap kali usai menghisap sabu. Adis merasa tersiksa dan hampir putus asa. Namun, sebagai seorang perawat, ia dilatih untuk bersabar dalam mengurus para pasiennya.
Dan ia menganggap suaminya juga adalah bagian dari pasiennya yang harus ia hadapi dan ia rawat penuh kesabaran. Itu yang menjadi prinsip Adis saat itu.
"Apakah kamu tidak bisa berhenti untuk sebentar saja agar tidak menyentuh barang haram itu?" tanya Adis usai mereka bercinta penuh kepuasan.
"Aku tidak bisa. Aku ingin melupakan keluargaku. Mereka telah membuangku. Aku hanya putra yang tidak berguna," ucap Panji sambil sesekali bertingkah seperti orang pecandu.
"Jika kamu ingin disayang, setidaknya kamu rubah sikapmu. Mulailah mengenal Tuhan kita, Allah. Cukup mencintai Allah, setelah itu semuanya akan beres. Bahkan dalam sekejap," nasehat Adis begitu sabar.
Panji tersenyum getir menatap wajah cantik istrinya." Apa katamu? MengenalNya setelah itu kekacauan ini akan beres? Bukankah mendekatiNya malah terlihat melelahkan? Sholat lima waktu. Tidak boleh berbuat hal-hal yang kita sukai seperti minum alkohol, main judi bahkan bercinta," keluh Panji.
"Justru lebih melelahkan kalau kamu menjauhi Allah. Lihatlah dirimu sekarang. Ketampananmu terkikis oleh benda haram itu. Wajahmu cenderung pucat dan matamu cekung dan tubuhmu kurus.
Kamu bahkan tidak mengenali dirimu sendiri. Karena setan sudah menguasai mu. Menjadikan kamu budaknya dengan menikmati semua yang berbau haram hingga kamu akan berakhir di liang lahat," imbuh Adis.
"Apakah kamu jamin kalau aku bisa berubah menjadi orang yang lebih baik dan keluargaku akan menyayangiku?" tanya Panji ragu.
"Bukan aku. Tapi Allah. Bisaku hanya menasehati kebaikan kepadamu. Mungkin aku yang dituntun Allah untuk memperbaiki dirimu.
Itu berarti masih ada setitik cahaya iman dihatimu yang akan masuk kembali ke seluruh jiwa ragamu untuk mengejar kebaikan. Insya Allah kamu bisa," ucap Adis meyakinkan suaminya.
"Bagaimana kalau itu tidak berhasil dan aku gagal?"
"Setiap kali kalau kamu akan merasa gagal, ingat Allah. Cukup ingat namaNya saja dan jangan pernah memikirkan hal lainnya agar tidak tergoda. Setelah itu biarkan Allah yang membolak-balikkan hatimu."
"Baiklah. Akan aku coba. Apakah semudah perkataanmu itu? Lantas doa apa yang kira-kira cepat terkabul dalam ikhtiar kita?"
"Tergantung pada tekadmu. Mau berubah atau mau hancur. Keputusan ada di tanganmu. Aku hanya mendukungmu dengan doa. Baca saja surah Al-fatihah dan dua ayat terakhir surah Al-Baqarah.
Insya Allah langsung di jamin kalau doamu akan dikabulkan oleh Allah selama doamu itu tidak diselimuti maksiat. Jika masih ada maksiat dalam dirimu maka doa itu akan terpental kembali."
"Tapi bagaimana caraku untuk bertahan jika aku tiba-tiba menginginkannya?"
"Banyak-banyaklah mengucapkan istighfar."
"Apakah Allah akan mengampuni dosaku?"
"Allah akan menerima tobatnya orang yang merasa dirinya hina dari pada orang yang berzikir nama Allah namun menyombongkan ibadahnya.
Dan seperti yang aku katakan tadi kalau kamu sering membaca surah alfatihah dan dua ayat terakhir surah Al-Baqarah, insya Allah, setiap hurufnya saja sudah mengugurkan dosamu," timpal Adis penuh kelembutan.
"Mengapa kamu begitu sabar? Padahal kamu tidak memiliki apapun kecuali dirimu sendiri," tanya Panji yang kagum pada ketegaran istrinya.
"Aku hidup dalam serba keterbatasan dan itu membuatku cukup menikmati kehidupanku dan pandai bersyukur. Aku merasa lebih kaya karena Allah bersamaku setiap saat yang menenangkan aku saat aku mulai melihat ke atas dan membuatku sedikit iri," imbuh Adis.
"Ok baby. Aku sangat mencintaimu. Setelah aku berhasil melewati ini semua, kita akan kembali ke Jakarta dan aku akan memperkenalkan mu pada keluargaku sebagai istriku," janji Panji. Keduanya berpelukan lalu memejamkan mata karena malam mulai larut.
