NovelToon NovelToon

Pembalap Idola

PEMBALAP IDOLA & Pengenalan Tokoh

...PENGENALAN TOKOH...

...NICKEN NAMIERA BRAMANTYO...

...Anak bontot dari 4 bersaudara. Siswi SMU Canopus. Pembalap termuda Nascar Jakarta....

...SATRIA RIVANDRA...

...Pembalap Firelli Jogjakarta. Pewaris tunggal perusahaan besar. Siswa SMU Capella. High quality jomblo....

...IVAN ZACHERY...

...Murid pindahan di SMU Canopus. Suka sama Nicken karena ingin membalas dendam ke Nathan yang pernah sekolah bareng di Paris....

...TRISTAN NATHANIEL...

...Pacar & mantan Nicken. Cemburuan, over protective namun selingkuh dengan Sara....

...SARA TANIA...

...Rival Nicken di SMU Canopus. Selalu merebut cowok yang berpacaran dengan Nicken....

...MAIRA LARASATI...

...Mantan pacar Satria yang menghosting Satria setelah berpacaran selama 4 tahun. Pembalap Blackhawk Lombok....

...NICKY ADHYA BRAMANTYO...

...Kakak pertama Nicken. Ketua Keamanan SMU Canopus. Pembalap terbaik Nascar Jakarta. Sahabat Satria....

...NICHOLAS DIANDRA BRAMANTYO...

...Kakak kedua Nicken. Kapten basket di SMU Canopus. Sedang usaha untuk masuk timnas basket....

...VICKY SATYA BRAMANTYO...

...Kakak tiri Nicken. Mantan kapten basket di SMU Canopus. Sudah menjadi tim inti basket di timnas....

...RENO SASTRAWIJAYA...

...Pemilik sirkuit Nascar Jakarta. Yang mengenalkan dan menjadikan Nicky dan Nicken pembalap terbaiknya....

...DUDE ADITYA...

...Pemilik sirkuit Firelli Jogjakarta. Sudah dianggap kakak oleh Satria karena berhasil menggembleng Satria menjadi pembalap terbaiknya....

...AXELINO NUGRAHA...

...Sepupu Satria. Siswa SMU Capella Jogjakarta....

...***...

JAKARTA.

Nicken menatap layar TV tanpa berkedip sedikitpun melihat pembalap cowok yang sedang diwawancara karena berhasil memenangkan Kejuaraan Nextel.

Ganteng banget sih. Komentarnya berkali-kali. Tapi pasti ceweknya juga cantik.

Iapun cemberut membayangkan ada cewek cantik yang menggandeng tangan pembalap idolanya itu. Nicken pun menghela nafas.

Enggak mungkin banget gue jadi ceweknya.

“Damn, dia menang lagi, De?" Sahut Nicky, kakak pertama Nicken yang tiba-tiba duduk di sampingnya tanpa ada tanda-tanda kehadirannya. Apa karena ia sibuk melamun ya?

"Iya, mencetak waktu tercepat juga." Jawab Nicken dengan mata masih menatap TV. "Dia jago banget ya, Kak?" Tanyanya penasaran.

"Saat ini dia pembalap paling bersinar dari Firelli, kenapa?"

"Sudah punya cewek lagi belum?" Tetep, usaha!

"Setahu gue, dia enggak pernah terbuka soal ceweknya, jadi media enggak pernah tahu dia lagi pacaran sama siapa setelah putus sama Maira."

Nicken pun terdiam.

Mana mungkin gue bisa menggantikan Maira, satu-satunya pembalap cewek paling berbakat dari Blackhawk Lombok itu? Sudah cantik, berbakat, kurang apa coba? Nicken pun lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. Menghayal saja deh.

JOGJAKARTA.

Satria melangkah masuk ke dalam rumah setelah yakin mobil balap ungunya sudah terkunci dengan aman di depan garasi. Mobil Papanya sudah lebih dulu masuk ke garasi dan itu artinya mobilnya harus rela diparkir beratapkan langit yang untungnya lagi bertabur bintang dan cahaya bulan karena kapasitas garasinya hanya untuk 2 mobil saja, punya Eyang dan Papanya. Satria keliatan capek banget soalnya kejuaraan tadi siang di Cherokee Semarang menguras tenaganya banget. Dan dia juga mesti langsung balik ke Jogja karena besok harus sekolah.

