...Hai guys ... Ini merupakan karya kedua ku, semoga suka ya. Jangan lupa like, komen, rating dan share-nya. Terima Kasih....
...Dan mohon maaf jika masih banyak kesalahan dari penulisan dan typonya....
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
Sinar baskara berpendar dari balik sang mega bernuansa putih yang menyilaukan, sorotnya menghunus setiap makhluk hidup dan benda-benda yang ada di bawahnya, bersamaan dengan langit jingga yang mengangkasa bersama para pawana. Dari balik dinding putih kosong, ada dua sosok sepasang suami-istri yang tengah menggendong bayi perempuannya.
Bayi itu memiliki rambut yang sangat indah, warna hitam legam dengan kulit seputih susu, bola mata pipihnya memancarkan sebuah cahaya yang mengembang bak air laut yang meruyup dengan tenang.
Sayup-sayup kedua insan yang menggendong bayi perempuan itu secara bersama-sama melangkah masuk ke dalam kolam kecil yang berisikan air berwarna merah muda dengan dikelilingi oleh kerang biru, seketika cahaya merah muda berhamburan menyelimuti ketiganya.
Lantas seorang wanita berpenampilan cantik dengan permata biru yang membenam di daerah dahi dengan kuku-kuku yang panjang dan juga memiliki berlian biru di dalamnya perlahan mengendur ke bawah sambil membawa bayinya.
"Sayang ... Kamu yakin melakukan itu semua hari ini, apa kita tidak menunggu bayi kita beranjak remaja atau dewasa dulu?" tanya pria berpenampilan gagah itu dengan pakaian kemejanya yang rapi.
Pria dewasa itu memiliki tanda ekor duyung berwarna biru di lengan kanannya, ukurannya cukup kecil, tetapi sedikit memancarkan sebuah cahaya yang sedikit redup, serta permata biru yang juga menancap di dahinya.
Wanita berambut Sapphire blue medium itu menghentikan aktifitasnya, dia menahan sang bayi tertahan di atas air beraroma mawar yang pekat. Matanya bergerak ke atas memasati paras tampan nan gagah sang suami.
"Aku hanya ingin melindungi putri kita dari bahaya yang mungkin sedang menantinya," ujarnya lirih, dia menjelang pada paras lembut nan cantik bayinya yang tertidur lelap.
Sang suami meleleh dan berlutut di hadapan istrinya yang bergerak lamban. "Ramalan dari mimpimu itu pasti terus menyiksamu," ungkapnya sendu. Pria itu ikut menggendong bayinya lagi. "Tengah malam ini purnama bulan biru akan mengangkasa, kita harus menunggu bulan biru menyatu dengan langit maka cincin berlian bermata tujuh itu bisa masuk dengan sempurna kepada pewaris kita," pungkasnya yang masih sendu.
Sepasang suami-istri tersebut mengendap di dalam air kolam itu setengah tubuhnya terisap oleh air yang ada di sana. Sang bayi sengaja mereka lepaskan dan mengambang di atas air dengan suhu yang amat dingin, lamat-lamat cahaya biru pecah dari tubuh sepasang suami-istri itu dan secara melurut keduanya menjelma menjadi seekor manusia duyung berparas indah dengan warna kulit seputih susu.
Keduanya tenggelam lebih dalam lagi dari kolam itu, mereka berputar-putar di sebuah poligon di mana di tengah-tengahnya ada satu buah bola kristal biru yang memancarkan cahaya nan cerlangnya mampu mematikan semua energi yang ada di muka bumi ini.
Mereka mengelilingi kristal biru sambil memancarkan sinarnya yang keluar dari balik kedua telapak tangan dan permata biru yang menancap di dahinya, berputar-putar secepat angin dan pelan-pelan kristal biru itu melambung mencuri sinar rembulan biru yang tengah mengarik alam sekitarnya.
Ia bergerak lamban bersama para pawana yang menuntun sang bola kristal biru untuk menjaga kedamaian alam laut.
Tiga jam lebih keduanya mengelilingi kristal biru. Melakukan berbagai macam tarian yang sering dilakukan oleh para duyung legenda, mereka adalah makhluk mitologi yang dipercayai hidup beratus-ratus tahun untuk menjaga keseimbangan lautan di seluruh muka bumi ini.
Ritual pengambilan energi purnama bulan biru itu telah mereka selesaikan dalam waktu lebih dari tiga jam, kristal biru telah kembali ke singgasananya. Setelahnya mereka berenang kembali ke atas, memutar ekornya sampai mereka mengudara ke daratan dan berdiri di sekitar bayinya yang sudah terbangun.
"Cincin berlian ini akan melindunginya dan kekuatan yang kita miliki akan menyatu dalam diri bayi kita," ucap sang istri setelah dia menggendong bayinya lagi, lantas dia menghembus cincin berlian bermata tujuh itu dan secara perlahan ia berpindah terbenam ke dalam dada bayi cantik yang ada dalam pangkuannya.
Pria berpenampilan gagah itu merentangkan telapak tangannya dan secara lamban cahaya biru menyelinap masuk ke dalam diri bayi itu. "Kamu akan mengemban tugas untuk menjaga pusaka lautan selanjutnya bersama dengan bangsamu yang ada di dasar laut Lanzeiruz," pungkasnya sembari merangkai senyuman lirih, rasa takut menggerogotinya.
Tak lama dari itu cahaya biru itu tenggelam dari balik telapak tangan sang pria ; muncul sebuah markah bercorak ekor duyung yang sama dengan apa yang dimiliki oleh pria gagah itu, serta di bagian dahinya pun bertunas permata biru yang dimiliki oleh wanita berparas cantik yang merupakan ibunda dari bayi tersebut.
