Kepulan asap dari gedung yang terbakar itu semakin pekat. Orang-orang didalamnya berhamburan tak tentu arah keluar untuk menyelamatkan diri dari kebakaran yang disebabkan oleh serangan para 'utusan'. Ada yang terdorong, terbentur, dan terinjak oleh orang-orang yang berhamburan itu, mereka tak peduli bahkan telah gelap mata dengan keadaan di sekitarnya, yang mereka inginkan adalah menyelamatkan diri dari situasi mengerikan seperti sekarang ini.
Serangan demi serangan dilancarkan di luar gedung itu. Banyak korban yang mati, terluka dan ditahan karena memiliki kemampuan istimewa. 'Utusan', begitulah penduduk Anscoup menyebut kelompok jahat itu. Mereka adalah para time traveler yang berasal dari bumi dan menginginkan kehidupan baru di planet yang para utusan katakan mirip dengan planetnya, bumi.
Planet Anscoup adalah planet yang berada di luar galaksi bima sakti dan berjarak miliaran tahun cahaya. Hanya dapat di tembus melalui lubang cacing di antariksa. Penduduk planet Anscoup berwujud seperti manusia hanya saja mereka memiliki iris mata yang berwarna-warni. Iris mata menunjukan derajat dan pangkat yang dianugerahkan tuhan kepada penduduk itu. Penduduk yang memiliki iris mata Ungu adalah kaum bawah atau kaum terbelakang, iris mata Hijau untuk kaum petani dan buruh, iris mata Oranye untuk kaum pendidik dan iris mata Biru untuk kaum bangsawan. Terdapat 3 jenis iris mata yang langka dan diyakini leluhur sebagai pelindung dan penjaga planet ini, disebut dengan iris mata dewa. Yang orang yang memiliki iris berwarna Hazel, Abu-abu dan Hitam pekat. Iris mata tersebut juga memiliki kemampuan yang istimewa juga tetapi kemampuan istimewa hanya bisa di aktifkan oleh seseorang beriris mata Abu-abu.
Oleh karena itu lah penduduk planet ini tertipu oleh para time traveler yang memiliki iris mata dewa, hitam. Yang sebenarnya iris mata itu mendominasi atau turunan genetik manusia di bumi. Sehingga para time traveler menjadi gelap mata dan menginginkan planet Anscoup untuk tempat tinggal baru populasinya dari bumi yang sudah semakin rusak.
Dengan persenjataan militer khas bumi, seperti senapan, tank dan granata bahkan juga Bom mereka luncurkan untuk memusnahkan penduduk Anscoup yang beriris mata Ungu, hijau, dan oranye. Sedangkan penduduk yang beriris mata biru/kaum bangsawan tetap menghuni planet ini yang dianggap kunci para leluhur di planet ini. Para bangsawan itu tidak bisa berkutik karena mereka juga menginginkan keselamatan untuk mereka dan keluarganya. Sehingga pada pembantaian besar-besaran ini mereka hanya terkurung di sebuah distrik khusus yang disebut distrik 9.
"Aza!! Lari dari sana atau para Utusan akan menemukanmu!!" teriak pria paruh baya pada cucunya yang hanya diam menarap pesawat kapsul yang terbang itu.
Desingan senjata menggema di mana-mana. Pria paruh baya itu berusaha mendekati cucunya yang tetap tidak berkutik memandang pesawat kapsul yang menembakan peluru ke penjuru kota.
"Aza!!" teriak pria paruh baya itu kembali. Gadis bernama Aza itu tersadar dari lamunannya dan langsung berlari ke arah kakeknya. Kakeknya menarik Aza untuk bersembunya di gang kecil tertutupi kardus.
"Aza dengar! Pergi ke distrik 9 dan temui ayahmu," titah Gasmus–kakek Aza– pada cucunya, ia memegang pundak Aza yang masih bergetar ketakutan akibat pembantaian yang menyeramkan itu.
"Ini pakai lensa kontak ini, aku menemukannya di pesawat kapsul yang di bawa oleh para Utusan! Mereka ternyata berkamuflase untuk mengelabui kita." Gasmus mendecih sinis kemudian menatap cucunya kembali. "Kau harus ke distrik 9 dan temui ayahmu, ia tahu apa yang harus dilakukan saat keadaan genting saat ini!"
"Tapi kakek bagaimana dengan kakek?" ucapnya berkaca-kaca, suaranya bergetar menahan tangis. Ada ketakutan yang terpancar di iris Abu-abunya. Ya, Azalea adalah penduduk yang di anugerahkan iris dewa pada umurnya yang ke 17 tahun, 3 tahun yang lalu. Tetapi keluarganya yang seorang bangsawan tersebut menyembunyikan gadis itu dari dunia luar karena takut jika putri tercintanya di eksploitasi oleh para Utusan itu.
"Aku tidak akan kenapa-kenapa. Tidak ada yang bisa melukai kakek mu ini. Yang terpenting adalah kamu harus menemui ayahmu dan mengikuti intruksi darinya!" tegas Grasmus pada cucunya itu. Azalea tersentak dan memeluk kakeknya menangis kuat mencengkram baju yang dikenakan pria paruh baya itu.
