Sore yang cerah di Terminal 3 kedatangan luar negeri bandara Soekarno-hatta.
Alana berjalan meninggalkan bandara menuju shelter skytrain untuk menunggu skytrain yang akan membawanya ke terminal 1 dimana nanti di sana dia akan naik KRL bandara menuju ke rumahnya.
Melelahkan memang. Untuk pulang ke rumah dia harus menempuh perjalanan dengan KRL. Sendiri saja. Tidak ada yang menjemput.
Lagipula siapa yang akan menjemputnya?
Kasian, desis hatinya mengasihi diri sendiri.
Jika bukan karena mamanya menangis memintanya untuk pulang ke Jakarta, dia tak akan sudi kembali. Terlebih kembali ke rumah itu!
Alana menghapus air mata yang menetes dari kelopak matanya dengan kasar. Dia sungguh benci keadaan ini.
"Pulanglah Al, bagaimana pun juga beliau adalah papa kandungmu, " bujuk mama terisak.
"Papamu sudah cukup menerima hukumnya, beliau sudah seharusnya di maafkan, " tambah mama membujuk.
Mendapat berita dari notaris Bryan bahwa mantan suaminya itu tengah sakit keras dan tinggal menunggu ajal, tak urung membuat mama turut sedih.
Alana hanya diam. Dia terus diam selama berhari hari. Sampai akhirnya ayahnya menghembuskan nafas terakhir dan di kuburkan tanpa kehadirannya.
"Al, sebaiknya kamu pulang. Notaris papa mu memberitahu mama ada banyak warisan yang harus di urus, " kata mama setelah Alana mendiamkan mamanya berhari hari.
"Warisan? " Ujar Alana terkekeh. "Apakah masih ada warisan? Meskipun ada, Al tidak menginginkan nya, " sambungnya dengan nada dingin.
Mama mengelus dada. Alana memang keras kepala. Persis dirinya.
Dulu ketika dia ingin menikah dengan Bryan, keluarga besar nya menentang. Karena keluarga telah memilihkan jodoh untuknya. Jodoh yang sepadan dengan dia.
Dia menolak. Dia juga bersikeras dengan cinta pilihan sendiri.
Dia melarikan diri dari pesta pertunangannya untuk mengejar cintanya.
Dia bahkan tidak perduli ketika di coret dari kartu keluarga dan tidak menerima sepeserpun harta warisan ketika ayahnya meninggal lima tahun kemudian.
Tapi ternyata pengorbanannya tidak setimpal. Laki laki itu mengkhianati dirinya!
"Al, " ucap mama mengiba.
"Harta itu adalah hak kamu, Al. Semuanya adalah hasil kerja keras mama. Papa mu hanya menjalankannya. Jika kamu tidak menginginkan nya, kamu bisa menjualnya. Mama hanya tidak ingin perempuan itu dan anaknya, mendapatkan hasil kerja keras mama. Karena mereka tidak pantas mendapatkan nya! " tegas mama sambil meneteskan air mata.
Meski Mama pergi dari rumah hanya membawa sedikit uang, namun intuisi dia yang kuat dalam bisnis, membuat perusahaan real estate mereka maju pesat.
Sial! Alana mengumpat dalam hati. Dia tidak suka melihat mamanya seperti ini. Dengan berat hati, dia mengangguk.
"Terima kasih, sayang, " kata mama sambil memeluk Alana. Dia merasa lega.
Dan di sinilah dia sekarang. Alana mengitari rumah itu dengan matanya. Meski sudah belasan tahun berlalu, rumah itu masih dalam keadaan sama. Perabotannya masih tetap sama. Hanya cat rumah saja yang terlihat baru.
Dia masih mengingat hari itu. Sepuluh tahun yang lalu. Saat ayahnya pulang ke rumah membawa perempuan lain lalu memaksa mamanya untuk menerima.
Ketika mamanya tidak mau, ayahnya memaksa mereka keluar hanya dengan membawa sebuah koper.
Hari itu adalah hari paling menyakitkan dalam hidup Alana. Dia tidak pernah melupakan hari itu.
Kenangan lama Alana tersingkir dari benaknya saat dia mendengar langkah kaki memasuki rumah.