"Satria." Panggil Papa.

Dengan malas Satria menghentikan langkahnya tanpa berbalik ke arah Papa dan Eyang yang sedang duduk di sofa di ruang keluarga.

"Papa mau bicara." Tambah Papa.

"Satria capek, Pa, Satria mau tidur." Satria lalu melanjutkan langkahnya menuju tangga yang letaknya di tengah-tengah antara ruang keluarga dengan dapur dan ruang makan.

"Satria, kali ini Papa serius."

Satria berbalik badan. "Ada apaan sih, Pa? Sumpah, Satria lagi capek banget." Satria melihat Papa sedang duduk di sofa dengan koran ditangannya dan Eyang menonton sinetron di TV lalu ada 2 cangkir teh dan sepiring pisang goreng di meja.

"Sini dulu, Sayang."

Eyang akhirnya angkat bicara dan itu berhasil membuat Satria duduk di sampingnya biarpun dengan muka cemberut.

Ya, di rumah cuma Eyanglah yang bisa membuat pendirian seorang yang berkepala batu seperti Satria jadi penurut dan juga si Bibi tentunya, karena dari Satria masih bayi, Eyang dan Bibilah yang merawat dia sampai sebesar dan setampan sekarang, itu pikirnya. Jadi 2 orang yang akan Satria patuhi di rumah cuma Eyang dan Bibi tercintanya.

"Tapi bisa enggak Satria mandi dulu? Gerah banget."

"Sebentar saja kok, Sayang." Kata Eyang dengan sabar sambil mengelus rambut Satria.

Dengan jutek Satria menatap Papa yang duduk di hadapannya. Seorang pria separuh baya dengan beberapa helai rambut putih di rambutnya yang hitam dan kerutan di beberapa sisi mukanya, namun ketampanannya sewaktu muda dulu masih tergambar jelas di sana. Dan muka Satria yang tampan itu ya turunan dari keluarga papanya.

"Ada apa, Pa?" Tanya Satria lagi dengan nada yang agak kurang ramah.

Papa melepaskan kacamata dan meletakkannya berbarengan dengan koran yang tadi dibacanya. "Darimana saja kamu? Kenapa jam segini baru pulang? Balapan lagi kan?"

Satria menghela nafas, dia sekarang tahu kemana arah pembicaraan papanya.

"Satria tahu Papa mau membicarakan apa, dan kita sudah pernah membahas ini sebelumnya, jadi Satria pikir enggak ada gunanya kita bahas lagi karena Satria tetep sama apa yang jadi keputusan Satria."

Satria ingin berdiri namun tangan Eyang menahannya dan memaksa Satria untuk enggak beranjak dari duduknya.

"Papa sudah peringatkan sama kamu berulang kali, balapan itu berbahaya, Sat."

"Tapi Papa jangan pernah mungkirin kalau anak Papa ini berbakat di sirkuit."

"Bullshit! (Omong kosong!) Itu pikiran kamu, tapi apa pernah kamu memikirkan perasaan Papa, perasaan Eyang waktu lihat kamu kebut-kebutan? Pernah kamu pikirin itu?!" Suara Papa sudah agak meninggi.

Satria hanya bisa tertunduk sambil menahan emosi yang ada di dalam dadanya. Dia bisa saja membalas perkataan Papa seperti yang selalu dia lakukan kalau lagi berbeda pendapat dengan Papa, namun tangan Eyang menggenggam erat tangannya dan itu artinya dia harus menahan amarahnya, untuk saat ini.

"Pokoknya kamu harus hentikan hobi kebut-kebutan kamu itu, pikirkan sekolah kamu, dan Papa tidak mau mendengar atau melihat kamu balapan lagi, dimanapun, mengerti kamu?" Tambah Papa sambil memakai kembali kacamata dan mengambil korannya.

"Memang kenapa sih, Pa? Balapan buat Papa itu haram banget ya?"

"Satria.." Eyang mengusap-usap punggung Satria.

"Dan sejak kapan Papa jadi sok perhatian gini sama Satria?" Satria menatap Papa.

"Satria, sopan sama Papa kamu, Nak." Suara Eyang agak meninggi dengan maksud meredam emosinya Satria.

