Pagi itu seorang pria paruh baya telah terlebih dahulu berada di perusahaannya. Perusahaan yang didirikannya dua puluh lima tahun lalu masih terlihat sangat terawat dan teratur. Pria itu bersandar dikursi yang diapit dengan meja besar itu terlihat lembut namun ada tersirat ketegasan dari garis-garis wajahnya.
Dia adalah Louis Moreno, pemilik dari Glory Company. Mendirikan dan menjalankan sebuah perusahaan bukanlah hal yang mudah. Dengan tangan dan jerih payahnya Louis membesarkan nama perusahaan itu hingga sampailah saatnya dirinya harus menyerahkan tampuk kepemimpinannya pada seorang yang tepat.
Louis Moreno memiliki dua orang putra, yang satunya bernama Aiden Moreno putra tertuanya dari istri pertamanya yang bernama Syafiah dan satunya lagi putra bungsunya yang bernama Calvin Moreno yang lahir dari istri keduanya Alia. Tumbuh besar bersama-sama membuat Aiden dan Calvin saling menyayangi satu sama lain. Sampai pada suatu hari sang ayah memutuskan untuk mencari pengganti dirinya untuk menjadi CEO perusahaan.
***
Terdengar suara ketukan dibalik pintu ruangan, sang pria menatap ke arah pintu.
"Aiden, Calvin, kalian sudah datang? Ayo duduk sini" Ujar pria itu saat dua orang anaknya tampak berada di depannya.
"Iya pa, kami baru saja sampai" sahut Aiden dan Calvin bersamaan. Kemudian mereka duduk dihadapan sang ayah.
"Aku sengaja memanggil kalian ke sini, karena papa ingin mengadakan rapat dengan seluruh karyawan dan jajaran divisi, untuk pengangkatan CEO baru perusahaan kita". Jelas Louis pada mereka.
Louis meminta sang sekretaris menyiapkan seluruh berkas dan file yang dibutuhkan untuk rapat, kemudian mengumpulkan seluruh karyawan dan jajaran Divisi lainnya didalam ruangan meeting.
"Rapat hari ini akan diputuskan berdasarkan hasil pemilihan terbanyak dari seluruh karyawan untuk memilih CEO baru Glory Company, seluruh peserta rapat diharapkan menuliskan nama calon CEO pilihannya masing-masing di dalam kertas yang telah disediakan" ujar seorang sekretaris yang sedang menjadi pengarah acara rapat. Sekretaris itu adalah Hania.
Louis sengaja mencalonkan dua orang untuk menggantikan posisinya di perusahaan. Yaitu Aiden Moreno dan Calvin Moreno. Itu semua telah dipikirkannya dari jauh-jauh hari. Secara Calvin sendiri telah lebih dulu mengurus perusahaan itu karena memang dirinya ditunjuk untuk mengelola perusahaan di indonesia. Sedangkan Aiden adalah anak pertamanya yang merupakan pemegang hak penuh atas perusahaan.
Satu jam telah berakhir, tibalah saatnya pemilihan CEO. Para peserta rapat telah memilih, saatnya hasil rapat diputuskan.
"Keputusan akhir dari meeting kita hari ini, untuk CEO baru Glory Company jatuh pada tuan Aiden Moreno". Ujar Hania yang merupakan sekretaris sekaligus notulen rapat.
Aiden menang dua suara dari Calvin. Hasil keputusan cukup menohok Calvin. Bagaimana mungkin Aiden yang baru saja duduk di perusahaan bisa terpilih sebagai CEO? padahal selama ini dirinyalah yang berusaha mati-matian bekerja demi perusahaan. Ada rasa kecewa menyelimuti hatinya tapi Calvin tetap berusaha mengendalikan emosinya.
Louis merasa senang karena putra kesayangannya yang akan memegang perusahaan setelah dirinya mengundurkan diri.
"Selamat Aiden. CEO Glory Company," Calvin melemparkan senyum manis diwajahnya untuk sng kakak lalu memeluknya dengan erat. Aiden membalas pelukan itu dengan hangat.
"Pak Aiden selamat ya, saya ikut bahagia untuk anda" ujar Hania mengucapkan selamat padanya.
Seluruh karyawan memberikan ucapan selamat padanya. Louis sangat senang melihat putra pertamanya terpilih menjadi CEO. Louis tahu kalau dua saudara itu adalah dua anaknya yang telah berusaha dengan baik untuk membesarkan perusahaannya. Louis sendiri merasa Aiden memang harus diberikan tampuk kepemimpinan agar sebagai putra tertua dia merasa memiliki tanggung jawab tanpa mengabaikan putra bungsunya.
Setelah rapat selesai, sang ayah mengajak Aiden dan Calvin ke dalam ruangan kerja.
