NovelToon NovelToon

Hijrahnya Si Gadis Badung

Bab 1.

"Cih, sekalinya sudah rusak tetep aja rusak nggak bakalan bisa di perbaikin lagi"

"Dasar Munafik ! Sok suci !!"

"Berjilbab tapi kelakuan kayak orang nggak punya adab"

"@@###@##@"

Seperti itulah setiap harinya, selalu saja ada kata-kata yang menyakiti hati dan tak enak di dengar.

Lelah ? Tentu saja aku lelah.

Marah ? Siapa yang tidak marah jika perubahanmu selalu di kaitkan dengan masa lalumu yang suram.

Aku hanyalah manusia biasa yang bisa merasakan lelah, marah, dan sakit. Namun aku juga tidak bisa membalas setiap ucapan yang mereka lontarkan.

Bukan ! Bukan !! Bukan aku tidak bisa tapi aku tidak ingin membalasnya, karena jika aku mau membalasnya aku tidak menjamin mereka masih bisa berbicara.

Terserah kalian mau menganggapku apa, pendapat orang lain sudah tidak penting lagi bagiku karena aku hanya ingin mencari ketenangan jiwa.

Anindita segera menutup buku hariannya dan mulai mengemas beberapa pakaiannya ke dalam koper, hari ini gadis cantik itu memutuskan untuk menetap di luar kota dimana dia berharap tidak ada orang yang akan mengenalinya dan juga tidak mengetahui masa lalunya 

****

"Bismillah, hari ini akan menjadi awal bagiku ya Allah jadi aku mohon bantulah dan mudahkanlah hidupku di kota ini" ucap seorang perempuan bergamis maroon dan berkerudung hitam panjang saat turun dari kereta api yang membawanya.

Setelah keluar dari stasiun kereta, gadis yang bernama Anindita Rahma itu lekas mencari taksi.

"Tolong antar saya ke alamat ini ya Pak" ucap Anin dengan sopan sembari menunjukkan alamat yang ada di Hpnya.

"Baik Mbak" jawab si sopir.

Mata Anindita tak lepas dari jalanan yang masih ramai meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.

20 menit berlalu, sopir taksi itu menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang tertutup gerbang besar.

"Sudah sampai Mbak" ucap sang sopir yang langsung di jawab dengan anggukkan oleh Anindita.

Anindita mengeluarkan 2 lembar uang 50ribuan  dan memberikannya pada sopir taksi yang sudah mengantarnya.

"Kembaliannya ambil saja Pak" ucap Anindita.

"Terimakasih Mbak, semoga Allah mudahkan rezekimu Mbak" jawab sopir taksi membuat Anindita tersenyum.

Sebelum pergi sopir taksi itu membantu Anindita mengeluarkan kopernya dari bagasi, Anindita lekas berjalan ke gerbang yang sedikit terbuka itu.

"Assalamualaikum, permisi Pak" ucap Anindita sedikit berteriak.

"Waalaikumussalam, ya Mbak.. ada apa ya ?" Tanya seorang pria paruh baya usai mengurangi volume di radio yang ia dengarkan.

"Saya Anindita Rahma Pak, saya penyewa baru yang mau Kos di sini" jawab Anindita.

"Oh, Mbak Rahma ya ?" Tanya pria paruh baya itu lagi sembari menunjuk ke arah Anindita.

Anindita hanya mengangguk untuk memberi jawaban pada pria baya itu.

"Mari masuk Mbak" ajak Pria paruh baya itu sembari membuka gerbang.

"Makasih Pak... " ucap Anindita menggantung karena tidak mengetahui nama pria paruh baya itu.

"Panggil saja Bapak Joko Mbak, tapi anak-anak yang Kos disini suka manggil saya Pak Jack, biar lebih gaul kata mereka" ucap Pak Jack alias Joko itu sembari terkekeh.

Pak Joko mengantarkan Anindita ke sebuah rumah yang berada d depan.

"Ini rumahnya Bu Yuni Mbak, untuk Kos-kosannya ada di rumah lantai 2" jelas Pak Joko karena melihat Anindita seperti orang yang bingung.

Anindita hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

Tok tok tok

"Assalamualaikum Bu" ucap Pak Joko.

"Waalaikumussalam"

Ceklek

"Ini Mbak Rahma nya sudah datang Bu, saya permisi jaga di depan lagi" ucap Pak Joko begitu seorang wanita paruh baya yang menjawab salam tadi membuka pintu.