"Maaf Eyang, tapi benarkan? Sebelumnya Papa enggak pernah kaya gini. Papa enggak pernah mau tahu Satria lagi gimana-gimana. Yang ada dipikiran Papa itu cuma kerjaan, enggak ada yang lain!!" Satria terlihat tidak lagi bisa menahan emosinya. "Jawab Satria, Pa. Kenapa Papa benci banget Satria jadi pembalap?! Hal yang sudah jadi hidupnya Satria!"

Papa melempar korannya ke meja dan berdiri sambil terlihat marah. "Karena Papa enggak mau terjadi apa-apa sama kamu Sat!! Papa sudah kehilangan Mama kamu dan enggak mau kehilangan kamu juga."

Satria mendengus sinis lalu berdiri dan bertatapan dengan papanya. "Papa sudah kehilangan Satria."

"Satria! Jaga bicara kamu!"

Satria tidak menghiraukan Eyang sedikit marah mendengar omongannya.

"Dari dulu, yang Papa pikirin cuma Altezza. Papa enggak pernah memikirkan Satria yang selalu kesepian. Satria cuma punya Eyang sama Bibi, bukan Papa."

Papa pun terdiam begitu juga Eyang. Kayanya dia sekarang mengerti kalau Satria sedang mengeluarkan perasaan yang bertahun-tahun dia pendam, jadi dia kasih kesempatan Satria melakukan itu sampai dia merasa puas.

"Sekarang Satria tanya.." Suara Satria terdengar bergetar menandakan dia sedang menahan amarahnya. "Kapan terakhir Papa meluk Satria?"

"Tapi Papa kerja untuk kamu, Sat."

"Itu bukan jawaban dari pertanyaan Satria, Pa."

Papa pun kembali terdiam lalu terduduk.

"Enggak bisa jawabkan? Karena seingat Satria, terakhir kali Papa memeluk Satria waktu Satria ulang tahun ke-8, itu sebelum Papa sama Mama cerai!!"

Eyang sudah enggak bisa menahan airmatanya. Bibi pun berlinang airmata di balik tembok dapur mendengar semua yang Satria omongin ke Papanya. Wanita 58 tahun ini emang sudah lama banget ikut di keluarga Satria. Dia juga yang memomong Satria waktu bayi. Malah Satria lebih dekat dengan Eyang dan Bibi daripada sama mamanya, jadi dia sudah anggap Satria anaknya sendiri.

"Kalau memang.." Satria mencoba mengatur nafasnya yang sesak. "Kalau memang Papa enggak suka lihat Satria balapan, oke Pa, Satria bakal pergi dari sini."

"Satria! How can be that your decision?! Bisa-bisanya kamu ambil keputusan itu!” Eyang terlihat sangat terkejut.

Satria tersenyum lalu mencium tangan Eyangnya. "I'll be alright, Eyang, don't worry. Aku bakal baik-baik saja." Satria beranjak menuju kamarnya namun Papa menahannya.

"Kalau memang kamu mau pergi, silahkan.. Papa enggak akan menghalangi kamu!"

"For God Sake (Demi Tuhan), Raka!!" Teriak Eyang.

Satria berbalik badan dan tersenyum sinis ke arah Papa. "Makasih, Pa."

Dia pun langsung berlari ke kamarnya dan masih mendengar suara Eyang yang mencoba berbicara sama Papa biar menahan Satria pergi, namun tekad dia sudah bulat banget. Dia sudah terlalu jatuh cinta sama balapan, sama sirkuit, jadi apapun tidak akan bisa menghalangi apa yang sudah jadi keputusannya, yang jadi hidupnya.

Satria duduk terdiam sejenak di pinggir tempat tidur, mencoba mengatur nafas dan menahan rasa sesak di dalam dadanya sambil mengusap airmata yang menggenang di kedua kelopak matanya.

Lalu sesaat kemudian dia mengambil ransel dan memasukkan beberapa potong baju, seragam sekolah dan buku pelajarannya. Setelah selesai, Satria mengambil dompet dari kantong celana jeansnya dan mengeluarkan beberapa kartu kredit lalu melemparnya ke tempat tidur.

Gue pasti bisa bertahan, gue bakal buktikan ke Papa, tekadnya dalam hati.

Satria pun menuju mobil balapnya tanpa menghiraukan panggilan Eyang lalu pergi dengan deru suara khas mobil balap. Hal yang mau dia lakukan saat ini adalah menjauh dari rumah.

Menjauh dari Papanya.

