NovelToon NovelToon

ALENA

1.Positif

 

Alena termenung. Tangannya gemetar. Ditatapnya testpack yang menunjukkan dua garis merah. Wajahnya pucat, napasnya memburu. Berbagai bayangan berkelebat di kepalanya. Tentang Hardi, tentang ketiga kakaknya, tentang kuliahnya, masa depannya.

 

"Aarrgghhh ...!!" dua tangan kurus itu mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa begini!!" menatap wajahnya di cermin. Pucat, kusam dengan lingkaran hitam di sekitar mata.

"Aku harus bagaimana?!" gumamnya lagi. Rupanya ini penyebabnya, yang dia rasakan seminggu ini. Penyebab Alena selalu merasa lelah seharian. Pusing dan mual di pagi hari. Hingga muntah sejak beberapa hari terakhir.

Dor, dor, dor!!!

Terdengar gedoran dari luar pintu.

"Al, ayo sarapan. Nanti kamu kesiangan lho," ucap orang yang berada di balik pintu.

Arya, kakak laki-laki Alena, yang beberapa kali mengecek kamar adik bungsunya tersebut. Mendapati kamar lengang dengan pintu kamar mandi yang tertutup rapat.

"Alena??" teriaknya lagi.

"Ng ... iya, bang," Alena segera membereskan kekacauan di kamar mandi. Membuang testpack ke tong sampah di sudut ruangan.

Segera mencuci mukanya yang kusut. Mengeringkan nya dengan handuk, kemudian keluar.

Didapatinya sang kakak tengah berdiri di depan pintu kamar mandi.

Deg!! Alena merasa jantungnya seakan meloncat keluar dari tubuh.

Apa dia tahu? Apa dia mendengar??

"Udah siang, lho. Kamu nggak kuliah emang?" tanya Arya.

"Ng ... itu. Aku masuk siang, Bang. Nyantai kok." jawab Alena, gugup.

Arya menatap wajah adiknya lekat. keningnya berkerut.

"Kamu sakit?!" Arya menyentuh kening dan leher Alena dengan punggung tangannya.

"Ng ... aku ...,"

"Kamu pucat, dek?" dengan nada khawatir.

"Aku ... nggak enak badan. Mungkin kecapean," jawab Alena sekena nya.

"Ya sudah, capat ganti baju. Kita ke dokter!" Arya mulai panik.

Degg!

"Nggak! Nggak usah. Aku nggak apa-apa kok. istirahat sebentar juga pulih." Alena menolak.

"Yang bener?"

"iya serius."

"Mending ke dokter aja ya?!" Arya memaksa.

"Jangan!!" setengah berteriak. "Mmm ... maksudnya gak usah. Aku nggak apa-apa. Beneran."

Arya terdiam. Menatap wajah adik kesayangannya dengan lekat.

"Ya sudah. Ayo turun. Kita sarapan. Habis itu istirahat." ajaknya, sambil berlalu dari ruangan itu.

Setelah berganti pakaian, Alena pun turun dari kamarnya dan bergabung dengan ketiga kakaknya di meja makan.

Lagi-lagi mendapati kepanikan di wajah dua kakaknya yang lain. Alya kakak kedua, dan Anna kakak ketiga yang mengomel bergantian.

"Aku nggak apa-apa, kak!" rengeknya di sela omelan kedua kakak perempuan nya.

"Kamu sih, ... sibuknya kebangetan. Ngerjain apa sih akhir-akhir ini sering pulang telat?" Omel Alya.

"Kuliah udah macam pegawai kantoran aja kamu tuh. Sering lembur!" Anna menimpali.

Kalau sudah begini, Alena tak berani menjawab. Bisa-bisa akan ada dakwah pagi hari dari dua kakak perempuan nya tersebut.

Alena meraih makanan yang terhidang di meja. Mencoba memasukan nya ke dalam mulut. Namun tiba-tiba rasa mual menyeruak tak karuan. Perutnya seperti terdorong sesuatu hingga ingin mengeluarkan isinya.

Alena berlari ke kamar mandi yang ada di sudut dapur. Dan benar saja, semua isi perutnya keluar begitu dia sampai di kamar mandi.

"Huek.. hueeekkk!!!"

Sontak semua orang panik. Ketiga kakaknya berlarian menghampiri. Secepat kilat Arya memijit tengkuk Alena yang membungkuk. Alya bergegas mengambil air panas.

Setelah beberapa saat muntahan nya berhenti, Alena terduduk lemas di ambang pintu. Alya menyodorkan gelas berisi air panas tadi menyuruh Alena meminumnya. Gadis itupun menurut.

Arya mengusap keringat di kening gadis itu dengan tangannya. Merapikan rambut nya yang terburai ke belakang telinga.

"Kita ke dokter ya??" Arya setengah berbisik. Alena menggeleng pelan.

"Atau kita panggil dokter nya kesini ya?" ucapnya lagi agak memaksa.

