NovelToon NovelToon

The Young Master'S Favorite Little Girl

Bab 1

Tok… tok… tok… 

"Nona, Tuan dan Nyonya sudah menunggu anda di bawah tolong segera turun." 

Ceklek. 

Pintu loteng terbuka dari dalam, seorang gadis kecil berdiri di ambang pintu. Sosoknya yang kurus dibaluti gaun putih polos yang menambah penampilannya yang lemah dan lembut dengan kulit putih pucat yang tak sehat.

Pelayanan itu merasa iba ketika melihat kondisi gadis kecil di depannya. Berbeda dengan nona Camila yang cerah dan ceria, nona Alleta tampak suram dan lemah. Karena sering diambil darahnya, tubuh nona Alleta sangat kurus dan lemah. 

Nona Camila memiliki penyakit hemofilia yang mana sekali mengalami luka, darahnya tidak akan berhenti. Apalagi golongan darahnya Rh null, golongan darah langka di dunia. 

Dan nona Alleta yang memiliki golongan darah yang sama kerap dijadikan bank darah oleh mereka, jika nona Sienna mengalami luka. 

Pelayan itu merasa heran dengan majikannya, padahal nona Alleta anaknya tapi kenapa perlakuannya sangat berbeda. 

Tak lagi memikirkan hubungan rumit antar keluarga kaya, pelayan itu segera memimpin nona Alleta turun ke bawah. 

"Mari Nona." 

Alleta perlahan mengikuti pelayanan itu dari belakang. Sesampainya mereka di bawah, orang tua dan saudarinya sudah siap dengan balutan pakaian mewah. 

"Ck, apa kau tuan putri sehingga kami harus menunggumu?"cibir wanita paruh baya yang diketahui namanya adalah Sophia, ibu dari kedua anak tersebut. 

"Lalu ada apa dengan wajahmu? Kau ingin semua orang di perjamuan nanti berpikir bahwa kami menindasmu, hah? Tersenyumlah walau itu pura-pura,"hardik wanita paruh baya itu. 

Alleta semakin menundukkan kepalanya, tidak berani membantah perkataan ibunya. 

"Maaf." Hanya kata itu yang bisa Alleta lontarkan. 

"Ibu jangan memarahinya mungkin Kakak merasa gugup. Inikan pertama kalinya kakak melihat dunia luar, iya kan, kak?" Camila meletakkan kedua tangannya di pundak Alleta seraya tersenyum manis kepada kakaknya. 

Alleta mengangkat kepalanya, menoleh ke samping menatap saudara kembarnya yang memiliki paras wajah yang cantik. 

"Kakak jangan khawatir ketika kita sampai di sana aku akan memperkenalkan teman-temanku pada kakak. Selama inikan kakak tidak memiliki teman." Camila menggenggam kedua lengan kurus Alleta. 

"Teman apa? Lebih baik dia seperti ini, diam di rumah tidak mempermalukan keluarga. Jika bukan karena…"

"Berhenti! Sampai kapan kau akan terus berdebat. Kita hampir telat, ayo pergi." Nolan menyela perkataan istrinya sebelum dia membeberkan rencana mereka. 

Ditatap tajam oleh sang suami Sophia sangat ketakutan. Baru saja dia hampir keceplosan. 

"Untung saja."

"Kakak ayo." Camila menggandeng lengan kakaknya, mengikuti kedua orang tua mereka keluar dari mansion. 

°°°°°

Selama perjalanan menuju hotel mewah, mobil yang ditumpangi oleh mereka sangat ramai dengan celotehan Camila dan kedua orang tuanya.  Sementara Alleta seperti terisolasi dari dunia, dia hanya menatap penuh kerinduan pemandangan di luar jendela yang penuh dengan gedung-gedung tinggi pencakar langit. 

"Kapan ya aku bisa bebas seperti mereka." Batinnya saat melihat anak yang seumuran dengannya bermain bebas di luar. 

Seolah tahu apa yang dipikirkan Alleta, Camila tersenyum menghina. 

"Alleta,"panggil Nolan. 

Alleta terkesiap dari lamunannya saat mendengar panggilan dari ayahnya. 

"Ya, Ayah?"

"Apa yang kau pikirkan?"

"Ti-tidak ada,"ujarnya gugup. Jemarinya saling bertaut, Alleta menatap punggung tangannya yang penuh dengan bekas suntikan. 