To be continued....

Author : Terimakasih yang sudah mampir. Like dan komen kalian sangatlah berarti 🙏

MEMEGANG PRINSIP

Hubungan Satria sama Papa memang tidak terlalu harmonis semenjak papa dan mamanya memutuskan untuk bercerai sewaktu Satria masih duduk di bangku kelas 3 SD. Mamanya sekarang sudah menikah lagi dan tinggal di luar negeri karena kabarnya suami barunya adalah seorang bule yang bekerja di kantor pemerintahan Amerika.

Satria enggak punya saudara alias anak tunggal. Mulai saat itulah Satria dibesarkan oleh Eyang (Mama dari papanya) dan juga Bibi (ARTnya) karena papanya lebih senang menghabiskan waktu dengan pekerjaannya. Namun Eyang merasa beruntung karena Satria tumbuh jadi anak yang mandiri dan enggak manja biarpun dia amat sangat dimanja apalagi soal materi.

Papa adalah Presdir, yang punya perusahaan giant yang bergerak dibidang ekspor-impor onderdil mobil modifikasi bertaraf internasional yang letaknya di tengah pusat kota Jogjakarta, namanya Altezza. Karena Satria sering ke kantor papanya dengan Eyang dan melihat banyak spare parts and accessories mobil yang pastinya keren-keren banget, makanya Satria jadi suka otomotif dan kenal sama dunia balap.

(So, jangan salahin Satria kalau sekarang Satria mau jadi pembalap, kata Satria waktu pertama kali papanya tahu kalau dia resmi jadi pembalap).

Yang pasti keluarganya Satria enggak akan pernah mengalami krisis keuangan sampai 7 turunan bahkan 10 turunan itupun kalau perusahaan papanya tidak bangkrut. Tapi untuk saat ini, belum ada tanda-tanda ke arah sana kok, jadi Satria dan ke-7 turunannya masih bisa santai. Tapi untuk Satria, uang bukanlah segalanya, dia lebih memikirkan apa yang membuat dia bahagia dan itu bukan hanya soal uang.

Satria menguap. Sekompi nyamuk akan muat masuk ke dalam mulutnya karena terlalu lebarnya dia menguap. 2 jam menatap pantai dengan suara ombak dan anginnya yang sepoi-sepoi berhasil membuat dia sangat mengantuk. Satria menegakkan badannya dan merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena dari Semarang tadi dia belum istirahat dan dia juga masih belum tahu dimana dia tidur malam ini.

Lagi asyiknya memikirkan nasibnya, dia tersadar dan menoleh ketika mendengar suara deru mobil balap yang mendekat. Dia pun tersenyum dan kembali menatap hamparan pantai di depannya yang bercahaya disinari cahaya bulan.

My saviour's coming. (Penyelamat gue datang.)

Sebuah mobil balap mewah berwarna hitam dan biru dengan logo Firelli besar dan nomor 25 di setiap sisinya berhenti di samping mobil Satria. Seorang cowok dengan rambut spike agak berantakan, memakai kaos keluaran distro warna hijau dipadu celana pendek warna putih dan sendal jepit keluar dari mobil lalu menghampiri Satria yang sedang duduk bersandar di atas kap mobilnya.

Enggak jauh di belakang mobilnya, ada sebuah mobil patroli Firelli yang selalu mengawal kemanapun dia pergi juga ikut parkir. Nasib dari bos sirkuit yang harus selalu ada pengawalan walaupun sudah lewat dari jam kerja.

"Hai, Kak." Sapa Satria.

Cowok yang dipanggil "Kak" oleh Satria itu pun duduk di sampingnya. Oh iya, namanya Dude. Cowok ganteng yang selalu berpenampilan santai tapi asyik yang enggak basi ini yang punya sirkuit Firelli yang jadi tempat Satria memulai karir balapnya. Dengan kata lain, cowok ini adalah Bosnya Satria, yang jadi panutan dia juga. Sebenarnya ada 2 orang sih yang Satria kagumi, Reno dan Dude. Berhubung yang muncul Dude duluan, jadi sedikit cerita tentang Dude dulu ya..

