NovelToon NovelToon

Dinikahi Kakak Ipar

Dua jam setelah menikah

Kamar tak seberapa luas itu mendadak penuh dengan kehadiran Aydan Kamal yang bertubuh tinggi tegap. Sudah dua jam berlalu dari resepsi pernikahan, kedua insan yang baru saja menikah itu masih canggung dengan statusnya yang baru. Raina terduduk di pinggiran ranjang, sedangkan Aydan masih berdiri sembari menyampirkan handuknya.

" Kak, kamar ini terlalu sempit kalo nggak nyaman kita pindah ke sebelah aja." ucap Raina pelan pada suaminya.

Aydan melirik Raina,"Aku tidur sama Adeeva aja di sebelah," jawabnya keluar lagi dari kamar.

Raina menghela nafas. Persis dengan apa yang telah ia duga sebelumnya, menikahi Aydan hanya akan menambah masalah hidupnya saja. Dia tau bagaimana kakak iparnya itu mencintai istrinya selama ini, wajar jika ia kaku ketika tiba-tiba harus menikahi adik iparnya.

Istrinya meninggal tiga bulan yang lalu, satu penyakit kronis membuatnya tak lagi bisa bertahan hidup. Pernikahan Aydan dengan kakak Raina telah diberikan keturunan yang sangat cantik, namanya Adeeva Kamal. Usianya sudah lima tahun, wajar jika perhatian masa pertumbuhan menjadi prioritas dari kedua keluarga, awalnya Aydan tak keberatan membiarkan Adeeva tinggal bersama mertuanya di asuh dengan Raina.

Tiga bulan berlalu, ayah dan ibu Aydan tak tega melihat kehidupan keluarga Raina yang semakin buruk ekonominya. Meski wajar karena wabah yang melanda satu tahun lalu, usaha kulineran mandek terdampak. Raina menganggur terkena PHK. Keluarga Aydan Kamal yang jauh lebih kaya tentu saja tak rela melihat cucu mereka dibesarkan dalam kesulitan, hingga berniat mengambil Adeeva.

Rania teringat bagaimana ibunya menangis memohon padanya agar ia menikah dengan Aydan saja, supaya masih bisa merawat Adeeva. Raina tau ini sulit, tetapi apa lah dayanya ketika ibunya merintih sedih setiap saat kepadanya, seolah menikah dengan Aydan adalah jalan satu-satunya. Raina adalah anak bungsu di keluarganya, dia juga terkesan menutup diri hingga tak kunjung menikah. Alasan ini pula yang beberapa kali di tekankan kepadanya hingga bersedia menikah.

" Na, Deeva biasa minum susu sebelum tidur ?" tanya Aydan tiba-tiba masuk ke kamarnya.

Dengan sedikit terkejut Raina mengangguk," Biar aku buatkan," ucapnya sembari keluar kamar.

Raina tidak tau pasti apa alasan Aydan menikahinya. Padahal meski duda dia masih cukup tampan apa lagi dengan keuangannya yang mumpuni, seharusnya dia bisa memilih orang lain dari pada dirinya, pikir Raina sampai saat ini.

Keadaan rumah yang masih begitu berantakan, dengan sedikit susah ia mencari susu Adeeva. Hajatan yang tak seberapa mewah ini ternyata tetap saja membuat seisi rumah menjadi seperti kapal pecah. Raina mengaduk susu dengan pelan,"Na, suamimu sudah tidur?" tanya ibu tiba-tiba.

" Belum Bu, ada apa?" tanya Raina tak menatap wajah ibunya.

" Inget ya Na, kamu harus jadi istri yang baik loh, jadi ibu yang baik juga. Susah payah Ibu bujuk Aydan agar mau menikahi mu awas saja kalau dia sampai menceraikan kan mu!"

Raina menahan amarahnya, sejak kemarin menangis tersedu-sedu kepadanya sekarang mengancam begitu kasar kepadanya." Buk, jangan bicara begitu nanti ada yang dengar," Jawabnya sembari berjalan meninggalkan dapur.