"Dengar, Aku menyayangimu dan kau harus tetap hidup sampai Utusan sialan itu pergi dari planet kita. Cepat berteleportasilah menuju distrik 9!" titah Grasmus. Aza mengangguk melepaskan pelukan perpisahannya pasa Sang kakek ia memejamkan matanya untuk berteleportasi iris abu-abunya bercahaya dan perlahan tubuh gadis itu terhisap oleh cahanya dan hilang sekejap dari pandangan Sang kakek.
"Kau harus menemukan orang-orang itu Aza," ucap Grasmus menatap kepergian cucunya. Satu-satunya gadis dengan iris mata dewa yang berwarna Abu-abu dan dianugrahkan kemampuan teleportasi.
Aza membuka matanya dan menyapu pemandangan di sekelilingnya. Perpustakaan keluarganya di distrik 9, ia berhasil berteleportasi ke tempat ini dengan selamat. Aza menghembuskan nafasnya lega. Ia melihat sekelilingnya, terdapat buku-buku yang tertata dengan rapi dan lukisan besar kelurganya tanpa dirinya. Ayahnya mengasingkannya karena takut ia akan di tangkap para Utusan. Pintu perpustakaan itu terbuka, Aza membelalakan matanya terkejut, ia segera bersembunya di balik meja baca ruangan itu. Terdengar langkah kaki yang pelan masuk ke ruangan itu. Aza menahan napasnya jangan sampai keberadaannya diketahui penduduk distrik 9 selain ayahnya.
"Aza keluarlah ini ayahmu!" ucap seorang pria yang memakai jas hitam dengan dasi berwarna merah tua itu. "Aku telah menduga kau akan mendekati tempat ini, sensor rahasia itu ternyata berguna," ucap pria itu.
Aza mengintip memastikan orang yang berbicara itu adalah benar ayahnya. Ia menghembuskan napas lega saat melihat ayahnya yang berdiri membelakanginya.
"Ayah," panggil gadis itu. Fresmus membalikan badanya mendapati Aza yang bangkit menghampirinya. Pria itu memeluk anaknya lega, Aza kembali memeluk ayahnya.
"Kau baik-baik saja, Nak?"
"Hmm ...tapi kakek di luar distrik ..." Aza tak sanggup melanjutkan kata-katanya membayangkan sang kakek yang berjuang menyelamatkan diri dari serangan para Utusan itu.
"Dia akan baik-baik saja, tak ada yang bisa melukai kakekmu yang hebat itu. Kau ingin membantu kakekmu dan penduduk di planet ini bukan?" tanya ayahnya, ada tertegun pikiranya berkecamuk ada rasa takut dan rasa ingin malawan ketidakadilan yang terjadi di planet nya ini. Tetapi ia belum siap untuk melakukan perlawanan, ia hanya sendiri dan para time traveler itu ribuan. Bahkan ia hanya bisa berteleportasi ia tidak bisa menggunakan senjata atau menyerang dengan elemen alam seperti mereka yang beriris mata Hazel.
"Tapi ayah, aku hanya sendiri di sini," ucap gadis itu.
"Tidak di sini, tapi di planet para Utusan itu. Aku mendengar bahwa di bumi. Terdapat 8 orang istimewa yang menurut legenda adalah titisan dari leluhur kita. 8 orang itu pernah disatukan di distrik ini, tetapi mereka memberontak dan lari ke dimensi lain. Yaitu bumi," Fresmus menjeda ucapannya agar anaknya dapat memahai perkataanya. "Kau keluar lah dari batas dimensi itu dan pergi ke bumi. Aktifkan kemampuan nya dan minta mereka untuk kembali dan menyelamatkan kami. Dengar Aza, hanya iris mata Abu-abu lah yang dapat mengaktifkan kemampuan seseorang. Kau harus ke bumi dan cari mereka!" pinta ayahnya, Aza tertegun, ia tidak pernah pergi kemanapun dan kini ia harus pergi ke tempat yang sangat asing untuk mencari orang asing yang dapat membantunya menyelamatkan planetnya.
"Aku tidak bisa melakukan ini seorang diri ayah," ucapnya.
"Dori akan membimbingmu, ia memiliki kemampuan untuk melacak keberadaan orang-orang istimewa itu," ucap ayahnya sambil memberikan gantungan kecil berbentuk kucing yang kemudian berubah menjadi kucing sungguhan.
"Aloo... Aku Dori, aku akan membantu Aza mencari para pangeran," ucap Dori yang ternyata dapat berbicara.
"Para pangeran? Tunggu, maksud ayah 8 orang ini adalah pangeran?" intrupsi Aza, ia tak menyangka fakta baru yang ia dapatkan.