Dude sama Satria enggak ada hubungan darah sama sekali. Dari muka saja sama sekali enggak ada mirip-miripnya, biarpun sama-sama ganteng, warna kulit merekapun jauh banget bedanya. Satria berkulit putih dan Dude agak kecoklatan, tipe warna kulit orang tropislah. Tapi kalau orang yang baru melihat mereka lagi berdua, pasti menyangkanya mereka kakak-adik, soalnya mereka dekatnya melebihi saudara sekandung. Dude ngemong Satria kaya adiknya sendiri dan Satriapun sangat menghormati Dude seperti kakaknya sendiri. Selain mereka merasa cocok satu sama lain, mungkin karena nasib jadi anak korban divorce juga yang membuat mereka semakin menyatu.

"Eyang tiba-tiba saja menelepon gue dengan amat sangat panik, katanya lo kabur dari rumah."

"Biasa, Bokap masih saja enggak bisa menerima hobi gue, dia masih menentang keras dan.."

"Dan karena itulah lo cabut dari rumah?"

"Gue cuma mau membuktikan kalau ini hidup gue, jadi gue tahu apa yang terbaik dan gue terima semua resikonya." Ujar Satria mantap.

"Dengan resiko tidur dijalanan?"

"Gue masih sanggup bayar hotel, Kak, biarpun kelas melati."

Dude tertawa. "Jangan bohong, kata Eyang, lo meninggalkan semua harta dari Bokap lo di rumah."

That's right. (Benar sekali.)

Satria enggak punya apa-apa sekarang. Semua fasilitas dari papanya dia tinggal, harta yang dia punya sekarang cuma mobil balap yang berhasil dia beli sendiri dan tabungan dari hasil menang beberapa kejuaraan kemarin dan hari ini. Dan dia yakin itu cukup untuk membiayai hidupnya.

"Tabungan gue cukup bisa diandalkan kok." Hibur Satria untuk dirinya sendiri.

"Sudah, tabungan lo simpan saja buat hal yang lebih penting. C'moon. (Ayo)" Dude turun dari atas kap mobil Satria lalu menatap Satria yang kebingungan sambil tersenyum. "Eyang menitipkan lo ke gue, dan gue janji bakal menjaga lo, jadi untuk sementara, lo bisa tinggal di apartemen gue, gratis."

"Lo serius, Kak?" Tanya Satria (pura-pura) enggak percaya.

"Enggak usah pura-pura, ayo cepetan, gue ngantuk banget." Dude masuk ke mobilnya dan menjalankannya diikuti oleh mobil patrolinya yang juga ikut bergerak. Satria pun terlihat senang lalu masuk ke mobil dan menyusulnya.

To be continue......

SISWA BARU DI SEKOLAH

JAKARTA.

Pagi yang begitu mendung menggelayuti sekitar Jakarta khususnya di SMU Canopus. Cuaca yang membuat semua orang ingin meringkuk di tempat tidur seharian. Nicken berjalan di koridor lantai 1 menuju kelasnya yang berada di lantai 3, karena dia masih duduk di kelas 10, jadi mau enggak mau harus naik banyak anak tangga dulu.

Setiap pagi olahraganya naik tangga mulu. Bisa tambah kenceng nih betis. Protesnya setiap pagi.

"De!!" Nicken mengenali suara yang memanggilnya dari belakang. Nicken menoleh dan melihat Vicky, kakak keduanya setelah Nicky berjalan ke arahnya.

Sebenarnya Vicky bukan kakak kandung Nicken, dia kakak tiri Nicken. Mamanya meninggal sewaktu melahirkannya dan papanya enggak lama kemudian menyusul karena komplikasi penyakit diabetes dan jantung. Karena Vicky enggak punya siapa-siapa dan mama-papanya sahabat Ayah-Bunda Nicken, jadi merekalah yang mengangkat Vicky jadi anak mereka.

Tapi biarpun status Vicky anak tiri, Nicken sekeluarga enggak menganggap Vicky seperti itu. Selain Nicky dan Vicky, Nicken juga punya 1 kakak cowok lagi, kalau yang ini kakak kandungnya Nicken sama kaya Nicky, namanya Nico. Dia setahun lebih tua dari Nicken dan setahun lebih muda dari Nicky dan Vicky. Pokoknya Nicken merasa jadi adik paling beruntung karena bakal ada 3 bodyguards yang siap mengawalnya kalau lagi butuh.

"Kenapa, Kak? Bukannya lo lagi jaga?"

"Nih, gue punya sesuatu buat lo." Vicky memberikan sebuah tabloid Firelli ke Nicken yang langsung membuat muka Nicken berseri-seri.

