Jam 8.30 Arum baru selesai membuat susu dari pantry, tiba di pintu ruangan Vita memberitahu “bu Arum diminta pak Erik ke ruangannya,” sambil tersenyum “baik, makasih Vita.”
Ada apa yah pak Erik memanggilku, dalam hati Arum, yang pasti masalah tenaga kerja, bekerja sebagai HRD sangat menyenangkan buat Arum, selain mempelajari perilaku seseorang juga merupakan tantangan untuk memperbaiki kedisiplinan kerja karyawan, membuat peraturan-peraturan yang adil bagi perusahaan dan karyawan, menghadapi karakter-karakter yang unik dari masing-masing karyawan yang melanggar disiplin kerja.
Arum duduk dihadapan pak Erik “Rum, ada satu masalah karyawan yang harus kamu selesaikan, tolong buatkan Surat Peringatan pertama kepada salah satu marketing,” diam sebentar, “Tapi mungkin ini tidak semudah biasanya,” sambil berbicara kelihatan pak Erik dalam kebimbangan.
Sedikit mengerutkan kening Arum masih mendengarkan penjelasan pak Erik. “Namanya Rizal, usia 30 tahun, marketing andalan si bos. Pelanggarannya adalah, sering dateng telat, sering bolos, suka mengambil cuti tanpa pengajuan terlebih dahulu, dan kemarin dia ke Bali empat hari tanpa mengajukan cuti terlebih dahulu, kalaupun mengajukan cuti, cutinya sudah habis karena dia sudah mengambil cuti selama enam belas kali dalam kurun waktu hampir satu tahun ini, dan baru hari ini surat cutinya sampai ke tangan saya tanpa ditandatangani manager marketingnya,” berhenti sebentar sambil meneguk air putih.
“Sebetulnya merupakan dilema buat saya, disatu sisi dia anak emas si bos karena anak ini sudah menyabet sangat banyak customer dengan persentase tertinggi di semua marketing, meskipun jam kerja semau dia, tetapi disisi lain menimbulkan kecemburuan kepada karyawan lain, oleh karena itu setelah saya bicarakan dengan si bos, tadi si bos bilang ya sudah untuk formalitas diberikan saja Surat Peringatan pertama,” kerutan di kening Arum bertambah.
Arum memang sangat kritis, buat dia jangan kan cuma marketing yang handal, meskipun dia manager sekalipun tetap tidak boleh diistimewakan, kalau melanggar ya harus dikenakan sanksi. Tapi dengan hormat Arum tersenyum kepada pak Erik sambil menganggukan kepala “baik Pak, nanti saya minta Vita mengetikkan surat peringatan tersebut, dan akan segera saya panggil Rizal untuk memberitahukan surat peringatan tersebut sebagai formalitas,” selanjutnya terserah aku pikir Arum, jangan dikira si Rizal itu bisa seenaknya, dia pikir perusahaan ini milik bapaknya apa.
Setelah membuat draf surat peringatan tersebut kemudian Arum menyerahkan kepada Vita untuk di ketik. Jam 9.30 surat sudah di depan meja dan Vita memberitahukan sudah menyampaikan ke divisi marketing bahwa Rizal diminta menghadap HRD jam 11.00.
********
Sambil melangkah dengan angkuh Rizal menyusuri koridor menuju divisi hrd, ibu Arum namanya, pak Roy memberitahu agar menemuinya, Rizal membayangkan pasti Arum itu wanita tua yang bawel, dengan makeup dipaksakan pada kulitnya yang keriput, maskara menggumpal di ujung bulu mata yang sudah rontok, rambut mulai beruban, gincu berwarna merah marun dibibirnya yang sudah kendur, rok sepan pada tubuh yang mulai gempal. hahaha membayangkannya saja sudah bikin perut geli.
Kenapa dia tadi tidak menanyakan kepada pak Roy wanita itu usia berapa. Meskipun sudah enam tahun bekerja di perusahaan ini tetapi Rizal tidak bisa menghapal semua orang, karena perusahaan ini cukup besar, bertemu ke masing-masing divisi saja sangat jarang, apalagi divisi HRD sangat alergi dia.
