NovelToon NovelToon

The Glory Of Revenge

Bab 1. Halaman 1. Glorya di bawa pergi.

Italia, 14 December 1999.

Dalam rintihan hujan yang mengiringi pemakaman. Seorang gadis kecil menangis di tepi makam dengan payung kecilnya di tangan. Gadis kecil itu menitihkan air mata sambil memanggil ibunya yang telah berada jauh di dalam tanah, tangannya yang kecil mengais tanah hingga tampak darah disana. "Hiks ... Ibu...."

***

1 tahun sejak kepergian ibunya, sang Ayah yang membesarkan seorang putri tidak punya pilihan selain menikah kembali. Tanpa sepengetahuan putrinya yang berusia 3 tahun, setelah menikah dia membawa istri dan ke 3 anak tirinya masuk kedalam kehidupan mereka.

Glorya Romeo yang saat itu masih berumur 3 tahun menerima keluarga barunya tanpa banyak mengeluh, dia mencintai keluarga barunya dengan sepenuh hati namun berbanding terbalik dengan keluarganya yang mulai memperlakukannya semena-mena hanya karena Glorya adalah anak penurut yang mengikuti apapun yang di katakan.

Tahun 2001.

Satu tahun telah berlalu sejak mereka menjadi keluarga. Ibu tirinya yang sebelumnya adalah seorang artis biasa tiba-tiba mendapat popularitas tinggi sejak menikah dengan Richard yang merupakan aktor legendaris. Hidup mereka berubah total namun tidak dengan Glorya. Sejak ibunya masih hidup Glorya belum pernah melakukan akting sekalipun karena ibunya tahu bahwa Glorya tidak memiliki bakat untuk dunia hiburan tetapi sekarang dia telah di paksa untuk melakukan banyak pekerjaan berat sebagai artis cilik dan model baju anak-anak.

Emely Redrigo yang sangat mencintai popularitasnya sangat terganggu dengan sikap lemah Glorya yang tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan sempurna. "Apa hanya itu saja yang bisa kau lakukan? Dasar sampah jika aku tahu kau tidak bisa berakting atau berfoto seperti anak-anakku maka sejak awal aku tidak akan membawamu kemari."

"Hiks ...." Glorya merasa sedih dengan perkataan dan tatapan mata ibunya. "Snif... Aku minta maaf ibu."

"Cih lihat apa yang akan Ayahmu lakukan saat mendengar anaknya tidak berguna."

Emely langsung pergi meninggalkan Glorya yang menghapus air matanya saat para staf membuka pakaian yang dia kenakan. Beberapa dari mereka merasa simpati dan menganggap bahwa kejadian seperti ini sudah sering terjadi pada anak-anak dari keluarga selebritis.

Setibanya di rumah Glorya langsung di tegur oleh Ayahnya yang mendapat laporan dari istrinya bahwa putrinya malas bekerja sehingga dia harus di hukum dengan menahan lapar selama semalam dan hanya bisa minum air satu gelas saja. "Itu hukuman untukmu, lain kali jangan pernah berfikir untuk malas saat bekerja."

Hati kecilnya semakin terasa sakit, Ayah yang selama ini dia anggap sebagai pahlawan terlihat begitu berhati dingin padanya yang masih anak-anak. Sejak awal Glorya tahu bahwa dia tidak memiliki bakat seperti saudara tirinya yang lain tapi dia masih berusaha keras supaya orang tuanya menyukainya dan sebagai hasil dia sama sekali tidak di sukai lagi.

Tahun 2003.

Di tahun ketiga Glorya benar-benar berhenti bekerja, Ibu dan Ayahnya menyerah untuk menjadikan putri kandung itu sebagai bintang dan lebih fokus pada ke tiga anak mereka yang lebih berbakat. Untuk menghindari paparazi mengambil foto Glorya yang mereka anggap sebagai aib Emely memutuskan untuk mengurung Glorya di sebuah ruangan khusus di atas loteng dimana dia tidak akan di ketahui oleh siapapun di sana.

