Bab 1
"Pagi abang, suamiku tercinta, suamiku tersayang, bangun dah yuk, dah terik pun ini. "
Neira membelai punggung ryan dari balik selimut tebalnya sembari tersenyum.
Pagi ini neira sudah bersiap dengan seragam batik biru muda di padukan oleh rok span dengan warna yang senada.rambut panjangnya juga sudah tersanggul dengan rapi. Tampilan khas seorang pramugari. Meski usianya kini telah memasuki angka 27 tahun namun terlihat masih seperti gadis berusia belasan tahun.
"Hemmm, masih ngantuk nei. "
Sementara ryan masih betah bergelung di balik selimut tebal tempat tidur. Ryan yang merupakan suami neira bekerja sebagai manager keuangan di salah satu pabrik semen terbesar di makassar.
"Hemm baiklah, abang emang ga takut kesiangan ini kan sudah jam 6 lewat loh"
Sembari memasukkan barang2 nya ke koper, neira masih mencoba membujuk ryan untuk bangun. Neira menghembuskan nafas pelan sambil menggeleng kan kepala tatkala melihat sang suami masih juga menggulung diri dalam selimut.
Neira berjalan mendekati ryan lalu duduk di tepi ranjang, menyingkap sedikit selimut yang menutupi kepala ryan.
"Abang... Nei dah siap nah, bangun yuk kita sarapan bareng habis tuh abang juga bersih2 sebelum berangkat ngantor, nei takut telat abang...jadwal nei hari ini penerbangan pagi ke kuala lumpur. "
Neira berucap pelan hampir berbisik sembari mengelus rambut sang suami, mencoba membangunkan sehalus mungkin.
"Iya deh abang bangun, nei mau abang antar kah? "
Ryan akhirnya nurut juga, sebenarnya dia sudah ingin bangun sejak tadi, hanya sengaja bersikap manja pura-pura malas bangun agar bisa di belai dan di bujuk oleh sang istri.
"Oh ga usah bang, nanti aku berangkat bareng Amar aja, kami satu jadwal hari ini. "
Setelah memastikan ryan sudah bangun ia kembali melanjutkan pekerjaan tadi menyiapkan segala kebutuhan yang biasa ia bawa dalam kopernya jika ada jadwal penerbangan ke luar negeri.
"Kenapa sih selalu harus bareng amar, apa tak bisa kamu berangkat sendiri. "
Ryan berkata lirih lalu beringsut dari kasur kemudian berjalan ke arah kamar mandi setelah sebelumnya menyambar handuk yang terletak di gantungan. Ada rasa kesal di hatinya setiap kali neira menyatakan akan berangkat bersama Amar.
"Hanya kebetulan kami satu jadwal abang, jadi Amar menawarkan untuk nei berangkat bersamanya, lagipun nei dengan Amar sudah kenal semenjak kami masih kecil, bahkan Amar sudah nei anggap seperti abang kandung nei, tak perlu lah abang risau. "
Neira menjelaskan kepada ryan sebelum akhirnya ryan masuk kedalam kamar mandi lalu menutup pintunya.
"Tok, tok.... Abang nei tunggu di meja makan yah, pakaian abang sudah nei sediakan di atas tempat tidur."
Neira berlalu meninggalkan kamar, setelah berteriak di depan pintu kamar mandi. Meski tak ada jawaban dari dalam ia anggap ryan sudah mengerti.
"Abang mau sarapan roti atau nasi? "
Neira bertanya kepada ryan setelah ryan terlihat membuka pintu kamar dan menuju meja makan.
"Roti aja sayang. "
Ryan menjawab singkat lalu menarik kursi makan yang berada di sampingnya. Dengan wajah yang sedikit di tekuk ia masih berusaha terlihat biasa saja di depan sang istri.
Sebenarnya neira tahu semenjak awal neira mengenalkan sosok Amar kepada suaminya, ryan sudah menunjukkan sikap tidak suka, ryan merasa cemburu dengan kedekatan neira dan Amar, ia meyakini bahwa tak ada yang namanya persahabatan di antara pria dan wanita karena pasti salah satu di antara keduanya akan memiliki perasaan lebih.