"Legenda menyebutnya sebagai para pangeran, hanya Dorilah yang memiliki ikatan batin dengan para pangeran itu, oleh karena itu aku menugaskannya untuk mendampingimu mencari mereka," jelas ayahnya, Aza mengangguk mengerti dan melirik kucing oranye yang menggemaskan itu. Ia mengangkat kucing itu dan menggendongnya.
"Dimana portal dimensi nya ayah?"
"Di balik lukisan ini." Fresmus mendekati lukisan besar itu dan menarik tuas di sisi lukisan itu. Aza membulatkan matanya mekihat lubang besar yang bercahaya terang berputar-putar di dinding itu.
"Aku harus masuk ke dalam sana?" tanya nya tak yakin.
"Iya, dengar! Kau adalah satu-satunya harapan bangsa kami. Cari para pangeran itu dan selamatkan planet kami, paham?"
Aza menengguk ludah gugup, kemudian mengangguk sambil memeluk Dori erat. Ia melangkah mendekati lubang itu, dan memasukan tangannya terlebih dahulu, Aza menengok sekali lagi untuk melihat wajah ayahnya terakhir kali, meyakinkan dirinya untuk perjalanan panjang ini. Ia menatap lubang itu kembali kemudian melangkah mantap masuk kedalamnya.
Aza memejamkan matanya sambil memeluk Dori erat, lubang itu menariknya sangat kuat kedalam dimensi itu. Juga dengan gelombang-gelombang yang berwarna yang terasa memusingkan mata. Ia dapat melihat berbagai rasi bintang yang dilaluinya, membentuk pola yang sangat rumit namun cantik. Salah satunya adalah rasi bintang Lyra bintang musim panas yang selalu ia nantikan kemunculannya dimalam hari. Aza termenung mengingat pesan terakhir ayah dan kakeknya, ia tidak cukup percaya diri untuk diemban tugas besar seperti ini. Tetapi bagaimanapun memang ialah satu-satunya orang yang bisa mengembalikan semua ketidakteraturan alam semesta ini. Menutup lubang cacing menuju planet Anscoup dan mengusir para time traveller itu.
"Kemana kita selanjutnya Dori?" tanya Aza pada kucing lucu didekapannya.
"Kita harus mencari tuan Bang, karena dia adalah pemimpinnya."
"Siapa itu tuan Bang?"
"Dialah sang pemimpin dari para pangeran itu, Cristopher Bang Chan."
"Dimana kita akan bertemu dengannya?" tanyanya bingung.
"Entahlah, tapi menurut salah satu syair legenda, kau tidak akan mencari dia, karena dialah Sang pemimpin yang akan menemukan kita, dan memberikan kita kebebasan," ucap Dori yang melantunkan salah satu penggalan syair itu.
"Aku tidak mengerti dan tidak punya rencana," guman gadis itu putus asa. Aza menurunkan bahunya lemas, ia tak kenal Sang pemimpin dan juga pangeran-pangeran yang lain.
"Semangat aza!! Kita baru akan mulai kau harus optimis, demi Anscoup yang damai -miaaw," ucap Dori menyemangati
Aza tersenyum tipis mengangguk dengan mata berbinar menatap portal putih yang semakin terlihat, "Semangat~ aku pasti bisa mencarimu."
Portal itu semakin dekat dengan cahaya putih yang sangat menyilaukan, Aza menutup matanya merasakan medan gravitasi yang sangat kuat menariknya kedalam portal itu, sempat terjadi gemuruh dan beberapa guncangan yang menulikan telinga. Aza terdorong keluar portal itu, ia tidak dapat menahan keseimbangannya dan jatuh tersungkur di pinggir sungai. Masih dengan mata yang terpejam, tak berani melihat apa yang ada di depannya ini, tetapi jika ia benar-benar jatuh ia akan merasakan sakit dan juga dentuman yang lumayan keras, tetapi ia tidak mendengar apapun. Helaan napas seseorang terdengar di telinganya, Aza tersentak membuka matanya. Matanya membelalak terkejut saat menyadari pendaratan yang sangat aneh itu. Tubuhnya menimpa tubuh seorang pemuda yang kini sedang meringis merasakan sakit di kepalanya.
Iris matanya bertubrukan dengan iris pemuda itu. Begitupun pemuda itu yang tertegun menatap mata abu-abu gadis di depannya. Bang Chan terpana melihat wajah gadis berkulit putih dan secerah bulan itu dengan mata abu-abunya yang ia kira itu adalah lensa kontak.
"Maaf," cicit Aza yang tersadar kemudian bangun dengan pipi yang memanas itu. Ia menghampiri Dori Sang kucing lalu menggendongnya.
"Ahh iya, kau tidak apa-apa?" tanya Bang Chan, pemuda itu berdiri membersihkan pakainnya dari rumput dan tanah kering ini.
"Iya," gumam Aza pelan.
Terjadi kecanggungan antara keduanya, Bang Chan menggaruk tengkuknya salah tingkah bingung harus bicara apa.
"Eumm maaf soal tadi, aku tidak tahu kalau ada makhluk bumi– ehh maksudku orang di tempat aku mendarat." Bang Chan mengerutkan keningnya mendengar cara bicara yang sedikit aneh dan terasa familier baginya.