Glorya sangat mengetahui bahwa dia di siksa tapi tidak berani berbicara atau melawan karena dia masi menginginkan cinta dari Ayahnya. Sejak dia di kurung di kamar loteng yang di penuhi debu dan kegelapan Glorya berhenti berhubungan dengan dunia luar bahkan saudara tirinya, walau terkadang saudara tirinya datang berkunjung untuk sekedar mengolok-olok dirinya dan memberikan makanan sisa.

"Bahkan hewan pun punya makanan yang lebih baik dari ini."

"Memangnya kau itukan hewan?." Seorang gadis muda yang memiliki fitur wajah centil melihat ke bawah dengan tatapan bosan. "Dengar yah ibu bilang mereka yang tidak bekerja tidak layak mendapat makan jadi bersyukurlah kau mendapat makanan sisa dariku." Makanan itu di letakan secara kasar di lantai yang kemudian di makan oleh Glorya dengan air mata yang mengalir. "Uung... Rasanya menjijikan."

Sepajang tahun Glorya merasakan siksaan bagai neraka yang di berikan oleh keluarganya bahkan ketika Glorya kecil memutuskan untuk memberontak ibu tirinya malah merantai Glorya membuatnya seperti seekor hewan di atap rumah tanpa rasa kasihan. "Anak j@lang sialan ini tidak bisa berhenti membuat keributan."

Saat ibu tirinya mengikat Glorya dia melihat Ayahnya membantu istrinya untuk mengencangkan rantai di lehernya. Bahkan Ayah juga. Harapan terakhirnya untuk menerima cinta telah hancur karena dia yang dulu pernah berbahagia bersama kini menjadi kesedihan paling dalam dalam hidupnya. Aku ingin mati saja ibu.

***

Tahun 2004.

Awal musim semi akhirnya tiba, bunga-bunga mulai bermekaran dan es-es yang mencair mulai membasahi aspal jalan yang lalui oleh kendaraan. Beberapa orang di lingkungan keluar dari rumahnya untuk menyambut tetangga mereka dengan hangat sambil bercengkrama ramah.

"...."

Tahun ini juga Glorya melewati musim dingin dengan buruk. Kondisinya sudah pada tahap ekstrim dimana kulitnya sangat kotor terkena kotoran dan debu, mata kanannya yang membengkak sudah mulai kehilangan penglihatan sejak tahun lalu saat putri pertama Emely memukulnya dengan tongkat besi tumpul. "Apa-apaan kenapa aku masih hidup." Dia merasa sangat kesal karena saat terbangun dia masih melihat dunia yang sama di kamar loteng yang gelap.

Tubuhnya sudah sangat kurus kering karena tidak memakan apapun selain roti busuk dan air putih bekas tampungan air. "Huhhh...." Glorya menyandarkan kepalanya dengan lemah kearah lubang yang mengarah ke pekarangan luar. Samar-samar dia melihat keluarganya sedang bercengkrama ramah dengan dua orang asing yang cukup familiar di benak Glorya tapi dia langsung mengabaikan pemandangan itu dan kembali tidur.

Di saat Glorya tertidur dia mendengar suara familiar. "Ada dimana barang-barang itu?." Perlahan suara semakin dekat kearah Glorya lalu berhenti tepat tak jauh darinya. Glorya yang menutup mata menebak bahwa yang naik ke atap saat itu adalah Ayahnya atau pelayan untuk mengambil barang tetapi.

Kenapa dia diam saja, jika sudah selesai cepatlah turun kebawah. Keheningan terjadi cukup lama membuat Glorya merasa tidak nyaman sehingga dia membuka matanya.

"...."

"Glo-!!!"

Fitur wajah yang cukup familiar dalam ingatannya namun siapakah pria itu, Glorya ingat dia pernah melihat wajah pria itu tapi tidak tahu dimana. "Glorya ...." Pria itu terlihat sangat terkejut, wajahnya terlihat sangat pucat. Mungkinkah dia takut melihat kondisiku? Ahhh... Jadi dia bukan orang rumah. Glorya tidak mengatakan apapun, dia hanya dia dan sesekali menutup mata berharap pria itu segera pergi dan tidak mengganggunya.

