"Aku ngga bisa," tolak Edna pelan. Lorong kelas yang cukup sepi jadi membuat suara pelannya bergaung cukup jelas terdengar.
"Kenapa?" kaget Eriel. Seumur umur baru kali ini dia ditolak perempuan. Padahal inilah perempuan yang sudah membuat hatinya selalu bergetar. Tatapan matanya ngga bisa teralihkan jika sudah membidiknya dan Eriel selalu menghabiskan hari harinya dengan perasaan ngga tenang karena selalu merindu cewe itu.
Tapi sekarang dia ditolak? Damn it!! maki Eriel gusar dalam hati. Raut wajahnya menunjukkan kemarahan yang amat sangat.
"Aku ngga suka laki laki yang suka tebar pesona dimana mana."
GLEK.
Apa dia bilang? Mata Eriel menatap horor. Ngga terima dengan ungkapan jujur Edna.
Cewe ini memang harus dienyahkan agar ngga mengganggu hari harinya lagj.
"Kamu jangan ge er, ya, karena aku bilang suka sama kamu." Emosi Eriel langsung meledak.
"Ya udah. Kenapa kamu marah." Edna pun melangkahkan kakinya pergi meninggal Eriel yang hanya bisa menghentakkan kakinya dengan penuh amarah. Harga dirinya seakan diinjak cewe yang seharusnya ngga dia jatuhkan hatinya yang sangat sangat berharga ini.
Sialan! Awas aja nanti! batin Eriel mengancam marah.
BUGH
Dengan sekuat tenaga Eriel menonjok tembok di sampingnya sampai mengeluarkan bunyi yang cukup keras.
Edna sempat menoleh saat mendengarnya, tapi kemudian mempercepat langkahnya pergi meninggalkan lorong sepi dan Eriel yang juga sudah pergi dengan arah yang berlawanan dengannya.
*
*
*
"Tanganmu kenapa?" tanya Fazza heran melihat buku buku jari Eriel yang kemerahan
"Hemm....." dengusnya tanpa mau menjelaskan.
"Diobatin dulu di uks. Malah ke kantin," komen Nathan sambil menarik gelasnya dan mulai menyeruput minumannya.
"Dikasih es batu aja." Jeff berinisiatif mengambil es batu di dalam gelasnya pake sendok. Kemudian langsung mendekatkan pada buku buku jari yang memerah itu.
Ugh... Rasanya senut senut banget.
Ini bukan ngobatin. Tapi nyiksa.
"Sakit, bule bego!" umpat Eriel marah, dibalas tawa Jeff. Begitu juga Nathan dan Fazza.
Jarang jarang bisa mengetawai kesialan Eriel. Biasanya malah mereka yang suka diketawain sama Eriel.
"Jadinya ulang tahunmu di hotel yang mana, Faz?" tanya Nathan setelah puas tertawa.
"Di hotel yang baru aja selesai dibangun. Kata papi sekalian promosi," tawa Fazza lagi. Papinya ngga pernah melewatkan kesempatan emas.
Nathan dan Jeff pun tergelak. Eriel terdiam. Sedang memikirkan rencana balas dendamnya karena sudah ditolak Edna.
"Fanny nanti diundang, Faz? Gebetan barunya Eriel," singgung Jeff sambil melirik Eriel yang masih terdiam.
Tumben. Biasanya paling cerewet.
"Pastlah. Ya, Riel," usik Fazza dengan cengiran di bibirnya.
"Terserah kalian aja," sahut Eriel ngga peduli. Sekarang otaknya lagi mikir, gimana cara agar rencananya untuk mengerjai Edna berhasil tanpa dia harus jadi tersangka.
"Kamu serius, Riel sama Fani?" tanya Nathan kepo. Sudah cukup jadi viral di med sos, ketika Eriel memberikan buket bunga pada Fanny ketika cewe itu berhasil menang di kontes model di hotel milik keluarganya.
Apalagi Fanny mencium pipi kanan Eriel. Gosip pun tambah heboh.