"Nggak usah, Bang. Cuma masuk angin doang." Alena menolak lagi.

"Hmmm ... dasar keras kepala!" Arya membangunkan Alena dan memapahya dari sana. Mengantarkan adik nya itu ke kamarnya.

Ayolah!!! Jangan seperti ini!

Bersambung ...

**Hai hai... ini tulisan pertamaku..

terimakasih sudah mampir...

happy reading..

jangan lupa like, koment, favorit sama vote nya ya

i love you**.😘😘

2. Love At First Sight

 

Alena membuka mata. Bayangan kejadian demi kejadian itu terus berkelebat di kepalanya.

Saat pertama kali bertemu dengan Hardi di awal semester pertamanya di kampus.

Hardi. Kakak kelas kesayangan semua orang. Tampan, tinggi, berperestasi. Yang supel dan rendah hati. Selalu ramah kepada semua orang. Termasuk kepada adik kelas, mahasiswa baru seperti dirinya.

Ketika masa orientasi berlangsung, Hardi dan kawan-kawannya yang tiga tingkat di atas Alena yang menjadi pembimbing kala itu.

Cinta pada pandangan pertama. Begitu mungkin gambaran perasaan Alena ketika pertama kali berkenalan dengan Hardi Pradipta, si kakak kelas kesayangan kampus.

 

Cinta? Mana mungkin. Ah ... betapa bodohnya pikiran itu.

Namun hal itu selalu membuat nya tersenyum setiap hari. Membayangkan wajah tampan itu, si mata coklat dengan alis tebal dan bulu mata lentik. Rambut hitam agak bergelombang. Suara bariton nya yang entah kenapa terasa begitu enak di dengar. Membuat semangat nya penuh berkali-kali lipat untuk pergi ke kampus.

"Kamu Alena?" sapa Hardi ketika Alena sampai di ruang olahraga tempat mahasiswa baru di kumpulkan.

Alena yang mendapat tugas mengumpulkan data semua mahasiswa baru yang ia serahkan ke meja pembimbing.

Alena mendongak. Mata mereka bertemu. Seketika dia jadi salah tingkah, dengan wajah memerah.

Sialan. Kenapa begini?? Batin nya.

"Ee ... iya kak." jawabnya gugup.

"Mulai hari ini kamu yang mengumpulkan tugas temen-temen kamu ya. Semua harus sudah ada di meja pembimbing sebelum orientasi di mulai." kata Hardi.

Itu adalah kalimat terpanjang yang di dengar Alena keluar dari mulut pria tampan itu. Batinnya berjingkrak kegirangan. Dadanya bergemuruh.

Oh hati, kenapa ribut begini?!

"Iya, kak." jawabnya pendek.

Hardi tersenyum kemudian menepuk pundak Alena sebelum akhirnya pergi dari hadapan gadis itu, menuju pembimbing lainnya. Sementara Alena, masih terpaku tak percaya. Hardi bicara, menepuk pundak dan tersenyum padanya.

Wajahnya memerah. Terasa hawa panas mengaliri tubuh nya. Tangannya tertumpu di dada, meredam sesuatu yang berdegup kencang di dalam sana.

Ahh ... kenapa begini? Aku bisa mati.

"Ckck. Wah wah ... rekor." seseorang menepuk pundaknya san berbisik.

"Eh?! Maksudnya?" Alena menoleh.

"Setelah seminggu orientasi, hari ini kak Hardi ngomong panjang lebar. Sama mahasiswa baru lagi"

"Hmm ... cuma tugas," jawab Alena.

"Memang apa yang kamu harapkan? dia ngajak kencan, begitu? Hehe."

Ih ... siap sih dia ini? Tiba-tiba muncul.

"Kenalin, aku Vania." seperti bisa mendengar gumaman hati Alena.

"Alena." Mereka pun berjabat tangan.

*

*

*

Hari-hari sibuk pun dimulai. Dari orientasi sampai perkuliahan padat jadwal di lalui dengan riang. Apalagi kalau pemicunya bukan Hardi. Tanpa banyak berkata ataupun menyapa. Namun hal itu cukup membuat semangat perjuangan di kampus begitu penuh dalam jiwa Alena.

Tak ada hal besar yang berarti. Hanya melihat si kakak kelas kesayangan melintas di depan matanya pun sudah cukup bagi Alena. Cukup membuat nya berdebar, tersenyum, bersemangat.

Sepertinya aku mulai gila. Hal konyol apa yang mungkin akan terjadi lebih parah dari ini? apa aku akan menggoda dia? Menghampiri dia? atau bertindak bar bar seperti di film. Ahhh ... sungguh memusingkan! Kalau jatuh cinta serumit ini aku takan mungkin membiarkan hati ini merasakan yang lebih dalam. Bagaimana kalau hanya aku yang merasakan? Bagaimana kalau kenkonyolan ini hanya aku yang mengalami? Wahai hati ... jangan begini!