Namun neira selalu akan menjawab bahwa diantara dirinya dan Amar memang hanya sebatas teman yang sudah di anggap seperti saudara sendiri, neira memang tak mempunyai perasaan apapun kepada Amar, begitupun sebaliknya. Setidaknya begitulah yang di yakini neira selama ini.
"Nei berangkat yah abang, pasti Amar sudah menunggu di depan karna kemarin nei sudah janjian untuk berangkat pagi pagi. "
Neira mengambil tangan ryan kemudian menciumnya, setelah itu berjalan menuju ruang tamu.
Ryan ikut berdiri menuju ruang tamu sesaat setelah neira mencium tangannya untuk pamit. Mereka berjalan beriringan hingga kedepan pintu utama. Benar saja di depan gerbang terlihat mobil Amar telah menunggu namun Amar masih berada dalam mobil.
"Hati hati ya nei, jadwal flight balik kapan? Biar abang yang jemput ke bandara, ga usah ikut Amar lagi pulangnya. "
Neira mengernyitkan dahinya, ia sadar dari pernyataan ryan barusan tersirat sikap ketidaksukaannya karena neira kembali memilih berangkat dengan Amar.
Ryan bertanya saat neira bersiap menuju pintu luar dengan koper yang sudah berada di tangannya.
"InshaAllah abang, jadwal nei balik di penerbangan jam 7 malam ini. Nei akan kabari abang jika nanti nei sudah sampai di bandara yah. "
Neira menghembuskan nafas pelan kemudian berlalu.
Neira melewati ryan yang sedang berdiri di depan pintu kemudian berjalan menuju gerbang rumahnya. Disana sudah ada amar yang berdiri menunggu di belakang mobilnya. Setelahnya dia mengambil koper milik neira dan memasukkan kedalam bagasi. Ia menoleh sebentar ke arah ryan sembari tersenyum sebelum akhirnya masuk kedalam mobil dan menjalankan mobilnya.
"Kenapa selalu Amar, seperti ada pengikat di antara neira dan juga Amar, mungkinkah neira mempunyai hubungan khusus lain dengan Amar selain kata pertemanan yang selama ini di jadikan alasan oleh neira. "
Ryan bergumam dalam hati.
Ryan masih berdiri di depan pintu rumahnya hingga mobil yang di tumpangi oleh sang istri hilang dari pandangannya. Setelahnya barulah ia melangkah masuk menuju kamar. Sesampainya di kamar ia memilih duduk di tepi ranjang memikirkan berbagai dugaan yang selalu muncul jika sang istri pamit berangkat bersama Amar, orang yang di sebut sebut sebagai teman neira.
Bab 2
(Hallo abang, nei minta maaf sepertinya malam ini nei akan menginap di KL dahulu, flight yang seharusnya berangkat pukul 7 malam harus delay dan entah untuk berapa jam, jadi nei terpaksa harus menginap abang.)
Neira memutuskan menghubungi ryan setelah mendapatkan pemberitahuan bahwa jadwal terbangnya harus delay minimal 6 jam kedepan. Namun pihak maskapai belum memastikan lagi lebih tepatnya jam berapa mereka akan kembali terbang ke tanah air.
Neira yang merasa sudah lelah memilih menginap di salah satu hotel yang terdekat dari bandara internasional kuala lumpur.
Neira tidak mengira bahwa ini akan berdampak terhadap ryan, ia mengira ryan akan mengerti seperti biasanya karena hal hal seperti ini sudah sering terjadi selama ia menjadi pramugari.
(Bagaimana mungkin kamu harus menginap nei, apakah kamu akan menginap bersama Amar? Atau sebenarnya kamu hanya mengarang tentang penerbangan mu yang delay padahal kamu hanya ingin bersenang-senang bersama Amar disana tanpa sepengetahuan ku)
Seketika amarah ryan memuncak, nafasnya memburu, ia melontarkan rentetan kalimat tuduhan terhadap neira, tangannya mengepal kuat hingga terlihat buku buku tangannya memutih.tak dapat lagi ia menahan amarahnya hingga tanpa sadar kalimat yang keluar dari mulutnya telah sangat menyakiti hati neira.