"Biasa aja." Aneh dan bego dia. Dengan cewe cewe yang suka berat padanya malah dia mainkan. Tapi Edna yang dia taksir, malah menolaknya dengan gampangnya.
Dunia memang susah gila.
"Eriel mana pernah serius," sindir Fazza. Dia kurang suka dengan kelakuan Eriel. Kalo ngga suka, ya sudah, tinggalkan. Ini malah dimainkan kemudian dibuat patah hati. Senang kali dengan cap playboy yang disematkan padanya.
"Aku setuju," tandas Nathan. Di antara mereka berempat, hanya Eriel yang suka bergonta ganti pacar.
"Kalo.ngga gitu, otak si Eriel bisa beku," kekeh Jeff. Nathan dan Fazza juga tergelak. Eriel hanya menampilkan seringai sinisnya.
*
*
*
"Undangan dari Fazza," seru Letty sambil membagikan setumpuk undangan yang dibawanya saat memasuki kelas.
"Harus datang. Ini hotel bintang lima yang baru aja diresmikan Pak Menteri," lanjut Letty lagi, penuh semangat memberikan infonya tergres yang didapatnya dari papinya
"Aku juga diundang?" gumam Edna ngga percaya diri. Dia bisa masuk sekolah elit ini karena peruntungan otak encernya. Edna mendapatkan beasiswa penuh, termasuk uang jajannya tiap bulan.
Bukan hanya Edna saja, ada beberapa siswa yang lainnya juga yang nasibnya seberuntung Edna.
"Pastilah. Satu angkatan diundang semua," tandas Luna yang duduk sebangku dengan Edna.
Edna menimang nimang undangan itu. Ini undangan kesekian kalinya yang dia dapatkan.
"Harus datang loh, Edna. Kalo engga, kamu diblacklist loh," ancam Letty yang ternyata masih berada di sampingnya. Setengah becanda setengah serius.
"Ya."
"Tenang aja, nanti aku jemput." Luna tersenyum hangat.
"Makasih." Edna bersyukur, teman temannya ngga ada yang menghinanya karena dia miskin. Malah kalo menurutnya, mereka semua baik baik dan bersikap biasa aja dengan kemiskinannya.
Edna teringat lagi akan kelakuan ngga terduga Eriel. Kebetulan mereka sekelas.
Memang agak mengejutkan karena tadi pagi Eriel tiba tiba saja mengajaknya pacaran. Apa Eriel ngga lihat perbedaan yang menyolok di antara mereka berdua?
Bukan Edna ngga suka. Dia suka. Cowo tampan yang tengil itu juga otaknya encer. Dia juga baik dan ngga sombong. Mungkin karena itu pacarnya banyak.
Tapi itu yang justru buat Edna ngga suka dari Eriel.
Baru baru ini juga teman mereka yang jadi model dari kelas sebelah kedapatan mencium pipi Eriel. Sempat direkam dan diviralkan oleh model itu sendiri. Dari video itu terlihat Eriel senang senang saja mendapat ciuman itu.
Masih hangat, dua hari yang lalu. Dan di hari ketiga Eriel malah mengajak dia pacaran.
Cowo itu pasti hanya iseng saja. Ngga mungkinlah serius. Bisa juga sekedar prank. Kalo dia terima, maka cowo itu akan mengejeknya abis abisan, karena sudah ngga tau diri berani menyukainya.
Bisa aja cowo tengil itu nantinya akan membelikannya kaca agar memudahkannya untuk bercermin, melihat jurang perbedaan di antara mereka. Memikir sampai ke sana saja sudah membuat Edna merinding.
Apa ngga lagi oleng tuh orang.
Edna masih menggeleng gelengkan kepalanya. Lagi pula Edna belum mau pacaran. Dia mau sekolah yang benar mumpung dapat kesempatan gratis begini.
Dia ngga mau menyusahkan mamanya yang sehari harinya hanya mendapat uang sebagai upah menjahit. Edna tau kalo mamanya kurang tidur karena menyelesaikan banyak pesanan jahitan. Tapi Edna beruntung, karena pakaian pakaian jahitan mamanya sangat bagus dan seperti dilakukan oleh penjahit profesional.