"Hah... Hah... Apa-apaan Ini!!!." Pria itu langsung turun ke bawah seperti berlari. Glorya mengabaikan hal itu dan kembali tidur untuk menghabiskan waktu, dia sudah terbiasa lapar bahkan jika ada makanan sekalipun dia tidak akan memakannya.

DUBRAK.

Suara benda jatuh terdengar dari bawah bersama dengan suara pertengkaran yang cukup heboh hingga Glorya yang biasanya tidak bisa mendengar apapun dari bawah mendengar suara teriakan dan makian keras dari bawah.

"BISA-BISANYA KAU MEMPERLAKUKAN ANAKMU SEPERTI HEWAN!!!."

Suara keras terus berlanjut selama beberapa menit lalu hilang yang kemudian di gantikan dengan suara langkah kaki terburu-buru menuju kamar atap. Saat pintu di buka seorang wanita paruh baya berambut merah masuk kedalam dengan tergesa-gesa, wanita itu juga langsung membuat ekspresi yang sama dengan pria sebelumnya namun lebih panik.

"YA TUHAN... BAGAIMANA BISA KALIAN MENYIKSA ANAK MU SENDIRI!!!." Wanita itu menjerit dan menangis lalu tanpa takut atau jijik dia menghampiri Glorya, memeluknya erat-erat sambil menitihkan air mata. "AAARG-!!! MAAFKAN AKU... MAAFKAN AKU!!!."

"...."

Pelukan wanita itu begitu hangat bagi Glorya, untuk pertama kalinya setelah 3 tahun akhirnya seseorang memeluk dirinya yang kotor. "RICHARD, DASAR BIADAB KAU BUKAN MANUSIA BESERTA ISTRIMU ITU!!!."

"Sudah Cukup Rain Kita Bawa Saja Glorya Pergi Ke Rumah Sakit Secepatnya!!!."

"Apa maksudmu membawanya pergi! Anak itu adalah anakku jadi aku tidak mengizinkannya untuk pergi dengan kalian."

"Richard lebih baik kau diam saja di tempatmu sebelum aku membunuhmu sumpah!." Pria itu berdiri seperti tembok yang kokoh, di bahkan tidak memiliki rasa takut sedikitpun saat berhadapan dengan Richard yang memiliki pengaruh di dunia hiburan.

"Aku peringatkan kau Fred JIKA-."

"Manusia sampah sepertimu benar benar harus di hajar dulu baru sadar!."

"Fred Abaikan Sampah Itu Bantu Aku Melepas Rantai Ini, Kita Harus Segera Membawa Glorya Ke Rumah Sakit Secepatnya!."

Mendengar kalimat itu dari istrinya Fred langsung mengambil sebuah kapal untuk memutuskan rantai yang dikaitkan ke tiang penyanggah.

"Lihat apa yang bisa kau lakukan di persidangan nantinya... Aku pasti akan memenjarakan mu." Setelah rantai terlepas kedua pasangan itu mendorong Richard menjauh lalu bergegas lari keluar dari rumah itu.

Mereka berdua keluar tanpa perlu meninggalkan sepatah kata kepada Ayah kandung Glorya dan lebih fokus untuk menyelamatkan nyawa anak di tangan mereka tapi sebelum itu. "Bawa anak itu pergi sejauh mungkin dari kami." Emely muncul entah dari mana, dia bersandar di dinding sambil meminum anggur dengan elegan.

"Oh aku akan lupa, ika kalian melaporkan hal ini pada polisi maka hal buruk tidak hanya akan terjadi kepada kalian tapi kepada anak itu juga." Wanita itu meletakan gelas lalu menyeka anak rambut yang terselip di dahinya. "Aku peringatkan kalian, jika citraku sampai hancur maka masa depan anak itu tidak akan pernah mulus."