(Bukankan hal seperti ini sudah sangat sering terjadi abang, ini kan bukan yang pertama kalinya aku harus terpaksa menginap di luar sebab penerbangan yang delay, lantas mengapa sekarang abang terdengar sangat marah?)
Neira bertanya dari seberang telepon, terdengar suaranya mulai parau khas suara orang yang sedang menahan tangis. Ia hanya heran mengapa setelah beberapa tahun ia bekerja baru sekarang sang suami mempermasalahkan hal yang sebenarnya bukan atas kendali dirinya. Mengingat neira hanya karyawan yang wajib mengikuti aturan dari tempatnya bekerja.
(Semenjak aku tahu bahwa kamu dan Amar sangat dekat, dengan dalih dia sahabatmu dan juga pekerjaan kalian yang sama seolah mendukung kalian untuk melakukan hal menyimpang dari pernikahan kita, aku yakin sebenarnya alasanmu sampai saat ini menunda untuk hamil karna kamu masih mengharapkan Amar kan nei. Jujurlah aku sudah muak terhadap semua alasanmu itu.)
Tut
Tut
Tut
Belum juga sempat neira menjawab tuduhan demi tuduhan yang di lontarkan oleh suaminya, telepon telah di matikan sepihak oleh sang suami. Ryan yang telah buta di jilati emosi oleh dugaan dugaan tentang istrinya, tak kuasa menahan diri lagi, dengan lantang terucap dari mulutnya uneg uneg yang selama ini ia pendam, rasa cemburunya yang tidak beralasan. Juga pilihan sang istri yang ingin menunda dulu untuk memiliki keturunan dengan alasan belum siap meninggalkan karirnya yang sedang di atas seolah tambah memperkuat rasa curiga ryan terhadap neira.
"Astaghfirullah, mengapa suamiku sampai menuduh macam macam begini, bukankah ia tahu bahwa delay dalam penerbangan tidak bisa dengan sengaja aku mengaturnya. Dan mengapa kata katanya tadi seolah menuduhku berselingkuh dengan Amar. "
Neira menghembuskan nafas pelan, rasa lelah yang sedari tadi ia rasakan seketika menguar entah kemana,netranya memanas, pandangannya memudar terhalang bulir bening yang seolah memaksa mengalir, hatinya sakit,pikirannya jauh tertuju pada setiap perkataan yang tadi di ucapkan oleh suaminya.
"Apakah hingga saat ini abang ryan masih tak percaya kepadaku,padahal sudah berulang kali ku katakan bahwa aku tak memiliki hubungan apapun dengan Amar selain sebatas sahabat.mengapa ia sampai harus membawa bawa persoalan anak"
Batin neira terus berguman, menimang setiap ucapan yang merupakan tuduhan tak berdasar dari suaminya,ia merasa heran di karenakan belum pernah suaminya bersikap seperti ini hanya karena masalah sepele.
"Aku harus bicara lagi dengan abang ryan,ini tidak bisa di biarkan tuduhannya padaku sama skali tak masuk akal, bagaimana mungkin ia menganggap aku dengan sengaja ingin bersenang-senang dengan seseorang yang bukan suamiku. "
Neira membaringkan diri di atas tempat tidurnya mencoba memejamkan mata mengusir lelah yang sedari pagi menggerogotinya.
Tepat pukul 4 pagi terdengar suara pintu kamarnya di ketuk, neira terbangun kemudian beringsut mengambil posisi duduk di atas ranjang, setelah di rasa tubuhnya sudah kembali sadar ia pun bangkit menuju kamar mandi kemudian mencuci muka.
Terdengar lagi suara ketukan pintu, neira berjalan menuju pintu dan membukanya, setelah pintu terbuka terlihat Amar sudah dengan keadaan rapi, rupanya dari setengah jam yang lalu ia telah menghubungi neira melalui telepon untuk memberitahukan bawha penerbangannya sudah akan berangkat hanya saja neira sama skali tak mendengar deringan teleponnya.
"Ayo, buruan waktunya kurang lebih setengah jam lagi, jangan sampai kita tak jadi jadi kembali. "
Setelah Amar menjelaskan kepada neira tujuannya membangunkan neira, neira seketika terlonjak buru buru menutup pintu guna membersihkan diri dan bersiap siap.