Sang ayah ingin membicarakan proyek baru yang akan ditangani oleh Aiden.
"Aiden, papa senang dan bangga kamu telah terpilih menjadi CEO perusahaan kita. Aku juga punya tugas untukmu dalam beberapa hari ke depan" ujar sang ayah pada Aiden yang duduk dihadapannya.
"Tugas apa pa?" Tanya Aiden menatap wajah sang ayah.
"Papa dengar minggu depan ada investor yang akan datang ke Indonesia, papa mau kamu menjalankan proyek kita di Bandung dan semoga saja kau bisa bekerjasama dengan investor itu" jelas Louis pada sang anak.
"Menurut kabar yang beredar investor itu datang langsung dari Jepang, yang ingin membuat proyek jalan dan jembatan. Bukankah ini adalah peluang baik untuk menjalankan proyek kita." timpal Calvin yang telah mengecek file didalam monitor komputernya.
"Baiklah aku setuju, tapi kau harus menemaniku untuk menjalankan proyek ini" Pinta Aiden padanya.
"Kalau itu kau tidak perlu khawatir, tanpa kau minta aku pasti akan selalu membantumu" ujar Calvin.
Melihat Aiden menyanggupi keputusannya, Louis langsung menelpon seseorang.
Hania, tolong dipersiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk meeting minggu depan. Aku tidak mau ada sedikitpun kekurangan saat Aiden dan Calvin pergi ke Bandung. Titah Louis pada sekretarisnya.
Baik tuan jawab sang sekretaris dari balik telpon.
***
Dirumah, Calvin yang baru saja pulang dari kantor merasa sangat kesal. Dia melepaskan dasi yang menggantung dilehernya dengan kasar dan melemparnya begitu saja ke sembarang tempat. Lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang.
Sial! Bisa-bisanya papa memilih dia sebagai CEO. Padahal selama ini yang menjalankan perusahaan selama Aiden kuliah di luar negeri itukan aku. Ini ga adil, masa dia yang ditunjuk sebagai CEO? Harusnya yang jadi CEO itu aku!
Calvin yang kesal melempari seluruh barang-barang dikamarnya. Mendengar keributan dari kamar sang anak, Alia menghampiri putranya.
Alia membuka pintu kamar yang tidak terkunci itu dan melihat kamar anaknya yang sangat berantakan. Banyak pecahan kaca dan barang-barang berserakan.
"Sayang, apa yang terjadi padamu? Mengapa kau terlihat sangat buruk hari ini?" Alia menghampiri sang anak yang sedang berada diranjang dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan.
"Mama, aku kesal banget hari ini. Mama tahu apa yang baru saja terjadi di perusahaan tadi?" Calvin menatap sang ibu dengan nafas naik turun meredam emosinya yang sedang memuncak.
"Apa nak? Coba ceritakan pada mama,"
"Papa menunjuk putra kesayangannya itu menjadi CEO perusahaan!" ucap pria itu sambil menggerakkan giginya. Dia benar-benar kesal saat ini.
"Apa?!" Alia cukup terkejut dengan pernyataan putranya. Dia tidak percaya kalau Aiden yang ditunjuk sebagai CEO di perusahaan.
"Iya ma, papaku menunjuk Aiden Moreno sebagai CEO!" Tegasnya lagi sambil menggeram.
"Ini ga benar. Mama harus bicara sama papa kamu," Alia ikut merasa kesal mendengar penjelasan sang anak.
"Kamu tenang ya, mama akan bicarakan semua ini dengan papa kamu. Mama yakin, papa mau mendengarkan mama," bujuknya pada sang putra.
Calvin hanya memalingkan wajah, masih merasa kesal. Alia yang baru saja mendengar penjelasan putranya, merasa kesal dan bergegas menuju kamar sang suami.
***
"MAS, AKU MAU BICARA DENGANMU," teriak Alia yang baru saja membuka pintu kamar.
"Hei, ada apa ini? Mengapa kau berteriak seperti itu sayang?" Louis yang sedang membaca koran langsung menutup koran dan memandangi sang istri yang terlihat emosi.
"Mas, apa yang kamu lakukan pada anak kita hah? Kenapa kamu menunjuk Aiden sebagai CEO perusahaan kita? Bukannya Calvin lebih pantas mendapatkan posisi itu?" Alia merendahkan nada suaranya mencoba membujuk sang suami.
"Jadi kamu sudah tahu semuanya. Cepat sekali kabarnya berhembus," goda Louis pada sang istri.
"Mas, aku lagi ga bercanda. Jelasin Ke aku kenapa mas melakukan itu pada Calvin?" Desak sang istri merasa kesal.
"Aku tahu, Calvin pasti kecewa dengan keputusanku, tapi dari pemilihan rapat dewan direksi, mereka menunjuk Aiden sebagai CEO," jelas Louis sambil merangkul pelan sang istri.
