NovelToon NovelToon

Transmigrasi : Menjadi Ibu Di Dunia Seribu Pintu

Prolog

*

*

"Emang gabisa gitu bulan ini libur aja perginya?" Tanya wanita paruh baya, menatap seorang gadis yang sedang mengemasi baju ke dalam koper.

"Aduh, Ma. Gabisa, lah, kan udah biasa setiap tanggal 1 sampai 5 aku selalu pergi. Aku juga gak sabar banget mau lihat gedung seribu pintu di wisata Lawang Sewu! Ugh, apa nanti bakal kelihatan kayak gedung hantu atau enggak ya, Ma?" Balas gadis tersebut, pura-pura excited dengan perjalanan yang akan dijalaninya dalam beberapa jam.

"Karina, entah kenapa tapi Mama kayak gak ikhlas deh ngijinin kamu keluar kali ini. Bulan depan aja gimana? Oke? Mama lipatin deh uangnya, hmm?" Bujuk wanita paruh baya, alias ibu dari Karina.

"Ma, aku udah beli tiket kereta loh, sayang uangnya nih. Masa mau dibuang? Papa capek-capek kerja tau, Ma." Balas Karina.

"Ma, jangan capek-capek bujuk adek. Dia gak akan mau batalin jadwal perjalanannya. Kemarin Abang suruh batalin juga malah ngerajuk, marah-marah gak jelas. Biarin aja dia, biarin lihat nanti akibat dari ngebantah permintaan Mama." Ucap lelaki dewasa yang melongokkan kepala ke kamar Karina.

Akhirnya, ibu Karina menyerah. Anak sulungnya benar, Karina keras kepala jika sudah menyangkut jadwal perjalanannya. Ia hanya bisa menghela nafas dan mengangguk membiarkan anak bungsunya pergi dengan beberapa nasihat agar Karina tidak berlaku dan bersikap sembarangan di tempat bersejarah tersebut.

Berdebat dengan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di depannya memang tidak akan pernah membuat dirinya menang. Apapun, selalu kalah telak karena ibu Karina sendiri tidak akan pernah bisa menolak permintaan putri bungsunya.

Baik ibunya, kakaknya, dan ayahnya, tidak akan ada yang menang melawan keinginan Karina jika ia sudah bersikeras.

Dan disinilah Karina berada sekarang, setelah menempuh perjalanan berjam-jam dengan kereta, ia akhirnya sampai di kota tujuan dengan aman.

Membuka kamar di hotel terdekat untuk menyimpan barang, Karina lalu pergi istirahat sebelum akhirnya besok pergi ke tempat tujuan untuk sekadar berfoto.

"Cih! Siapa yang mau lama-lama ke tempat kayak gedung hantu begini? Mending jalan-jalan ke taman Salokanya buat seneng-seneng!" Gumam Karina yang saat ini sedang berbaring, seraya membuka situs pencarian yang menampilkan lokasi gedung seribu pintu di wisata Lawang Sewu. 

Nama tempat wisatanya adalah Lawang Sewu, sedangkan Lawang Sewu sendiri secara harfiah adalah gedung seribu pintu. Sebetulnya sama saja, tapi orang-orang juga banyak menyebut gedung seribu pintu. Jadi untuk membedakan nama wisata dan nama gedungnya, Karina sengaja menyebut Wisata Lawang Sewu dan Gedung Seribu pintu.

Untuk apa Karina melakukan hal ini? Tidak ada tujuan, hanya menambah pencitraan dan menjaga nama baik Ayahnya. Yah, jika dirinya bersikap baik, nama orang tuanya yang akan melambung kan?

Begitu saja, Karina yang saat itu kelas dua sekolah menengah atas, pertama kali berpikir tentang mengunjungi tempat-tempat bersejarah sebagai kedok atas hobinya yang senang menghamburkan uang.

"Udahlah, lagian aku foto doang besok, habis foto cus ke taman saloka!" Pekik Karina senang, ia kemudian menarik selimut sebatas dada lalu memejamkan mata.

Keesokan Harinya.

"Wow, rame juga. Gak nyangka, bakal serame ini?! Ah, harusnya aku ngambil hari kerja aja buat kesini." Gerutu Karina setelah berada di depan pintu masuk wisata Lawang Sewu. Terlihat sedikit kesal karena harus mengantri untuk sekadar masuk saja.

Setelah beberapa menit, akhirnya Karina dapat masuk dan menghela nafas segar. Di dalam ternyata sangat luas, dan Karina takjub melihat pemandangan didepannya.