Dia berpaling ke arah pintu. Dia melihat seorang laki laki separuh baya berjalan mendekatinya. Dia menenteng sebuah tas kerja berbahan kulit.
Dari penampilannya, dia menarik kesimpulan jika laki laki itu adalah notaris ayahnya.
"Selamat sore Nona Alana, saya Irfan Haidar, notaris dari bapak Bryan Wijaya, " kata laki laki itu sambil mengulurkan tangannya.
"Selamat sore, Pak, " balas Alana sambil menyalami tangan Pak Irfan.
"Silahkan duduk, " katanya seraya menunjuk sofa yang terletak tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Terima kasih, " sahut Pak Irfan. Dia duduk di bagian sofa yang berada di dekat pintu. Sementara Alana duduk di bagian sisi yang lain.
"Maaf, Pak, tidak ada minuman," kata Alana basa basi.
" Entah kenapa tidak ada satu orang pun di sini. Tadi kunci rumah juga di berikan oleh orang yang mengaku Pak RT, " kata nya dengan raut wajahnya bingung.
"Seluruh orang di rumah ini termasuk asisten rumah tangga memang sudah keluar dari rumah ini terhitung sejak 7 hari meninggalnya Pak Bryan. Karena sesuai surat wasiat Pak Bryan, rumah ini adalah milik anda, " jelas Pak Irfan.
Baguslah, kata hati Alana. Dia merasa senang tidak harus melihat perempuan itu dan anaknya.
Rumah ini memang seharusnya menjadi milik aku. Nyaris separuh uang dari pembangunan rumah ini adalah uang mama, dengus nya lagi.
Sebenarnya dia ingin bertanya mengenai nasib ibu tiri dan adik tirinya. Sempat akan terucap dari lidahnya. Namun kemudian dia menelannya lagi. Dia tidak ingin tahu bagaimana nasib mereka.
"Tapi ada sesuatu yang harus saya sampaikan pada anda, " lanjut pak Irfan dengan wajah serius.
Mendadak perasaan Alana menjadi tidak enak. Dia merasa mendapat firasat buruk.
Like i knew there was something evil out there ( seperti sesuatu yang buruk akan terjadi), gumamnya dalam hati.
*****
Di sebuah condominium mewah di kota S, Negara A, sekitar 4 ribu kilometer jauhnya dari kota Jakarta.
"Kami sudah mendapatkan informasi, Tuan, " kata seorang laki laki bertubuh tegap . Dia merupakan body guard Tuan.
Dia menundukkan kepala untuk menghindari pandangan asusila di depan matanya.
Tuan dan seorang perempuan memadu kasih di atas sofa.
Menjadi bodyguard Tuan memang harus terbiasa melihat adegan 21++ ini. Meski dia sudah menjadi bodyguard selama beberapa tahun, dia tetap belum terbiasa dengan situasi ini.
" Katakan, " ujar laki laki yang di panggil Tuan. Dia mendorong tubuh perempuan yang berbaring manja di atas tubuhnya.
" Kamu keluar, " perintahnya pada perempuan itu.
" Ya, Tuan, " angguk perempuan itu cepat. Dia mengambil jaketnya yang tersampir di samping sofa untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam. Dia bergegas pergi dengan wajah lega.
Melayani laki laki itu sangat melelahkan. Orang itu sangat susah untuk di puaskan. Kalau saja aku tidak butuh uang, aku tidak akan mau melakukan pekerjaan ini, desahnya.
"Gadis itu sudah sampai di Jakarta, " ucap laki laki bertubuh tegap itu, begitu si perempuan pergi.
"Bagus, " seringai Tuan. Dia mengambil jubah yang tergeletak di atas sofa untuk menutupi dadanya yang berbulu.
" Siapkan private jet, aku akan segera ke Jakarta, " perintahnya.
"Baik, Tuan, " jawab laki laki tegap itu. Dia segera meninggalkan ruangan.
Alana, you'll be mine ( kau akan jadi milikku),desis Tuan menyeringai.
****
Hallo readers, ini novel terbaru otor. Tolong di like, komen dan vote ya.