"Yah tidak apa-apa, meski aku bingung bagaimana bisa kau jatuh dari atas sana, ohh tunggu, apa kau ini bidadari?" godanya. Aza membelalakan matanya menggeleng kuat, sukses membuat Bang Chan tertawa, tawanya yang mempesona dan suara yang yang lembut membuyarkan fokus gadis itu.
"Eum kau kenapa bisa ada– kucing itu!!" ucapnya kaget saat melihat kucing yang sedang di gendong Aza, refleks Bang Chan mundur menjauh dari gadis itu. Dori melepaskan diri dari Aza dan melompat kearah Bang Chan.
"Ahhh menjauh dari ku!!" teriaknya menghindari Dori. Aza menatap keduanya tak mengerti, ia mendekati Bang Chan dan menahan lengan pemuda itu.
Mungkinkah? Syair legenda itu...
"Ada apa ini?" tanyanya bingung.
"Darimana kau dapat kucing itu?!" tanyanya panik, ada rasa ketakutan saat melihat Dori yang dengan santai mendekat kearahnya.
"Christopher Bang Chan, Sang pemimpin," gumam Dori, Aza tersentak menatap pemuda disebelahnya itu, dia adalah orang itu? Tanya batinnya tak percaya.
ialah Sang pemimpin yang akan menemukan kita, dan memberikan kita kebebasan, ia tidak perlu dicari. Karena sejatinya semesta akan membawakannya untuk kita yang mencarinya... Sang Pemimpin, Christopher Bang Chan.
"Christopher Bang Chan?" ulang Aza, pemuda Chris itu menatap Aza tak mengerti, ia mulai bergerak risih, dan berjalan mundur menjaga jarak.
"Siapa kamu?" tanyanya.
"Ku bilang siapa kamu!!!" gentaknya pada Aza, "Bagaimana kucing itu disini? Bagaimana bisa??" monolognya.
"Kau–" gantungnya, Aza berjalan mendekat ke arah pemuda itu yang memasang ancang-ancang ingin menghindar. "Bantu aku!!!" teriak Aza ia berlutut di depan pemuda itu.
Bang Chan tersentak kaget mendengar permintaan gadis itu, ia tak mengerti sama sekali dengan situasi ini. "Bantu aku Christopher Bang Chan, Sang Pemimpin. Bantu aku menyelamatkan planetku," ucapnya memohon. Bang Chan hanya bisa membatu dengan permohonan gadis itu, di satu sisi ia masih tidak mengerti apa yang dikatakan gadis itu, di sisi yang lain firasatnya mengatakan hal buruk akan terjadi kepadanya.
"Bisa kau jelaskan dulu siapa dirimu? Dan ayolah jangan berlutut seperti itu!! Aku bukan dewa–" ucapannya tersentak saat mengucapkan kata itu, Dori mendekatinya kemudian melompat kearah pemuda itu.
"Kau adalah Pangeran itu!! Pangeran dan Sang pelindung planet Anscoup, Christopher Bang," ucap Dori.
Bang Chan mengusap peluh di wajahnya frustasi, "tunggu dulu, apa ini?" Bang Chan menatap tajam Dori. "Hei kau Kucing, bagaimana bisa kau ada di sini?" tanyanya pada si kucing.
"Portal yang kau hancurkan bersama para Pangeran telah membuka jalan dimensi ke planet Anscoup, dan para time traveller berhasil memasukinya dan menginvasi planet kami. Kini Anscoup tidak ada pelindung, penduduknya dibantai habis oleh manusia yang ingin menjadikan Anscoup tempat hunian baru mereka untuk bumi di masa depan, hanya kau dan para Pangeran yang dapat menyelamatkan planet kami. Jadi tuan Chan, kembali kesana bersama para Pangeran –Miaww."
Bang Chan terkejut dengan fakta yang baru ia dengar itu, ia kira saat dirinya dan para penjaga portal meninggalkan planet itu, semuanya akan berjalan baik-baik saja. Planet itu telah menorehkan memori menyedihkan baginya dan teman-temannya. Diskriminasi atas dasar standar hidup membuatnya muak dan memutuskan melarikan diri, dan sekarang, karena keputusan nekatnya di masa lalu, planet Anscoup berada dalam kepunahan massal.
Rasa bencinya pada planet itu memintanya untuk tidak peduli dan membiarkan planet itu hilang selamanya, namun rasa bersalah mulai menyelimutinya, kesalahannya telah membuat sebuah kehancuran yang jauh lebih parah daripada rasa sakitnya pada planet itu.
"Hei kau, bangunlah! Jangan berlutut seperti itu. Aku bukan dewa."
Aza mengangkat kepalanya, menatap wajah si pemuda dengan penuh harap. "Kau bersedia membantuku?" tanya gadis itu.
"Eumm begini, siapa namamu?"
"Azalea, kau bisa panggil aku Aza tuan."