"Gila, baru kali ini aku kagum sama tempat wisata. Bukan main, ini gede banget, dan bener-bener pintunya banyak!" Gumam Karina dengan mata memindai keseluruhan gedung dengan banyak pintu di depannya.

Karina berjalan masuk, kini dirinya berada di tengah gedung. Melihat sekeliling, meski tampak seperti gedung hantu benaran, tapi Karina takjub, gedungnya terurus. Ia bahkan lupa dengan tujuan awal yang hanya mau sekedar berfoto saja.

Karina pikir, kali ini saja, biarkan dirinya masuk dan berkeliling untuk melihat gedung tersebut. Tidak ada salahnya, lagipula bagus juga jika Karina benar-benar tertarik dengan tempat bersejarah. Banyak pengetahuan yang masuk ke otaknya.

"Lihat! Burung di dalam gedung!"

"Cantik sekali, kejar!"

"Jangan sampai lepas!"

"Milikku, hahaha!"

"Jangan rebut, itu milikku, biarkan aku menangkapnya!"

"Ah, jangan menghalangi!"

"Jangan kejar, untukku, untukku!"

Pekikan-pekikan kecil terdengar sangat ribut di telinga Karina yang sedang Asyik mengamati gedung. Karina kemudian berbalik untuk melihat keramaian.

Tapi kedua bola mata Karina melebar ketika berbalik, mendapati burung terbang ke wajahnya, ia tak siap dan akhirnya jatuh. Anak-anak yang berlarian juga seolah tidak peduli dengan keberadaannya, dan terus berlari mengejar burung, menginjaki Arina.

Arina yang setelah terjatuh membenturkan kepalanya ke lantai gedung, akhirnya tak sadarkan diri setelahnya. Dengan rasa sakit yang mengiringi, dan suara berisik anak-anak nakal yang menginjaknya, mengumpat dalam hati, sebelum benar-benar kehilangan kesadaran.

Satu yang tidak di sadari Arina, adalah bahasa dari anak-anak tersebut yang terdengar baku. Tapi siapa yang peduli? Karina yang kejatuhan musibah, bahkan tidak sempat menyelamatkan dirinya sendiri.

*

"Ugh, sakit banget. Sialan, tau gini aku gak akan masuk gedung tadi!" Kesalnya seraya memegangi kepala. Ia kemudian bangun, dan melihat sekeliling.

Membelalakkan kedua matanya, ia terkejut, kenapa dirinya masih ada di gedung? Apa tidakada orang yang menolongnya? Tidak mungkin, gedung begitu ramai, kenapa dirinya ditinggalkan sendirian?

Mengingat empati dan simpati orang-orang di negaranya, tidak mungkin Karina ditinggalkan sendirian dalam keadaan tidak sadarkan diri. Setidaknya akan ada satu orang yang menolong dan membawanya ke rumah sakit, bukan?

Tapi, apa ini?

Melihat sekitar lagi, Karina refleks menggigil. Giginya gemetar, rasa takut menyeruak masuk ke dalam hatinya.

Sepi sekali. Gedung juga masih terlihat terang. Ini masih siang hari. Tapi kenapa tiba-tiba menjadi sepi? Apa gedung tiba-tiba ditutup dan Karina tidak tahu?

"Apapun itu, aku harus cepat pergi dari sini." Gumamnya, kemudian bangkit dengan tubuh yang sakit, kakinya bahkan tertatih ketika ia berjalan dua langkah.

"Gara-gara anak-anak nakal tadi! Kalau aja aku bisa ngehindarin mereka, ugh! Mama, aku kesakitan." Ucapnya berjalan tertatih ke pintu keluar.

Tapi ia tidak kunjung sampai, entah sejak kapan ia berputar di tempat yang sama. Dan ia baru menyadari semuanya.

"Apa-apaan ini?!" Pekiknya frustasi.

Tapi ia masih tetap menjaga kondisinya, dan tetap tenang. Memikirkan pintu masuk yang di lewatinya sebelumnya, kemudian ia melihat sekitar, kemudian anak-anak, dan, "Ah! Kenapa anak-anak nakal itu pake bahasa formal? Terus, burung pelangi? Kenapa tiba-tiba ada burung pelangi? Mama.... ugh,  Sial! Jangan bilang ini di dimensi lain?!" Teriaknya Frustasi.

*

*

Lari dari Penjara

*

*

"Nona, sadarlah! Cepat, kau sedang dalam bahaya sekarang!"