Seandainya wanita itu adalah wanita cantik dan sexi pasti akan lebih mudah merayunya, wanita cantik mana yang tidak bisa dibuat meleleh oleh Rizal, laki-laki tampan di usia awal 30 an, dengan wajah angkuh, senyum yang mahal dan memikat, tatapan mata tajam dan nakal, hidung mancung, mobil mewah, dandanan eksmud berkelas, sosoknya memang sudah cukup tenar diperusahaan ini, sudah banyak wanita tergila-gila baik dari divisinya maupun dari divisi lain.
Sudah tiga wanita yang pernah di pacari Rizal dengan alasan iseng, belum termasuk dengan wanita-wanita yang tanpa status pacar, meskipun terkesan playboy tapi tidak mengurungkan niat wanita-wanita di berbagai divisi perusahaan itu untuk menarik perhatiannya.
Rizal bertanya pada seorang wanita di depan ruangan, dari kartu yang tergantung wanita itu bernama Vita.
Ketika melihat Rizal masuk tadi wanita itu sempat menyelipkan rambut dan tersenyum kaget, oh ternyata “Rizal dia,” pikir Vita, marketing handal yang tampan dan digandrungi banyak wanita, serta menjadi gosip utama wanita pada saat makan siang dikantin, si Rizal yang keren, si Rizal yang tampan, eksekutif muda yang sukses tapi gaul, ada yang mengaku pernah menjadi pacar Rizal, ada yang cerita dengan bangga kemarin pulang dianter Rizal, ada yang mengaku tetanggaan dengan Rizal sehingga membuat iri yang lain, dan ada yang dengan extrim terang-terangan mengaku sudah merasakan ciuman hot ala Rizal.
Rizal tersenyum ramah “permisi saya mau ketemu ibu Arum, nama saya Rizal,” sambil menyelipkan kembali rambut ikalnya yang nakal keluar-keluar, perempuan itu langsung menggiringnya ke ruangan “oh mari masuk ibu Arum sudah menunggu,” sambil tersenyum genit.
Setelah pintu di belakangnya tertutup Rizal memperhatikan ruangan sekeliling, meja kerja dengan ukuran sedang dan kursi empuk di belakangnya, sebuah kursi lagi di depan untuk lawan bicara pastinya. Disamping meja aja jendela dengan gorden berwarna ungu.
Di belakang kursi empuk ada lemari buku tertata rapi, di samping meja sebelah kiri ada sebuah dispenser dengan kain penutup berwarna senada dengan gorden dan di samping dispenser ada vas bunga besar dilantai terisi oleh bunga lili putih plastik yang anggun, di pinggir meja juga ada vas bunga berisi bunga anggrek ungu yang menambah kesan feminis.
Di samping meja seorang wanita berdiri menghadap belakang, sedang merapikan odner file, ternyata bukan wanita tua seperti bayangannya, juga bukan wanita sexi seperti harapannya. Wanita itu membalikan badan, Rizal menilai sepintas, meskipun wanita itu berpakain sangat tertutup, tapi mata lelaki berpengalamannya mampu menilai sampai ke sel darah, mmm Rizal mengguman sesaat, kulit putih, tubuh langsing tapi padat, wajah oval, dagu lancip, hidung mancung, bibir tipis berisi, pipi merona alami, mata dengan kelopak yang anggun, bulu mata lentik dengan binar mata yang mencerminkan kecerdasan, dari jiwa marketingnya rizal menilai satu hal yang pasti bahwa dia bukan wanita yang mudah.
“Silakan duduk,” Menyentakkan lamunan sesaat, Rizal menghenyakkan badan ke kursi. “baiklah pak Rizal, kita mulai saja kenapa Kami dari HRD memanggil anda,” hhmmm bukan wanita yang suka basa-basi Rizal menambahkan pada penilaiannya. “sehubungan dengan ketidakhadiran saudara selama empat hari tanpa keterangan, maka Kami memberikan surat ini kepada anda, mohon di baca terlebih dahulu,”
Rizal menerima surat tersebut, membaca sekilas, meskipun dia sudah memperkirakan isi surat tersebut. “Ehm... maaf sebelumnya, tadi Anda mengatakan bahwa saya tidak hadir selama empat hari tanpa keterangan, yang benar adalah saya tidak hadir selama empat hari karena cuti,” Rizal menjelaskan secara diplomatis.