"Sebentar Pak" cegah Wanita itu lalu segera masuk lagi ke dalam dan tak lama keluar dengan membawa sepiring ubi rebus.

"Buat temen melek Pak" ucap wanita itu.

"Wah, alhamdulillah.. makasih Bu, saya permisi. Mari Mbak Rahma"

Pak Joko segera berlalu dengan bahagia karena ada sepiring ubi rebus yang bisa menemaninya berjaga.

"Silahkan masuk Nak Rahma" ajak Bu Yuni pemilik kontrakan di kota yang akan ku tinggali mulai saat ini.

"Baik Bu" jawab Anindita melangkah masuk mengikuti Bu Yuni yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam rumah.

"Kenapa sampainya malam sekali Nak ?" Tanya Bu Yuni dengan lembut membuat hati Anindita sedikit bergetar karena teringat akan Orang tuanya yang sudah tiada.

"Iya Bu, saya sempat ketinggalan kereta waktu turun di stasiun tugu jogja untuk membeli sesuatu jadi saya harus menunggu kereta selanjutnya" jawab Anindita.

Bu Yuni menganggukkan kepalanya "Yasudah kalau begitu, mari Ibu antarkan ke kamar kamu" ajaknya.

Anindita segera berdiri dan menyeret kopernya keluar namun Bu Yuni segera menghentikannya.

"Mau kemana Nak ? Kamar kamu di situ" tunjuk Bu Yuni ke arah pintu berwarna hijau toska.

"Tapi kata Pak Joko tadi kamar Kos ada di belakang bu" jawab Anindita sedikit bingung.

Bu Yuni terkekeh lalu merangkul Anindita menuju ke depan pintu berwarna hijau toska.

"Yang tinggal di kamar yang mau kamu tempati belum pindah Nak, besok siang baru mau pindah. Jadi untuk malam ini kamu tidur disini dulu ya, mandi dulu sebelum tidur biar bisa tidur nyenyak" ucap Bu Yuni sembari membukakan pintu kamar untuk Anindita.

"Makasih Bu" ucap Anindita tulus.

"Sama-sama, cepat mandi dan istirahat.. Ibu balik ke kamar ya, kamar Ibu ada di sana" tunjuknya pada kamar yang ada di dekat ruang tamu tadi.

Anindita mengangguk lalu menutup pintu usai melihat Bu Yuni masuk ke dalam kamarnya.

Badannya terasa kaku, matanya juqa sudah ingin segera terpejam usai melakukan perjalanan jauh namun Anindita segera melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi.

Bruukkkk

Anindita menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur usai mandi, sepertinya gadis itu benar-benar lelah hingga langsung tertidur lelap.

*

Suara adzan subuh berkumandang memaksa mata gadis cantik itu terbuka, meski badannya terasa remuk redam karena kelelahan perjalanan jauh namun dia tetap bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh.

"Sabbihisma robbikal a'laa . Alladzii kholaqol fa sawwaa . Walladzii qoddaro fa hadaa . Walladzii akhrojal-mar'aa . Fa ja'alahu ghusaaa ann ahwa." (Q.s Al-a'la 1-5)

Anindita yang sedang berdzikir usai sholat subuh sontak tertegun karena mendengar suara seorang laki-laki yang sedang mengaji dengan merdu dan juga nada yang indah.

Bibirnya membentuk senyum tipis karena merasakan jantungnya bergetar, entah kenapa dia merasa ingin mendengarkan dengan jelas suara alunan ayat-ayat suci yang di baca laki-laki itu.

"Suara yang begitu indah dan juga merdu" gumamnya lirih.

Bab 2

Tok tok tok

"Astaghfirullohaladzim" Anindita memegang dadanya yang bergetar dengan keras karena terkejut.

"Nak Rahma!!" panggil Bu Yuni membuat Anindita lekas berdiri dan segera membuka pintu.

Ceklek

"Ibu kira Nak Rahma belum bangun" ucap Bu Yuni usai pintu kamar Anindita terbuka.

Anindita terkekeh karena ucapan Bu Yuni "Alhamdulillah sudah bu"

"Yasudah kalau begitu, Nak Rahma mau temani ibu minum teh di teras ?" Tawar Bu Yuni.

"Iya bu, sebentar saya lepas mukena nya dulu" jawab Anindita yang langsung melepas mukena yang masih di pakainya 

Anindita sedikit terkejut saat melihat seorang laki-laki yang masih memakai sarung dan baju koko duduk di ruang tamu dengan musaf di tangannya.