"Aishh jangan panggil aku dengan sebutan menggelikan itu!! Kau membuatku frustasi." Bang Chan mengacak-ngacak rambutnya bingung. Pikirannya campur aduk. Bagaimana bisa ia memulainya kembali, 'Orang-orang itu' sudah sulit untuk ditemukan dan diajak kembali ke tempat itu.
"Aku tidak bisa," putusnya, Aza membulatkan matanya tak percaya dengan jawaban pemuda di depannya. Dori berjalan mendekat dan melompat ke sisi tubuh Aza.
"Tuan Chan, kami mohon. Setidaknya bantulah kami atas rasa kemanusiaan mu, planet itu berada dalam kepunahan," pinta Dori, mencoba membujuk Bang Chan. Dori yakin bahwa Chan akan membantunya, ia memiliki tekad yang kuat dan kepedulian besar terhadap orang disekitarnya. Dewa Anscoup mempercayainya sebagai pemimpin bukan tanpa alasan.
"Kau tidak paham, banyak yang terjadi setelah kami pergi dari planet itu!! Mencari dan menyatukan mereka kembali bukanlah hal mudah!!" sentaknya, emosinya mulai naik saat mengingat masa-masa sulit yang dilaluinya di bumi ini.
"Mereka hanyalah anak-anak yang tersesat..." tubuhnya ambruk berlutut ketanah, Aza melihat pemuda di depannya telah melewati banyak hal yang menguras emosinya, meninggalkan memori menyedihkan yang tak ingin ia ingat dan buka kembali.
"Aku dan Dori bersamamu Tuan Chan, apapun yang terjadi aku ditugaskan untuk mencari kalian dan membawa kembali kalian ke planet Anscoup. Kau tidak melakukan ini sendirian!! Semangatlah Christopher Bang, ayo kita lakukan bersama-sama!!" ucap Aza, ia bangkit dan memegang tangan pemuda itu. "Aku memang tidak mengetahui semua hal yang kau alami di masa lalu, tapi aku yakin masa depanmu akan jauh lebih berharga untuk kau perjuangkan, takdirmu adalah melindungi orang-orang yang kau sayangi, membuat mereka bahagia karenamu. Maka dari itu bantu aku untuk menyelamatkan planet Anscoup, aku mohon..."
Bang Chan tersentak dengan ucapan gadis di depannya, pikirannya campur aduk, ia tak yakin untuk memulai kembali perjuangannya, ia tak ingin sesuatu yang buruk kembali terjadi, tapi bagaimanapun ia akan merasa berdosa jika Anscoup musnah, karena ia dan teman-temannya lah yang menyebabkan itu semua terjadi.
"Baiklah, aku kan bantu kau menyelamatkan Anscoup dan mencari pangeran yang lain." Aza mengankat kepalanya, matanya berbinar menampakan kebahagiaan, Bang Chan terkekeh melihat ekspresi gadis itu.
"Dengan satu syarat, kau!" menunjuk Aza.
"Harus jadi Ratu yang baru saat kami berhasil mengusir para time traveller itu dan menutup lubang cacing itu. Bagaimana setuju?"
"Apa? Kenapa harus aku??"
"Karena aku yakin kau bukan orang biasa, dari iris matamu kau adalah salah satu pemilik iris mata dewa, datangnya kau kemari telah meyakinkanku bahwa Grasmus tidak salah menentukan pewaris," jelas Bang Chan. Aza semakin mengerutkan kening tak paham.
"Yang diperbolehkan menjemput para pangeran hanya Sang ratu, bukan begitu Dori?"
"Ahh aku sebenarnya tak ingin memberi tahu ini, Aza. Bang Chan kau benar-benar tak pernah berubah," jawab Dori santai, ia kembali berselonjoran santai dengan Aza yang tertegun.
"Bagaimana bisa aku? Aku tidak bisa untuk menjadi–"
"Yang boleh menjemput kami hanyalah Sang ratu. Aku hanya ingin bekerjasama dengan Sang ratu. Jika kau tidak ingin menjadi ratu maka aku tidak ingin membantu. Memangnya aku mau mengorbankan diriku hanya untuk gadis biasa," ucap Chan acuh, ia bangkit menatap air sungai dan matahari yang akan tenggelam.
"Kau tak ingin menjadi ratu? Baiklah silahkan pulang aku tak bisa membantumu."
"Baiklah, aku akan menjadi ratu planet Anscoup. Ku mohon bantu aku menyelamatkan planetku Pangeran Chan."
Bang Chan berbalik sembari menyeringai, "Apa yang bisa saya bantu, ratu Azalea?"
*****
To be continue...
"Chan, apakah aku tidak bisa kembali ke planet itu? Dia ada di sana."
"Tidak mungkin Minho, jangan mengada-ngada. Kau masih memiliki Songi dan Dongi."
"Tidak Chan!! Dia juga keluargaku! Kau bilang kau paham tapi sebenarnya kau tidak paham!!" teriak Minho. Ia dan para pangeran lainnya baru saja menampakan kaki ke planet baru mereka, bumi. Pemuda bermata hazel itu tampak marah dan ingin kembali ke planet asalnya untuk menjemput salah satu keluarganya.