Mamanya pun selalu menjahitkan untuknya dress yang ngga kalah indah dengan pakaian bermerk yang dikenakan teman temannya. Mungkin hanya bahannya saja yang jauh berbeda. Susah jelas karena harganya pasti akan kebanting banget. Tapi mamanya tetap bisa mencarikan untuknya bahan yang lembut dan nyaman dengan harga yang terjangkau. Dan Edna pun ngga merasa malu memakainya sangat berjalan bersama teman temannya.
Edna mengagumi hotel yang dia datangi bersama Luna. Begitu mewah dan artistik. Desain ala ala Eropa era renaisance yang sering dilihatnya di yutub maupun di gugel.
"Hotel ini baru diresmikan seminggu yang lalu," jelas Luna.
Edna hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Keduanya pun menyerahkan undangan pada resepsionis. Dan kedua resepsionis yang cantik cantik itu mempersilakan mereka masuk. Bahkan salah satu diantaranya ikut mengantar mereka ke taman samping hotel yang sangat luas dan di desain dengan sangat indah. Juga terdapat kolam renang yang airnya sangat jernih. Rupanya di sanalah pusat pestanya
"Itu si kembar Fazza dan Cleora. Juga gengnya. Aduuh tampan tampan dan cantik cantik semua," puji Luna tiada henti penuh kagum.
Tentu saja Edna sudah tau tentang Fazza dan Cleora. Juga teman teman satu strata dengan mereka. Termasuk Eriel. Cowo itu juga ada di sana bersama dengan Fani.
Hati Edna sedikit berdenyut melihatnya. Ternyata cowo itu ngga serius dengan kata katanya. Dia sama sekali ngga terlihat patah hati setelah ditolak olehnya.
Walaupun kecewa tapi hati Edna cukup lega. Seandainya dia menerima pernyataan Eriel, dia ngga bisa membayangkan betapa besar rasa malunya kalo itu cuma prank semata.
Melihat betapa serasinya Eriel dengan Fanmy, Edna merasa terlempar ke planet terjauh dari bumi, tempat dia berada.
Tanpa setau Edna, Eriel sedang mengawasinya. Kemudian dia memberikan kode pada salah satu pegawai hotel yang ada di dekatnya.
Pesta berjalan meriah dan heboh. Banyak sekali doorprize doorprize keren yang menggiurkan. Ada kalung emas dengan liontin berlian, cincin bermatakan berlian, liburan ke Bali, ke Lombok. Menginap dua hari di hotel hotel bintang lima dengan segala fasilitasnya. Juga ada tas, pakaian dan sepatu branded. Bahkan ada hadiah uang tunai senilai sepuluh hingga seratus juta. Semuanya dalam jumlah yang banyak dan sepertinya memang diberikan untuk semua yang datang ke pesta.
Luna bahkan mendapatkan tas tangan merek Gucci. Sedangkan Edna mendapatkan uang cash lima puluh juta yang dikemas dalam tas yang unik dan cantik.
Edna tersenyum bahagia, uang ini akan diberikan pada mamanya. Mungkin beliau akan membeli mesin jahit baru yang lebih modern lagi.
Mereka pun menikmati pesta dengan perasaan gembira, penuh canda tawa. Minuman dan makanan mewah ala chef bintang lima terhampar di depan mata. Musik musik dari DJ terkenal menghentak dan membuat mereka bergoyang. Fazza ngga menyediakan minuman alkohol. Tapi kehebohan yang tercipta di sana sudah sangat memabukkan.
Sampai kemudian seorang pegawai hotel mendatanginya.
"Nona, ibu anda menelpon."
Saat memasuki tempat pesta, mereka harus menitipkan ponsel. Tapi jika ada telpon penting, para pegawai hotel akan menyampaikannya. Fazza ngga ingin pestanya terganggu karena deringan suara ponsel.
"Oooh."