“Mmm... begitu yang anda pikir. Apakah Anda tahu apa yang bisa di sebut sebagai cuti? Biar saya coba jelaskan, cuti adalah salah satu hak karyawan yang bisa disetujui dan dianggap sah jika memenuhi persyaratan sebagai berikut, pertama maksimal pengambilan cuti dua belas hari setahun sedangkan anda sudah enam belas kali belum termasuk yang empat hari ini. Kedua pengajuan cuti minimal sebulan sebelum hari H.
Sedangkan anda menaruh surat cuti satu hari sebelum hari H. ketiga cuti telah disetujui oleh manager divisi masing-masing dan anda tidak ada tanda tangan manager anda. Keempat cuti telah disetujui dan ditandatangi oleh HRD dan memberikan form lampiran kepada karyawan sebagai bukti otentik pengesahan cuti sedangkan pengajuan cuti anda tidak. Apakah anda mengerti??” Rizal menatap wanita didepannya tanpa berkedip, memperhatikan bibir tipis yang padat itu bisa berbicara demikian tegas dan tanpa rasa simpatik kepadanya.
“Oleh karena itu kami mengeluarkan surat peringatan satu kepada anda saudara Rizal, jika dalam tiga bulan anda tidak juga memperbaiki kedisiplinan kerja anda maka kami akan mengeluarkan tindakan selanjutnya, terima kasih atas waktu anda, selamat siang,” wanita itu berdiri dan berjalan ke arah pintu, membukakan pintu sebagai usiran halus kepada Rizal.
“Baiklah terimakasih atas penjelasannya ibu Arum, saya akan mencoba apa yang ibu sebut tadi sebagai perbaikan terhadap kedisiplinan kerja, jika saya belum jelas apakah saya boleh bertanya sewaktu-waktu kepada ibu??” sahut Rizal. “silakan,” jawab Arum tegas. Rizal berjalan keluar dan Arum menutup pintu.
Rizal menoleh sekilas kepintu yang telah ditutup, ada sesuatu yang membuatnya merasa tak berharga, bukan karena kata-kata nya yang meremehkan, bukan karena penjelasannya yang tajam, bukan karena sindirannya yang terang-terangan, bukan karena tatapan tidak simpatiknya kepada Rizal. Tetapi sesuatu yang lebih vital dari itu, sesuatu yang tidak pernah dilakukan semua perempuan kepadanya selama ini.
Rizal berjalan gontai melewati Vita yang sudah memoles kembali lipstik merah jambunya, sudah menambah blush on nya, sudah mengukir ulang alisnya, sudah membubuhkan shading pada eye shadownya, sudah mempertebal maskaranya, sudah merapikan ikal rambutnya, sudah memakai stocking sehingga kaki jenjangnya menjadi lebih menarik, dan sedang tersenyum manis.
Rizal melewatinya tanpa menoleh.
Sampai diruangannya yang bersekat-sekat, Rizal duduk sambil menatap kembali surat peringatan tadi, melihat tandatangan di bawahnya dengan nama Arum Sekarsari, menggumamkan nama itu sekali lagi sambil berpikir apakah surat ini harus dibakar, dirobek-robek, atau malah harus dilaminating karena wanita yang membubuhkan tanda tangan telah berhasil mengganggu konsentrasinya.
Langkah kaki yang anggun mendekatinya, Rizal tidak mendengar, matanya masih menatap surat itu “hai honey!!” suara lembut tak asing itu menyapanya, tapi Rizal tidak bergeming. Akhirnya Siska meraih surat yang di tatap Rizal dengan pandangan kosong.
“hahaha…” tawa renyah keluar dari bibir sexi itu “honey, kenapa surat sampah seperti ini mengganggu pikiran mu? Pak Roy tidak akan mengeluarkanmu hanya gara-gara kabur 4 hari, dimana lagi dia bisa mendapatkan marketing yang handal seperti kamu? Lagian aku heran hal seperti ini saja membuatmu sampai bengong begitu,” Rizal beranjak tanpa kata-kata meninggalkan Sisca yang gantian bengong dengan sikap Rizal.
********
Dua hari sudah sejak dikeluarkan surat peringatan itu, Rizal menjadi pendiam, membuat wanita-wanita disekelilingnya khawatir, ada apa dengan Rizal.