"Hahhh... Jangan khawatir suamiku adalah abdi negara sebenarnya sangat mudah untuk menghancurkan kali tapi ingat ini apa yang kau tabur itulah yang akan kau tuai.

"Aku tahu wanita licik sepertimu ini akan lolos dari segala macam tuduhan mengunakan koneksimu jadi aku paham betul membawamu ke jalur hukum hanya akan buang-buang waktu saja."

"Kau tahu rupanya, kalau begitu senang berbicara dengan kalian." Dia mengunakan gerakan mengusir untuk mempersiapkan ketiganya keluar secepatnya. "Biar aku beritahu kalian anak itu pemalas dan tidak berguna dan selamanya akan begitu, dia parasit dan hama yang menjijikan karena itulah aku mengurung dan merantainya di atas atap supaya najisnya tidak menulari anak-anakku."

"...."

"...."

Mereka diam saja, tidak menanggapi hinaan Emely lebih jauh dan segera membawa Glorya yang sejak tadi diam saja, membiarkan keduanya membawanya keluar dari rumah yang telah menjadi saksi bisu penganiayaan dirinya selama 3 tahun. Mereka melakukan mobil dengan kecepatan penuh, melewati jalanan yang masih sepi pengendara sehingga mereka lebih cepat sampai ke rumah sakit terdekat.

Halaman 2. Pria Asing.

"Semalam adalah hal yang aneh menurutku." Ketika Glorya membuka matanya hanya ada kegelapan. Satu hal yang dia ingat dari kejadian beberapa saat yang lalu adalah bahwa sekarang dia telah pergi dari rumah mengerikan itu.

Samar-samar dari dekatnya terdengar suara percakapan antara 2 orang pria dan satu wanita. Mereka berbicara mengenai operasi dan transplantasi dari pendonor yang cocok. Beberapa kali Glorya mendengar perdebatan serta masalah biaya di bahas hingga dia kembali ke keadaan tertidur total.

"Salah satu matanya sudah buta total, mungkin karena terkena benda tumpul berkarat sedangkan yang satunya lagi sudah infeksi parah jika tidak ditangani secepatnya maka akan menjadi buta permanen yang membahayakan nyawa."

"Astaga Ya Tuhan... Setega itulah mereka dengan anak sendiri."

"Apa itu kdrt?."

Mengangguk.

"Yah begitulah."

"Sudah lapor polisi?."

"Nahhh... Mereka dari keluarga berada."

"Hummm... Kalau begitu memang sulit, buat laporan pun pasti tidak akan ditanggapi serius jika dia punya pendukung kuat di belakangnya."

"Lalu bagaimana Mervis?."

"Satu-satunya cara adalah operasi mata, aku juga akan memberikan cairan vitamin dalam infusnya untuk mengembalikan tenaganya, lihatlah anak ini dia sangat kurus seperti mayat hidup."

Sejenak wanita yang berada di sebelah dokter melihat kearah gadis kecil yang matanya tertutup dengan perban. Setiap kali dia melihat anak kecil itu bayangan masalalu dan sekarang tumpang tindih, membuat perbedaan yang begitu besar.

"Bisakah dia hidup seperti normal lagi setelah di operasi?."

"Tentu, tapi itu butuh biaya yang besar."

"Aku tidak perduli dengan biayanya jadi bisakah kalian melakukan operasi secepatnya."

Dokter yang merupakan teman dari kedua orang itu menghela nafas, meski dia tahu akan sulit untuk mendapat organ tubuh baru tetap saja dia akan membantu temannya walau sulit dan butuh waktu lama karena itu dia berkata kepada temannya. "Kalau begitu kalian harus bersabar, tidak mudah mencari kecocokan pendonor tapi aku akan usahakan, kuharap kalian bersabar dan fokus untuk pemulihan anak ini.

"Dia tidak bisa di operasi jika kondisi masih miris seperti ini, akan berbahaya nanti." Dokter menuliskan beberapa bahan dalam kertas lalu memberikannya kepada Fred. "Sekarang dia harus di rawat inap, Fred dan Mia kalian harus mengisi formulir terlebih dahulu untuk daftar tunggu aku akan usahakan kalian menjadi prioritas."