"Tapi mas ... mas bisa menunjuk Calvin," sesalnya pada sang suami.
"Sayang, ga semua yang kita inginkan itu harus kita dapat. Aku tahu kamu menginginkan Calvin yang menggantikanku sebagai CEO, tapi aku sengaja melimpahkan tugas ini pada Aiden. Aku ingin melihat seberapa besar tanggung jawab anak itu ketika aku mengembaninya dengan sebuah tanggung jawab," Louis memberikan penjelasan pada sang istri.
Alia merasa kesal, dirinya tidak terima dengan apa yang telah diputuskan sang suami. Tangannya mengepal sangat kuat menahan emosinya dan dia merencanakan sesuatu pada Aiden. Dasar anak sialan, harusnya kau mati saja bersama ibumu. Bukan malah menyusahkanku dan anakku.
Sorot matanya kini menatap tajam ke arah depan. Alia benar-benar tidak terima dengan keputusan sang suami.
Aiden sedang menyiapkan kopernya untuk membawa keperluannya saat ke Bandung besok. Dia mengambil beberpa kemeja, jas dan celana panjangnya untuk persiapan acara pertemuan dengan orang perwakilan dari MR. Akihiko dan pemilik Kirin Coorporation.
"Kau sedang apa nak?" louis yang kebetulan lewat di di depan kamar Aiden.
"Ini pa, besok aku ada pertemuan dengan klien besok di Bandung. Jadi aku mempersiapkan kebutuhan dulu. Aku ingin memberikan kesan terbaik dalam pertemuan besok, " jelas Aiden dengan penuh semangat.
Dia benar-benar antusias untuk segera bertemu dengan investor Jepang itu.
"Apa kau pergi bersama Calvin juga?"
"Tidak pa, besok ada pertemuan di kantor kita jadi aku meminta Calvin menghandle".
"Lalu siapa yang akan menemanimu?"
"Fery, anak baru yang kemarin aku angkat sebagai asisten pribadiku. Aku lihat kinerjanya sangat bagus,"
"Baiklah kalau begitu, papa memberikan tanggung jawab ini padamu. Papa yakin kamu pasti bisa," Louis menepuk pelan bahu sang putra memberi semangat.
Ada rasa bangga menjalar ditubuhnya saat ini, putra kesayangannya mulai dewasa dan bertanggung jawab dalam menjalani tugasnya.
Pria paruh baya itu keluar dari kamar Aiden dan tanpa sengaja berpapasan dengan Calvin. Terlihat wajah Calvin yang begitu muram. Dia masih kesal dengan keputusan sang ayah dan tidak ingin menyapanya.
"Calvin, papa mau bicara sebentar," pinta sang ayah sambil memutar tubuhnya melihat sang anak.
"Ada apa pa? Aku capek mau istirahat dulu," Calvin mencari alasan untuk menghindari sang ayah.
"Papa tahu kamu tidak terima dengan keputusan papa mengangkat Aiden sebagai CEO, tapi papa melakukan ini supaya Aiden bisa lebih bertindak dewasa. Kamu tahukan selama ini, dia hanya bergantung pada papa dan sekarang saatnya dia mengemban tanggung jawab sebagai anak dan kakakmu," jelas sang ayah pada Calvin.
"Terserah papa, aku hanya menurut," ucapnya datar kemudian meninggalkan sang papa sendirian.
Calvin memang berbeda, dibanding Aiden dia lebih ambisius dan tidak suka tersaingi. Apalagi oleh Aiden. Sangat berbanding terbalik dengan Aiden yang emosinya lebih terkontrol dan cenderung lebih tenang dalam mengambil keputusan. Makanya sang ayah lebih mempercayai Aiden untuk menjadi CEO di perusahaan mereka.
***
Pagi-pagi sekali Fery datang ke rumah Aiden karena memang acaranya akan diadakan jam sepuluh pagi, karena jarak Jakarta-Bandung yang tidak terlalu jauh Fery sengaja menjemput bosnya itu ke rumah. Supaya perjalanan lebih efektif.
"Fery, masuklah". Ujar Calvin yang baru saja melihat kehadiran pemuda 25 tahun itu di teras.
"Iya pak. Pak Aiden apa sudah selesai?" Fery sedikit canggung kala Calvin mengajaknya ke rumah itu.
"Ada, dia sedang bersiap-siap. Kebetulan aku mau sarapan, bagaimana kalau kamu bergabung saja?"
"Tidak usah pak, nanti saya sarapan di jalan saja," pemuda itu merasa sungkan.
"Aku memaksamu, ayolah kalau kau menolak aku akan meminta Aiden memotong gajimu," candanya pada asisten muda itu.