Hari berlalu dengan cepat. Kegigihan Panji untuk berubah sering mengalami kendala. Tidak jarang istrinya menjadi amukannya karena ia tidak bisa menahan diri. Tapi, Adis begitu sabar menemani Panji setiap kali suaminya sakau.
Ia selalu menyuruh suaminya untuk minum air putih yang banyak dan mengguyur tubuh Panji dengan air dingin. Hampir setiap hari seperti itu hingga perlahan Panji mulai merasakan sedikit demi sedikit perubahan dalam dirinya karena terbebas dari candu narkoba.
...----------------...
Tiga bulan berlalu, Panji tampak lebih segar dan tidak lagi memikirkan barang haram itu.
Kadang setiap kali terbesit barang haram itu, ia selalu ke mesjid untuk merenung. Kadang sholat sunnah mutlak lalu membaca Alquran dan setelah itu bersedekah.
Perjuangan Adis untuk melihat suaminya berubah mendapatkan apresiasi dari pak RT dan warga hingga terdengar oleh pamannya sendiri.
Kabar kesembuhan Panji diketahui kedua orangtuanya yang langsung bersujud syukur pada Allah. Hanya saja paman dan bibinya Panji tidak menyebutkan kiprah seorang Adis yang merupakan istrinya Panji.
Dan justru mereka mengaku kalau mereka yang telah berhasil membuat Panji sembuh dari pecandu narkoba.
Pagi itu seperti biasa Panji mengantarkan istrinya ke klinik tempat Adis bekerja.
"Nanti pulang jam berapa, sayang?" tanya Panji seraya membuka helm istrinya.
"Jam tujuh malam. Masuk jam 7 pagi dan pulang jam 7 malam," ucap Adis karena sudah ganti shift saat ini.
"Baiklah. Kalau begitu nanti aku jemput dan kita akan makan malam di luar," ucap Panji semangat.
"Terimakasih Panji. Aku akan tunggu di sini. Kalau lebih dari setengah jam kamu tidak datang, biar aku pulang sendiri," ucap Adis yang memang tidak suka dengan menunggu dalam waktu yang relatif lama.
"Insya Allah. Aku akan tepat waktu, sayang. Aku akan sholat magrib di mesjid yang dekat dengan klinik mu," ucap Panji semangat.
Adis menyalami punggung tangan suaminya dan keduanya berpisah untuk sesaat. Bagi Panji, gaji yang diterima oleh istrinya hanya uang jajan buatnya sehari.
Tapi demi menutupi status sosialnya yang belum diketahui oleh istrinya siapa sebenarnya Panji membuat Panji mengurungkan niatnya untuk memberitahu istrinya tentang dirinya hanya untuk melihat kesungguhan cinta Adis padanya bukan karena dia seorang anak Sultan.
Adis mulai tugasnya dengan menemani dokter spesialis kandungan karena Adis bekerja di klinik bersalin. Pagi itu pasien cukup padat membuat ia harus ekstra kuat saat melayani banyaknya pasien yang hamil.
Hingga tiba waktu sore hari, Adis baru bisa istirahat. Namun Adis tiba-tiba merasa mual membuat ia segera ke kamar mandi. Rekannya yang melihat kondisi Adis yang terlihat pucat, membantu memapah Adis untuk beristirahat di ruang kerja mereka.
"Kelihatannya kamu hamil deh, Adis," ucap rekannya Dina sekaligus sahabatnya.
"Masa sih aku hamil?"
"Periksa saja pakai tespeck dulu. Kalau tidak minta tolong pada dokter Ajeng untuk memeriksa kondisimu," saran Dina.
"Ah, aku tidak enak manfaatin dokter Ajeng," ucap Adis.
"Ya sudah. Pakai saja tespeck dulu. Sebentar ya. Aku ambilkan untukmu," ucap Dina ingin membantu Adis.
Sementara di kontrakan Adis, kedatangan kedua orangtuanya Panji membuat Panji begitu terkejut. Panji membuka lebar pintu itu untuk mempersilahkan kedua orangtuanya masuk.
"Jal**Ng mana yang telah berhasil memikat putraku hingga putraku tidak ingat pulang?" sinis nyonya Santi.
"Mommy. Dia istriku bukan jal**ng," bantah panji masih dengan intonasi santun.
"Siapa suruh kamu menikah dengan wanita miskin dan yatim piatu, hah?!" bentak tuan Damara.
"Daddy....!" pekik Panji tidak terima dengan penghinaan ayahnya pada Adis.
"Aku bisa meninggalkan ba....-"
"Ayo...!" seret putraku ke mobil dan jangan biarkan dia berada di sini sedetikpun...!" titah tuan Damara Anggara Witjaksono pada pengawalnya membuat Panji sangat panik.
"Tidak...tidakkk...tidakkk...! Aku tidak mau pulang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!