"Ingat ketika kita sampai di sana jangan berkeliaran, ikuti ibu atau saudarimu jangan membuat kita malu,"peringat Nolan. 

"Baik Ayah."

"Ayah tenang saja aku akan menjaga kakak dengan baik agar tidak mempermalukan keluarga kita,"timpal Camila. 

"Bagus awasi kakakmu."

Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai di hotel mewah tempat perjamuan diadakan. Para tamu undangan dengan balutan pakaian mewah terus berdatangan. 

"Ayo," ajak Nolan. 

Setelah merapikan penampilan mereka, mereka turun dari mobil dan berjalan masuk ke hotel. 

Alleta mengamati sekelilingnya yang dihias begitu indah dan megah, bahkan para tamu undangannya sangat modis. 

Ini pertama kalinya dia melihat begitu banyak manusia berkumpul, membuat dia sedikit takut dan tanpa sadar mundur selangkah. 

"Kakak apa yang kau lakukan, ayo." Camila menarik lengan Alleta untuk berdiri di sampingnya. 

"Ibu aku akan mengajak kakak bertemu dengan teman-temanku."

"Ya, pergilah. Dan kau…" Tunjuk Sophia pada Alleta. 

"Ingat apa yang dikatakan ayah tadi, jangan mempermalukan keluarga."

"Ya Bu."

"Ayo kak." Camila menarik kakaknya menuju segerombolan anak muda. 

Setelah kedua putrinya pergi, Nolan dan Sophia berjalan menuju pria paruh baya dengan penampilan buncit dan emas yang menempel di seluruh tubuhnya. 

"Hallo Tuan John, selamat ulang tahun. Ini hadiah kecil dari kami mohon diterima." Nolan memberikan hadiah yang terbungkus indah kepada tuan John. 

"Oh ternyata Tuan Nolan dan istrinya, terima kasih atas hadiahnya." Tuan John memerintah salah satu pelayan untuk menerima kado darinya. 

"Saya juga telah menyiapkan kado lain untuk Tuan John,"ucap Nolan tersenyum penuh arti. 

"Oh benarkah?"

"Tentu saja, saya jamin Tuan John akan menyukainya,"ucap Sophia tersenyum menyanjung sambil menyembunyikan rasa jijik di dalam hatinya. 

"Hahaha, saya sangat tidak sabar untuk melihat hadiah dari kalian." Tuan John tertawa bahagia sampai memperlihat salah satu gigi emasnya. Tatapannya penuh kecabulan. 

"Selain itu, saya sudah mengirimkan kontrak kerja sama ke asisten anda mohon untuk dilihat,"kata Nolan. 

"Jangan khawatir, saya sudah melihatnya dan menandatanganinya."

"Benarkah?"tanyanya untuk memastikan. Nolan menahan gejolak bahagia di dalam hatinya, dengan kerja sama ini selangkah lagi perusahaannya akan menjadi perusahaan domestik yang terkenal. Begitu pun Sophia yang tak kalah bahagianya dengan suaminya. 

"Tentu saja." 

"Te-terima kasih Tuan John, terima kasih." Kedua orang itu membungkuk beberapa kali sambil mengucapkan terima kasih. 

°°°°

Sementara itu Alleta tengah menunggu saudara kembarnya kembali dari kamar mandi. Namun, sampai saat ini dia belum pernah melihat batang hidung adiknya. Takut sesuatu terjadi pada adiknya, Alleta berdiri dari kursinya dan menghentikan pelayan yang hendak melewatinya. 

"A-anu… a-apa kau tau letak kamar mandi?"tanya Alleta gugup. Ini pertama kalinya dia berbicara dengan orang asing. 

"Apa Nona ingin ke kamar mandi?"tanyanya lembut. 

Alleta mengangguk pelan dengan wajah yang bersemu merah sambil memainkan jari-jarinya. 

Pelayan itu merasa gemas dengan tingkah wanita muda di depannya. 

"Mari saya antar."

Alleta perlahan mengikuti pelayan itu dari belakang. 

"Ini toiletnya, apa perlu saya tunggu?"

"Ti-tidak perlu, a-aku bisa sendiri,"balas Alleta cepat. 

"Kalau begitu saya permisi dulu." 

Setelah pelayan pergi, Alleta hendak masuk ke dalam toilet, namun niatnya ia urungkan saat mendengar suara yang begitu akrab masuk ke telinganya. 

