Debora terpaksa Resign dari pekerjaannya, karena harus menikah dengan kakak iparnya, menggantikan posisi kakaknya yang sudah meninggal.
Gadis berusia dua puluh satu tahun itu, terpaksa harus menjadi Ibu muda bagi keponakannya, yang baru berumur dua bulan.
Dan saat ini, Debora sudah sah menjadi istri kakak iparnya.
Debora baru saja, selesai melangsungkan pernikahannya.
Pernikahan yang diinginkan semua keluarga, pihak kakak ipar, dan dari pihak keluarganya.
Tubuhnya begitu penat, seharian mengikuti pesta pernikahannya, dari jam sepuluh pagi melangsungkan Pemberkatan.
Lalu lanjut ke acara resepsi yang di adakan setelah selesai Pemberkatan, sampai malam hari.
Banyaknya tamu undangan pada pesta tersebut, membuat kaki Debora begitu penat.
Debora hanya iya-iya saja, menuruti pengaturan yang di lakukan, pihak mempelai pria dan mempelai wanita.
Sekarang, dia di sini, di kamar pengantin, di rumah kakak iparnya yang super besar dan mewah.
Mansion Victor Stephanus.
Debora menghempaskan tubuhnya yang penat ke tempat tidur, lalu menatap langit-langit kamar, dengan tatapan melamun.
Beberapa detik dia seperti itu, kemudian Debora mengangkat jemarinya, dan memandang jari manisnya, yang telah melingkar cincin berlian yang sangat mahal.
Dia masih ingat begitu kakunya tangan kakak iparnya tadi, saat memasukkan cincin itu ke jemarinya.
Kakak iparnya masih berduka, tapi ke dua keluarga sudah berdiskusi, membahas tentang kakak iparnya yang sudah menduda.
Mereka tidak menginginkan cucu mereka memiliki Ibu tiri, yang tidak mereka kenal.
Akhirnya Ibu Debora mengusulkan, agar Debora saja yang menjadi Ibu dari cucu mereka.
Dan, ke dua pihak keluarga sangat menyetujui usul dari Ibu Debora.
Debora pun di panggil dari kota sebelah, karena Debora adalah wanita mandiri, selama ini, dia lebih suka berjauhan dari orang tuanya.
Semenjak tamat kuliah dan selesai kuliah, dia selalu berada di kota kecil itu.
Debora ingat, pertama kali bertemu dengan kakak iparnya, itu di saat kakaknya melangsungkan pernikahan dengan kakak iparnya.
Setelah itu, Debora kembali lagi ke kota kecil yang menjadi tempat tinggalnya.
Debora tergolong gadis yang tertutup, dia akan menyelesaikan sendiri, kalau ada masalah yang di hadapinya.
Debora berbeda dengan kakaknya, dia gadis yang tidak cengeng, dan memiliki fisik yang kuat berbeda dengan kakaknya memiliki fisik yang lemah.
Saat duduk di Universitas, banyak pemuda menyukai Debora, dan juga di lingkungan tempat dia bekerja.
Tapi, satu pun tidak ada yang membuat Debora tergoda. Para lelaki itu, terpaksa patah hati, karena tidak di tanggapi Debora.
Perlahan Debora menurunkan tangannya yang terangkat, meletakkan kembali tangannya ke tempat tidur.
Jam di nakas sudah menunjukkan jam sembilan malam, Debora begitu malas untuk membuka gaun pengantinnya.
Gaun itu begitu berat, gaun pengantin yang begitu mewah dengan ekor panjang, hasil desain perancang gaun pengantin terkenal, dari butik terkenal di kota mereka.
Debora memejamkan matanya, dia begitu lelah, hingga untuk bangkit saja pun dia malas.
Masih dengan keadaan terlentang, perlahan mata Debora terpejam, karena lelah dia pun merasa sangat mengantuk.
Dalam hitungan beberapa detik, Debora pun tertidur, dan suara dengkuran halus terdengar keluar dari tenggorokannya.
Debora tidak mendengar apa pun lagi di sekitarnya, lima menit berlalu Debora pun masuk ke alam mimpinya.
Sepuluh menit berlalu setelah Debora tertidur, dan sudah masuk ke dalam mimpinya.
Pintu kamar terbuka, dan masuklah seorang pria yang masih mengenakan stelan jas pengantin pria ke dalam kamar.
Pria itu mendadak menghentikan langkahnya, memandang tempat tidur pengantin.
Sesosok tubuh wanita yang masih mengenakan gaun pengantin, tertidur dengan nyenyaknya di atas tempat tidur, dengan keadaan terlentang dengan santainya.
Beberapa detik pria itu diam di tempatnya, memandang gadis itu yang begitu nyenyaknya tertidur di tempat tidur.