Seketika Anindita menghentikan langkahnya dan menundukkan kepalanya 

"Kemari Nak Rahma!" Pinta Bu Yuni yang duduk di  sebelah laki-laki itu.

Anindita hanya menjawab dengan anggukkan lalu kembali melangkahkan kakinya ke ruang tamu.

"Duduk Nak Rahma" ucap Bu Yuni menepuk sofa tunggal yang ada di dekatnya.

Dengan patuh Anindita duduk di sofa yang ada di dekat Bu Yuni.

"Dia anak Ibu, namanya Arjuna." Bu Yuni menepuk lengan laki-laki yang bernama Juna itu. "Dan Juna, gadis cantik ini namanya Nak Rahma. Dia yang mau Kos disini" sambungnya membuat Juna menatap Anindita sekilas lalu menganggukkan kepalanya.

"Panggil saja saya Anin Bu, M-mas Juna. Saya lebih senang di panggil Anin" ucap Anindita yang sedikit terbata saat memanggil Juna dengan kata 'Mas'.

Bu Yuni tertawa kecil, entah apa yang dia tertawakan membuat situasi yang menurut Anindita canggung ini menjadi semakin canggung.

"Baiklah Nak Rah.. Anin. Jangan sungkan ya disini. Anggap saja Ibu seperti Ibu kamu sendiri. Di minum dulu teh nya mumpung masih hangat" ucap Bu Yuni.

Anindita menganggukkan kepalanya dan segera meraih gelas yang berisi teh hangat itu.  Ada rasa hangat yang menjalar di dalam jiwanya, bukan hanya karena Teh yang sedang di minumnya namun karena tatapan dan juga ketulusan yang di perlihatkan Bu Yuni padanya seolah membuatnya yang sudah menjadi anak Yatim piatu itu merasa nyaman dan tidak lagi kesepian.

"Juna masuk kamar dulu Bu, nanti kalau Pak Sobri nganterin Bubur ayam ke sini tolong bangunin Juna" ucap Juna yang langsung berdiri dan berlalu masuk ke kamarnya yang berada tepat di depan kamar Anindita.

Tanpa sadar mata Anindita mengikuti setiap langkah kaki yang Juna ambil hingga langkah itu menghilang di balik pintu 

"Jangan heran ya Nak Anin, Juna baru saja pulang jam 3 pagi tadi karena ada operasi.  Jadi belum sempet tidur" jelas Bu Yuni membuat Anindita tersenyum canggung.

Oh ternyata seorang dokter muda. Batin Anindita.

Banyak sekali yang Bu Yuni bicarakan dengan Anindita dan di tanggapi Anindita dengan penuh semangat juga saat Bu Yuni menceritakan masa mudanya.

Waktu terus berjalan, tepat pukul 6.30 pagi ada seorang pria paruh baya membawa 1 kantung kresek berisi bubur ayam.

"Sebentar Pak Sobri, saya panggilkan Juna nya dulu" ucap Bu Yuni usai meminta Pak Sobri untuk masuk dan duduk di ruang tamu.

Tak lama Juna keluar dengan muka bantalnya namun malah terlihat tampan di mata Anindita.

"Astaghfirullohaladzim" ucap Anindita lirih lantas berdiri dan berlalu ke kamarnya untuk mengambil tas saat langkah Juna semakin dekat ke arah ruang tamu.

"Nak Anin kenapa ?" Tanya Bu Yuni yang melihat tingkah Anin sedikit aneh.

"Nggak apa-apa bu, saya mau ganti baju dulu lalu mau keluar jalan-jalan sebentar" jawab Anin.

"Yasudah kalau gitu, tapi nanti sarapan dulu ya sebelum keluar"

"Tapi.. "

"Sarapan dulu sebelum keluar, saya sudah terlanjur beli 3 bubur jadi sayang kalau tidak makan" ucap Juna memotong ucapan Anin.

Anindita hanya mengangguk patuh lalu segera masuk ke dalam kamarnya.

Hari ini sebenarnya Anindita tidak ada rencana apapun, dirinya hanya ingin pergi membeli beberapa kebutuhan pribadinya.

Sarapan pagi itu hanya di temani dengan suara Bu Yuni yang terus memberi nasehat pada Juna agar tidak melupakan kesehatannya sendiri.

"Iya Bu" jawab Juna yang entah sudah ke  berapa karena setiap Bu Yuni berbicara Juna hanya akan menjawab 'Iya Bu' dengan suara lembut.