Pintu kembali terbuka setelahnya neira dan Amar pun segera bergegas berjalan keluar hotel dan menuju bandara.
Setelah terbang sekitar 3 jam lebih akhirnya neira tiba di BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN. ia bersama dengan beberapa pramugari lain tak terkecuali Amar sudah berjalan menuju pintu luar bandara. Setelahnya neira meraih ponsel yang sedari berangkat tadi sengaja ia matikan, ia menghidupkan nya kemudian mengotak atik mencari kontak sang suami.
Awalnya neira ingin meminta sang suami untuk menjemput namun setelah beberapa panggilan ia lakukan tak kunjung di jawab oleh ryan. Amar yang melihat gerak gerik neira pun menawarkan untuk mengantarkan neira pulang mengingat jalan menuju rumah mereka memang searah.
Sempat terbesit keraguan di hati neira, mengingat semalam ia sempat bertengkar melalui sambungan telpon dengan ryan dan inti pertengkaran mereka pun tak jauh dari nama Amar, namun setelah beberapa kali Amar bertanya akhirnya neira memilih menerima tawaran dari Amar tersebut.
Bab 3
Sepanjang perjalanan menuju rumah tak ada obrolan antara neira dan Amar, di satu sisi neira takut jika nanti ryan tahu ia pulang kembali di antar oleh Amar pastilah bertambah marah ryan terhadapnya, di sisi lain hatinya sendiri yakin bahwa dia tak merasa melakukan kesalahan apa apa toh memang selama ini tak ada apa apa yang terjadi antara dirinya dan juga Amar. Ia sendiri nyatanya sangat mencintai ryan, sangat mustahil rasanya untuk berselingkuh di belakang ryan apalagi sosok itu adalah Amar.
Amar adalah pemuda yang baik, neira mengenal Amar bahkan sudah sejak mereka berada di bangku sekolah dasar, di karenakan orang tua mereka yang memang tinggal di satu kampung membuat keduanya tak pernah barjauhan bahkan hingga memilih pekerjaan menjadi pramugari dan pramugara.
Rasanya tak mungkin Amar memiliki niat untuk merusak rumah tangganya bersama ryan.
Setelah menempuh perjalan kurang lebih 40 menit mobil yang di tumpangi neira tiba di depan gerbang rumahnya. Neira pun turun begitu pula Amar yang segera membuka bagasi dan membantu menurunkan koper milik neira. Setelah hanya berpamitan singkat, Amar kemudian melajukan kembali mobilnya meninggalkan neira yang masih berdiri di depan gerbang rumahnya.
Perlahan neira membuka gerbang kemudian berjalan menuju pintu rumah yang masih tertutup, jam menunjukkan pukul 9 pagi, neira mengira ryan sudah berangkat ke kantor. Ia membuka pintu dan terkejut mendapati kalau ternyata pintunya tidak terkunci pertanda ryan masih berada di dalam rumah.
Dengan sedikit ragu neira melangkah kan kakinya masuk, menyeret koper miliknya yang terasa seakan bertambah berat seiring langkahnya yang semakin dekat dengan pintu kamar.
Sesampainya di depan pintu kamar ia berhenti sejenak, menghirup nafas dalam dalam kemudian menghembuskannya, setelah menetralkan perasaannya ia pun membuka pintu kamar.
Namun ternyata kamarnya sedang dalam keadaan kosong, ada kelegaan sendiri di hatinya, perlahan ia akhirnya masuk kemudian menghempaskan bobot tubuhnya pada pinggiran ranjang.
Terdengar suara guyuran air dari dalam kamar mandi, ternyata ryan sedang mandi pantas saja tak di dapatinya suaminya itu ketika tadi baru memasuki kamar.
Tak lama pintu kamar mandi terbuka, tampak ryan keluar hanya dengan lilitan handuk pada pinggangnya, dengan handuk kecil yang berada di kepalanya.
"Abang, tadi nei menghubungi abang sewaktu di bandara, namun mengapa telponnya tak abang angkat?"