"Dengar Minho, dia tidak bisa ke tempat ini. Dia berbeda, dia tidak ingin ikut bersamamu karena dia memiliki tugas disana," bujuk Chan. Minho mengepalkan tangannya menahan amarahnya, ia memejamkan matanya mengingat perpisahannya dengan salah satu keluarga dari Klannya. Songi dan Dongi disampingnya menetralisir aura penghancur pemuda itu yang tiba-tiba keluar.
"Hentikan Kak! Kau bisa membunuh Songi dan Dongi yang ada di sampingmu!" teriak salah satu dari pangeran yang menyaksikan pertengkarannya dengan Chan.
Minho tersentak, ia menurunkan bahunya, mengendalikan auranya. "Maafkan aku, Songi, Dongi. Harusnya ia juga ikut bersama kita," ucapnya menyesal, "Aku tidak yakin kekuatanku dapat ku kendalikan di tempat ini tanpa dia," ucapnya lirih, Minho menghela napas mengusap kepala kedua binatang kesayangnnya itu.
"Kau benar, jika emosi mu tak stabil, kau bisa berbahaya di tempat ini Kak," ucap si pangeran paling muda.
"Aku tidak ikut bersama kalian," putusnya, semua pangeran membulatkan matanya terkejut.
"Apa! Kenapa? Kau lupa jika kita pergi dari sana untuk memulai hidup yang lebih baik, kau lupa?!" tanya Chan, ia menarik kerah baju pemuda itu, Chan mengepalkan tangan satunya mencoba mengendalikan emosinya.
"Aku akan jadi senjata penghancur yang sangat berbahaya, Songi dan Dongi bisa mati jika terus menetralisir auraku." Chan mengendurkan cengkraman di kerah pemuda itu. Pandangannya meredup melihat keputusasaan pemuda itu.
"Akulah yang paling membahayakan kalian, aku bisa membakar sesuatu, membuat tornado, bahkan meledakan apapun yang aku inginkan. Kalian tidak bisa pergi bersamaku, aku berhenti sampai sini."
***

Napas pemuda itu tersenggal-senggal, lagi-lagi mimpi itu kembali menghantuinya. Tidak tahu kapan tepatnya setelah sekian lama, ia kembali memimpikan hal itu. Lee tidak kenal orang-orang di mimpinya bahkan kedua kucing yang bernama Songi dan Dongi, tetapi kenapa sesuatu memaksanya memimpikan hal itu berkali-kali.
Lee mengusap peluh di pelipisnya, turun dari ranjangnya memakai sendal rumahnya, ia mengambil teko yang berisi air putih dan menuangkannya ke gelas di nakas itu kemudian meminumnya dalam satu tegukan. Mimpi itu mengusik pikirannya, Chan, Songi, Dongi, dan pangeran. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa mereka dan bagaimana mereka ada dalam mimpinya.
Tok tok tok...
Lee tersentak dengan ketukan di pintu apartementnya, siapa orang sinting yang mengunjunginya dini hari begini? Ditaruhnya gelas itu di tempatnya kembali, Lee mengambil sebuah tongkat base ball di rak sebelah pintunya, mengintip melalui lobang di pintu itu. Ia melihat seorang pemuda bersama dengan seorang gadis yang menunggu di depan pintunya, Cihh mereka hanyalah pasangan tak tahu malu yang ingin menginap.
Lee membuka pintu itu, pintu itu berdecit kemudian terbuka, menampilkan wajah tamunya.
"Jika kalian ingin meminjam kamarku pergilah!! Aku tidak ingin apartementku dikotori oleh kalian," ucap pemuda itu menodongkan tongkat base ball nya, matanya menatap tajam tak suka kepada kedua orang itu, lalu pandangannya turun ke bawah melihat kucing berwarna keemasan di dekat kaki si gadis. Seperti ada ikatan batin yang kuat dengan kucing itu, Lee tersentak menatap mata kucing itu. Tongkat bassballnya jatuh ke lantai, "Kucing itu... Dori..."
"Halo Lee Minho, kau ingat aku?" ucap si pemuda yang berdiri di sebelah gadis itu.
Sebelum di apartement Lee...
"Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Chan, mereka masih berada di tepi sungai itu, Chan sedari tadi hanya melempar batu batu kecil kedalam sungai itu menghitung seberapa jauh batu-batu itu bersentuhan dengan permukaan sungai lalu tenggelam. Sedangkan Aza hanya duduk memeluk lututnya berpikir. Malam semakin larut dan keduanya masih enggan berajak dari tempat mereka. Dori sudah merasa ngantuk dan malas untuk buka suara ia hanya duduk manis di sebelah Aza sambil menjilati kakinya sendiri.
"Menemukan para pangeran, hanya itu rencanaku."
"Kau sudah menemukan aku. Ralat, kita bertemu secara tak sengaja, lalu kita harus mencari para pangeran yang lainnya bukan? Mereka tidak akan tiba-tiba menemuimu atau berpapasan denganmu."