Mama? Ada apa, ya? batin Edna agak cemas. Karena beberapa malam ini Edna selalu mendengar mamanya batuk batuk.
"Ya sana, siapa tau penting," ucap Luna yang melihat kekhawatiran di wajah Edna.
"Luna, aku titip, ya." Edna menyerahkan tas yang berisi uang lima puluh juta pada Luna.
"Siap."
Setelahnya dengan agak terburu buru dan perasaan cemas, takut mamanya ada apa apa, Edna mengikuti pegawai hotel itu pergi meninggalkan tempat pesta.
Cuma perasaaannya agak merasa aneh karena lorong hotel yang dilewati sepi, ngga ada orang yang lewat setelah keluar dari dalam lift.
Ini sepertinya lantai teratas dari hotel. Edna semakin kagum dan speechless melihat interior yang sangat luar biasa indah dan megah.
Tapi lagi lagi dia heran. Kenapa untuk menerima telpon harus jauh jauh bahkan sampai ke lantai tertinggi?
Pegawai itu membuka pintu kamar hotel yang ternyata dalamnya sangat luas dan super mewah dalam keadaan terang benderang.
"Silakan nona."
Dengan ragu Edna masuk dan dia terkejut ketika pintu tertutup, padahal dia belum menerima ponselnya.
"Hey...! Ummmpphh..."
Edna berusaha memberontak saat tubuhnya di dekap erat dari belakang dan sebuah sapu tangan berbau menyengat menutup jalan pernafasannya
Baru kali ini Edna merasa sangat takut. Dia menyesali kebodohannya yang ngga minta ditemani Luna.
Tolong...... Mama....., tolong Edna.
Mata Edna terpejam dan tubuhnya terkulai dalam pelukan seseorang.
Satu jam kemudian Edna tersadar. Dia terkejut melihat dirinya sedang terbaring di atas tempat tidur dengan pakaiannya yang sudah ngga melekat lagi di tubuhnya.
"Apa yang sudah terjadi?' gumamnya panik, reflek dia terduduk
"Aahh." Edna menjerit pelan saat merasakan kesakitan di organ intimnya. Dia mengangkat selimut yang menutupi pahanya
Matanya terbelalak. Ada noda merah di pangkal pahanya. Edna menatap dadanya dengan jantung berdebar hebat. Air matanya mengalir begitu saja. Sangat deras. Edna sadar sesuatu yang buruk sudah terjadi padanya.
Dengan tubuh gemetar dan gerakan yang sangat perlahan karena menahan sakit yang amat sangat, Edna mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Tidak ada yang robek, hanya sedikit kusut.
Siapa yang .melakukannya?
Siapa?
Bibir Edna bergetar karena tangis yang menyesakkan dadanya.
Perlahan ditatapnya wajahnya di cermin. Tampak sembab karena dibasahi air mata sejak tadi.
Edna pun mencuci mukanya. Dia harus cepat pergi dari sini sebelum orang jahat itu kembali dan melakukannya lagi padanya.
Dengan agak tertatih, Edna berjalan meninggalkan kamar hotel yang super mewah yang sempat dia kagumi. Tulang tulangnya seakan sudah dilolosi. Dia bahkan berhenti berkali kali karena rasa lelah yang amat sangat mendera tubuhnya.
Siapa?
Siapa?
Batinnya terus bertanya tanya. Edna ngga ngerti, kenapa ada orang yang tega berbuat sangat kejam padanya.
Apa kesalahannya. Ataukah orang itu melakukannya secara random? Ngga pilih pilih?
Edna berusaha tegar. Tadi dia sudah cukup lama menangis. Sekarang dia mau pulang. Edna akan berpamitan pada Luna. Dia sudah ngga kuat lagi mengikuti acara pesta ini. Malam ini semua yang sudah dijaganya telah hancur.
*
*
*
"Ma, ini untuk mama," ucap Edna sambil memberikan tas cantik yang berisi uang doorprize yang dia dapatkan.
Tapi mamanya malah menatap Edna dengan seksama dan penuh selidik. Hatinya sejak tadi ngga tenang menunggu kepulangan Edna. Jantungnya terus saja berdebar debar.