“Honey makan siang yuk?” Sisca mengajak dengan lembut sambil menyentuh lengan Rizal dan membelai-belainya, Sisca adalah wanita yang sedang dekat dengan Rizal, belum jadi pacar sih, tapi gayanya sudah sok protektif “honey, yuk makan!! nanti kamu sakit!! Tinggalkan dulu kerjaan kamu,” sambil menarik manja lengan Rizal.
Rizal menepis perlahan, sambil menatap Sisca, cewek sexi, dengan blazer ketat dan rok mini, rambut ikal menggairahkan dengan warna merah menyala, bibir menggoda yang selalu membuatnya ingin menciumnya, tetapi mengapa hari ini menjadi biasa saja.
bahkan tadi pagi saat ketemu Melinda yang pernah sangat panas jatuh kepelukannya terlihat murahan, dan Renata gadis paling cantik di divisi iklan yang pernah dikencaninya terlihat tidak ada apa-apanya, dan kenapa justru wajah Arum yang tegas menari-nari dikepalanya, wanita dengan kancing baju berderet dan rok panjang menutupi kaki.
“Kamu makan duluan saja, aku lagi tanggung,” sahut Rizal sambil terus mengetik di laptopnya sambil mengusir bayangan arum dibenaknya. dengan cemberut dan bibir indah plus sexsinya bertambah menggemaskan akhirnya sisca menyerah dan berjalan sendiri ke kantin.
Jam 3.00 akhirnya Rizal menyerah oleh lapar, perutnya total keroncongan karena dari pagi belum sarapan mencoba menenggelamkan diri dalam pekerjaan, Rizal menyibukkan diri dengan membuat sepuluh penawaran dan sudah diemail ke perusahaan-perusahaan yang akan diprospek.
Rizal juga sudah membuat janji temu untuk minggu ini dengan tiga perusahaan yang sudah masuk tahap follow up, Rizal juga sudah menyiapkan persentase yang bagus untuk besok ke salah satu perusahaan yang hampir goal lagi.
Tetapi semuanya dilakukan tanpa semangat, tidak seperti biasanya. Dia memandang burger yang sudah mulai mengeras yang dibelikan Sisca dikantin tadi siang tetapi tidak dimakannya dan coffe yang sudah dingin yang juga dibuatkan oleh Sisca tetapi tidak diminum sedikitpun.
Rizal berjalan keluar ruangan, tidak menjawab sapaan Sisca yang menanyakan “mau kemana honey??”
Sesampai dikantin suasana agak sepi karena jam makan siang sudah lewat, setelah menulis pesanan sup hangat dan minuman.
Rizal duduk sambil membaca majalah, tiba-tiba dari sudut matanya dia melihat bayangan itu. Melirik sedikit. wanita itu mengenakan rok panjang berwarna biru safir, atasan senada, dipadu dengan blazer putih tangan panjang dengan corak samar, pakaian tertutup tapi tetap tampak eksklusif, Membuat wajah putihnya terlihat bersinar.
Berjalan melewatinya dengan anggun tanpa menoleh ke arahnya, berbeda dengan wanita lain yang pasti berusaha menarik perhatiannya. Kenapa Arum jadi begitu memikat, upsss tidak mungkin, wanita berpakain tertutup dan sopan bukan tipe gue banget pikir Rizal menepis pujiannya, Melinda, Sisca, Renata, nah itu baru tipenya, cewek-cewek modis, sexi, gaul abis, suka dugem, hak sepatu minimal 7 cm, betis putih langsing, paha mulus, kuku di kutek, rambut berwarna, mata menggoda, bibir mengundang, gak malu-maluin digandeng, yang membuat cowok-cowok meliriknya dengan iri, itu baru seleranya. Berperang dalam batin.
Gadis itu duduk menulis pesanannya menyerahkan kepada pelayan kemudian membuka sebuah majalah dan mulai membalik-balikan halaman, gerakan jemari yang lentik membuat Rizal tidak bisa mengalihkan pandangan, bibir tipis yang padat bergerak-gerak sekilas membaca sambil sesekali tersenyum-senyum
membuat Rizal ikut tersenyum dan bertanya-tanya kira-kira apa yang sedang dibacanya, yang membuat bibir yang dua hari lalu telah mengritiknya dengan tajam kini tersenyum-senyum. Setelah dua hari ini kehilangan semangat, baru saat ini membuatnya kembali semangat dan bahagia dengan menatap Arum.