"Gila! Lo dapat darimana?" Tanyanya takjub. "Emang enggak diambil anak-anak lo?" Nicken menatap cover depan salah satu tabloid sirkuit lalu memeluknya dengan girang.

"Gue boleh menyita dari anak kelas 10, tapi nanti kembalikan lagi ke gue ya."

"Yah, kok gitu?" Muka Nicken tampak kecewa dan Vicky tertawa.

"Ntar pas balik, gue kasih lagi. Lokan tahu kakak lo disiplin banget, biarpun lo yang megang, lo bakal tetap kena masalah." Jelas Vicky sambil mengacak rambut Nicken.

Nicky dan Vicky itu termasuk anak Keamanan di SMU Canopus sama kaya Komdislah (Komite Displin Sekolah) bersama ketiga orang lainnya, Aca, Aril dan Ryan. Jadi, mulai dari masalah seragam sampai attitude (sikap) semua siswa Canopus jadi urusan mereka dan juga keamanan sekolah tentunya. Dan setiap seorang dari mereka punya belasan orang punggawa alias anak buah yang siap menjadi mata-mata mereka di segala sudut sekolah.

"Tapi gue pandangin dulu sebentar ya, Kak." Nicken kembali menatap gambar pembalap idolanya itu.

Vicky yang sedari tadi senyum-senyum cuma bisa maklum melihat kelakuan adiknya. Nicken memang mengidolakan pembalap Firelli yang satu ini. Bahkan Nicky, kakaknya sendiri yang juga bintang sirkuit dari Nascar enggak dia idolakan.

"Nih, Kak, tapi benar ya, bel pulang kasih gue lagi." Dengan berat hati Nicken mengembalikan tabloid itu.

"Iya, lo tenang saja, ya sudah sana masuk kelas, gue mau jaga depan lagi."

Vicky lalu berbalik arah ke pintu gerbang dengan kawalan seorang cowok tinggi besar tidak jauh di belakangnya dan Nicken menghela nafas lalu kembali berjalan menuju kelasnya dengan tampang suram, sesuram pagi ini.

Karena Nicken berjalan sambil melamun, tiba-tiba saja dibelokan koridor menuju kelasnya, dia ditabrak oleh seorang cowok.

"Punya mata enggak sih?!"

Padahal ditabraknya enggak kencang, tapi karena Nicken lagi kesal, jadi menyolot banget keliatannya.

"Kamu pasti tahu dimana letak mata aku, jadi kamu pasti tahu juga aku punya mata apa enggak."

Cowok ini bukannya minta maaf kek, malah senyum-senyum dan membuat Nicken makin gondok digituin.

"Enggak lucu!"

Dengan keliatan marah, Nicken sengaja menabrakkan bahunya ke bahu cowok itu lalu berjalan ke kelasnya.

Cowok tadi masih tersenyum menatap Nicken yang pergi sambil mengusap bahunya yang terasa agak sakit. Jutek banget sih tuh cewek, pikirnya.

Masih terlihat kesal dan gondok banget Nicken pun duduk di bangkunya. "Gila apa tuh cowok?!"

Nila dan Aci menatapnya dengan bingung. Mereka ini sahabatnya Nicken dari bayi.

"Kenapa atuh Neng? Pagi-pagi sudah bete." Tanya Nila sambil kembali serius menyalin PR matematika Aci ke bukunya.

"Belum mengerjakan PR ya?" Goda Aci sambil mencolek pipi Nicken. "Cken tenang saja, bisa menyalin PR Aci kok." Tambah Aci yang terdengar sangat bijak padahal enggak sama sekali. Oh iya, Aci ini adiknya Aca -salah satu anak Keamanan inti-

"Enak saja, gue sudah mengerjakan tahu. Memangnya Nila." Balas Nicken yang langsung diikuti suara tawa Nila. "Tadi gue ditabrak dibelokan sana, sama cowok, tapi dia bukannya minta maaf malah buat bete, siapa yang enggak kesal coba?!"

"Cowok? Siapa?" Nila selesai menulis dan menutup bukunya lalu mengganti posisi duduknya menghadap Nicken yang duduk di belakangnya.

"Gue juga enggak tahu, kayanya gue baru lihat deh, apa jangan-jangan anak baru?"