"Kau benar." Aza mengangguk menyetujui pernyataan Chan.
"Kau ingat nama-nama dan tempat tinggal para pangeran itu?" tanya Aza kemudian. Bang Chan membalikan badananya menatap lawan bicaranya itu, ia menghentikan kegiatannya lalu duduk di sebelah gadis itu.
"Ya, tentu saja. 'Dia' tidak bisa menonaktifkan ingatanku, aku ingat semuanya bahkan aku selalu mengawasi dan mencari tahu kabar tentang mereka, karena selama mereka tinggal di bumi ini, mereka akan tetap menjadi tanggung jawabku sampai kapanpun," jawab Chan.
Aza mengerutkan keningnya. "Siapa dia yang kau maksud Chan?" tanyanya.
"Ouh dia adalah Lee–" ucapannya terhenti saat Dori melompat kesamping mereka dan merebahkan tubuhnya, Chan mengangkat alisnya melihat Dori, tiba-tiba ia teringat seseorang yang ia yakin akan sangat mudah untuk mengajaknya bergabung.
"Lee siapa?" ulang Aza.
"Lee Minho."
"Apakah Lee Minho yang menonaktifkan ingatan para pangeran?" tanyanya.
Bang Chan tersentak, "ahh bukan Lee yang itu, tapi Lee satunya." ia menggaruk tengkuknya tertawa meringis, "tapi akan mudah jika kita membawa yang paling berbahaya dulu bersama kita, bukan?" ucapnya mulai serius.
"Siapa itu? Lee Minho?" tebak gadis itu. "Tapi bukankah yang paling berbahaya akan paling sulit?" lanjutnya.
"Iya, jika hanya aku yang datang kepadanya. Tapi tidak, jika kita bersama kucing itu," ucapnya menyeringai menatap Dori.
"Hai Dori! Apa kau tidak rindu tuanmu?"
****
Minho tersentak menatap kucing itu haru, ia berjongkok didepan kucing itu, "Dori..." ucapnya gemetar menyentuh bulu-bulu kucing itu. Dori mendekat dan menggosok-gosokan kepalanya nyaman di kaki tuannya.
"Ini aneh, aku tidak merasa pernah bertemu dengan kucing ini. Tetapi kenapa aku tau namanya dan merasa dekat dengannya?" gumam Minho tak percaya, matanya berbinar mengelus-ngelus bulu si kucing.
"Permisi tuan Lee... Minho, aku Aza pemilik kucing ini, bisa kita masuk dan bicara sebentar?"
Minho menenggakan kepalanya melihat gadis yang bicara padanya, ia menghela napas kemudian menggendong kucing itu. "Silahkan masuk," ucapnya mempersilahkan lalu masuk lebih dulu.
"Yes, ini akan menjadi lebih mudah. Aku paham sekarang kenapa Gasmus menyuruhmu membawanya," ucap Chan mengepalkan tinju ke udara, Aza tertawa kecil menanggapi kemudian masuk menyusul Minho kedalam.
"Silahkan duduk." Minho berjalan menuju dapur menurunkan Dori dan mengambil minuman kemudian kembali ke tempat tamunya menunggu, Dori mengikuti dibelakangnya.
"Jadi tuan Lee Minho, aku dan temanku membutuhkan bantuanmu, tapi pertama-tama kau harus mengingatku terlebih dahulu," ucap Chan yang mengawali penbicaraan mereka.
"Aku Christopher Bang Chan, kau ingat aku?"
"Christopher... Bang... Tunggu Chan?" tanyanya memastikan, "Aku pernah mendengar namamu di mimpiku, tapi siapa dirimu? Aku juga mendengar Pangeran, Songi dan Dongi, kau kenal mereka?"
Chan mengangguk, "Tentu, tetapi Songi dan Dongi sudah mati. Ahh lebih baik aku ceritakan sesuatu dulu padamu."
****
"Dia berbahaya Kak! Kau gila untuk tetap mengajaknya bersama kita?!"
"Dia telah membunuh Songi dan Dongi karena auranya yang tidak bisa dikendalikan di planet ini!!"
"Aku setuju. Minho pergilah dari kami, kau bisa sangat membahayakan."
"Aku tidak setuju! Minho akan tetap ikut dengan kita. Kalian lupa? kita ber-delapan ini sama berbahayanya dengan Minho, apa kalian lupa akan fakta itu haah?"
"Hentikan perdebatan ini! Kalian semua membuat aku muak!! Jangan buat aku marah atau aku hancurkan seluruh saraf otak kalian!!"
"Tidak, teman-temannya tenang sedikit, tolong. Minho baru saja kehilangan kedua kerabatnya karena kekuatannya yang tak terkendali itu. Dia yang paling bersedih di sini." Chan akhirnya ikut ambil suara dalam perdebatan tanpa henti itu, setelah mereka mengijakan kaki di bumi ini, semua ujian dan cobaan datang tak henti, pertengkaran diantara para pangeran semakin sering terjadi, yang paling parah adalah mereka tidak punya tempat tinggal karena tempat yang mereka tempati telah hancur diledakan oleh Minho.