Berperang dengan gengsi, samperin tidak samperin tidak, ah masa bodo daripada makan sendirian lebih baik mencoba gabung semeja dengan Arum, membuat alasan untuk dirinya sendiri Rizal berjalan kemeja Arum. “selamat siang bu Arum, sedang menunggu seseorang?” sapa Rizal sambil tersenyum ramah.
Arum menoleh, terkejut sekilas, karena sapaan ramah dan senyum bersahabat “tidak,” sahut Arum “kalau begitu boleh saya gabung disini?” sambil menatap Rizal dan hendak mengatakan meja lain kan masih kosong tetapi lidahnya berkata “silakan,” namun dengan sikap acuh tak acuh.
“Terima kasih,” sahut Rizal dengan kelegaan yang sangat terlihat. Pesanan Rizal datang “silahkan saja kalau mau makan duluan.” Arum mempersilakan “iya nanti saja kita makan bareng,” kemudian pesanan Arum dateng tapi dibungkus “maaf pak Rizal saya tidak bisa menemani makan, saya harus kembali ke ruangan, selamat sore,” sambil tersenyum sekilas Arum berjalan meninggalkan Rizal.
Rizal tersenyum hambar lebih kepada menertawai diri sendiri. What... wanita-wanita mengantri ingin makan semeja dengan dia, tapi wanita ini malah lebih memilih membungkus makanan dan meninggalkannya padahal dia bisa saja makan bersamanya. Keroncongannya hilang dalam sekejap, setelah makan sedikit untuk mengganjal perut Rizal kembali keruangannya dengan lebih tidak bersemangat lagi. Telah terhina dua kali.
Berlari lari supaya tidak telat kerja, itu kebiasaan buruk Ranum yang selalu dikritik Arum “makanya Num kalau bangun itu pagi-pagi biar kerja gak terburu-buru dan gak telat terus. Kalau Mama masih ada pasti dia marah besar anak perempuannya kok bangun siang terus,” biasanya Ranum cuma nyomot roti trus memasukkan kemulut sekenanya sambil memakai bedak, eye shadow, blush on, maskara, alis, dan buru-buru ngeloyor pergi.
Saat ini sudah pukul 7.30, padahal seharusnya aku membuka toko Roti pada pukul 7.00 cemas Ranum, padahal hari ini gilirannya piket, jadwal piket di buat setiap sabtu bergilir dengan ke empat karyawan lainnya.
Setelah kedua orang tuanya meninggal Arum dan Ranum tinggal berdua, dengan harta peninggalan orang tua dan kerja keras Arum akhirnya mereka bisa tamat sekolah.
Ranum bekerja di toko roti sambil menyelesaikan S1 nya. Beda usia Ranum dengan Arum empat tahun. Ranum 22 tahun Arum 26 tahun, Arum wanita yang sangat alim dan sangat taat beribadah, pakaiannya sopan dan tertutup, baik, cerdas, tutur kata sopan tapi tegas, dewasa, Arum sangat hati-hati dalam berhubungan dengan laki-laki, sangat lurus hidupnya.
Arum bekerja di perusahaan periklanan pada posisi human resource development, mengurus masalah tenaga kerja di perusahaan periklanan tersebut, dia bekerja dari sejak lulus SMA, kuliah sambil bekerja dan akhirnya bisa menyelesaikan S1 nya, dan karena kecerdasan, kewibawaan, dan loyalitas kerja kak arum mendapatkan posisi yang cukup lumayan untuk seusia dia, lengkap sudah kesempurnaan kak Arum dibanding aku.
Sedangkan Ranum wanita yang baru beranjak dewasa, lincah lebih tepatnya sedikit genit, modis dalam berpakaian, senang bergaul dan sudah berpacaran lebih dari tiga kali, secara akademis Ranum biasa-biasa saja IPK rata-rata, Dia kuliah karena tidak ingin mengecewakan dan membebani Kakaknya Arum.
Perbedaan karakter inilah yang membuat mereka sering berdebat, ambil saja contoh kalau mereka ingin jalan-jalan berdua “Ya ampun Ranum gak kurang pendek rok mu itu.” atau “gak usah GR laki-laki itu noleh ke kamu, jelas saja dia noleh karena kerah baju kamu kerendahan cepet pakai sweater Kakak,” atau kalau Ranum bawa pacarnya kerumah “Ranum kamu gak salah cari pasangan sudah gak nyelonong saja masuk tidak menyapa itu cowok
pakai tato di lengan, dandanan rambut aneh, pakai anting,” dan masih banyak
lagi.