Fery mengerti itu hanya sebuah candaan tapi dia benar-benar canggung makan bersama dengan atasannya. Akhirnya pemuda itu mengikuti permintaan Calvin.
"Bagaimana enakkan makanannya?"
"Sangat enak pak. Terimakasih pak sudah mengajak saya sarapan bersama".
"Iya tidak apa-apa. Oh iya itu Aiden". Mereka menoleh ke arah Aiden yang sedang menyuruh supirnya membawakan koper ke mobil lalu duduk bersama mereka.
"Hai Fery. Wah kau sangat profesional sekali. Pagi-pagi kau sudah menungguku. Terimakasih ya Fery, aku akan menaikkan gajimu," Aiden mengacungkan dua jempol pada lelaki muda itu.
"Tidak pak. Ini hanya efisiensi waktu saja. Saya takut ada kemacetan dijalan makanya saya jemput bapak agak pagi" ujar pria muda itu sambil mengukir senyum pada atasannya.
"Hm" Aiden menganggukkan kepala setuju dengan pendapat karyawannya lalu menikmati sarapan yang telah disediakan.
Setelah menghabiskan sarapannya, Aiden menghampiri kedua orang tuanya untuk berpamitan, "pa, ma, aku berangkat dulu,"
"Baiklah silakan" sahut Louis dan Alia melontarkan senyumnya pada sang putra trrcintanya.
Aiden menepuk pelan bahu adiknya untuk berpamitan. Calvin hanya tersenyum sambil menatap saudaranya itu hingga menghilang di depan pintu keluar.
***
Perjalanan pagi itu tidak terlalu ramai karena orang-orang baru saja melakukan aktifitasnya. Hingga menuju tol perjalanan terasa sangat nyaman. Sekitar dua setengah jam mobil yang membawa mereka telah menuju kota Bandung, namun toba-tiba saja mereka dikejutkan dengan kumpulan para demonstran yang lagi berunjuk rasa.
Padahal jauh dari sebelum mereka memasuki jalanan utama kota itu terasa nyaman. Kemudian seorang pria mengetuk kaca mobil yang mereka tumpangi, si supir tidak mau membuka kaca mobil takut kalau-kalau itu penjarah. Lalu seorang aktifis datang menghampiri mereka. Barulah supir itu mau membuka kaca mobil.
"Pak sebaiknya anda putar arah. Disini sedang terjadi demo besar-besaran" lelaki itu sedikit berteriak karena sangat bising ditempat itu.
"Ini demo apa pak?" Tanya Lian penasaran.
"Demo meminta kenaikan gaji. Sudah tiga bulan gaji buruh pabrik yang berada di perusahaan sebelah sana belum diberikan. Para karyawan menuntut hak mereka," jelas pria itu sambil memperhatikan kedalam mobil.
"Ya sudah kita putar arah saja pak Rustam," pinta Aiden pada supir itu.
"Baik pak," sang supir menuruti keinginan bosnya. Mereka mengucapkan terimakasih pada lelaki yang berada diluar kemudian supir memutar arah mobil itu ke belakang.
Baru saja menginjakkan gas perlahan tiba-tiba dari jarak 500 meter dari mobil itu sekelompok masa datang menyerbu mobil mereka.
Pasti ada salah paham!!! Sekelompok massa itu mengira mobil mereka adalah mobil si pemilik perusahaan yang mencoba kabur dari demonstran. Mobil itupun menjadi sasaran amukan masa. Ada yang memukul mobil dengan kayu, sebagian melempari dengan batu dan parahnya lagi ada satu orang yang melepar bom molotof ke mobil itu dan seketika terjadi ledakan kecil dimobil yang Reihan dan Lian berada didalamnya.
Setelah melakukan peledakan orang itu menghilang dari kerumunan massa. Orang-orang yang melihat kejadian itu menjadi histeris mereka panik. Dengan cepat mereka memberi pertolongan ke mobil yang baru saja terkena ledakan. Mereka menghentikan api dimobil itu agar tidak semakin menyebar dan memperparah keadaan.
Pintu mobil dibuka, mereka menyelamatkan pak Rustam terlebih dahulu kemudian membuka pintu belakang mobil dan menyelamatkan Fery dan Aiden yang pingsan karena kehabisan oksigen.
***
Di rumah sakit, sebuah mobil Ambulance baru saja datang dan terlihat petugas rumah sakit mengangkat tandu korban kecelakaan mobil di jalan utama akibat demonstrasi. Terlihat pak Rustam yang sedikit terluka dipapah oleh seseorang menuju ruang UGD.
"Dua orang itu pingsan dan terluka parah. Segera bawa mereka ke ruang UGD untuk penanganan lebih lanjut,"
Ujar seorang lelaki paruh baya yang mengenakan jas putih dengan stetoskop yang menggantung dilehernya sambil menuntun para pasien itu ke dalam ruang periksa.