"Anak baru? Kok Aca enggak bilang ke Aci kalau ada anak baru?"

"Kita cari tahu yuk? Gue jadi penasaran juga nih." Ajak Nila bersemangat.

"Ayo, La." Nila dan Aci bangun dari duduknya.

"Kalian saja, gue masih kesal banget." Tolak Nicken sambil mengeluarkan buku PRnya.

"Ya sudah, ayo Ci, tunggu laporan kita ya, Neng geulis."

Nila dan Aci lalu keluar kelas dan Nicken pun tampak melamun.

Nila dan Aci memulai penyelidikan mereka. Setiap siswa yang ada di setiap lantai 1 sampai 3 mereka perhatikan satu-satu, tapi belum menemui cowok yang belum pernah mereka lihat.

"Gimana nih, La? Kayanya sudah semua deh kita cek, tapi kayanya semua anak lama." Sahut Aci sambil mengipas-ngipas mukanya yang kegerahan pakai kedua tangan.

"Iya ya, Ci, apa Cken salah lihat kali?" Nila masih mengedarkan pandangannya ke setiap sudut lapangan.

Penasaran!

"Tapi kayanya enggak mungkin deh."

"Kok kalian masih di sini? Kan sudah mau bel."

Mereka menoleh dan melihat Ryan -salah satu anak Keamanan inti juga- sedang menghampiri mereka.

Ryan punya tampang paling cool dan jutek dari semua anak Keamanan. Anehnya, dengan potongan rambut yang cepak, badannya proporsional (selain pembalap, dia juga mantan pemain basket di Timnas), kulitnya putih bersih, pokoknya mirip-mirip Samuel Rizal deh, dia paling digandrungi cewek-cewek di Canopus dan belum ada yang berhasil menaklukkan hatinya. Tapi biarpun Ryan jutek banget, diluar Keamanan dia baik sekali.

"Kak, memang ada anak baru ya?" Tembak Nila langsung.

"Kalian sudah tahu ya? Sudah ketemu?"

"Kita malah lagi mencari Kak, kita tahu dari Cken." Sahut Aci.

"Kalian bakal ketemu dia terus kok." Ryan melihat Nila dan Aci kebingungan. "Soalnya dia masuk ke 10 Bahasa 2 bareng kalian."

"APAA?!" Teriak Nila dan Aci berbarengan lalu mereka pun berlari ke kelasnya. Ryan hanya bisa tertawa melihat mereka lari gedubrugan di koridor.

"CKEENN..!!"

Mereka berteriak kencang sewaktu melihat Nicken yang sedang berdiri di depan kelas sambil menonton beberapa anak kelas 12 yang lagi bermain basket di lapangan. Beberapa anak di koridor pun sampai menoleh ke arah mereka berdua.

"Apaan sih? Heboh banget."

Nila dan Aci mencoba mengatur nafas mereka yang ngos-ngosan karena lari menaiki tangga dari lantai 1 ke lantai 3.

“I have.. a ****badnews***.. for you.. Honey*.. Ada.. berita.. buruk.." Kata Nila terbata karena belum bisa bernafas dengan lancar.

“Badnews apaan? Ya ampun, kalian sampai keringetan gini, kalian darimana sih?" Nicken menyeka keringat di kening mereka.

"Ini bukan badnews lagi Cken, tapi bad, bad, bad, badnews banget." Ujar Aci yang membuat Nicken makin penasaran.

"Ternyata.."

TEEEEEETTTTTTTTTTTTTTT.......

Bel masuk berbunyi sebelum Nila sempet cerita. Mereka pun masuk kekelas, karena kalau masih keliatan di luar kelas tanpa alasan yang jelas, siap-siap kencan sama anak Keamanan deh alias kena hukuman.

"You tell her (Lo saja yang ngomong)." Nila menyikut bahu Aci.

"No, you tell her (Lo saja).” Aci membalas menyikut bahu Nila dan begitu seterusnya sampai beberapa kali.

Nicken yang lagi menggambar di buku tulisnya merasa terganggu melihat tingkah 2 sahabatnya.

"Kalian kenapa sih? Oh iya, tadi katanya ada badnews, badnews apaan?"

Nicken akhirnya kesal juga melihat tingkah mereka seperti menyembunyikan sesuatu dari dia.

Nila menghela nafas lalu menatap Nicken. "Jadi Cken, badnews yang mau kita bilang.."