Fred yang terharu mendengar berita itu langsung memeluk temannya sambil berkata terima kasih dengan tulus. "Terima kasih teman... Terima kasih kau adalah penyelamat."

Ruangan kembali hening setelah ketiganya keluar kemudian wanita paru baya bernama Mia masuk kedalam. Dia melihat Glorya yang berada di atas ranjang pasien bergerak ringan.

"Bagaimana kabarmu? Apa tidurmu nyenyak?, dokter bilang mereka akan mencari donor mata yang bagus untukmu tidak perduli seberapa sulit itu ditemukan ... Hahh... Kamu akan baik-baik saja mulai sekarang." Mia langsung berbicara kepada anak itu dengan suara lembut tapi sedikit nada khawatir.

"Glorya yang malang, pasti sangat menyakitkan memiliki keluarga Gila seperti itu!." Tangan wanita itu menyentuh tangannya, memegangnya dengan erat seperti tidak akan melepaskannya dengan mudah. "Aku minta maaf karena datang terlambat... Seandainya saja kami datang lebih cepat maka-."

Glorya tidak berkata apa-apa, dia hanya mendengar wanita itu berbicara banyak hal sampai dia tertidur, menganggap bahwa suara dari wanita itu adalah lagi pengantar tidur paling menenangkan. Untuk pertama kalinya dalam 3 tahun dia bisa tidur nyenyak tanpa harus khawatir jika saudaranya datang untuk mengganggunya.

***

Hari ini adalah hari ke 21 dalam hitungan hari damai yang Glorya hitung mengunakan jarinya. Dia dan kedua orang yang menyelamatkannya sudah mulai familiar kembali. Awalnya Glorya yang tidak berharap apapun untuk hidup kini memiliki motifasi untuk hidup sekali lagi. Di Minggu ke 2 kedua orang yang sangat baik kepadanya mengungkapkan identitasnya.

Mereka berdua adalah Freddy Xerxes/49 tahun, dan Mia Angelina Xerxes/47 tahun. Mereka berdua merupakan salah satu kerabat jauh yang pernah bertemu dengan Glorya saat masih kecil ketika ibunya masih hidup. Keduanya adalah pasangan yang didiagnosa tidak bisa memiliki keturunan sejak lama.

Oleh sebab itu mereka dulunya sangatlah sayang kepada Glorya yang berusia 2 tahun, baru-baru ini setelah suami Mia pensiun mereka punya kesempatan untuk berkunjung menemui Glorya sekali lagi walau pertemuan mereka bukanlah pertemuan mengharukan melainkan bencana yang hanya menyisakan rasa sakit dan penyesalan.

"Glorya apa perbannya terasa nyaman."

"Sudah nyaman paman."

"Kalau begitu apa yang ingin kamu makan? Bibi akan masakan makanan enak untukmu."

Glorya tersenyum. "Aku akan makan apapun yang bibi buatkan."

"Oh Ayolah jangan begitu... Sesekali kamu harus meminta dibuatkan makanan."

Semakin hari demi hari mereka bertiga semakin dekat seiring membaiknya kesehatan Glorya. Keduanya jadi lebih sering berkunjung ke rumah sakit setelah teman dari Fred memberi berita bagus bahwa ada pendonor yang cocok dengan Glorya yang membuat keduanya menjadi senang dan tak henti-hentinya membagikan kebahagiaan mereka kepada Glorya dengan membawa banyak buah-buahan segar dan makanan bergizi lainnya.

"Jadwal terapi dua jam lagi jadi bersiaplah." Kata perawat yang sedang menganti cairan infus.

"Baiklah."

Setelah perawat pergi keduanya mempersiapkan Glorya untuk pergi keruang terapi. Sebelum tiba di sana Fred menghentikan kursi roda untuk mengangkat ponselnya yang berdering sedangkan Mia entah kemana. Saat Glorya merasa Fred menjauh untuk berbicara dengan seseorang dari telfon tiba-tiba suara seorang pemuda terdengar dari arah kanan berbicara kepadanya.