"Ngomong-ngomong aku tidak pernah mendengar kau punya kembaran, juga dilihat dari wajahmu dan wanita itu tidak ada kemiripan sama sekali."

"Tentu saja kau tidak akan melihat kemiripan di antara kami karena dia…."

Bab 2

Sebuah mobil Bentley hitam berhenti di depan pintu masuk hotel. Pengawal yang berjaga di pintu masuk segera membukakan pintu penumpang. 

Seorang pria tampan turun dari mobil. Perawakannya yang tinggi dan langsing sangat atletis, dada lebar dan pinggang sempit. Parasnya yang tampan mampu memikat kaum hawa yang melihatnya, dengan mata tajam, rahang tegas, hidung mancung dan bibir tipis yang begitu menggoda. 

Axel memandang dingin hotel mewah di hadapannya. 

"Tuan mari saya antar ke dalam,"ucap pengawal itu dengan hormat. 

"Hm." Di bawah bimbingan pengawal, Axel melangkah masuk ke dalam hotel diikuti oleh asistennya yang membawa hadiah. 

°°°°

"Kenapa kau tidak menjaga kakakmu!"geram Nolan begitu tahu kalau Alleta menghilang. Jika anak itu menghilang bagaimana dengan kontrak kerja samanya! 

"Kenapa kau memarahi putriku! Itu semua salah anak itu karena tidak bisa duduk diam. Kerjaannya hanya menyusahkan kita, jika bukan karena dia berguna aku tidak ingin mengeluarkannya dari loteng, biarkan saja dia mati membusuk di sana!"cibir Sophia penuh rasa jijik dan penghinaan. 

"Ibu bagaimana Ibu bisa berkata seperti itu. Jika kakak mati aku tidak bisa hidup tanpa darahnya, juga aku masih belum puas bermain dengan mainanku,"ucap Camila berpura-pura sedih. 

"Oh sayang jangan khawatir Ibu tidak…"

"Berhenti! Apa yang kalian bicarakan di sini! Apa kalian tidak lihat orang-orang di sini, hah?! Bagaimana kalau seseorang mendengar perkataan kalian!"tukas Nolan tak habis pikir dengan ibu dan anak itu. 

Ibu dan anak itu menunduk takut, tidak berani membantah perkataan ayah/suaminya.

"Ayo kita cari anak itu." 

Saat mereka akan pergi mencari Alleta, tatapan semua tamu undangan mengarah pada pintu masuk membuat mereka sedikit penasaran. Namun, begitu mereka melihat pria tampan dengan aura menindas, mereka sangat bersemangat begitu pun para tamu undangan. 

Mereka tidak menyangka pria legendaris yang hanya bisa dilihat di berita keuangan akan muncul di hadapan mereka, bahkan Tuan John sang penyelenggara begitu terkejut dengan kehadiran pria dingin yang berjalan ke arahnya. 

"Tuan Axel, saya tidak berharap anda akan datang ke pesta kecil saya, jika saya tahu anda akan datang saya akan menyiapkan pesta yang lebih mewah,"ucap tuan John dengan nada menyanjung. 

"Tidak perlu, saya datang ke sini karena memiliki waktu senggang…."

"Sean,"panggil Axel pada asistennya. 

"Ya Tuan. Tuan John ini hadiah kecil dari Tuan Axel mohon diterima." Sean memberikan kado di tangannya kepada Tuan John yang langsung diterima olehnya dengan senang hati. 

"Tentu saja, bahkan jika Tuan Axel tidak membawa hadiah juga tidak apa-apa. Hanya dengan hadir saja itu sudah cukup."

Para pengusaha yang hadir langsung berkerumun untuk bisa berbicara dengan pengusaha legendaris ini. Bahkan Nolan yang ingin mencari Alleta ikut mengerumuni pria muda itu. Ini adalah kesempatan emas baginya, jika perusahaan kecilnya bisa bekerja sama dengan perusahaan besar, maka keuntungan yang akan dia peroleh akan semakin besar. 

°°°°

Di taman, Alleta duduk termenung menatap rembulan di langit yang gelap sambil memeluk lututnya. Pikirannya melayang ke kejadian di toilet tadi. 

"Tentu saja kau tidak akan melihat kemiripan di antara kami karena dia bukan kembaranku. Ibuku yang memungutnya di dekat tong sampah dan menyamarkan identitas sebagai kembaranku."