Love you all❤️😘
Terimakasih 🙏💕
Kamar Presidential suite di sebuah hotel bintang 5 di Jakarta
Alana melemparkan dirinya ke atas ranjang. Tubuhnya yang sudah berada sekitar 15 jam di atas pesawat, terasa begitu letih. Dia ingin beristirahat sejenak. Sebelum besok memikirkan rencananya.
Dia mengatupkan kedua matanya yang terasa lelah. Musik yang mengalun lembut dari ponsel yang terletak di samping bantal, mulai membawanya ke alam mimpi.
suasana yang begitu relaks di tambah dengan wangi Reed flower diffuser ( wadah stik kayu yang menyerap wewangian) yang terletak di atas nakas di samping ranjang, membuat Alana semakin terbawa mimpi.
Tiba tiba ponsel nya berdering. Awalnya dia membiarkan saja. Tapi kemudian ponsel itu terus berdering sehingga menganggu gendang telinganya.
Dengan mata terpejam, Alana meraih ponsel yang berada di samping bantal. Dengan mata setengah terbuka, dia melihat nama mama tertera sebagai penelepon nya.
"Ma, " katanya dengan suara serak. Matanya masih terkatup rapat.
"Kamu sudah tidur? " kata mama di seberang sana.
"Of course ( tentu saja), di sini sudah jam sebelas malam, " jawab Alana.
"Oh iya, " sahut mama tersadar. " Di sini baru jam 4 sore, " lanjut mama.
"Al mau tidur dulu, bye ma! " putus Alana sambil memencet fitur untuk mematikan sambungan telepon.
"Bye bye bye, tunggu dulu, " cegah mama cepat.
"Ceritakan kejadian hari ini . Apa kamu pergi ke makam ayahmu? Siapa saja yang kamu temui di sana? " cecar mama ingin tahu.
Astaga mama, batin Alana. Tidak tahu kalau ini tengah malam dan aku mau tidur, sungut nya dalam hati.
"Al, kamu dengar mama tidak? " kata mama nyaris berteriak. Anak ini memang kebiasaan tidak suka bercerita kalau tidak di tanya, sungut beliau membatin.
"Ya ma, " sahut Alana malas. "Setelah bertemu Pak Irfan, aku bersama pak Irfan pergi ke makam papa. aku tidak bertemu siapa siapa di sana. Lagipula siapa sih yang mau pergi terus ke makam terus menerus setelah dua bulan? Kemudian aku lanjut ke hotel, Ma, " sambungnya bercerita.
"That's clear (sudah jelas), Ma? " tutupnya.
"Kenapa kamu tidak menginap di rumah itu saja? Baru saja mama lihat tagihan kartu kredit, kamu menginap di kamar president suite, " kata mama nyaris berteriak.
"Harga menginap satu malamnya ... " lanjut mama tak bisa berkata kata saking shock nya.
"Tinggal seorang diri di rumah lantai 2 dengan luas bangunan 500 m , are you kidding (kamu bercanda), Ma? " tukas Alana.
"Tinggal semalam saja aku tak mau, Ma, " jelasnya.
"Lagipula hanya kamar itu saja yang aku dapatkan karena reservasi mendadak. Mama tahu kan kenapa akhirnya aku mau pergi, " lanjutnya mengingatkan.
"Hm.. ya sudah, " jawab mama mengalah.
Mama tidak ingin memperpanjang masalah itu. Memang dia yang memaksa Alana untuk pulang ke Jakarta. Dan dia pula yang memberikan kartu kredit kepada anaknya itu.
"Maksud kamu tidak ada siapa siapa di sana? Maksud mama, tidak ada orang yang mengurus rumah itu? " tanya mama mengalihkan pembicaraan.
"Ya, Ma, " kata Alana membenarkan.
"Kapan kamu pulang? " tanya mama.
"Mungkin sekitar 3 atau 4 minggu lagi, setelah urusan selesai, " sahut Alana.
"Masalah rumah dan lainnya serahkan saja pada Pak Irfan. Kamu jangan lama lama di sana, " kata mama dengan nada kuatir.
"Ya, Ma, nanti juga Pak Irfan yang urus, " jawab Alana menenangkan mama.
Tapi ada masalah yang tak bisa di urus Pak Irfan.
Apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya pada mama?