"Ekheem" Anindita sengaja berdehem untuk mendapat perhatian Bu Yuni.

"Saya permisi dulu Bu"  ucap Anindita sungkan karena Juna ikut menatapnya.

"Iya Nak Anin" jawab Bu Yuni.

Anindita berdiri di depan gerbang Kos sembari memegang ponselnya untuk mencari alpamidi atau indoapril terdekat.

Tin tin

Suara klakson mobil yang ada tepat di depannya mebuatnya terkejut.

"Astaghfirulloh" ucap Anin lirih.

Anindita segera berjalan menjauh dari gerbang dan mobil itu, tak ada niat untuk menoleh apalagi melihat si pengemudi mobil yang membuatnya sedikit kesal di pagi hari ini.

*

Waktu terus berlalu dan kini menunjukkan pukul 3 sore, Anindita memutuskan untuk pergi ke Masjid terdekat.

Usai melaksanakan sholat ashar Anindita duduk di teras masjid, dia nampak sedikit putus asa karena lupa jalan pulang di kota yang begitu asing baginya.

Handphonenya mati sedangkan alamat Bu Yuni ada di handphone tersebut.

"Ekhem"

Anindita seketika langsung menoleh ke belakang saat seseorang seperti sengaja berdehem dengan keras di belakangnya.

"Mas Juna, alhamdulillah" ucap Anindita senang membuat Juna tersenyum tipis sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu kenapa bisa sampai disini ?" Tanya Juna sedikit heran karena daerah itu sedikit jauh dari rumahnya.

"Aku lupa alamat rumahnya Bu Yuni Mas, Hp ku juga  mati" jawab Anindita meringis menahan malu.

Juna tertawa kecil lalu mengajak Anindita untuk ikut pulang bersamanya.

Mereka berdua menuju ke mobil sedan hitam yang terparkir di halaman Masjid.

"Anterin anak Kosnya Ibu dulu ya Vin" ucap Juna begitu dia duduk di dalam mobil.

Anindita menoleh sekilas lalu membuang wajahnya ke arah luar karena teman Juna itu menatapnya lewat kaca.

Mata itu berwarna hitam dengan alis yang tebal namun rapi, entah mengapa Anindita merasa tidak asing dan juga tidak nyaman dengan tatapan itu.

"Hmmm" jawab Gavin lalu segera menjalankan mobilnya.

Tak ada percakapan apapun selama perjalanan, hanya sesekali mata Gavin menatap Anindita melalui kaca sedangkan Juna sibuk dengan ponselnya.

"Anterin gue ke Rumah sakit dulu deh Vin" ucap Juna tiba-tiba membuat Anindita yang menatap jalanan langsung menatap ke depan.

"Sorry ya Nin, soalnya di Rumah sakit ada.. "

"Nggak apa-apa Mas, saya ikut turun di Rumah sakit saja nanti pulangnya saya naik taksi" Anindita memotong ucapan Juna.

"Pulang sama Gavin aja, jam-jam segini agak susah cari taksi, tenang saja temen saya orangnya amanah kok" ucap Juna terkekeh kecil

. "Turunin gue di depan aja Vin, gue mau naik ojek aja biar lebih cepet" lanjutnya menoleh ke arah Gavin.

Tanpa menjawab ya atau tidak Gavin menghentikan mobilnya di dekat pangkalan ojek online biasa berkumpul.

Juna langsung turun usai mengucapkan terimakasih, sepertinya memang ada hal yang mendesak dan sangat terburu-buru.

Gavin belum menjalankan mobilnya padahal Juna sudah pergi tak terlihat.

"Pindah depan, gue bukan sopir lo" ucapnya pada Anindita yang nampak bingung.

Tanpa membantah Anindita lekas turun dan pindah duduk di samping kemudi. Gavin mulai menjalankan mobilnya perlahan.

"Kayaknya gue nggak asing sama muka lo" ucap Gavin melihat ke arah Anindita sekilas lalu kembali fokus mengemudi.

"Mungkin hanya perasaan anda" jawab Anindita datar membuat senyum Gavin tersungging.

"Mungkin ??" ucap Gavin lirih namun Anindita masih bisa mendengarnya.

Bab 3

Gavin menghentikan mobilnya di depan gerbang Kos Bu Yuni.

Saat Anindita melepas seatbelt dan bersiap turun perkataan Gavin membuatnya membeku.

"OC club" ucap Gavin.