"Kamu abis nangis, sayang. Kenapa?"
DEG
Air matanya yang ditahannya saat menemui Luna dan mengantarnya pulang kini tumpah ruah seperti bendungan katulampa yang ngga bisa lagi menampung debit airnya.
Tas berisi uangnya pun jatuh ke lantai saat Edna memeluk mamanya dengan ledakan tangis yang menyayat hati.
Jantung mama Edna makin ngga tenang. Edna bukan anak yang cengeng.
"Apa yang sudah terjadi?" suara Mama Edna sangat panik. Firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk sudah terjadi pada anak perempuannya.
Dengan tersendat Edna pun menceritakannya. Mamanya pun ikut menangis mendengarnya.
Musibah yang dialami putrinya sangat berat.
"Aku..... aku ngga tau apa yang terjadi, ma..... hiks hiks.... Saat bangun tubuhku sakit semua.... hiks hiks...... Ada darah di dekat pahaku, ma.... hiks hiks...."
Mama Edna memejamkan matanya. Beliau sudah tau aib besar yang menimpa putri tunggalnya. Hatinya terasa sangat pedih, kenapa ada orang yang sekejam ini. Padahal hanya harga dirilah yang mereka punya untuk bertahan hidup.
Tapi mama Edna berusaha tegar dan kuat. Dia tau putrinya saat ini sedang terguncang dan membutuhkan sandarannya.
Terbayang wajah suaminya yang sudah tiada.
Maaf, tidak bisa menjaga putrimu dengan baik, batinnya getir.
■
■
Mungkin mau mampir di tiktok...🥰🙏
Sudah dua hari Edna ngga masuk sekolah. Tubuhnya panas tapi menggigil. Mama Edna ngga berani memanggil dokter, karena hampir sekujur tubuh bagian atasnya penuh bercak merah keunguan.
Mamanya miris melihatnya. Hatinya menjerit. Siapa laki laki brengsek yang setega ini memperlakukan putri kesayangannya dengan begutu kejam.
Belum lagi satu ketakutan terbesar di hati Mama Edna. Beliau takut Edna hamil di usianya yang masih sekolahnya.
"Makan lagi ya sayang," ucap mamanya lembut sambil menyuapkan bubur ke Edna. Bukan Edna ngga mau, tapi lidahnya sangat pahit
Tapi karena bubur mamanya sangat lembut, memudahkan Edna menelannya.
Mama Edja hanya mengompres saja tubuh panas Edna tanpa memberikannya obat. Karena takut kalo obat bisa merusak bakal janin kalo nantinya putrinya sungguhan hamil.
Hatinya ngga akan sanggup melihat kesedihan putrinya jika nanti hamil dan bayinya akan lahir cacat karena obat obat yang dia konsumsi.
Dan jika nanti ngga hamil, Mama Edna akan sangat bersyukur dan akan lebih menjaga pergaulan putrinya lagi.
Edna masih menyesali diri, kenapa dia bisa dengan mudah dibohongi seperti itu. Sampai harus menyerahkan segalanya. Bodohnya lagi dia ngga bisa mengingat siapa.laki laki jahat itu.
Edna pun takut kalo dia sampai hamil. Karena dia sudah mempelajari tentang reproduksi di sekolah. Dia takut sekali. Edna ngga ingin menyusahkan mamanya. Dia bisa mempermalukan mamanya jika itu sampai terjadi.
Apa kata orang nanti? Hamil masih sekolah dan belum nikah?
Pikirannya sangat kacau. Dia berusaha untuk terus mengingat. Tapi tetap ngga bisa. Edna ingin ke hotel meminta rekaman kejadian saat malam itu. Tapi pasti ngga dibolehin. Memangnya dia siapa.
Untuk meminta langsung pada Fazza, dia segan. Edna ngga seakrab itu dengan Fazza. Dia memang tau siapa Fazza, cowo favorit dan unggulan yang digilai banyak teman cewenya . Semua temannya merasa kenal dengan Fazza. Sayangnya Fazza ngga mumgkin mengenalnya. Mereka juga ngga pernah satu kelas.