*

*

Bersambung ...

like, vote, koment.

I love you full😘😘

3. Hurt

*

*

Bulan-bulan berikutnya berlanjut. Kuliah berlangsung seperti biasa. Masuk ruangan, bertemu dosen, mengerjakan tugas. Hal itu bergulir setiap hari.

Kini perpustakaan jadi tempat yang sering disinggahi Alena karena tugas menggunung yang harus di kerjakan tepat waktu.

"Huffth ... " Alena mendengus kesal. Menjatuhkan beberapa buku ke atas meja di sudut ruangan.

"Pelan-pelan kali, yang lagi duduk ini orang, Al!!" Vania protes ketika salahsatu buku hampir mengenai kepalanya yang sedang tertelungkup di atas meja. Sejak hari pertama orientasi itu mereka pun bersahabat.

"Kapan beres nya tugas ini. Banyak sekali!!" Keluh Alena, kesal.

"Ya kalo kuliah nya selesai lah ..." Vania tergelak mendapati wajah kusut sahabatnya karena tugas kuliah yang tak ada hentinya.

Sementara Alena hanya menggeleng malas.

Sejenak, pandangan Alena teralihkan ke suatu sudut di luar perpustakaan. Tepat di taman pinggir bangunan tempat mereka berada sekarang.

Dua sejoli yang seperti tengah berdebat sengit. Si perempuan seperti sedang marah-marah, ngomel tiada henti. Sementara si pria nampak sedang nemohon maaf. Terlihat dari sikapnya yang merendah sejak tadi. Mengatupkan kedua tangannya di dada.

"Hmm ... mereka berantem lagi tuh?" Vania mengikuti arah pandangan Alena. Yang di ajak bicara hanya menggumam pelan. Tetap melihat ke arah sana.

"Taruhan deh, bentar lagi kak Lasya nangis."

Dan benar saja, sang perempuan yang bernama Lasya itu terlihat sesenggukkan. Menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Terus bntar lagi juga kak Hardi minta maaf," katanya lagi. Dan tepat beberapa detik setelah Vania bicara, si pria yang adalah pemegang hati Alena itu pun terlihat mengatupkan kedua tangan nya di dada. Tanpa harus mendengar yang di ucapkan nya pun, mereka sudah tau bahwa itu ekspresi permintaan maaf.

"Daan akhir nya mereka baikan lagi deeh ..." ucap Vania lagi mengakhiri tontonan drama yang memang berakhir damai diantara dua sejoli itu.

"Hmm ... " Alena menggumam pelan.

"Apa yang kamu harapkan? Mereka putus dan berpisah, begitu? hahaha ..." Vania mengacak rambut Alena.

"Ish ... apaan sih," Alena mendelik.

"Udah, mending cari cowok lain yang single." Vania menepuk bahu Alena yang masih betah memandangi dua insan yang kini telah berdamai seakan lupa dengan pertengkan beberapa saat yang lalu.

Apa tidak sakit melihat semua itu? Kalau akusih mending pergi dari sini.

Batin Vania.

***

"Kantin, yuk. laper" rengek Vania pada sahabatnya yang sedari tadi serius membuka halaman demi halaman buku yang ada di depannya.

"Bentar. Dikit lagi nih," jawab Alena tanpa menoleh. Berusaha menyelesaikan tugas terakhir nya sore itu.

Dan akhir nya setelah beberapa menit drama dan rengekan Vania yang sudah kelaparan, Alena pun menyelesaikan tugas nya. Merekava pun segera membereskan buku kembali ke tempat asalnya, kemudia keluar dari perpustakaan menuju kantin.

Memasuki area kantin, Alena mengedarka pandangannya ke seluruh tempat. Mencari keberadaan sosok itu. Dirinya di sadarkan tepukan di lengan yang di lakukan oleh Vania, sahabatnya.

"Tuh dia lagi mesra-mesraan sama yayang nya," Vania menunjuk satu sudut kantin. Alena pun mengikuti pandangan sahabatnya itu.

Sepasang kekasih yang sedang berpegangan tangan dengan mesra nya. Hardi tak segan membelai rambut kekasihnya, Lasya dan sesekali menyelipkan rambut yang terurai ke belakang telinga. Sementara gadis itu nampak malu-malu dengan wajah bersemu merah.

Keduanya tampak tak canggung bermesraan di tempat umum.

Memang sepasang kekasih kan. Tapi gak gitu juga kali! Batinnya.

Ada yang berdenyut nyeri di dalam dada Alena. Kenapa rasanya sakit. Semua orang tau kalau mereka memang sepasang kekasih. Jadi wajar saja kan mereka begitu. Tapi kenapa dadaku sesak begini.

*

*

Bersambung ...

Terimakasih yang udah mampir. Ditunggu like koment sama favorit nya ya

i love you😘😘😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!