Songi dan Dongi yang tak sanggup lagi menyerap aura tuannya itu ikut meledak bersama rumah yang terakhir mereka tempati itu. Kini para pangeran itu hanyalah anak-anak yang tersesat yang berusaha bertahan hidup dan mencari jati dirinya di planet asing bernama bumi ini.
"Kalian benar. Apa lebih baik aku mati saja?" ucap Minho, tak ada yang ingin menjawab karena mereka semua juga terkejut dengan pertanyaan saudaranya itu.
"Tidak Minho, jangan berpikir untuk mengakhiri hidup saat kita telah melewati banyak hal di planet baru ini," ucap Chan, ia mendekat dan merangkul pemuda rapuh itu.
"Aku juga tahu Chan! Sudah berapa banyak bencana yang aku buat di tempat ini?? Memang melarikan diri dari Anscoup bukanlah jalan terbaik, aku harusnya mendengarkan Dor–"
"Cukup Minho! Jangan sebut kucing dan planet itu lagi! Aku tidak bisa bersabar lagi denganmu! Kita akhiri ini, kau pergi dari kami atau mati." Chan bangkit menahan Hyunjin yang maju ingin menghajar Minho.
"Hyunjin, jangan gila!! Han benar. Kita semua berbahaya di sini!! Kau tidak bisa menjamin dengan perginya Minho ataupun salah satu dari kalian semua akan baik-baik saja. Kehidupan memang akan seberbahaya itu dimanapun kita berada!" cegah Chan, ia berdiri memunggungi Minho dibelakangnya.
"Jadi apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Kita semua berbahaya dan sebelum semuanya terlambat lebih baik kita kembali ke planet Anscoup itu, Haah!!" sentak Hyunjin, pusaran angin di tangannya semakin terbentuk.
"Tidak. Tidak seperti itu–"
"Hentikan perdebatan ini!!" Felix akhirnya buka suara, ia berjalan ke sebelah Chan yang berdiri melindungi Minho yang ingin dihajar Hyunjin. Membuat Hyunjin mengumpat dan menyimpan tornado kecilnya.
"Aku punya cara lain," ucap pemuda itu.
"Kita sampai di sini saja. Semua menjadi berbahaya karena kita bersama-sama. Maaf Chan, tapi untuk menjalani kehidupan yang normal, kita tidak bisa melakukannya bersama-sama dan juga dengan kekuatan ini."
"Felix apa maksudmu? Kita akan tetap bersama sampai kapanpun, kalian semua tanggung jawabku di planet ini!!"
"Aku setuju," ucap Hyunjin.
"Aku juga setuju."
"Kedengarannya masuk akal," ucap Han dan Seungmin.
"Hentikan omong kosong ini, bagaimana bisa__"
"Bisa saja Chan, Aku akan menonaktifkan ingatan kalian. Changbin akan menyegel kekuatan kita, kita akan menjalani hidup seperti manusia yang lainnya. Tanpa saling mengenal dan tanpa kekuatan." Felix menyeringai membuat Chan mengepalkan lengannya kuat.
"Dia benar." Minho kini ambil suara. "Aku dan kekuatan ku hanya akan menjadi mala petaka dibumi. Aku setuju, biarkan kita berpisah dan menjalani kehidupan masing-masing," ucapnya sambil mengacak-ngacak rambutnya, helaan berat terdengar dari pemuda itu.
Chan memandangi teman-temannya satu persatu, ia tak ingin mereka berpisah. Dunia ini penuh dengan orang-orang yang berbahaya, Chan tidak bisa lepas tanggung jawab meninggalkan mereka. Lagi pula ia tidak yakin dengan usulan menjalani hidup masing-masing itu.
"Semua telah setuju Chan, termasuk Minho," ucap Felix.
"Yang Jeongin dan Changbin, bagaimana pendapatmu?" tanya Chan pasrah.
"Aku setuju, Kak."
"Aku tidak peduli jika kita akan bersama atau berpisah. Tapi menyimpan kunci kekuatan kalian adalah hal yang mustahil aku lakukan, kekuatan kalian akan membunuhku nanti," jawab Changbin.
"Tidak akan Changbin, kau juga akan aku nonaktifkan ingatanmu, juga tentang kunci itu. Kau adalah satu-satunya pangeran bermata abu-abu disini. Tidak ada yang bisa mengaktifkan kekuatan kita selain dirimu, jadi semua aman kan?" ucap Felix meyakinkan. Changbin tak bisa membantah ia kehabisan kata-kata. Semua yang dikatakan pemuda ber-Ras Lee itu benar.
Ia menghela napas kemudian mengangguk, "Baiklah. Ayo kita lakukan ini," putusnya.
****
To be continue...
Ngga nyangka bakal panjang wkwkwkwk bisa tebak dongg abis ini pangerannya siapa??
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!