"Jika bukan karena darahnya sama denganku ibu tidak akan memungutnya. Dia hanya bank darah bagiku yang memiliki penyakit hemofilia." 

Akhirnya setelah sekian lama, pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di otaknya dan tidak pernah ada jawabnya, sudah terjawab hanya dengan beberapa kata yang dilontarkan Camila. 

Alleta menatap punggung tangannya yang dipenuhi bekas suntikan, dia bahkan tidak merasa sedih ataupun kecewa setelah mendengar kebenaran itu. 

Mungkin jika itu di masa lalu dia akan merasakan kesedihan dan kekecewaan setelah mendengar kebenaran itu. Tapi sekarang hatinya sudah lama mati oleh perilaku mereka yang terus menerus menyakitinya. 

"Jika mereka bukan keluargaku, di mana keluargaku yang sebenarnya? kenapa mereka membuangku? Apa tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan ku? Apa aku dilahirkan hanya untuk merasakan kejamnya dunia yang tak berpihak padaku?"

Alleta menelungkupkan wajahnya di tangan, menangis dalam diam, bahunya yang kecil bergetar hebat. Di kejauhan sosok kecil itu  memeluk tubuhnya yang penuh luka. Begitulah yang dilihat Axel. 

"Tuan apa yang Anda lihat?"tanya Sean saat melihat tuanya sangat fokus memperhatikan taman. 

"Tidak ada, kembali ke kamar,"balasnya acuh tak acuh. 

"Ya." Sean buru-buru mengikuti langkah tuanya. 

°°°°

"Alleta!"

Alleta buru-buru menghapus air matanya begitu mendengar teriakan menggelegar yang dikenalnya. 

"I-ibu…."

Plak! 

Wajahnya tertoleh ke samping akibat pukulan kuat yang dilayangkan ibunya. Alleta mengusap pipinya yang terasa panas dan perih. Dia sudah terbiasa dengan tamparan ini, bahkan mungkin bisa dibilang makanan sehari-hari. 

"Sudah saya katakan jangan membuat kami susah! Kenapa kau membangkang dan malah berkeliaran, hah!"teriak Sophia marah. 

"Maaf." Lagi-lagi hanya kata itu yang bisa dia ucapkan karena percuma menjelaskan, ibunya tidak akan mendengar. 

"Alleta ayahkan sudah memperingatimu."

"Maaf, Ayah."

"Ibu, Ayah, jangan memarahi kakak, mungkin kakak ingin berjalan-jalan iya kan, kak?"

Alleta bahkan tidak bergeming, dia hanya menundukkan kepalanya. 

"Kakak ada apa?"tanya Camila berpura-pura khawatir. 

Alleta mengangkat wajahnya dan perlahan berkata, " Tidak ada."

"Kakak mungkin syok karena ibu menamparmu, ini minum dulu."

Tanpa menaruh curiga dia mengambil botol minum itu dan meneguknya hingga hampir setengah. Kebetulan dia juga merasa haus. 

"Karena ini sudah malam kita akan menginap di sini, Camila bawa kakakmu istirahat di kamar yang Ayah pesan,"perintah Nolan. 

"Ya Ayah aku akan mengantar kakak."

Camila menggandeng tangan Alleta agar mengikutinya. 

Entah kenapa Alleta merasa tubuhnya tidak beres, dia seperti menginginkan sesuatu tapi tidak tahu apa itu, tubuhnya terasa gerah. Alleta sangat tidak tahan dengan penyiksaan ini, dia ingin segera membuka bajunya. 

"Kakak apa yang terjadi padamu?"tanya Camila begitu melihat kelainan Alleta. 

"A-aku tidak tahu, a-aku merasa gerah."

"Kakak bersabarlah kita akan segera sampai di kamar." 

Camila mempercepat langkahnya hingga mereka sudah sampai di depan pintu kamar yang dipesan ayahnya. 

"Kakak masuklah dulu, aku akan turun ke bawah untuk menemui teman-temanku."

"Tunggu…." Tanpa memberi Alleta kesempatan, Camila langsung mendorongnya ke dalam kamar dan menguncinya. 

"Kakak bersenang-senanglah di dalam, kami akan menjemputmu besok." Setelah mengatakan itu Camila berbalik tanpa nostalgia dengan senyum seringai di sudut bibirnya. 

Alleta terus menggedor-gedor pintu yang terkunci. 

"Camila buka! Buka pintunya… uh." Alleta terduduk lemas di lantai. 