Pak Rustam baru saja selesai diobati oleh perawat, ada jahitan ditangan dan sedikit luk memar dikepalanya akibat benturan.
Sedangkan Aiden dan Fery masih dalam penanganan dokter karena mereka duduk dijok belakang dan bom molotof itu meledak di dekat mereka, hingga serpihan pecahan kaca mobil mengenai mereka.
"Kita tunggu sampai dua jam ke depan sampai pasien yang satu sadar dan untuk pasien satunya kita akan segera mengoperasinya, karena sepertinya dia terkena benturan yang sangat kuat dikepalanya". Dokter yang telah berumur itu menjelaskan pada perawat dan asistennya.
"Pak, untuk pasien yang akan di operasi, apa anda bisa menghubungi keluarganya?" Pinta seorang asisten dokter itu pada pak Rustam.
"Baik bu. Saya akan menghubungi keluarga beliau". Pak Rustam segera menghubungi Louis, tapi tidak ada jawaban. Diapun mencoba menghubungi Calvin dan Alia, tapi tetap saja tidak ada yang mengangkat.
Kemana mereka? jika terlalu lama, bagaimana operasi tuan Aiden bisa dilaksanakan. Ya Tuhan, tolong bantu aku, gumam pria itu sambil merapatkan doa. Berkali-kali Rustam mencoba menghubungi semua orang, hingga akhirnya dia memutuskan menelpon rumah.
"Halo" seseorang dari kejauhan telah mengangkat telpon.
"Halo bu, ini saya Rustam. Mobil pak Aiden mengalami kecelakaan" lelaki berkumis itu memberikan kabar pada orang di seberang sana.
"Apa?!" Sontak saja wanita yang mengangkat telpon itu histeris dan menjatuhkan telpon yang sedang digenggamnya. Pandangannya tiba-tiba mengabur dan dia tak kuasa menahan tubuhnya hingga terhuyung ke arah kursi.
Calvin yang melihat kejadian itu langsung memegangi tubuh sang ibu agar tidak jatuh. Kemudian mendudukkannya di sofa. Sambil menyuruh pelayan memngambilkan minum untuk sang ibu. Calvin mengambil ponsel itu dan melanjutkan percakapan.
" Halo, ini siapa?" Tanyanya penasaran.
"Tuan Calvin ini saya Rustam, tuan Aiden mengalami ke celakaan. Beliau tidak sadarkan diri dan sekarang ada di Medica Center" jelas supir itu padanya.
"Baiklah aku akan segera ke sana" tukasnya. Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Calvin.
Louis yang baru saja pulang dari kantor, melihat sang istri yang begitu tegang dan panik meminta penjelasan pada putranya.
"Apa yang terjadi? Kenapa mamamu sampai seperti ini?"
"Barusan, ada telpon dari pak Rustam. Dia bilang Aiden kecelakaan dan kondisinya kritis," jelas Calvin pada sang ayah.
"Kita harus menemuinya sekarang juga, ayo kita menyusul mereka," Louis begitu panik mendengar berita kecelakaan sang anak tertuanya. Dia bergegas ke kamar untuk bersiap-siap menemui Aiden.
Sementara itu, Calvin yang melihat sang ayah telah menjauh, diapun mendekati ibu berbaring di sofa.
"Mama, bangunlah. Tidak ada siapa-siapa disini sekarang. Ayo bangunlah," Calvin sedikit mengguncang tubuh sang ibu memastikan ibunya itu hanya berpura-pura.
"Bagaimana akting mama tadi, baguskan? " Tanya Alia sambil tersenyum pada sang anak.
"Sempurna, mama memang benar-benar drama queen. Aku ga mengira mama akan berbuat seperti ini,"
"Hidup itu harus pintar sayang, kalau kau mau jadi orang sukses kau harus bisa mengendalikan orang disekitarmu. Dengarkan aku putraku. Aku sudah merencanakan semuanya dengan matang, pergilah ke rumah sakit sekarang juga dan kau harus pastikan anak sialan itu tidak bisa diselamatkan. Kita akan memesan peti mati untuknya secepatnya," ucap Alia dengan memperlihatkan senyum seringainya.
Calvin mengerti mengapa sang ibu tiba-tiba histeris dan panik, ternyata sang ibu yang merencanakan kecelakaan dari sang kakak dan sekarang wanita itu sedang mengelabui sang ayah dengan semua kepura-puraannya.
"Papa sudah siap, papa yakin kita akan pergi malam ini juga?" Calvin yang melihat hari mulai malam, memastikan sang ayah akan pergi hari itu juga.
"Hmm aku yakin," jawab pria paruh baya itu tanpa keraguan.
"Aku ikut," seru Alia mencari perhatian.