"GOOD MORNING, CLASS...!!" Sapa wali kelas Nicken yang tiba-tiba saja masuk dan lagi-lagi membuat Nila gagal cerita. Nicken kembali menahan rasa kecewanya.

"GOOD MORNING, MISS...!!" Balas kelas Nicken yang tidak kalah kencang.

Wali kelas Nicken namanya Miss Clara. Dia mengajar Bahasa Inggris. Umurnya baru 25 tahun dan belum menikah. Orangnya cantik. Kayanya, apa yang dia kenakan pasti keliatan cocok dan manis banget. Hari ini dia lagi memakai kemeja warna pink dengan dipadu blazer dan celana panjang putih dan sepatu hak 5 cm dengan warna yang senada. Tidak lupa bergelayut kalung manik di leher yang warnanya kontras banget sama pakaiannya. Biarpun hari ini rambutnya yang lumayan panjang hanya dikuncir kebelakang tapi itu tidak mengurangi aura kecantikan dia.

“Okay Class, I have announcement for you (Saya punya pengumuman untuk kalian)." Miss Clara berdiri di tengah barisan meja setelah Arya si ketua kelas kasih komando buat berdoa. "Today, our class has a new comer (Hari ini, kelas kalian kedatangan siswa baru).”

Terdengar komentar dari anak-anak.

"Itu yang mau kita bilang tadi, Cken." Sahut Nila ke Nicken.

Perasaan gue enggak enak, jangan-jangan..

Sekarang Nicken pun terlihat cemas membayangkan apa yang enggak mau dibayangkan karena takut jadi kenyataan.

"Wait a minute (Sebentar)..” Miss Clara berjalan menuju pintu dan sedetik kemudian dia kembali dengan seorang cowok di belakangnya.

DAMN (Sial)!! Itu cowok gila yang tadi. Kenapa dia masuk ke sini sih?! Kaya enggak ada kelas lain saja. Sungut Nicken dalam hati. Mukanya kembali terlihat kesal.

"Class, he is a new friend for all of you (Ini teman baru kalian)." Miss Clara berpaling ke cowok itu. "Ivan, would you mind to introduce yourself? (Ivan, kamu enggak keberatan untuk memperkenalkan diri?)"

Cowok yang bernama Ivan itu tersenyum sambil menggeleng lalu menatap ke seluruh kelas. "Hi, my name is Ivan, I moved from Elang International High School Bandung, nice to meet you. (Nama saya Ivan, saya pindahan dari sekolah internasional Elang Bandung. Senang bertemu dengan kalian).”

"Elang? Itu sekolah Aca dulu." Bisik Aci ke Nila.

“Nice to meet you, too, Ivan (Senang bertemu denganmu juga, Ivan)." Balas Miss Clara. "I hope you can help him in his new school. Okay, now, where should I put you in this class? (Saya harap kalian bisa membantu dia di sekolahnya yang baru. Oke, sekarang, dimana saya harus menempatkan kamu?). Mata Miss Clara beredar mencari anak yang bakal berubah teman sebangkunya. "Where's Romi?"

"He is still sick Miss, I got the news from his mom (Dia masih sakit, ibunya mengabarkan ke saya)" Jawab Nila. Romi itu pacarnya Nila, teman sebangku Nicken.

"Oh, I hope he'll get better soon (saya harap dia segera sembuh).”

Romi memang sudah 3 hari ini demam, kata dokter (yang diceritain sama ibunya) Romi kena gejala tipes karena jadwal latihan karatenya padat, maklum katanya mau ada pertandingan antar sekolah sebulan lagi.

"Okay, start from this day, Romi will sit beside Arya and you Nicken, with Ivan (mulai hari ini, Romi akan duduk di samping Arya dan Nicken dengan Ivan)."

Nicken langsung lemas mendengar keputusan wali kelasnya. Mau protes juga bakal percuma saja. Apa yang sudah jadi keputusan Miss Clara tidak akan ada yang bisa merubahnya. Jadi Nicken hanya terlihat pasrah ketika Ivan berjalan ke arahnya dan duduk di sampingnya.

Ini pasti hari sial gue!!

"Okay Class, now open your book page 35, we continue our lesson last week (sekarang buka buku kalian halaman 35, kita lanjutkan pelajaran minggu lalu).”

To be continued....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!