Bab 3

"A-apa yang ingin kau lakukan?!" Alleta menyusut ke belakang, tubuhnya bergetar ketakutan saat melihat pria paruh baya yang perlahan mendekatinya. 

"Tentu saja menikmati hadiahku, gadis kecil kemarilah aku janji akan melakukannya dengan lembut." Dengan tatapan cabul John mendekati Alleta seraya menjilat bibirnya, matanya penuh keserakahan saat melihat kulit putih mulus gadis itu. 

"Pergi! Jangan mendekatiku!"teriaknya histeris, Alleta terus melempar barang-barang yang berada di sekitarnya. 

John yang geram langsung mengangkat tubuh Alleta dan melemparnya di kasur. 

"Berhentilah memberontak, kau itu sudah dijual oleh keluargamu. Dan biarkan aku menikmati hadiahku." John langsung menindih tubuh mungil Alleta di bawahnya. Tatapannya yang cabul menatap bibir kecil itu penuh nafsu. 

Tidak sabar ingin mencicipinya John menundukkan kepala berniat mencium bibir yang terus menggodanya, namun Alleta yang mengetahui niatnya menggerakkan kepala ke kiri. Sehingga ciuman itu jatuh di pipinya, rasa jijik dan benci memenuhi seluruh hatinya. 

Alleta menggigit bibir bawahnya kuat untuk membuat pikiran lebih jernih. Tangannya yang bebas meraba sekitar untuk mencari barang yang bisa dia gunakan untuk melawannya. 

"Dasar gadis sialan! Sudah saya bilang untuk diam!" John menjepit dagu Alleta untuk menoleh ke arahnya. 

"Kau itu sudah dijual oleh keluargamu! Jadi berhentilah memberontak. Kalau tidak,kontrak kerja sama ayahmu akan saya batalkan dan lihat bagaimana kehidupanmu nanti. Kau tidak ingin hidupmu lebih menderitakan, hm?" John membelai wajah mulus gadis kecil di bawahnya. 

Alleta menggertak giginya dengan penuh kebencian dan rasa jijik. Saat wajah menjijikkan itu mendekat Alleta memejamkan matanya, tangan yang memegang vas bunga semakin erat. 

"Itu lebih baik daripada saya harus merelakan kesucian saya kepada anda."

"Apa?"

Prang!

Alleta menghancurkan vas di tangannya ke kepala pria di atasnya dengan sekuat tenaga. 

"Ukh… sial!" John memegang kepalanya yang mengeluarkan darah, rasa pusing yang dideritanya membuat pertahanannya lengah. Alleta mendorong tubuh gemuk itu ke lantai, tidak lupa dia juga menendang aset berharga pria tua itu sebelum pergi. 

Dugh!

"Akh… gadis sialan!" John meringkuk di lantai sambil mengerang kesakitan. 

"Berhenti kau!"

Alleta langsung kabur setelah mendapatkan kunci pintu. 

John segera memanggil beberapa pengawal untuk menangkap gadis sialan itu. 

"Dapatkan gadis itu, sekarang!"teriak John pada orang yang berada di ujung telepon. 

"Baik Tuan."

"Hah… gadis sialan!"

°°°°

Alleta terus berlari terseok-seok di lorong hotel, di belakangnya beberapa pengawal mengejar dirinya. 

"Berhenti!"

Alleta menggigit bibir bawahnya sampai mengeluarkan darah, lengan putihnya dipenuhi memar karena dia terus mencubitnya agar terus sadar. 

"Tidak Alleta bertahanlah, aku mohon bertahanlah." Sambil menggertak gigi Alleta mempercepat langkahnya sampai berbelok ke tikungan."

"Sialan cepat kejar gadis itu." Beberapa pengawal berlari menyusul Alleta sampai ke tikungan. 

"Sialan! Kenapa cepat sekali menghilangnya,"gerutu pengawal saat tidak melihat sosok gadis kecil itu. 

"Ayo kita berpencar mungkin dia masih belum jauh atau bahkan bersembunyi." Beberapa pengawal mulai berpencar. 

Sedangkan di sisi lain, Alleta langsung terduduk lemas di lantai, menyandarkan punggungnya di belakang pintu. Napasnya yang memburu perlahan tenang. Efek afrodisiak di dalam tubuhnya terus bekerja, dia merasa ada sesuatu di bawahnya yang terus mengalir melewati pangkal paha. 