"Hari yang indah bukan." Kata pemilik suara.

"...."

"Oh maaf aku tidak tahu kalau kamu tidak bisa melihat." Pria di sebelah terus mengajaknya berbicara walau Glorya mengabaikannya.

"Ada apa dengan kedua matamu?."

"Sakit."

"Oooh! Sekarang kau mau berbicara."

Glorya mendengar pria itu berbicara dengan penuh semangat saat dia menjawabnya barusan. "Bagaimana denganmu kakak? Apa kamu juga sedang sakit?."

"Hemmm... Coba tebak?."

"Jadi kakak sedang sakit yah."

"Benar! Bagaimana bisa kamu tahu... Hebat apakah kamu peramal?."

"...."

".... Hahaha... Kamu ini anak yang pendiam rupanya."

"Ada dimana keluargamu?."

"...."

"...? Apa lelaki yang sedang mengobrol dengan ponselnya disana adalah Ayahmu?."

"Tidak, dia paman ... Ku."

"Jadi begitu... Kalau begitu dimana ibu dan Ayahmu?."

"...."

"Hem?."

"Ibu ku sudah meninggal."

"Ohps... Maaf aku tidak tahu."

"Tidak masalah."

"Lalu Ayahmu?."

"...."

"Ada dimana Ayahmu?."

"Sudah Mati." Nada suara Glorya berubah total saat mengatakan itu dengan tegas.

Pemuda itu langsung tersenyum. Nampaknya kamu punya nasib yang sial dengan keluargamu."

"Bagaimana kau tahu? Apa kakak seorang peramal?."

"Ppffftt... Hahaha...." Perbincangan mereka berlangsung singkat, sampai Glorya merasa bosan dan berharap Mia atau Fred menjemputnya segera.

"Aku tidak bisa hidup lebih lama lagi." Tiba-tiba pria muda yang Glorya tidak ketahui namanya itu membahas hal sensitif, membuat Glorya sedikit tertarik.

"Kenapa kakak tidak bisa hidup lebih lama?."

"Hemmm...." Pria muda itu terdengar merenung sejenak sambil mengetik senderan kursi roda Glorya. "Jangan dikatakan kalau tidak mau."

"Tidak-tidak aku akan katakan... Ini karena aku mengunakan kekuatanku terlalu berlebihan saja."

"Mengunakan kekuatan berlebihan?."

"Yap, percayakah kamu bahwa dunia ini ada banyak orang yang memiliki kemampuan super?."

Halaman 3. Operasi Mata.

"... Tidak."

"Hem? Kenapa? Biasanya anak-anak akan tertarik dengan pembahasan prihal astral dan supranatural."

"Jika itu memang ada maka aku harap punya satu."

"Jika kamu punya satu maka akan kamu gunakan untuk apa?."

"Membunuh keluargaku." Jawaban inklusif langsung keluar dari mulut Glorya. Membuat pria muda itu terkejut, sesaat pria itu berfikir bahwa gadis kecil di depannya saat ini akan menjadi psikopat mengerikan saat besar nantinya.

"Mengapa kamu ingin membunuh keluarga mu?."

"Mereka merebut kebahagian ku dan membuatku makan kotoran selama tiga tahun."

"Waw... Keluarga yang mengerikan, apa mereka juga yang membuat matamu sampai seperti itu?."

"...."

"Aku anggap itu sebagai ya, Hahhh... hidup benar-benar penuh coba-."

"Bagaimana dengan kakak? Kakak masih belum menjawab kenapa hidup kakak tidak akan lama lagi."

"Akukan sudah bilang kalau aku mengunakan kekuatanku berlebihan."

"Aku tidak percaya padamu."

"Yang benar saja... Kita baru bertemu sebentar dan kau sudah tidak percaya kepadaku."