"Nona! Jika kau tidak bangun sekarang, dalam satu jam kepalamu akan dipenggal!"

"Nona! Aku mohon, bangunlah!"

"Nona! Kau harus menyelamatkan dirimu sendiri!"

"Nona! Jika kau mati disini, maka selamanya kau tidak akan bisa kembali!"

"Nona!"

Karina, yang dipanggil Nona oleh peri kecil yang terbang di hadapannya, kini masih terbaring tak sadarkan diri di atas jerami yang ditumpuk di sebuah penjara yang tidak ada penerangan sama sekali.

Suasana gelap gulita. Selain itu, juga sepi.

Karina adalah satu-satunya orang yang ada di dalam penjara. Di penjara terdalam yakni dengan tuntunan hukuman paling besar. Dengan kata lain, Karina adalah penjahat paling diwaspadai keberadaannya.

Mendengar pekikan yang terus menerus di dalam keheningan dan kegelapan, akhirnya sedikit demi sedikit, Karina pun menggerakkan tubuhnya sampai akhirnya ia membuka mata dengan lemah.

Melenguh kecil, ia memegang kepalanya yang berdenyut.

"Nona! Kau akhirnya sadar. Cepatlah, pulihkan dirimu. Kita harus segera melarikan diri. Jangan sampai kau benaran di eksekusi. Misimu masih belum selesai, ini bahkan baru dimulai. Dan kau harus kuat untuk menyelesaikan semuanya, jika kau ingin kembali." Ucap peri laki-laki kecil berwarna biru.

"Bantu aku memulihkan diri, cepat!" Titah Karina yang langsung mendudukkan diri, bersila dengan tangan yang disimpan di atas kedua paha yang disilakan tersebut.

Peri kecil biru tersebut tidak banyak bicara lagi, dan langsung menyalurkan kekuatan birunya pada Karina.

Meski kecil, tapi kekuatannya besar. Karina sendiri mendapat banyak manfaat darinya. Kini, perlahan Karina pun pulih dan vitalitasnya kembali setelah beberapa saat menerima kekuatan dari peri kecilnya.

"Blue, buka sistem dan beli alat yang bisa memotong jeruji besi. Aku akan memotong jerujinya pelan-pelan. Tapi sebelum itu, taburkan Pixie dust pada para penjaga, buat mereka tidur lelap." Ucap Karina.

Sudah satu Minggu sejak ia memasuki dimensi baru. Dan ia sudah banyak menyesuaikan diri. Meski pada awalnya ia kesulitan untuk beradaptasi, tapi karena keadaan, ia pun mau tidak mau harus cepat menguasai diri.

Ingin marah, kesal, emosional.

Semuanya Karina rasakan. Apalagi ia hanya seorang gadis manja yang senang menghamburkan uang, dan tiba-tiba masuk ke dimensi lain. Terlebih, di hari kedua ia masuk, ia sudah dihadapkan pada kondisi hidup mati.

Ia terbangun di tubuh wanita lain dengan luka di sekujur tubuh. Kesakitan. Karina menebak jika ia baru saja jatuh dari atas tebing. Tapi untungnya ada Blue, peri kecil yang menemaninya menyelesaikan misi di dunia baru.

Karina dengan cepat pulih. Tapi, ketenangan hanya sementara, karena ternyata wanita tersebut sedang di kejar oleh banyak tentara dan orang-orang yang berpakaian kuno.

Dimensi yang Karina masuki adalah Dunia Seribu pintu. Sama hal nya dengan nama tempat bersejarah yang ia masuki. Gedung Seribu Pintu di kehidupannya, dan Dunia seribu pintu di dimensi yang baru ia masuki satu Minggu lamanya.

Memang benar tempatnya persis sama. Tapi, tampilan dalam gedung seribu pintu, hanya tampilan luar dari Dunia seribu pintu. Aslinya, di dunia seribu pintu hanya ada 10 buah pintu besar. Dan masing-masing pintu mempunyai penguasanya tersendiri.

Dan dari ke 10 penguasa, tentunya ada satu yang paling berkuasa. Sama halnya seperti Raja dan para menterinya. Raja penguasa jatuh koma dan 1 di antara banyaknya penguasa yang taat, dengan licik ingin mengambil alih tahta karena keserakahannya.