"Uh… hah…" Napasnya mulai memburu, Alleta terus bergerak gelisah dalam duduknya, tangannya yang tak bisa diam ingin melorotkan pakaian yang dikenakannya. 

"Siapa kau." Tiba-tiba terdengar suara dingin dan rendah seorang pria membuat Alleta tersadar. Dia mendongak kepalanya ke atas melihat siluet tinggi berdiri di hadapannya. Karena gelap dia tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa rupanya. 

"A-aku… tolong aku… hah… a-aku sangat tidak nyaman."

Axel mengerutkan keningnya saat mendengar suara lembut seorang wanita, auranya yang kuat membuat Alleta tertekan. 

"Siapa yang mengirimmu ke sini?"

"Ti-tidak ada yang mengirimkan ke sini, a-aku hanya… aku hanya bersembunyi di sini. Tolong aku… aku sangat tidak nyaman… hah…." Alleta hampir menangis karena tidak nyaman, dia ingin sesuatu tapi tidak tahu apa itu. 

Alleta dengan susah payah berdiri dan berjalan ke depan dengan kaki yang gemetar, namun entah apa yang menghalanginya kakinya tersandung seluruh bobot tubuhnya terlempar ke pelukan kuat seseorang. 

Axel mengerutkan keningnya saat merasakan tubuh lembut memeluknya. Dia mendorong Alleta menjauh darinya. 

"Apa yang kau lakukan?!"

"Tolong aku…."

Merasa ada yang tidak beres Axel menyalakan lampu, begitu lampu hidup dia bisa melihat rupa gadis di depannya. Wajahnya yang imut dihiasi rona merah yang tidak normal, keadaannya tampak berantakan, rambut acak-acakan, bibir terluka bahkan pakaian yang dikenakannya hampir melorot ke bawah. 

Alleta menyipitkan matanya karena silau samar-samar dia bisa melihat sosok pria di depannya. 

"Tuan… tolong aku…."rengek Alleta. Dia sangat tersiksa oleh efek obat yang ada di dalam tubuhnya. 

Tanpa berkata-kata Axel menyeret Alleta ke kamar mandi, membiarkan gadis itu berendam di bathtub dan diguyur air dingin. 

"Tetap di sini."

Axel keluar dari kamar mandi dan memanggil asistennya. 

"Dalam 10 menit saya ingin obat penghilang rangsangan dan pakaian wanita." Setelah mengatakan permintaannya Axel menutup panggilan. 

"Hah…." Helaan nafas kasar terdengar di ruangan sunyi itu. Axel berdiri di dekat jendela prancis memandang ramainya kota di malam hari. 

Ternyata gadis itu adalah perempuan yang dilihatnya di taman. 

Di kamar mandi Alleta memeluk lututnya, menangis begitu pilu. Tidak cukupkah mereka mengambil darah dan kebebasannya. Apa salahnya? Kenapa mereka memperlakukannya seperti ini. 

°°°°

"Tuan, ini barang yang Anda inginkan." Sean menaruh paper bag di atas meja. 

"Hm, kau bisa kembali."

Bukannya pergi Sean malah berdiri mematung menelisik tuannya penuh curiga. Tuan yang tidak pernah dekat dengan wanita malah membeli pakaian untuk wanita. Bahkan kakaknya sendiri tidak pernah tuan belikan. Apa sekarang pohon seribu tahun ini akan mekar. 

"Ada lagi?"tanya Axel dingin karena asistennya tak kunjung pergi. 

"Tidak ada, kalau begitu saya permisi."

"Tunggu."

"Ya, Tuan?" Sean kembali berbalik menghadap tuannya. 

"Cari tahu tentang keluarga Hunter, terutama gadis bernama Alleta,"perintah Axel. 

"Baik Tuan." Benar saja pohon seribu tahun ini akan mekar, tak lama lagi keluarga Carter akan memiliki nyonya muda. Dengan penuh semangat Sean keluar dari ruangan tuannya. 

Setelah asistennya pergi Axel membawa paper bag ke kamar mandi. 

Tok… Tok… Tok… 

"Ya?"

"Saya membawa penawar dan baju ganti untuk anda." 

Terdengar suara gemerisik di dalam tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka setengah. Sebuah kepala kecil muncul di celah pintu dengan muka sembab. 

Dengan wajah tanpa ekspresi Axel menyodorkan paper bag di tangannya kepada gadis kecil itu. 

"Waktumu hanya 10 menit."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!