Terdengar ibunya menggerutu, namun Raina berusaha keras mengabaikannya. Langkahnya tak terhenti hingga pinggiran ranjang Adeeva."Ibu, Deeva nggak mau." gadis kecil yang setengah terpejam itu menggeleng lemah.

"Ibu kelamaan ya sayang buatnya, maaf ya," ucap Raina sangat pelan sembari mengusap pucuk kepala keponakannya.

" Emang gitu ya kalo buat, sampe anaknya nunggu kelamaan," Ucap Aydan sangat dingin pada Raina.

Raina menatap suaminya yang berdiri di daun pintu," Nggak kok, Adeeva baru kali ini tertidur sebelum minum susu."

" Kasian dia," Kata Aydan lagi dengan nada kesal.

"Wajar dia ngantuk, hari ini pasti sangat lelah bermain."

Raina pergi dari sana setelah menyelimuti keponakannya. Tiba-tiba...

"Na, aku tidak sungguh-sungguh memintamu jadi istriku, tapi jangan perlakukan anakku sesukanya!" suara Aydan begitu kasar dan dingin menerpa telinga Raina.

Sungguh ingin sekali ia berteriak jika dia juga tidak sudi menikah dengannya. Hanya saja apa yang perlu ia banggakan setelah menolak Aydan, dia tidak punya apa pun. Baginya Adeeva satu-satunya alasan untuk bertahan di keluarga ini.

" Aku tau akan segalanya Kak, jangan dikte aku seperti anak kecil. Tidak perlu !" ucap Raina benar-benar pergi dari sana.

***

Tidur Bersama

Raina Safira, yang sering di panggil Nana oleh banyak orang adalah gadis manis yang tumbuh mandiri alih-alih manja seperti anak bungsu pada umumnya. Kenyataan menikahi kakak iparnya hanyalah sebuah tanggung jawab sebagai anak yang tak bisa dibanggakan menurut ibunya. Kakaknya meninggal tentu saja membuat hancur hatinya terutama sang ibu yang memang cenderung lebih menyayanginya. Raina tau ibunya tak ingin kehilangan cucu kesayangannya.

Malam semakin larut, Raina masih terdiam di atas ranjang dengan lampu yang padam. Setelah kembali dari kamar Adeeva, ia termenung merasakan ulu hati yang begitu ngilu akhir-akhir ini.

Raina tak mungkin mengecewakan ibunya, di dunia ini hanya ada dia dan Adeeva yang menemaninya. Memang menyakitkan tetapi ia tau apa yang dipikirkan oleh ibunya." Mbak, aku takut melangkah lebih jauh tetapi ini sudah terjadi. Aku takut...." Ucapnya lirih sembari memeluk kedua lututnya.

Istri Aydan, Rania kakak kandung Raina begitu menyayanginya. Tak pernah menyakiti hatinya, justru dia yang terus membelanya ketika ibunya sendiri tak menghargainya. Raina teringat bagaimana cara ibunya memintanya menikah saat itu.

"Na, kamu bayangkan jika keponakanmu tinggal sama ayahnya, lalu dia menikah dengan orang lain. Kamu tega anak kakakmu di asuh orang lain, iya kalau dia sayang kalau tidak bagaimana Na, Ibuk nggak sanggup membayangkannya. Lagian kamu juga nggak mungkin begini-begini terus dari pada jadi perawan tua menikahlah dengan Aydan. Setidaknya demi Adeeva, Ibu nggak bisa jauh dari dia Na,"

" Buk, Kak Aydan tidak menyukaiku."

" Ibu yang akan meminta dia menikahi mu. Ibuk nggak rela kalo Deeva di ambil Na. Tolong,"

Raina menangis dalam diam, luruh segala sakit dan kesal yang teraduk bersamaan di satu waktu. Usianya yang sudah cukup untuk menikah, membuat ibunya semakin tak tahan karena ia masih saja belum memiliki calon untuk di jadikan kebanggaan.

Di tengah tangisnya yang masih berderai, suara ketukan di pintu kamarnya terdengar berkali-kali. Dengan sedikit panik Raina beranjak sembari menghapus air matanya.

" Ada apa?" tanya Raina pada Aydan.