Dan hal tersebut menjadi kontra di antara 9 penguasa lainnya. Banyak yang tidak setuju karena hal tersebut bisa merusak tatanan Dunia Seribu Pintu. Terlebih, setiap 1 tahun sekali, semua penguasa akan mengadakan pertemuan di luar 10 pintu tersebut. Yakni tempat dimana Raja penguasa tinggal. Dan setiap 10 tahun sekali, semua rakyat yang berada di bawah kepemimpinannya termasuk 10 penguasa juga bisa ikut keluar untuk perayaan.

Seperti halnya festival di dunia nyata.

Di adakan 10 tahun sekali, karena pengaturan dari ke 10 penguasa untuk rakyatnya harus benar-benar tertata rapi dan keamanan bagi semua rakyat dari setiap pintu juga harus dipastikan baik. Karena sama halnya di dunia nyata, di Dunia seribu pintu juga ada saja yang berlakon menjadi penjahat.

Mencuri, merampok, membunuh, melecehkan, para penjahat selalu ada setiap kali perayaan di adakan. Juga tidak bisa dengan mudahnya ditangkap, karena beberapa penjahat mempunyai kekuatan ajaibnya sendiri. Selain itu, banyak sekali orang di perayaan, ke 10 pemguasa bahkan kewalahan menangani hal yang secara turun temurun tersebut selalu ada.

Kemudian, karena adanya pemberontakan, tatanan Dunia seribu pintu perlahan berubah berantakan. Bahkan beberapa penguasa ada yang berubah haluan, menjilat orang yang memberontak ketika diiming-imingi keuntungan.

Mendapat pengikut, pemberontak semakin menjadi, memaksa naik tahta dan mengusir keluar keluarga Raja penguasa. Tersisa sekitar 4 orang yang tetap berpegang teguh dan setia pada Raja penguasa serta tradisi dan adat turun temurun Dunia Seribu Pintu. Dan sialnya, ke empat orang ini menghilang begitu saja. Membuat kekuasaan setiap pintu semakin berantakan karena dihuni orang-orang licik.

Situasi damai dunia seribu pintu menjadi berantakan, tidak lagi damai, dan banyak kejahatan dimana-mana. Orang-orang dari atas tidak peduli lagi pada rakyat kecil yang tiap harinya menderita. Sampai akhirnya, dua anak muncul, menjadi bos besar yang menumbangkan pemberontak yang sebelumnya mencuri tahta.

Atas kejadian itu, Dunia yang awalnya aman dan damai di dunia seribu pintu, seketika hancur. Tidak menyisakan satu penghuni pun.

Dan setelah semuanya terjadi, Blue, sebagai penjaga Dunia seribu pintu sempat lalai akan tugasnya, memaksa memutar waktu ke saat dimana semua kekacauan baru saja di mulai, kemudian ia menarik Karina masuk setelah memastikan takdir antara dirinya dan Gedung Seribu Pintu.

Alhasil, setelah banyak pertimbangan, Karina pun masuk dengan cara yang tidak menyenangkan. Sedikit kesalahan Blue lakukan, dan Karina berakhir pingsan dengan tubuh terinjak-injak oleh beberapa anak kecil.

Karina tidak terima pada awalnya. Tapi, karena tidak ada pilihan, Karina akhirnya dengan marah menerima misi dari Blue. Peri kecil berwarna biru, si penjaga Dunia Seribu Pintu, untuk menyelamatkan Dunia tersebut.

Alhasil, beberapa kali kesulitan dan situasi genting yang dihadapi Karina, bisa lebih mudah ia hadapi asal ia bisa tetap tenang dan berpikir matang.

"Sedikit lagi! Bantu aku!" Ucap Karina dengan kedua tangan memegang gergaji besi. Memotong jeruji yang kini sudah setengahnya terpotong. "Bantu awasi sekitar. Jangan sampai ada penjaga lain yang menemukan kegiatanku." Lanjut Karina, setelah Blue menghampirinya dan ikut menggerakkan gergaji besi dengan kekuatan perinya.

"Selesai! Cepat, siram aku dengan Pixie dust. Buat aku menghilang dari pandangan orang-orang!" Titah Karina lagi. Kemudian buliran serbuk kuning yang disiramkan Blue pada Karina terlihat. Berkilau dengan indah.

Setelahnya, Karina kemudian keluar penjara dengan langkah cepat. Beberapa kali menghindari penjaga yang hampir di tabraknya. Meninggalkan penjara yang masih ada dalam ilusi peri yang Blue terapkan.

"Cepat, cepat, lari sejauh mungkin. Kita baru saja masuk, jangan sampai tertangkap dan mati. Jangan sampai gagal di percobaan pertama!" Pekik Karina dengan tubuh yang menghilang. Ia bahkan sudah beradaptasi dengan bahasa di Dunia tersebut, meski sesekali seringkali keceplosan memakai bahasa di dunianya.