Jika sebenarnya rumah dan perusahaan yang di miliki papa dan mama sekarang sudah tidak menjadi milik mereka lagi? dia membatin.
Setelah ragu untuk sesaat, dia memutuskan untuk tidak memberitahu mama saat ini. Dia tidak ingin mama banyak berpikir.
Lebih baik mama memikirkan perusahaan mama yang saat ini sedang menuju trend positif.
Jangan sampai Mama kehilangan momentum untuk memajukan perusahaan. Fokus mama tidak boleh terbagi, putusnya.
"Ingat, pendaftaran untuk kuliah S2 akan di buka bulan depan, kamu harus mempersiapkan diri untuk mengikuti ujiannya, " ujar mama mengingatkan.
"Iya Ma, " jawab Alana.
Setelah lulus kuliah satu tahun yang lalu, dia membantu mama di perusahaan. Tapi kemudian dia merasa bosan di sana dan ingin melanjutkan kuliah .
"Bye, Ma, " katanya menutup pembicaraan. Dia mematikan sambungan telepon dan melanjutkan tidur.
***
Sebuah kondominium mewah di pusat kota Jakarta
"Tuan, " kata seorang laki laki berbadan tegap. Dia merupakan bodyguard Tuan.
"Kamu sudah tahu di mana Alana tinggal? " tanya Tuan sambil mengisap cerutu cohiba behike.
Cerutu ini merupakan merk paling terkenal di Kuba. Kuba merupakan salah satu produsen cerutu terbesar dan terbaik di dunia.
"Sudah, Tuan, " angguk bodyguard. Matanya menatap tanpa ekspresi.
Dia sudah melatih ekspresi di itu di cermin selama bertahun-tahun tahun.
"Pergi, " usir Tuan pada dua orang perempuan berpakaian minim yang duduk bersimpuh di atas karpet. Mereka tengah membelai belai paha Tuan yang duduk di atas kursi.
"Baik, Tuan, " kata dua perempuan itu serempak.
Mereka pergi dengan bergegas. Merasa lega karena sudah terlepas kewajiban melayani Tuan. Berpakaian minim di ruangan ber AC membuat mereka terpaksa menahan dingin.
"Nona Alana menginap di kamar president suite di hotel S, " lapor bodyguard.
"Hm, masih punya uang juga dia, " kata Tuan dingin.
"Nona Alana membayar dengan kartu kredit atas nama Nyonya Diane Warwick, beliau adalah ibu nona Alana, " kata bodyguard menjelaskan.
Hm, Tuan mendengus. Dia tahu Alana tak akan bisa tinggal berlama lama di kamar president suite, karena Nyonya Diane tak akan sanggup membayarnya.
Meskipun Nyonya Diane merupakan seorang pengusaha namun bisnisnya di negaranya merupakan bisnis kelas menengah.
"Mulai besok semua kamar hotel di seluruh kota, pesan atas nama aku, " perintah Tuan.
"Aku akan membuat Alana tidak ada tempat untuk tinggal. Dia pasti akan segera mencari aku, " katanya lagi.
"Ya, Tuan, " angguk bodyguard.
"Pastikan juga kartu kredit Nyonya Diane tidak di terima di manapun, meski hanya untuk membeli makanan, " titah Tuan lagi.
Aku akan melihat sampai di mana kesanggupan Alana tinggal di kota ini tanpa bantuan aku, dengusnya.
"Baik, Tuan, " kata bodyguard mengangguk.
"Hah, " seringai Tuan sambil menghembuskan asap cerutu. Asapnya yang tebal memenuhi wajahnya.
"Sekarang aku hanya tinggal menunggu Alana datang mengemis padaku. "lanjutnya.
"Ya, Tuan, " jawab bodyguard.
****
Tambahan info ya readers, Alana sering menyelipkan bahasa Inggris dalam percakapan, karena dia kurang fasih berbahasa Indonesia. Dia berdarah campuran Inggris dan sudah tinggal lama di Inggris.
****
Bagaimana lanjutan kisah Alana dan Tuan?Akankah Tuan bisa membuat Alana datang kepada nya?