Tapi Edna butuh tau siapa laki laki yang sudah berbuat keji padanya.
Tapi selanjutnya apa yang akan dia lakukan? Menuntutnya? Apa dia sanggup menahan cibiran orang orang yang tau apa yang sudah terjadi padanya. Karena korban sepertinya tidak mudah mendapatkan simpati publik Edna takut nantinya dia dan mamanya akan dikecam. Apalagi mereka hidup dalan taraf ekonomi susah. Jika nanti ketahuan yang melakukannya adalah anak orang kaya, dirinya bisa dituduh memanfaatkan untuk keluar dari hidup susahnya selama ini.
Air matanya Edna tanpa sadar mengalir.
"Jangan menangis sayang. Jangan terlalu berat berpikir. Mama akan selalu berada di sampingmu," bujuk.mamanya lembut sambil mengusap air mata yang membasahi pipi putrinya.
Hatinya nyeri melihatnya. Dia pun ingin menangis, tapi ditahannya saat bersama Edna. Dirinya harus tampak kuat di depan putrinya yang sedang rapuh ini.
*
*
*
"Kita baru nanti siang mau jenguk kamu. Kamu sakit apa?" tanya Luna setelah dia masuk di hari ketiga.
"Demam."
"Nih, ada pe-er. Kamu bisa lihat punya aku." Luna menyodorkan buka pe-er matematikanya.
Edna tersenyum. Dia dan Luna adalah siswa akselerasi. Juga ada beberapa pelajar yang lainnya.
"Makasih, Lun. Aku sudah mengerjakannya." Edna selalu terharu dengan perlakuan Luna. Luna selalu baik dan ngga malu berdekatan dengannya. Justru Edna yang merasa ngga pantas dekat dengan Luna. Mereka berbeda srata. Jika mereka jalan berdua di luar sekolah akan terlihat jomplang.
Beruntungnya saat mendapat beasiswa di sekolah ini, Edna mendapatkan seragam, kaos kaki hingga sepatu gratis. Jadi saat berada di sekolah dia akan terlihat sama.
"Syukurlah," senyum Luna sambil menyimpan bukunya.
"Eriel udah tiga hari ngga masuk sekolah loh. Bareng gengnya Fazza. Denger denger mereka lagi liburan," cerita Luna sambil menopangkan kedua sikunya di atas meja.
"Oooh."
"Ya, orang tua mereka.katanya sahabatan. Yang punya sekolah ini juga katanya sahabat orang tua mereka. Jadinya mereka bebas. Mereka juga pintar dan masuk di kelas akselerasi sama seperti kita juga," cerita Luna panjang lebar yang lagi lagi didengar Edna tanpa minat.
Pikirannya masih sulit fokus. Tidurnya pun kurang nyenyak. Edna memaksakan dirinya sekolah karena takut ketinggalan pelajaran.
Kejadian malam itu terus menghantuinya.
"Mama kamu ngga apa apa, kan?"
"Haah?" Edna menatap Luna bingung.
"Itu.... waktu kamu nelpon, kan, lama banget. Pengen aku susul, tapi untunglah kamu udah balik."
"Sebenarnya aku nyasar," bohong Edna agar Luna ngga terlalu kepo. Dia belum siap membuka aibnya sekarang. Edna juga ngga tau apa nanti Luna akan tetap mau bertemannya atau engga setelah kejadian ini.
"Oooh...... Pantasan," kekeh Luna sambil menepuk bahu Edna pelan. Tadinya Luna khawatir banget karena Edna lama sekali menelponnya. Takut ada apa apa dengan mamanya.
Untungnya Edna cuma nyasar. Wajar, sih, hotel segede dan seluas ini. Apalagi Edna pasti ngga akan pernah maen ke sana kalo teman teman ngga mengadakan acara spesial.
"Nanti ikut aku ke kantin. Aku akan traktir kamu biar kamu cepat sehat."