*

*

Ibu Tiri?!

*

*

"Disana!"

"Sial! Blue, masa pakai Pixie dust sudah habis. Cepat berikan aku Pixie dust lagi! Mereka hampir mengejarku!" Pekik Karina dengan keringat di sekujur tubuh.

Ia berhasil melarikan diri dari penjara. Tapi setelah sedikit jauh berlari dalam keadaan hilang, akhirnya orang-orang yang menjaga penjara sadar dan menemukan Karina tidak ada di dalam penjara.

Kemudian semua tentara dikerahkan di seluruh ibukota. Dan Karina yang memang belum keluar dari ibukota malah langsung ketahuan ketika bubuk Pixie Dust milik Blue hilang, karena saking banyaknya orang yang mencarinya.

"Nona! Pixie Dust ku tidak ada lagi. Tadi sudah dipakai untuk beberapa penjaga di penjara. Yang terakhir adalah untukmu. Dan ada waktu untuk menampung Pixie Dust lagi. Itu dalam 6 jam!" Jelas Blue yang terbang dengan raut cemas di samping Karina yang berlari dengan raut tegang.

Mengumpat dalam hati, ia tidak banyak bertanya lagi dan terus berlari dengan perasaan gelisah dan cemas yang tinggi. Ingin menangis meratapi nasib pun rasanya sulit.

"Sistem! Cari barang yang berguna, tolong, Blue." Ucap Karina tiba-tiba teringat. Karena selain Blue, ada Sistem juga yang datang bersama dengannya untuk membantu Karina.

"Oh benar, ada bubuk Pixie juga di sistem. Tapi, nona, harganya 3 kali lipat dari harga gergaji tadi. Juga, isinya hanya sedikit. Kau yakin mau membelinya?" Tanya Blue.

"Beli saja! Nanti aku bayar ketika mendapat poin. Di depan ada kereta yang melaju. Mari naik kesana dan bersembunyi untuk sementara waktu. Selagi menunggu bubuk Pixie bekerja." Ucap Karina dengan nafas terengah.

Begitu sampai di depan kereta, ia akhirnya menetralkan nafas terengahnya. Tidak ada suara apapun selain suara nafas Karina. Tengah malam, ibukota sepi, tapi tidak benar-benar sepi karena para tentara sedang mencarinya.

Sudah 3 jam sejak dirinya melarikan diri dari penjara. "Bergerak cepat. Kita harus menuju gerbang ibukota agar bisa keluar dari ibukota." Bisik Karina susah payah. Ia kelelahan.

"Pakai bubuk Pixie nya lebih dulu, nona. Mari gunakan kereta ini. Aku akan mengendalikannya. Biarkan orang lain mengira ini kereta berhantu. Yang terpenting kita sampai ke gerbang ibukota." Ucap Blue.

Kemudian kereta melaju di tengah heningnya malam. Tapi kereta tetap kereta, suaranya sedikit kencang dan menarik perhatian beberapa tentara. Membuat Blue mempercepat laju keretanya.

Sampai akhirnya, kereta hampir sampai di gerbang, tapi tentara sudah menghadang. Membuat Blue menghentikan keretanya.

"Nona turun, mari lari ke gerbang. Aku akan membuka paksa gerbangnya." Pekik Blue. Pada Karina yang sudah dalam keadaan tak terlihat.

Melihat Blue kesulitan, Karina pun mau tak mau menjadi sangat ketakutan, sampai air mata menetes dari matanya. Tapi ia menahan diri, meski gelisah dan cemas, juga gugup, ia tetap dengan patuh mengikuti instruksi Blue yang berusaha menyelamatkannya.

Gerbang akhirnya terbuka, para tentara yang berjaga seketika termundur, terkejut karena gerbang tiba-tiba terbuka sendiri. Sedetik kemudian, para penjaga gerbang memekik dan mendekati gerbang untuk kembali menutup gerbang dengan cepat.

Karina berhasil keluar bersama Blue, keduanya kemudian kembali berlari. Tapi bubuk Pixie yang dibelinya sangat sedikit. Sudah satu jam setengah sejak ia memakainya. Ketika hampir mencapai ujung hutan di luar ibukota, Karina kembali terlihat.

"OH TIDAK, DIA TIBA-TIBA DI LUAR IBUKOTA! DI SANA! UJUNG JALAN!"