"Kau di rumah saja, lihatlah kondisimu kurang sehat. Biar aku dan Calvin yang ke rumah sakit," cegah Louis pada sang istri. Dia khawatir dengan kondisi sang istri saat ini.
"Tapi Aiden juga putraku. Aku juga ingin menemaninya disaat terburuknya," rengek wanita itu menarik simpati sang suami.
"Ma, lebih baik mama dirumah saja biar aku dan papa yang pergi," Calvin membujuk sang ibu.
Ibu dan anak ini benar-benar licik. Mereka mencoba membuat Louis percaya bahwa mereka benar-benar mengkhawatirkan Aiden.
Louis dan Calvin telah melangkahkan kakinya menuju mobil yang terparkir dihalaman untuk menyusul Aiden ke Medica Center, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dia memencet tombol hijau tanpa melihat penelponnya.
"Halo, ini dengan tuan Calvin?"
"Ya saya sendiri. Ada apa ya?".
"Saya Rocky perwakilan dari Mr. Akihito. Tadi saya sudah menghubungi Tuan Aiden tapi sepertinya ponsel beliau tidak aktif. Apa tuan Calvin bisa menemui kami sekarang?" Pinta seorang utusan dari perusahaan Jepang itu.
Calvin mengingat kalau hari ini Glory Company akan mengadakan pertemuan dengan perwakilan Mr. Akihito di Bandung, tapi Aiden baru saja kecelakaan. Belum lagi pertemuan di kantor juga akan tertunda jika dia pergi.
Calvin merasa ini saat yang tepat bicara pada sang ayah agar dia bisa menggantikan Aiden. Diapun segera menyusun rencana baru.
"Halo tuan, apa anda mendengarku?" Tanya Rocly yang masih menunggu jawaban orang yang sedang ditelponnya.
"Ah... iya tuan Rocky. Maaf, sebenarnya tuan Aiden sudah ke Bandung dari tiga jam yang lalu, tapi mobil yang membawanya kesana mengalami kecelakaan. Jika anda berkenan, apakah anda mau menunggu saya? Saya berjanji malam ini akan segera menemui anda" jelasnya pada lelaki itu.
"Astaga... saya turut berduka tuan, atas kecelakaan tersebut. Kalau anda tidak keberatan saya akan menemui tuan Aiden di rumah sakit dan bagaimana kalau setelah itu kita lanjutkan pertemuan singkat saja". Ujar lelaki itu dengan tenang.
"Baiklah tuan Rocky kalau begitu yang anda mau. Maaf atas ketidaknyamanannya".
"Tidak apa tuan, saya tidak bermaksud mendesak anda hanya saja deadline saya sangat padat dan kesempatan untuk ke Indonesia lagi sangat susah. Saya tidak ingin Mr. Akihito kecewa".
"Baiklah sampai bertemu di Medica Center. Saya akan sharelock alamatnya untuk anda". Calvin mengakhiri pembicaraannya dengan lelaki itu.
"Pa, aku baru saja mendapat telpon dari perwakilan Mr. Akihito. Mereka meminta kita segera mengadakan rapat, karena waktu mereka sangat singkat di Indonesia," jelas Calvin pada sang ayah.
"Baiklah, kalau begitu kau wakilkan saja. Mengingat kondisi Aiden yang baru saja kecelakaan aku rasa dia tidak bisa mengikuti rapat ini," tanpa berpikir panjang Louis yang sedang kalut langsung menunjuk Calvin sebagai pengganti Aiden.
Senyum penuh kemenangan Calvin muncul saat itu, ternyata benar konspirasi yang dilakukan sang mama bersama dirinya membuahkan hasil. Dia berhasil menyingkirkan Aiden tanpa perlu menyentuhnya.
***
Di Medica Center, Calvin dan Louis baru saja turun dari mobilnya secepat mungkin mereka melangkahkan kakinya ke resepsionis kemudian menanyakan ruang inap Aiden.
Belum sempat bertanya, seorang pria mendekat pada mereka "Tuan Calvin, Tuan louis," panggil seseorang padanya.
Mereka menolehkan wajah ke arah suara itu dan saat mereka melihat seseorang yang mereka kenal, langsung saja mengikutinya. Ternyata itu pak Rusdi. Dia sengaja keluar sebentar dari ruang rawat untuk mencari keberadaan atasannya.
"pak Rusdi, bagaimana keadaan putra saya?" Louis sangat mencemaskan Aiden.
"Tuan Aiden kritis, dia mengalami kecelakaan yang cukup parah. Kepalanya terbentur kaca mobil yang mengakibatkan dia kehilangan kesadarannya," jelas pria berkumis itu pada Louis sambil terbata.
DEGH!!!