"Makasih," senyum Edna, dia terharu bercampur sedih akan perhatian sahabatnya.
*
*
*
"Melamun apa, Er." Kaysar sengaja menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Eriel yang berada di atas kasur membuat kasur itu bergelombang.
"Ngagetin aja! Asem," maki Eriel kesal.
Kaisar terkekeh, ternyata juga sudah ada Fazza, Nathan, Jeff, dan Zyan.
"Ngapain kalian ke sini?!" gertak Eeiel marah. Padahal dia sedang malas untuk ikut mereka mancing. Dia lebih suka tiduran dari pada ikut mereka mancing.
Khusus merayakan ulang tahun Fazza, papinya menyewakan mereka kapal yacht. Kaysar dan Zayn yang berada di luar negeri yang berbeda juga ikut bergabung.
"Ayo, kita lomba mancing. Jangan tidur melulu," seru Nathan gemas melihat Eriel sejak kedatangan mereka hanya malas malasan saja di kamar. Kalo mau dia ajak renang atau snorkling mesti diseret dulu. Seperti sekarang.
Mereka bahkan sudah bersiap dengan koloran selutut dan kaoa oblong.
Mereka terpisah dari rombongan orang tua dan anak anak perempuan. Karena itu mereka berpenampilan sangat bebas. Para anak muda itu ditemenin oleh opa Alva dan opa Glen yang satu circle sengklek dengan mereka.
"Kalian aja sana. Aku mau tidur."
"Kamu seperti ibu ibu ngiram aja," ejek Zayn juga sengaja membantingkan tubuhnya di samping Eriel. Kasur kembali bergelombang hebat.
"Si-alan!" maki Eriel kesal. Keinginannya untuk tidur tiduran gagal sudah. Ambyar.
Kembali tawa ngakak menguar.
"Ayo! Opa Glen sama opa Alva udah kelamaan nunggunya. Bisa nyuri start ntar," tukas Fazza ngga sabar.
"Iya, nih. Apa karena Fanny ngga ikut?" ledek Jeff.
"Nathan cuma request Zoya aja," tawa Kaysar tambah keras.
"Bukan aku yang request!" protes Nathan kesal tapi dengan wajah agak memerah. Yang lainnya malah ngakak melihatnya.
"Malam itu kamu sama Fanny ngapain?" celutuk Jeff setelah mereka puas tertawa. Bahkan Eriel ikut nyengir mendengar joke terakhir.
Eriel agak menegang, terkejut ngga nyangka Jeff sadar. Tapi syukurnya salah orang.
"Oh iya. Dia menghilang lama juga. Fanny juga," sambung Nathan juga tiba tiba teringat kejadian di malam pesta Fazza.
"Kan, dia pamit ke toilet," tambah Fazza yang juga jadi teringat Eriel yang pamit begitu padanya.
"Kamu jangan polos polos amat, Faz," sembur Zyan kadang kesal juga dengan positif thinking Fazza. Fazza hanya nyengir.
"Kamu e-n@ en@ dengan Fanny, ya. Bisa bisanya," decih Natban sambil menggeleng gelengkan kepalanya
"Sembarangan." bantah Eriel ngga terima.
Fitnah itu, sangkalnya dalam hati. Karena malam itu dia ngga dengan Fanny. Salah besar.
"Trus sama siapa?" kejar Nathan.
"Ngga sama siapa siapa. Ayo, mancing." Saking gerahnya Eriel segera bangkit dari tidurnya.
"Ya udah, ayo cepat," tukas Fazza ngga sabar dan segera melangkah keluar kamar.
"Ya udah, ayo." Kaysar pun ikut bangkit dengan Zyan.
Nathan menatap ngga puas, karena otak keponya ngga bisa menerima jawaban Eriel yang masih ngambang
"Sudah, ngga usah mikir orang lain. Mikir aja gimana caranya ngalahin Zoya," bisik Jeff kemudian tergelak dan menarik Nathan agar ikut menyusul yang lainnya.
Nathan hanya bisa merutuk dalam hati karena nama keramat itu disebutkan lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!