Suara dengkuran lembut, terdengar keluar dari kerongkongan gadis itu.
Pria itu kemudian membalikkan badannya, lalu membuka pintu kamar, dan melangkah keluar dari kamar tersebut.
Bersambung......
Esok harinya.
Debora menggeliatkan tubuhnya yang terasa penat, dan kemudian reflek bangkit dari berbaringnya.
Dia tersadar kalau dirinya ketiduran, karena saking capek dan lelah.
Debora melihat gaun pengantin yang masih melekat pada tubuhnya, dia belum berganti baju dari semalam.
"Astaga!" gumamnya kaget sendiri, melihat dirinya yang masih berpakaian pengantin.
Dia pun perlahan turun dari tempat tidur, dan tiba-tiba kembali terkejut, melihat tiga orang wanita berpakaian Pelayan, berdiri tidak jauh dari tempat tidur.
"Si..siapa kalian? kenapa kalian ada di dalam kamarku!" sahutnya dengan mata terbelalak.
"Selamat pagi Nyonya, kami ingin membantu anda membersihkan diri!" sahut salah satu Pelayan tersebut.
"Kami di perintahkan Tuan untuk melayani anda!" sahut Pelayan yang lain.
"Silahkan Nyonya, mari kami bantu untuk membuka pakaian anda!" sahut yang lain lagi.
"Tidak perlu, biar aku sendiri saja!" sahut Debora menolak bantuan Pelayan kakak iparnya tersebut.
"Maaf Nyonya, kami di tugaskan khusus untuk mengurus anda, kami tidak bisa keluar dari kamar anda, sebelum selesai mengurus anda!" sahut salah satu Pelayan itu.
Debora menghela nafas, perintah kakak iparnya sepertinya tidak boleh di abaikan.
"Baiklah, Ayo bantu aku!" kata Debora akhirnya mengalah.
Debora diam saja apa yang di lakukan oleh para pelayan itu.
Setelah gaun pengantinnya di buka, Debora kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ternyata di kamar mandi, bathtub sudah diisi dengan air hangat.
Debora tidak perlu sibuk lagi untuk mengisi bathtub, dia pun masuk dan berendam ke dalam bathtub.
"Apakah air hangatnya tidak terlalu panas, Nyonya?" tanya seorang pelayan itu dari depan pintu kamar mandi.
"Iya, cukup, hangatnya sudah pas!" sahut Debora.
"Baik Nyonya, kami sudah membersihkan kamar anda, kami permisi Nyonya!" sahut pelayan itu lagi.
"Iya!" jawab Debora.
Setelah itu, Debora tidak mendengar suara lagi dari dalam kamar tidur.
Debora tidak ingin berendam terlalu lama, dia ingin melihat keponakannya, yang sekarang sudah menjadi putranya.
Kakak Debora, Riska, melahirkan seorang putra yang lucu, dia sudah melihat bayi itu.
Mulai sekarang tugasnya menjadi seorang Ibu muda, yang belum berpengalaman.
Semoga dia bisa menjadi Ibu yang diinginkan putra kakaknya tersebut, dan akan merawat bayi itu sampai besar.
Debora menghela nafas panjang, dia tidak pernah terpikir menjadi seorang Ibu secepat ini.
Selama ini dia fokus bekerja, walau gajinya tidak begitu tinggi, tapi dia mencintai pekerjaannya.
Dia bisa hidup sendiri tanpa bergantung pada orang tuanya, dan tidak mengandalkan kekayaan orang tuanya.
Sedari kecil, Debora tidak terlalu di perhatikan oleh ke dua orang tuanya, karena dia memiliki tubuh yang kuat dan sehat.
Semua perhatian orang tuanya tertuju kepada kakaknya, Riska.
Riska sedari kecil sering sakit-sakitan, jadi perhatian orang tuanya, harus lebih extra pada kakaknya tersebut.
Riska, akhirnya menjadi gadis yang sangat istimewa dalam keluarga mereka.
Debora yang sering kesepian, tidak terlalu memikirkan perhatian orang tuanya, yang terlalu berlebihan pada kakaknya.
Debora memutuskan, akan menyelesaikan sendiri masalah apapun yang di hadapinya, tidak akan pernah meminta bantuan kepada orang tuanya.
Agar ke dua orang tuanya lebih fokus merawat dan memperhatikan kakaknya, Debora memutuskan pindah ke kota kecil untuk sekolah dan kuliah di sana.
Akhirnya Debora pisah dari orang tuanya, sejak dari usia tiga belas tahun.
Tinggal di asrama sekolah, dan setelah melanjut masuk ke Universitas, barulah Debora menyewa sebuah apartemen kecil dari hasil kerja part-timenya.
Bersambung.....
Setelah Debora selesai mandi dan berpakaian, dia pun pergi ke kamar bayi kakaknya.