Hatj Louis mencelos mendengar kabar tentang putranya. Sungguh dia tidak pernah menyangka putra kesayangannya itu akan mengalami kecelakaan separah itu. Sementara itu senyum smirk terukir diwajah Calvin. Dia merasa sangat bahagia mendengar kabar buruk tentang kakaknya. Namun, dengan cepat dia merubah mimik wajahnya menjadi penuh kesedihan.
"Apa? Bagaimana itu bisa terjadi?" Calvin memulai dramanya.
"Saya tidak tahu tuan Muda, semua terjadi begitu saja. Saat mobil telah sampai diperbatasan kota tiba-toba saja ada masa yang sedang berdemonstrasi dan salah satu diantara mereka menyuruh kami putar arah, tapi belum sempat saya memutar arah mobil tiba-tiba mobil kami diserang dan menyebabkan mobil itu kehilangan kendali dan terguling," jelas pria itu terbata-bata.
"Bawa aku segera menemui putraku," pinta Louis yang mulai khawatir, dengan segera Rusdi mengantarkan keduanya.
"Disini ruangan tuan Muda Aiden dan tuan Fery." Sebelum menemui Aiden mereka harus melalui ruang perawatan Fery.
Pak Rustam menunjukkan sebuah ruangan VIP pertama bisa dilihat Fery yang masih terbaring lemah ditempat tidur. Tadinya dia sudah sadar dan melewati masa kritisnya, hanya saja pengaruh obat yang dikonsumsinya membuat dia harus beristirahat saat ini.
Calvin memperhatikan luka jahitan yang berada dilengan pemuda itu dan kondisinya cukup memprihatinkan. Dia menatap ke arah pak Rudi yang juga terlihat cidera dan ada bekas memar dikeningnya. Namun tidak ada rasa empati sedikitpun darinya pada mereka. Sedangkan Louis merasa iba pada kedua anggotanya itu. Namun dia tak bisa mengatakan apapun, karena dia terus memikirkan putranya.
"Pak antar saya ke ruangan Aiden," Pintanya pada supir itu.
"Iya pak. Ruangannya ada disebelah" pak Rusdi bergegas ayah dan anak itu ke ruang ICU yang letaknya tidak jauh dari ruang rawat Fery.
Lelaki itu memandangi dari balik kaca ruangan yang didalamnya seorang lelaki yang sedang terbaring tak berdaya. Kepalanya terluka dan diperban, untuk bernafas menggunakan alat bantu pernafas. Tak lupa kabel-kabel untuk alat bantu medis itu melekat ditubuh lelaki itu. Meskipun saat ini kondisinya lemah tapi bentuk tubuhnya masih memperlihatkan otot sixpack dirinya.
" Aiden putraku" desahnya lirih kemudian menudukkan kepalanya menahan tangisnya. Ya, sang ayah sangat terpukul , membuatnya ikut merasakan betapa sakitnya putranya saat ini.
"Maafkan saya tuan" Rusdi sangat menyesal atas apa yang telah terjadi, tapi itu bukanlah kesalahannya. Itu karena penyerangan brutal yang dilakukan para pendemo.
Seseorang dokter muda berjalan ke arah mereka. "Maaf tuan-tuan ini siapa?"
"Saya ayahnya pak" Louis menatap wajah pria tua itu.
"Perkenalkan Saya Arfan, dokter yang menangani tuan Aiden dan Tuan Fery, sebelumnya saya mau meminta anda mengurus administrasi dulu, untuk operasi besar yang akan dilakukan pada tuan Aiden," Pria itu mengulurkan tangan dan mereka saling berjabat tangan lalu meminta Louis mengurus administrasi.
Calvin yang berada disana menawarkan dirinya untuk mengurus administrasi, kemudian operasi besar dilakukan.
Setelah beberapa jam berlalu, dokter keluar dari ruangan operasi.
"Bagaimana kondisi putraku?" Louis menghampiri sang dokter.
Pria muda itu memperhatikan raut wajah Louis dan Calvin yang murung dan sedih. Dia lebih mendekat pada keduanya dan memberikan penjelasan. " Tenangkan hati anda. Saat ini tuan Aiden baru saja melewati masa kritisnya. Doakan secepatnya beliau sadar dari koma". Ujar dokter yang bernama Arfan itu menenangkannya.
"Dokter apa saudara saya bisa sembuh seperti dulu lagi?" Raut wajah Calvin dibuat sekhawatir mungkin agar sang ayah tidak mencurigainya. Dia ingin memastikan keadaan Aiden selanjutnya.
"Kita doakan saja yang terbaik, untuk saat ini saya sudah mengeluarkan serpihan kaca yang mengenai wajahnya dan sepertinya dia shock berat karena benturan keras dikepalanya saat terjadi penyerangan di jalan utama, membuatnya belum sadar sampai detik ini, namun ada kemungkinan terburuk yang nantinya akan dihadapi tuan Aiden,"" jelas dokter itu perlahan.