"Kata paman jangan percaya kepada siapapun yang mencoba baik kepadamu."

"Hahaha... Benar, jangan mempercayai siapapun yang baru saja kamu kenal sebentar." Pria muda itu menepuk kepala Glorya dua kali lalu berbisik. "Ini hanya rahasia kita, aku punya kekuatan untuk mengendalikan banyak orang lewat tatapan mataku."

"Hem???."

"Seperti hipnotis."

"Hipnotis? Apa itu?."

"Kamu akan tahu nanti saat dewasa, ngomong-ngomong apakah kau akan melakukan operasi mata?."

"Ah iya... Begitu kata paman Fred."

"Aku merasa iri dengan pendonor matamu... Kalau sudah melihat kembali apa yang akan kau lakukan?."

"Balas dendam."

"Kamu anak yang penuh dendam ternyata... Dendam itu tidak baik untuk kesehatan."

"Aku tidak perduli."

Tersenyum.

"Kalau begitu kamu butuh kekuatan untuk melakukannya, sampai jumpa lagi anak baik." Pria muda itu menjauh dari Glorya yang kemudian di gantikan oleh pamannya yang datang tergesa-gesa.

"Glorya kita harus kembali ke kamarmu, hari ini dokter mengatakan bahwa terapi akan di tunda."

"Apa ada sesuatu yang terjadi paman?."

"T-tentu saja tidak hanya ada sedikit masalah pada pendonor mu makanya kamu harus kembali kekamar dulu supaya paman dan bibi mengurusnya lebih cepat."

"Baiklah."

Glorya mengangguk lalu di bawa pergi oleh Fred kembali kekamar pasiennya, disana dia kembali di baringkan di tempat tidur dengan nyaman. "Paman akan segera kembali Glorya jangan kemana-mana oke."

"Oke."

Setelah itu Fred pergi keluar dan tidak kembali bahkan setelah 1jam berlalu kemudian 2 dan 3 jam kemudian. Didalam kamar Glorya tidak bisa tidur, dia masih memikirkan perkataan pria muda asing yang sempat berbicara kepadanya. "Hipnotis."

Di jam ke 4 Glorya akhirnya tertidur dan disitulah Fred, Mia dan dokter masuk kedalam kamar, wajah mereka terlihat frustasi. "Bagaimana bisa pendonor menolak transfusi setelah menanda tangani surat perjanjian."

"Sialan... Padahal aku sudah bekerja sangat keras untuk ini. Kotoran!."

"Apa tidak ada pendonor lainnya???."

"Sangat sulit Mia... Satu pendonor saja sangat sulit untuk ditemukan apalagi yang sudah pernah gagal seperti in-."

Tok Tok Tok....

"Siapa?."

"Bisakah aku masuk?." Dari luar dengar suara seorang pria.

Membuka Pintu.

"Hem? Siapa?."

Tersenyum.

"Saya temannya anak itu."

"Temannya Glory- ah! Temannya Glorya." Mia mempersilahkan pria muda berambut panjang, bermata biru seperti warna laut dan sangat tampan itu masuk kedalam. "Siapa itu Mia?."

"Temannya Glorya...."

"Teman? Apa yang kamu mak- oh benar temannya Glorya aku baru ingat."

"Aku bahkan hampir lupa." Ketiganya tertawa canggung, tatapan mata mereka menjadi kosong saat mereka bertatapan mata langsung dengan pria muda itu.

"Aku dengar ada masalah dengan pendonor Glorya apakah itu benar."

"Yah begitulah, beberapa saat yang lalu pihak pendonor membatalkan transaksi begitu saja benar-benat menyebalkan."

"Hemm... Sangat buruk. Ah! Kalau begitu bagaimana jika....."

Percakapan ke empatnya kembali berlangsung tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Mereka melakukan jabat tangan lalu kembali ketempat mereka masing-masing setelah jam menunjuk pukul 5 sore.