Debora akan memeriksa keadaan bayi lelaki itu, tadi malam dia tidak sempat melihatnya.
Perlahan Debora membuka pintu kamar Arthur Stephanus, keponakannya yang sekarang telah menjadi putranya.
Debora menghampiri tempat tidur box, di tengah kamar itu.
Tampak bibir Debora menyunggingkan senyuman, memandang Arthur masih tertidur.
"Tuan muda baru saja selesai minum susu, Nyonya!" sahut pengasuh Arthur, memasuki kamar keponakan Debora tersebut.
Debora membelai pipi Arthur, menggunakan jari telunjuknya dengan lembut.
"Terimakasih sudah mengurusnya....!" Debora tidak melanjutkan perkataannya, karena dia tidak tahu nama pengasuh ponakannya tersebut.
"Nita, panggil saja saya Nita, Nyonya!" sahut wanita pengasuh ponakannya itu.
"Terimakasih Nita, sudah menjaga putraku!" sahut Debora.
"Sudah tugas saya Nyonya, anda tidak perlu berterimakasih, Nyonya!" jawab Nita tersenyum.
Setelah melihat Arthur, gadis itupun keluar dari kamar ponakannya itu.
Di ruang makan, ternyata kakak iparnya sudah duduk menikmati sarapannya.
"Pagi kak!" sahut Debora, menyapa kakak iparnya, yang sudah menjadi suaminya itu.
Pria itu diam saja tidak menjawab sapaan Debora, dia terus saja menyantap sarapannya.
Debora menarik kursi di ujung meja, dan seorang Pelayan wanita datang untuk melayani Debora.
Pelayan itu meletakkan sarapan Debora di hadapan Debora.
"Terimakasih!" ucap Debora.
Pelayan itu diam saja, tidak menanggapi ucapan terimakasih Debora.
Debora tidak ambil pusing, dengan sikap Pelayan tersebut, yang tidak merespon ucapan terimakasihnya.
Debora pun kemudian menyantap sarapannya, menikmati sarapan yang terasa aneh di sentuh lidahnya.
Sepertinya sarapan yang di berikan padanya, sarapan yang di masak tidak menggunakan garam atau perasa apa pun.
Debora mengangkat kepalanya, memandang Pelayan kakak iparnya itu, yang tampak berdiri tidak jauh dari kakak iparnya, Victor.
Debora yang akan membuka mulutnya, ingin bertanya pada Pelayan itu, perlahan mengurungkan niatnya.
Kalau dia bertanya soal masakan yang terasa hambar, nanti Victor akan berprasangka lain padanya.
Menganggap dirinya, terlalu cerewet dan banyak maunya, karena lagi pula mereka belum begitu akrab.
Mereka dinikahkan bukan karena saling menyukai, Victor nanti akan berpikir kalau dia, wanita yang merepotkan, hanya masalah sarapan yang tidak enak.
Debora kembali melanjutkan, menyantap sarapannya tanpa mengeluh.
Debora melihat kakak iparnya mendorong kursi kebelakang, dia sepertinya sudah selesai makan.
Pria itu meninggalkan ruang makan, tanpa sedikitpun mengeluarkan suara, untuk bicara dengan Debora.
"Apakah anda sudah selesai sarapan, Nyonya?" tanya Pelayan yang memberikan sarapan tadi, dengan nada sedikit kasar, dan tajam.
Debora mengerutkan keningnya, mendengar nada bicara Pelayan itu padanya.
Ada perasaan tidak beres di hati Debora, melihat Pelayan wanita itu.
Dia merasa Pelayan itu, tidak sopan padanya, dan seakan dia memberikan sinyal permusuhan pada Debora.
Debora memandang Pelayan itu, dan menatapnya dengan tajam.
"Kamu tidak sopan padaku! apakah kamu tidak lihat! aku bahkan belum bangkit berdiri dari kursiku!" sahut Debora mendelik ke arah Pelayan itu.
"Maaf Nyonya, kalau saya lancang!" sahut Pelayan itu, membungkukkan sedikit kepalanya meminta maaf.
"Kamu memang sungguh lancang! apakah kamu juga melakukan hal seperti begini, kepada kakakku sewaktu dia masih hidup?" tanya Debora tajam.
"Tidak Nyonya!" jawab Pelayan itu menundukkan wajahnya.
"Kamu barusan, seolah-olah ingin mengusir ku!" sahut Debora lagi dengan tajam.
"Tidak Nyonya, maaf!" ucap Pelayan itu, membeku di tempatnya.
Debora mendorong piringnya yang sudah bersih, sarapannya yang tidak enak itu, terpaksa di habiskan nya.
Debora tidak menduga ada Pelayan kakak iparnya, yang tidak menyenangkan di Mansion tersebut.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!