Neira bertanya setelah sesaat menarik nafas lagi mencoba menahan perasaan gelisah dalam hatinya.
"Untuk apa menghubungi abang, bukannya tanpa abangpun kamu bisa pergi di antar jemput oleh Amar."
Setajam panah kata kata yang keluar dari mulut ryan mampu menusuk tembus ke dalam rongga dada neira. Terdiam neira seketika mendengar jawaban suaminya, selama hampir 5 tahun menjalani rumah tangga bersama ryan, belum pernah sekalipun ryan berucap kata kasar terhadap neira. Dan hari ini untuk yang pertama kalinya ryan mengatakan sesuatu yang terasa begitu menyakiti hati neira.
"Mengapa abang tega berkata seperti itu, apa salahku? Sebelumnya pun abang tidak pernah mempermasalahkan soal kendala yang sering terjadi di dalam pekerjaanku, sebenarnya apa yang membuat abang sampai marah begini kepadaku?"
Neira berucap lirih, mempertanyakan sikap suaminya yang terasa asing, neira sendiri merasa tak melakukan kesalahan apapun, neira kebingungan menghadapi sikap ryan yang tiba tiba berubah dingin bagaikan salju.air matanya luruh, bahunya berguncang, neira menunduk menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Tangan ryan yang hendak mengambil pakaian seketika terhenti.ia menoleh ke arah neira, terkejut kala mendapati istrinya menangis tersedu sedu tanpa suara. Ryan segera berjalan mendekati neira lalu duduk tepat di samping sang istri, di raihnya tubuh sang istri masuk kedalam dekapannya.
"Abang minta maaf jika kata kata abang telah menyakitimu, namun sejujurnya nei tidakkah kamu mengerti mengapa abang sampai bersikap begini.? "
Neira masih terus menangia dalam dekapan ryan, ryan menghembuskan nafas kasar kamudian bertanya kepada neira.
Namun hanya gelengan kepala neira yang di dapatinya.
"Abang cemburu nei, abang tak suka bila kamu harus terus berdekatan dengan Amar, abang marah bukan membencimu, abang marah karna abang tidak bisa membayangkan dirimu sedang berduaan dengan Amar. "
Ryan akhirnya mengeluarkan semua kegelisahan nya yang selama ini ia pendam.
"Bukankah abang tahu bahwa nei tidak punya perasaan apa apa terhadap Amar, neira dan Amar hanya... "
"Hanya sahabat? Teman masa kecil yang sudah seperti saudara? Kamu akan menjawab begitu kan nei?"
Belum sempat neira melanjutkan kata katanya namun ryan sudah lebih dulu memotong,mencecarnya dengan pertanyaan yang menurutnya sudah pasti jawabannya ryan sudah tahu.
"Apa yang salah dari persahabatan nei dan Amar abang? Apa yang membuat abang merasa bahwa nei akan menghianati abang? Bukankah selama kita menikah, selama 5 tahun ini kita bersama tak pernah sekalipun nei melalaikan tugas nei sebagai istri, ataupun mengecewakan abang? Lantas mengapa abang masih juga meragukan kesungguhan nei bang? "
Tangis neira telah berhenti tatkala berganti dengan cecaran pertanyaan terhadap suaminya, ia masih tidak mengerti mengapa setelah 5 tahun lamanya ia dan ryan menjalani biduk rumah tangga masih saja ryan tak bisa memberikan kepercayaan utuh terhadap dirinya.
Bukankah ryan juga memiliki banyak teman wanita? Namun seingat neira tidak pernah sekalipun neira menaruh rasa curiga terhadap ryan, bahkan saat ia tahu bahwa di kantor sehari hari ryan di temani oleh asisten yang sangat cantik juga sexi. Namun neira tetap percaya seratus persen terhadap ryan.
Neira mendorong pelan dada bidang yang mendekapnya, wangi maskulin tercium dari dada bidang tersebut, biasanya jika ryan tengah memeluknya maka neira akan membalas dengan pelukan yang lebih erat, menenggelamkan wajahnya pada dada ryan, namun kini karena kekecewaan terhadap sikap ryan yang di rasa tidak masuk akal, neira memilih untuk menjauh dari lelaki yang sangat di cintainya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!