****

Seminggu telah berlalu sejak Glorya mengetahui dari pamannya bahwa operasinya akan ditunda yang kemudian akan di laksanakan malam ini pukul 11 malam. Berbagai macam persiapan telah di lakukan oleh pihak Glorya diantaranya menyiapkan seluruh berkas-berkas penting dan data kesehatan Glorya yang telah membaik.

"Glorya... Setelah ini selesai kita akan hidup bersama, kamu tidak perlu kembali lagi kerumah menyeramkan itu, bersama bibi dan pamanmu kita akan hidup bahagia seperti yang ibumu lakukan."

"Aku tidak mengharapkan banyak bibi." Glorya menjawab pernyataan Mia dengan senyum hambar seolah dia tidak pernah mengharapkan apapun lagi dari kebahagiaan.

"Snif... Bibi minta maaf."

"Mia kita harus berangkat sekarang."

"Oke."

Waktu menunjukan pukul 10.30 malam. Sengah jam lagi sebelum operasi di mulai, kedua pihak harus sudah berada di ruangan yang telah di siapkan.

"Bibi siapa yang mau merelakan matanya untukku?."

"Ahh... Itu adalah temanmu bukankah kamu sudah tahu sebelumnya?."

"Teman? Sejak kapan aku mempunyai teman?." Waktu berjalan cepat, kini tibalah waktu operasi di mulai. Mata Glorya yang ditutup dengan kain perban khusus selama satu bulan dibuka untuk pertama kalinya, menampilkan kelopak mata yang gelap dengan bola mata berwarna putih bersama dengan iris mata.

"Kita akan mulai operasinya."

...🌸....🌸....🌸...

"Glorya!"

"Glorya???."

BIP... BIP... BIP...

"Operasinya berjalan dengan baik, Kita hanya butuh 1 Minggu Sampai perbannya bisa kita buka."

"Huhhh...." Kemari tangan Fred merinding, dia sangat ketakutan karena berbagai bayangan buruk terjadi selama operasi.

"Untuk sekarang mari kita lakukan apa yang pria itu miri kita menunggu sekaligus melakukan apa yang pria itu katakan sebelumnya."

"Yah kamu benar, kita harus melakukan semuanya seperti yang dia katakan."

Ketiganya keluar dari kamar setelah memastikan bahwa Glorya mendapat perawatan terbaik. Mereka pergi ke ruangan jenaza ke tempat dimana mayat seorang pria muda berambut panjang dibaringkan. Mayat itu di tutup dengan kain putih sama dengan mayat lainnya di tempat itu.

Sesuai dengan perjanjian mereka sebelumnya. Mia akan mengambil semua barang yang tercatat sebagai milik pria itu yang nantinya akan di berikan kepada Glorya. Kemudian mereka membawa mayat pemuda itu menuju ruang kremasi untuk dibakar, meletakkannya di wadah khusus untuk di makamkan di tempat yang memiliki pemandangan air laut.

Dengan senang hati Mia dan Freddy melakukan semuanya. Sebagai bentuk terima kasih kepada pria yang memberikan mata untuk Glorya secara gratis dan hanya meminta hal sederhana untuk pemakamannya.

"Mari beri penghormatan terakhir untuk beliau, kita akan mengenang kebaikan hatinya dalam menyelamatkan Glorya kita."

***

1 Minggu berlalu dan perban sudah bisa dibuka. Perlahan dokter spesialis membuka balutan perban mengunakan gunting khusus.

Skap.

Perban terakhir jatuh kelantai.

"Baiklah kamu bisa membuka matamu sekarang perlahan."

Sesuai dengan arahan dokter Glorya membuka matanya, merasakan tidak nyaman saat membuka mata barunya. "Pandanganku buram!."

"Kedipkan beberapa kali perlahan sampai visimu menjadi jelas."

"...."

Berkedip.

Glorya berkedip sebanyak 6 kali hingga gambar visual yang di sampaikan oleh matanya menjadi jelas. Air mata langsung jatuh dari mata barunya. "Hiks... Sudah tiga tahun aku tidak melihat sejelas ini." kata Glorya sambil menangis haru.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!