Teriakan nyaring tentara yang berada di atas benteng membuat para penjaga dan tentara lain yang sedang mencari dan menutup gerbang seketika teralih perhatiannya.

"BUKA GERBANGNYA!"

Sejak itu, Karina kembali berlari dengan susah payah. Berlari sekuat tenaga menghindari kejaran tentara. Setelah satu jam berlari kencang, Karina semakin lama semakin kesulitan melihat jalanan yang gelap. Cahaya Blue juga memudar karena kekuatannya terkuras.

"BLUE! KENAPA KAU MEMASUKKANKU KE TUBUH BURONAN BESAR INI?! ARGH, SIALAN!" Teriak Karina emosi dengan keringat bercucuran. Lelah, dan gelap.

Karina kesulitan melihat jalan sampai tidak sadar ada batu di depannya. Tersandung dan berguling. Sialnya, Karina mengarah ke arah tebing. Membuatnya terjun, berguling, dan terbentur beberapa kali. Di sisi lain, Blue berusaha menyelamatkan Karina. Ia mengerahkan kekuatan terakhirnya, membungkus jiwa Karina dengan cahaya agar jiwanya tidak ikut menghilang. Karena blue bisa memastikan, tubuh yang baru saja dihuni Karina tidak akan bisa ditempati lagi setelah ini.

"B-blue... sa-akit, s-sakit sekali..." Lirih Karina dengan kepala berdarah dan sekujur tubuh penuh luka.

Dengan lemah menatap Blue yang semakin meredup. Tangannya dengan lemah berusaha meraih Blue yang juga tergeletak tak jauh darinya.

*

"Hah... Hah..."

Karina terbangun dengan rasa sakit di kepala. Sekujur tubuhnya berkeringat. Jantungnya berdebar keras. Gelisah, gugup, dan cemas.

"Oh tidak! Ibu tiri bangun lagi! Cepat, cepat panggil kakak Deraga untuk mengatasinya." Pekik seorang bocah laki-laki berusia sekitar 5 tahun. "Oh tidak, aku lupa, Serena! Cepat ikut, kita sembunyi, jangan sampai dipukuli lagi olehnya." Pekiknya lagi seraya menarik adik perempuannya ke arah kamar, menutup pintu dan langsung bersembunyi di kolong dipan.

"Serena takut, kakak Ganika" Bisik Serena pada Ganika, bocah yang membawa adiknya bersembunyi.

"Tidak apa-apa, peluk kakak saja." Balas Ganika dengan perasaan gelisah.

Di sisi lain, orang yang ditakuti keduanya, kini sedang memegangi kepalanya yang sakit. Ada darah kering bekas pemukulan di kepalanya.

"Ugh, sial! Sakit, apa yang terjadi? Bukankah aku jatuh dari tebing? Dimana ini?" Gumamnya. "Lalu apa tadi? Ibu tiri? Aku?!" Tanyanya pada dirinya sendiri. "Blue! Dimana Blue?" Bisiknya kemudian kepalanya semakin sakit, dan ingatan dari pemilik tubuh perlahan berputar di kepalanya. Karena tidak kuat dengan rasa sakitnya, Akhirnya Karina kembali tak sadarkan diri.

"Serena, kemarilah, ibu tiri mungkin benar-benar mati kali ini. Lihat, dia tidak sadarkan diri lagi. Kita akan bebas ke depannya, bukan?" Ucap Ganika dengan senyum senang di wajahnya.

Serena berlari dengan kaki kecilnya, menghampiri Ganika yang tersenyum menunjuk ke arah dimana seorang wanita tergeletak di tanah.

"Benarkah, kakak?" Tanya Serena Dengan dua mata bulat yang bersinar.

Ganika mengangguk dengan semangat. "Mari tunggu Kak Deraga dulu, agar kita bisa membuangnya dari rumah. Dan mari urus Ayah dengan baik setelah ini." Ucap Ganika. Mengingat Ayahnya, seketika air mata turun dari kedua matanya.

Ayahnya sudah koma sejak saat dinikahkan dengan ibu tirinya. Sudah 3 tahun, dan keadaannya semakin memburuk, karena meskipun ada orang dewasa di rumah, ia hanya tahu memukuli anak-anaknya. Mengabaikan orang sakit sendirian.

Terlebih, karena keluarganya dari luar, orang-orang di desa bahkan mengucilkan keluarganya. Membuat ibu tiri semakin membenci hidup suami dan anaknya karena ia merasa, sejak ia dinikahkan hidupnya semakin hancur.

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!