Sekarang pacar Ranum bernama Aldi, Arum sangat tidak suka padanya, selain yang dia sebutkan tadi, Arum juga bilang Aldi tidak sopan dan suka memberi pengaruh buruk kepada Ranum, seperti bolos kuliah.
Masih banyak lagi yang membuat mereka sering berdebat, dan yang membuat Ranum menganggap Arum kakanya sangat kolot, seperti saat ini Ranum lagi telpon telponan dengan Aldi “Sama sayang aku juga kangen, pingin peluk kamu, pingin cium kamu... luv u... mmuuaah.. mmuuaah.. mmuuaah,” tiba-tiba dibelakangku berdiri kak Arum sambil berkata “Astaga Ranum... setiap telpon telponan kamu seperti itu sama Aldi, apa kamu tidak malu bicara seperti itu”
Gubrak..............
********
Bu Elisa adalah seorang janda berusia 56 tahun, suaminya yang sudah meninggal adalah mantan anggota DPR, jadi uang bukanlah tujuan utamanya membuka toko kue dan roti tempat Ranum bekerja ini melainkan untuk menghilangkan rasa kesepian karena janda dan anaknya yang cuma dua dan kedua-duanya laki-laki tidak tinggal serumah.
Bu Elisa wanita yang sangat bijaksana, Ramah kepada karyawannya, perhatian dan memang sifatnya penyayang. Mungkin juga itu disebabkan karena kesepian. Sebetulnya yang diinginkan bu Elisa adalah anak-anaknya tinggal bersamanya, tetapi apa boleh buat setiap anak punya cita-cita sendiri sehingga dia juga tidak mau menghalangi karier dan masa depan anaknya.
Anak pertamanya bernama Azam, dia tinggal dijakarta juga tapi tidak serumah karena jarak kantornya jauh sehingga beli rumah sendiri dekat dari kantornya.
Azam adalah laki-laki dewasa dan juga sangat Sayang dan perhatian kepada Ibunya, dua atau tiga minggu sekali setiap Jumat dia selalu menjenguk dan menginap di rumah Ibunya, dan setiap hari selalu menelepon dan memberi kabar ke Ibunya. Azam pemuda yang baik, taat ibadah dan setelah Ayahnya meninggal dia sosok yang menggantikan peran Ayahnya, bertanggung jawab kepada Ibu dan adik satu-satunya.
Anak yang kedua bernama Topan, bekerja di luar kota. Kalau Topan ini biasa di manja jadi dia lebih merasa Ibunyalah yang harus perhatian ke dia. Kalau tidak ditelepon jarang sekali menelepon, pulang menemui Ibunya saja bisa empat sampai enam bulan baru pulang. Terkadang bu Elisa menangis karena rindu pada anak bungsunya. Dan biasanya kalau bu Elisa jatuh sakit barulah Topan pulang.
Di tokonya bu Elisa selalu memperhatikan kesejahteraan ke lima karyawannya, setiap bentuk kesusahan dan kebutuhan selalu di bantunya. Buatnya ke lima karyawannya sudah seperti anak-anaknya sendiri, ditengah-tengah merekalah bu Elisa bisa tertawa, bercanda, mengobrol, dan melupakan kesepiannya.
Karena kegigihan dan kecerdasan mengelola bisnis jadilah toko kue dan roti ini cukup besar dan begitu terkenal di perempatan ini.
Tempatnya tidak kalah dengan toko kue di mall-mall. Layout dan interiornya sangat bagus, dekorasi gaul dan lux ini serta dilengkapi dengan wireles, membuat para pegawai kantor dan mahasiswa senang nongkrong di toko ini, toko ini diberi nama Qutecake.
Rasanya tempat ini pas banget buat cewek segaul gue pikir Ranum, menjadi kasir its oke, karena toh aku juga belum lulus kuliah dan bu Elisa menawarkan gaji yang lumayan kok, belum lagi ditambah uang lembur kalau toko lagi ramai. Dan yang terpenting bisa cuci mata dan kenalan sama cowok cowok ganteng and gaul yang type gue bangeeetttt, type type yang bakal dikritik habis-habisan sama kak Arum hihihi….
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!