"Maksud anda?" Louis mulai takut oleh ucapan sang dokter.
"Kecelakaan yang terjadi pada tuan Aiden cukup fatal. Benturan dikepalanya itu menyebabkan dia mengalami gegerotak. Kemungkinan pertama yang akan terjadi, jika itu geger otak ringan tuan Aiden akan kehilangan sebagian memorinya dan akan butuh waktu lama untuk memulihkannya.
Sedangkan kemungkinan kedua, geger otak yang dialaminya itu sangat berat, dia bisa mengalami kelumpuhan pada syaraf motoriknya yang membuatnya harus berada dikursi roda selamanya atau mungkin saja dia tidak bisa terselamatkan," dokter itu memberikan penjelasan lagi.
Louis dan Calvin terkejut mendengar kata penyerangan. Bukankah tadi Rusdi mengatakan itu kecelakaan? Pria itu menatap curiga pada Rusdi.
"Dokter apapun caranya tolong selamatkan putraku," wajah pria paruh baya itu terlihat memohon pada sang dokter.
"Kami akan mengusahakan semampu kami. Doakan yang terbaik untuk putra anda," pungkas sang dokter sambil menepuk pelan punggung tangan Louis kemudian pergi dari hadapannya.
Matanya sekarang tertuju pada Rusdi yang merasa sedikit bersalah karena tadi dia berbohong. Benar dia tadi bilang kecelakaan, tapi bukan bermaksud untuk menutupi kejadian itu hanya saja dia tidak ingin keluarga Pratama panik.
"Pak Rusdi jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi," mode serius dari Louis terlihat dengan jelas.
Pak Rusdi sedikit gelagapan namun dia tetap memberanikan diri untuk mendekati atasannya, kemudian menjelaskan tentang penyerangan dan salah sasaran dari kelompok demonstran yang mereka alami saat mereka baru sampai di kota itu.
"Jadi ini penyebabnya? Aku mau pelakunya segera ditangkap" Louis mengepalkan tangannya begitu kuat sehingga menampakkan buku-buku jarinya. Mukanyapun memerah menahan amarah.
Rusdi mengangguk pelan namun tak berani menatap pria itu.
***
Rocky dan anggotanya telah sampai di rumah sakit. Mereka menuju ke resepsionis untuk menanyakan tentang keberadaan Aiden. Wanita muda yang berpakaian putih itu memeriksa komputer mencari pasien bernama Aiden, setelah dia menemukan nama tersebut diapun memberitahukan pada Rocky bahwa Aiden sedang berada diruang ICU. Tak butuh waktu lama mereka telah sampai diruang koridor. Terlihat Calvin yang sedang fokus memperhatikan Aiden dibalik kaca.
"Tuan Calvin," sapa lelaki bermata sipit itu padanya.
"Tuan Rocky anda sudah disini?" Calvin membalikkan tubuhnya melihat lelaki itu kemudian berjabat tangan dengannya.
"Bagaimana keadaan tuan Aidne?"
"Dia belum sadar dari komanya" menatap lirih pada Aiden.
"Saya ikut bersimpati semoga beliau cepat sadar dari koma dan orang yang menemaninya bagaimana?"
"Fery sudah baik-baik saja hanya lagi tidur"
"Baiklah tuan Aiden, mengenai diskusi kita yang tertunda bagaimana?". Ingatnya pada lelaki blewok tipis itu.
"Oh maafkan saya, karena kejadian ini saya sampai lupa dengan pertemuan kita" .
"Tidak mengapa tuan, kira-kira tempat yang bagus dimana?"
"Kita bicarakan di hotel dekat sini saja tuan. Kebetulan saya hari ini harus menjaga Aiden jadi saya rasa kita cukup membahas urusan kita di hotel terdekat saja,"
"Baiklah,"
Setelah bersepakat mereka ke hotel terdekat untuk membahas gudang untuk investasi. Pertemuan cukup singkat saja hanya satu jam, sebagai tanda mereka pernah bertemu dan membahas proyek yang akan dijadikan laporan nantinya. Meskipun terkesan kurang kondusif atas kebesaran hati tuan Rocky kerjasama mereka akhirnya berlanjut.
Calvin bisa bernafas lega akhirnya tujuannya tercapai, dia yang menghandle perusahaan kembali dan menggenggam tampuk kekuasaan perusahaan. Sekarang tinggal menunggu Aiden, untuk memastikan apakah saudara sambungnya itu akan bertahan atau malah akan berakhir hari itu. Begitu juga Fery yang masih tidur karena pengaruh obat penenang, pria itu juga harus dipastikan keadaannya. Supaya rencana matang Calvin tidak akan sia-sia karena dia telah melangkah sejauh ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!