Anindita menoleh dan menatap sinis ke arah Gavin.

"Maaf, saya tidak tahu apa yang anda maksud. Terimakasih karena sudah mengantar saya pulang, permisi"

Anindita segera turun dan berjalan ke arah gerbang sedangkan Gavin menatap Anindita yang menjauh lalu hilang di balik gerbang tinggi tersebut.

Sebenarnya Gavin hanya ingin  memastikan saja apakah gadis itu adalah gadis yang pernah ia temui di OC club atau bukan.

Namun saat melihat reaksi Anindita yang menyangkal sepertinya memang benar bahwa dia adalah gadis badung yang pernah ia temui di OC club.

*

"Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam, Nak Anin seharian kemana saja ? Kenapa jam segini baru pulang ? Ibu telpon juga nomornya nggak aktif"

Anindita terkekeh mendengar serentetan pertanyaan dari Bu Yuni.

"Satu-satu bu nanya nya, Anin jadi bingung mau jawab yang mana dulu" kekeh Anindita.

"Dasar kamu tuh" Bu Yuni menepuk pelan bahu Anin.

"Anin tadi niatnya cuman mau beli keperluan harian aja Bu, tapi karena nggak nemu toko di daerah sini Anin  pergi ke swalayan terus malah lupa jalan pulang. Hp Anin juga mati Bu, kemarin malam lupa di charger" jawab Anin menjelaskan perlahan pada Bu Yuni.

"Yasudah kalau begitu, untung saja bisa pulang. Kalau enggak pasti Ibu bingung mau nyari dimana" ucap Bu Yuni membuat Anindita tersentuh.

"Iya Bu, alhamdulillah Anin tadi ketemu sama Mas Juna dan temannya jadi Anin bisa pulang" jawab Anin.

"Terus Juna sama Nak Gavin mana ?" tanya Bu Yuni karena tak melihat siapapun lagi setelah Anindita masuk ke dalam rumah.

"Mas Juna ada urusan di Rumah sakit Bu, kalau temennya tadi langsung pulang" jawab Anin.

"Yasudah kalau gitu, kamu mandi dulu abis itu Ibu antar ke kamar Kos kamu" ucap Bu Yuni yang langsung di angguki Anindita.

Setengah jam kemudian Anindita sudah keluar dari kamar tamu yang ada di rumah Bu Yuni.

Bu Yuni segera membawa Anin ke kamar Kos yang ada di belakang melewati pintu ruang dapurnya. Kamar Kos yang di sewakan Bu Yuni itu sebenarnya berada tepat di lantai 2 rumahnya, Bu Yuni sengaja meletakkan tangganya di luar rumah agar mempermudah para Anak Kos untuk keluar masuk tanpa sungkan harus melewatinya atau Juna ketika di rumah.

"Kamu bisa keluar masuk lewat pintu yang ada di samping sana Nak Anin" tunjuk Bu Yuni pada pintu kecil yang ada di samping rumah.

Sampai di lantai atas Bu Yuni menuju kamar yang ada di ujung, di lantai atas itu hanya ada 4 kamar yang saling berhadapan. Ada balkon juga yang mungkin biasa untuk anak-anak Kos bersantai atau berkumpul.

"Nggak usah bingung karena suasana yang sepi Nak Anin, anak-anak biasanya jam 8 baru pada pulang kerja. Oh iya, gerbang di kunci pukul 10 malam ya Nak Anin jadi kalau pulang lebih dari jam itu bisa telpon atau beritahu Ibu dulu" ucap Bu Yuni.

"Iya bu" jawab Anin.

Bu Yuni memperlihatkan kamar mandi dan dapur yang ada di lantai 2 yang di gunakan untuk bersama dengan anak-anak Kos lainnya.

Usai menjelaskan Bu Yuni pamit ke bawah dan meninggalkan Anin agar Anin bisa menata bajunya di almari.

Tidak banyak baju yang di bawa Anindita, hanya beberapa setelan gamis dan baju tidur. Baju-baju lamanya seperti baju berlengan pendek dan juga celana pendek maupun panjang sengaja tidak Anindita bawa dari rumah almarhum orang tuanya.

Dug dug dug dug

Alis Anindita berkerut saat mendengar langkah kaki seseorang yang sedang menaiki tangga.

Ceklek

Anindita berdiri tepat di depan pintu masuk sehingga membuat orang itu terkejut.

"Aaaakkkkkhhhh, ya ampun bikin gue kaget aja sih lo" teriak seorang wanita yang memakai celana pendek dan kemeja putih tipis.