Dengan wajah cemasnya," Deeva demam,"

Raina berlalu begitu saja, terburu-buru memeriksa Deeva di kamarnya. Aydan juga mengikuti langkahnya. Segera ia meraba kening Deeva," Dari tadi?" tanya Raina.

" Aku baru sadar saat tak sengaja menyentuhnya."

Raina berdecak," Tadi masih baik-baik saja," ucapnya sembari membuka laci mencari alat cek suhu tubuh.

Aydan pergi ke dapur ketika melihat suhu tubuh putrinya sangat tinggi. Raina tak meminta apa pun, dia tau kakak iparnya itu cukup cekatan menanggapi hal seperti ini. Raina hanya menemani Deeva yang bergumam sejak tadi.

" Kompres aja dulu, kalo nggak turun kita kasih obat !" ucap Aydan datang dengan air di wadah.

Raina mengangguk, membiarkan suaminya mengurus Deeva dengan telaten. Satu hal yang sebenarnya ia yakin Aydan bisa menjadi ayah yang baik tanpa harus menikah lagi, tentu saja dia yang serba bisa dan rasa cinta yang besar kepada istrinya, Aydan tidak membutuhkannya.

" Ibu... Haus" ucap Deeva begitu pelan. sejak Rania meninggal, Deeva memanggil Nana ibu dengan kemauannya sendiri, ia juga terlihat biasa saja tidak terlalu banyak tanya soal panggilan dari bibi menjadi ibu. Raina akan beranjak dari ranjang,

" Aku aja yang ambil, nih terusin" kata Aydan sembari memberikan kain kompresan.

Raina diam saja, membiarkan Aydan melakukan apa maunya. Setelah kakaknya meninggal tentu saja Aydan pulang ke rumahnya sendiri. Sesekali mengajak anaknya pulang saat ia libur bekerja. Komunikasi diantara keduanya tentu saja sebatas saudara ipar yang jarang bertemu." Maaf aku bangunin kamu, Deeva panggil kamu terus dari tadi. Kalo dia udah enakan kamu tidur aja," kata Aydan ketika melihat anaknya tertidur kembali setelah minum.

Raina diam saja, perlahan melepas tangan yang sejak tadi dipeluk Deeva. Tiba-tiba mata Deeva terbuka begitu lebar, wajahnya berubah menjadi mewek,"Ibu tidur sini aja..." ia menangis pilu.

Raina menatap Aydan. Tanpa persetujuan darinya, Raina segera masuk ke dalam selimut memeluk dan menenangkan Deeva. Aydan yang duduk di pinggiran ranjang itu diam saja, tidak melarang Raina. Aydan berdiri, kemudian mengusap pucuk kepala putrinya," Tidur ya sayang, besok pasti sembuh." ucapnya sembari mengecup pipi gembul Deeva yang begitu dekat dengan wajah Raina.

" Ayah, tidur sini aja. Deeva kangen." Kata Adeeva yang tiba-tiba terduduk, menatap wajah Aydan dengan sedih.

Aydan menatap Raina, seolah mencoba berdiskusi melalui kedipan mata. Hingga tangan Deeva tak sabaran menarik Aydan agar segera berbaring di sebelahnya juga.

" Sayang..."

" Ayah banyak mikir, Deeva pusing nungguin nya,"

Aydan melirik Raina yang datar-datar saja wajahnya.

***

Aku Bisa sendiri

Pagi semakin terasa dingin, sudah sejak semalam Nana tak bisa tidur nyenyak. Bagaimana tidak, dia harus mendekap Deeva dengan erat, sedangkan dengan posisinya mendadak berubah ketika Deeva tidak mau berada di dekat ayahnya. Tengah malam Deeva berpindah tempat, dengan Aydan yang tertidur nyenyak di belakang punggungnya. Bukan masalah tidur yang sulit, tetapi tangan Aydan yang melingkar di perutnya membuat Nana semakin gelisah.

Apa yang akan terjadi jika dia terbangun dengan posisi yang seperti ini, dengan sangat perlahan Raina berusaha melepaskan diri. Meski ini wajar untuk umumnya pasangan, tetapi Raina sadar diri akan Aydan yang tidak menyukainya. Entah bagaimana detailnya, Raina bisa turun dari ranjang dengan sempurna. Dengan sangat pelan ia menapaki lantai agar tak menimbulkan suara.