Baca terus novel ini ya readers. Terima kasih 🙏💕
Lobby Hotel di siang hari
Alana berdiri di lobby hotel dengan perasaan marah. Dia baru saja di keluarkan dengan paksa oleh pihak hotel. Mereka menolak untuk memperbolehkan dia menginap di hotel ini untuk beberapa hari lagi. Mereka juga tidak memberikan alasan.
"Servis hotel yang sangat jelek! "teriak Alana di depan wajah staff hotel itu.
"Aku akan memberikan bintang 1 di situs website kalian!" ancam nya lagi.
Namun staff hotel tidak bergeming. Mereka tetap mempersilahkan Alana untuk pergi.
Dan di sinilah dia sekarang. Berdiri di depan lobby tanpa tahu mau kemana.
Alana mengambil ponsel di dalam kantong jaket jeans nya. Dia membuka aplikasi booking hotel online. Dia mencari semua hotel di wilayah Jakarta.
Semua kamar hotel itu penuh. Fully booked!
Bagaimana mungkin semua hotel fully booked? batin Alana heran.
Apakah ada event penting di Jakarta ini? batinnya lagi.
Terpaksa meminta bantuan Pak Irfan, katanya dalam hati.
Dia menekan nomer ponsel Pak Irfan. Setelah menelepon beberapa kali barulah beliau mengangkatnya.
Beliau meminta maaf karena telat mengangkat telepon dari Alana. Dikarenakan beliau tengah makan siang.
Seharusnya aku saat ini juga sedang makan siang, gerutu Alana dalam hati.
Pihak hotel bahkan tidak mengizinkan dia untuk makan di salah satu restoran yang ada di hotel itu.
Staff hotel itu benar benar tega, sungut nya dalam hati.
" Hm...begini Pak, " Setelah berbasa basi sebentar, dia meminta Pak Irfan untuk mencari tempat tinggal untuk dia.
"Tempat tinggal ya? " suara Pak Irfan terdengar bingung.
"Pihak hotel menolak permintaan stay over saya ( perpanjangan masa tinggal tamu di hotel), mereka tidak memberikan alasannya, " kata Alana memberitahu.
"Saya juga sudah mencoba daftar di aplikasi booking hotel online, masa semua kamar hotel fully booked ( terisi penuh)! " lanjutnya dengan nada heran.
"Apakah ada event di Jakarta ini, Pak? " tanyanya.
"Hm.. setahu saya saat ini tidak ada, mungkin nanti ada, " jawab Pak Irfan karena tidak tahu harus menjawab apa.
Tanpa di beritahu pun, beliau tahu siapa dalangnya.
"Kebetulan saya ada teman yang punya hotel. Mungkin di hotelnya ada kamar yang kosong, " lanjut beliau memberi solusi.
"Terima kasih, Pak, " jawab Alana lega. Akhirnya dia bisa menemukan tempat untuk tidur.
"Anda tunggu saja di sana, nanti saya akan mengirim orang untuk menjemput anda, " kata Pak Irfan kemudian.
"Tidak usah, Pak. Tidak usah repot repot, " tolak Alana cepat.
"Cukup beritahu saja alamat hotelnya, saya akan.... "
"Sinyal jelek, " potong Pak Irfan lalu mematikan sambungan telepon.
Haish, terputus, gerutu Alana.
Dia mencoba menelepon lagi. Beberapa kali. Yang terdengar tetap suara yang sama.
Nomor yang Anda tuju tidak dapat di hubungi. Suara operator!
Kenapa telepon Pak Irfan tidak bisa di hubungi? Bukankah tadi aku baru saja bicara dengan Pak Irfan? batinnya heran.
Ya, sudahlah. Terpaksa menunggu, kata hatinya.
***
Restoran fine dining ( restoran mewah dengan gaya makan formal), di pusat kota Jakarta
"Benar seperti kata anda, Pak, " kata Pak Irfan sambil meletakkan ponselnya di atas meja makan.
"Nona Alana meminta bantuan saya untuk mencarikan hotel, " lanjut beliau.
"Bawa dia ke tempat ku, " perintah laki-laki yang duduk di hadapan Pak Irfan. Suaranya tegas dan dingin.