"Maaf Mbak, saya anak kos yang baru. Maaf kalau bikin Mbak terkejut" ucap Anin. "Saya Anin, dan Mbak .. ?" Lanjutnya sembari bertanya dan mengulurkan tangannya.

"Panggil Belinda aja nggak usah pakai Mbak, palingan juga umur kita nggak jauh beda" jawab Belinda dengan gaya khas nya yang sedikit ketus.

Anindita mengangguk lalu masuk ke dalam kamarnya lagi setelah Belinda berlalu masuk ke dalam kamar yang ternyata berhadapan dengan kamarnya.

Sudut bibir Anindita sedikit terangkat saat melihat Belinda tadi, dia merasa seperti bertemu dengan dirinya yang dulu.

"Astaghfirullohaladzim" ucapnya lirih.

Di kota yang baru ini Anindita tak lagi bisa bersikap semaunya, dia tak lagi menjadi pribadi yang ketus dan sombong seperti sebelumnya. Dia harus merubah sikapnya agar menjadi lebih baik lagi.

*

*

Di sisi lain Gavin kembali ke rumah Kakek dan Neneknya setelah mengantar Anindita pulang.

"Akhirnya ketemu juga" ucap Gavin sembari merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Flashback

OC Club,

Gavin, Dani, dan Bryan sedang berkumpul di ruang VIP OC Club, mereka merayakan ulang tahun Bryan di sana.

Namun siapa sangka mereka di kejutkan dengan kedatangan seorang gadis yang menerobos ruangan mereka.

Brraaakkkkkkk

Gadis itu lekas berlari dan bersembunyi di belakang kursi yang Gavin duduki dan tak lama 2 laki-laki datang dan bertanya apakah ada gadis mabuk yang masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Ad.. " belum sempat Dani meneruskan ucapannya dengan cepat Gavin memotongnya

"Nggak ada, keluar!!" Ucap Gavin dengan nada dingin.

"Tapi gue liat tadi dia masuk ke sini" salah satu laki-laki itu masih menyangkal sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tersebut.

"Cih" decih Gavin sembari melemparkan gelas ke arah pintu.

Pyaaaaaaaaaarrrr

Bryan yang mengerti jika sahabatnya itu sedang menahan amarah lekas berdiri dan mendorong kedua laki-laki itu keluar.

"Pergilah kawan selagi amarahnya belum meledak, jika sampai amarahnya meledak gue udah nggak bisa jamin kalian bisa keluar hidup-hidup dari sini" ucap Bryan. "Kalian tentu kenal Gavin Bagaskara kan?" Sambungnya sembari menyeringai.

Dua laki-laki itu nampak terkejut mendengar nama Gavin dari mulut Bryan, pebisnis muda yang selalu menyingkirkan siapapun yang menghalangi jalannya.

Gavin terkenal dalam dunia bisnis namun Gavin tidak pernah mau menerima wawancara dari majalah atau stasiun tv manapun sehingga tidak banyak orang yang mengenali wajahnya jika bukan sesama pebisnis.

"Menyusahkan, haaah" ucap Bryan yang kembali masuk ke dalam dan duduk di samping Dani.

"Keluar!" Ucap Gavin pada gadis yang bersembunyi di belakang kursi yang di dudukinya.

"Emmmhhh, emmmhhhh"

Gavin mengerutkan keningnya saat mendengar suara aneh yang dia dengar, di tatapnya Dani dan Bryan yang masih asik menenggak bir.

Gavin berdiri dan melihat ke belakang, gadis itu berjongkok memeluk dirinya sendiri sambil menggigit kuat bibirnya hingga berdarah seperti sedang menahan sesuatu.

"Gue ke atas dulu" ucap Gavin yang langsung menggendong gadis itu dalam pelukannya tanpa menunggu jawaban dari sahabat-sahabatnya.

Dani dan Bryan saling bertukar pandang lalu tersenyum penuh arti karena tak biasanya sahabat mereka itu peduli pada seorang gadis.

Di lantai 3 OC club adalah kantor dan juga ruang pribadi milik Bryan, Gavin meletakkan gadis itu di atas sofa. Mata gadis itu terlihat sayu dan badannya terasa sangat panas, entah apa yang di berikan kedua laki-laki yang mengejar gadis tersebut.

"To-long" lirih gadis itu bersuara.

"Emmmhhhhhh" desis gadis itu lagi membuat Gavin tak tahan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!