"Kamu kok tidur di kamar Deeva?" kata Ningsih, pada putrinya yang kebetulan lewat, Raina menutup pintu dengan pelan.

"Iya Buk, Deeva demam"

"Aydan di kamar sendiri? Harusnya kamu bangunin Ibu, masa pengantin tidurnya pisah, selain harus fokus rawat Deeva kamu juga harus layani Aydan Na, bisa kabur suamimu kalo begitu." Ningsih mengatakannya sembari menuju dapur yang masih berantakan.

Raina mengabaikan perkataan Ningsih, selain malas menanggapinya ia juga sangat kebelet, rasanya tidak bisa di tahan lagi. Pintu kamar mandi tertutup rapat.

"Kalo diajak bicara kok ya nggak mau dengar. Pantes toh kamu ini susah sekali dekat sama orang, sampe umur dua puluh tujuh masih belum nikah." Ujar Ningsih dengan pelan, tetapi Raina masih bisa mendengarnya.

Dapur yang masih berantakan itu tidak tersentuh sama sekali jika bukan Raina yang membereskan. Ningsih bangun pagi hanya untuk merebus air untuk Deeva mandi,"Na, Ibuk antar Deeva sekolah, kamu beresin ini dulu sendiri ya. Kalo sempet nanti Ibu bantu." Ucapnya ketika Raina keluar dari kamar mandi.

Raina melihat sekeliling ruangan sempit yang bertambah sesak karena wadah dan banyak panci yang tergeletak kotor."Biar Kak Aydan yang antar Deeva Buk, " Jawab Raina pelan.

Lagipula Deeva itu sudah besar tidak terlalu minta ditunggu, hanya saja ibunya pasti akan duduk ngerumpi di sekolah Deeva, mengabiskan waktu hingga siang hari."Sebentar kok Na, lagian semalam sudah di bantu budhe mu beres-beres, lanjutin aja sisanya. Aydan masih capek, kasian kalo diminta anter Deeva."

Raina menghela nafas, setidaknya ibunya memang berkata benar pekerjaan ini memang terbilang sisanya, tetapi Rania tak menyangka masih sebanyak ini. Belum lagi pakaian kotor yang sudah menggunung harus di cuci."Deeva sakit Buk, biarkan dia istirahat dulu," Ujar Aydan tiba-tiba.

Ningsih sedikit terlonjak melihat menantunya berada di sana juga." Loh Dan, sudah bangun." Ucap Ningsih dengan ramah," Na, buatkan kopi Ka- maksudnya suamimu!" katanya sembari menatap Raina datar.

Raina bergegas mematikan kompor, air yang di rebus Ningsih mendidih tepat waktu." Saya berhenti ngopi Na, nggak usah dibuatkan." Kata Aydan ketika Raina mengambil cangkir.

Ningsih perlahan meninggalkan Aydan dan anak perempuannya,"Oh. Teh anget mungkin?" tanya Raina sekali lagi.

Aydan mendekati Raina." Nggak usah Na, kerjaan kamu banyak banget kan, aku bisa sendiri nggak usah urusin aku." Katanya pelan dingin dan datar dalam satu waktu, ia meraih cangkir dari tangan Raina.

Raina tidak tersinggung, toh memang kepribadian Aydan memang mandiri sejak dulu, apa lagi sempat menduda sebelum ini. Dengan gegas Raina menggulung rambutnya, bersiap mengerjakan banyak hal sebelum matahari meninggi. Jika Aydan bersikap seperti itu justru ia bersyukur karena tidak perlu berpura-pura melakukan banyak hal yang tidak ia sukai.

"Sarapannya udah siap kok Kak, makan aja kalo laper, takutnya aku nggak sempet nawarin lagi." Ucap Raina sembari menumpuk semua wadah-wadah penuh minyak dan berlemak.

Tidak ada sahutan dari Aydan, kecuali denting sendok terdengar ia mengaduk teh hangat.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!