"Aku memberi anda kesempatan ini untuk membuat gadis itu datang menemui aku. Seharusnya, kali pertama dia datang ke kota ini, dia sudah datang padaku, " lanjutnya dengan nada menahan marah.
"Saya sudah mengarahkan nona Alana untuk segera menemui anda, Pak. Tapi ternyata dia berpikiran lain, " jawab Pak Irfan dengan nada kecut.
Bisa bahaya jika aku menyinggung orang ini, batin beliau ngeri.
Seketika deretan makanan lezat di atas meja tidak menarik selera.
"Berarti Anda kurang berusaha, " tukas Tuan. "Bagaimana mungkin tugas semudah itu tidak bisa Anda selesaikan? " kritiknya.
"Maaf, Pak. Tolong beri saya satu kesempatan lagi, " pintar Pak Irfan dengan raut muka mengiba.
"Baiklah, ini kesempatan Anda, Pak, " pungkas Tuan.
"Terima kasih, Pak. Katakan apa yang harus saya lakukan? " ujar Pak Irfan dengan raut wajah lega.
"Alana , urusan aku sekarang, " tegas Tuan.
"Baik, baik, Pak, " jawab Pak Irfan cepat. Dia merasa senang tidak harus mengurus Alana lagi.
Meskipun gadis itu terlihat lugu, tapi dia sangat sulit di atasi.
"Jemput gadis itu, " perintah laki laki itu pada seorang bodyguard yang berdiri di belakang kursinya.
"Baik, Tuan, " angguk sang bodyguard patuh.
****
Karena tidak bisa menghubungi Pak Irfan, akhirnya Alana memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong jaket jeans nya.
sekarang dia hanya bisa menunggu orang yang akan menjemputnya.
Untungnya, kemaren dia sempat mengatakan pada Pak Irfan hotel tempat dia menginap.
Alana menatap berkeliling. Sedikit heran. Hotel ini terlihat sepi. Tidak banyak yang datang berkunjung.
Kenapa permintaan stay over aku di tolak? batinnya bingung.
Hah, dia menghela nafas.
Sebenarnya dia tidak ingin berlama lama di kota ini. Tapi, kemaren Pak Irfan memberitahunya sesuatu, yang membuat dia terpaksa tinggal di sini untuk sementara waktu.
Dia sengaja tidak memberitahu mama. Dia tidak ingin mama kuatir.
Ciitt... mendadak sebuah mobil sedan mewah berhenti di depan Alana. Seorang laki laki berperawakan tegap dan berwajah tampan keluar dari kursi pengemudi. Dia berjalan dengan langkah tegap mendekati Alana.
"Nona Alana? " sapanya. " Saya Derek Alvaro. saya di minta pak Irfan untuk menjemput anda, " lanjutnya begitu Alana mengangguk.
Pantas Tuan tidak bisa pindah ke lain hati, batin Derek .
Nona Alana adalah perempuan tercantik yang pernah dia lihat. Bahkan lebih cantik dari pada yang dia lihat di foto.
Wajahnya perpaduan wajah Inggris dan Indonesia.
Dia memiliki warna bola mata hijau yang cantik. Warna bola mata hijau merupakan salah satu warna bola mata paling langka di dunia. Pemiliknya hanya sekitar 2 persen di dunia.
Tubuhnya tinggi dan langsing. Kulitnya halus sehalus pualam.
Dia terlihat sempurna, gumamnya mengagumi.
Ada apa dengan laki laki ini? batin Alana resah. Tatapannya begitu intens membuat dia merasa tidak nyaman.
Setelah menyadari Alana tidak merasa senang dengan tatapannya, dia tersenyum tipis untuk mencairkan kecanggungan di antara mereka.
"Barang anda hanya ini? " tanya Derek sambil menunjuk sebuah ransel dan sebuah koper yang berada di sebelah Alana.
Alana mengangguk.
Kemudian laki laki itu membawakan tas ransel dan koper Alana lalu memasukkannya ke dalam bagasi, sementara Alana masuk ke dalam mobil.
*****
Waduh, Alana di bawa oleh bodyguard nya Tuan. Ga bahaya ta?
Baca terus lanjutan novel ini ya gaes🥰
Happy Reading readers, jangan lupa like, komen dan vote novel otor yang terbaru ini ya🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!