Bayi perempuan itu sungguh tenang, dia tersenyum layaknya mentari saat pagi bertandang pada muka bumi ini. "Cantiknya Bunda ... Kamu adalah wanita tangguh yang harus siap dengan segala takdirmu ya nak ...," urainya sembari menggendong bayinya lagi dan dia dekap erat-erat.
Sembari membelai dahi sang bayi, pria gagah itu menjatuhkan sebuah kecupan kecil yang bertahan dalam beberapa detik. "Sayangnya Ayah ... Tumbuh yang cantik dan tangguh ya sayang," pungkasnya kemudian.
"Ellena Cellestia Jarzam Baskara, jika suatu saat nanti harta kita dirampas maka ada satu harta yang tidak bisa mereka rampas, yaitu rumah ini," cetusnya menuntun sang istri yang tengah menggendong bayinya keluar dari kolam kecil itu.
"Rumah ini adalah milik bayi kita dan tidak akan ada yang bisa merampasnya," timpal sang istri dengan senyuman cendayan.
"Ia akan tenggelam bersamaan dengan menghilangnya perusahaan milik keluarga kita."
Bayi itu bernama, Ellena Cellestia Jarzam Baskara, bayi perempuan yang akan tumbuh menjadi gadis cantik nan tangguh dalam kehidupannya di negara ini, negara Lescanara dan mereka tinggal di kota Sirevina.
Sebuah kota yang dulu dijuluki oleh kota kematian para bed*bah! Kota dengan limpahan berlian, mutiara, kristal dan perhiasan yang memukau.
Next ....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
......................
Dinding hitam beraroma citrus menyebar ke penjuru ruangan dari sebuah rumah megah di pusat kota Sirevina, pagar besi yang menjulang tinggi di luar berwarna hitam pekat menguarkan kelam yang mencekam. Sedang di dalam ruangan itu telah dipenuhi oleh lima belas orang dewasa berparas bengis, yang mengenakan pakaian serba hitam.
Beruntungnya masih ada sosok tampan dan cantik yang mewarnai keadaan ruangan itu, mereka adalah pimpinan komplotan hitam yang tengah berkumpul seperti sedang menyiapkan sebuah strategi.
Ruangan persegi itu menyimpan banyak sekali peralatan bermata tajam, seperti pisau, pedang, keris dan benda tajam lainnya, serta ada beberapa komputer dalam keadaan menyala, di dalam sana ada beberapa rekaman aktifitas beberapa orang yang sudah menjadi targetnya.
Pria dewasa di tengah-tengah meja panjang itu meruncingkan kerlingan matanya, menusuk pada layar komputer yang tengah memutar sebuah rekaman sepasang suami-istri yang tengah makan malam bersama putri kecilnya, gadis itu kemungkinan baru berusia sekitar 9 tahun.
"Kapan dia hancur?" tanyanya pada anak buahnya sambil dia menaikkan satu kakinya ke atas kakinya yang lain, lantas kedua tangannya terjatuh begitu saja di pahanya yang ramping.
Satu pria dewasa di sudut kiri gegas berdiri dan merapikan pakaiannya yang kusut. "Mereka adalah pemilik perusahaan perhiasan terbesar di kota ini yaitu keluarga Jarzam, salah satu karyanya yang luar biasa adalah berlian Quarios," jelas pria itu yang kemudian dia hentikan oleh pria yang menjadi pimpinan mereka.
Sorot mata tajamnya memangkas semua aktifitas para anggotanya yang ada di sana, kepalanya bergerak kaku merajam semua benda yang ada di depannya, termasuk sang istri yang ada di sampingnya, wanita dewasa itu tampak membeku melihat raut bengis dari suaminya.
"Berlian Quarios?" serunya lagi menarik kedua sikunya untuk mengendap di atas meja dan jari-jemarinya yang saling bertaut. "Sebuah berlian langka yang hanya ditemukan di pedalaman laut Lanzeiruz," pungkasnya kemudian memutar lehernya secara perlahan.
Sang istri yang ada di sampingnya ikut mengerut dalam keheranan, pasalnya dia tahu betul, untuk masuk ke dalam laut itu tidak mudah, mereka harus melewati hutan luas dengan kabut hitam yang pekat, tak sedikit dari para manusia yang haus dengan kekayaan, tewas ditempat karena mencoba memaksakan diri untuk masuk ke dalam hutan itu.
"Tapi bagaimana keluarga itu bisa masuk hutan kabut hitam dan keluar dalam keadaan hidup, kita semua tahu, jika hutan itu tidak bisa dimasuki oleh siapapun kecuali bagian dari laut Lanzeiruz," ujarnya begitu penuh keyakinan.
"Itu permasalahannya dan sampai saat ini tidak ada yang tahu bagaimana keluarga itu mendapatkan berlian itu dengan mudah tanpa lecet ataupun kehilangan nyawanya," timpal pria dewasa lainnya.
Pimpinan mereka yang bernama Rainero Skyrho kembali mengendurkan punggungnya ke belakang dan kakinya pun ikut terjatuh lagi di atas kakinya yang lain. "Sungguh menarik," cetusnya kemudian menerbitkan sebuah senyuman sinis.
"Besok kita operasi, perusahaan itu sangat menguntungkan untuk kita, bunuh semua orang dalam keluarga itu," titahnya kemudian.
"Baik bos, kami akan segera mempersiapkan untuk operasi besok malam."
Rainero Skyrho menggerakkan lengannya memberikan isyarat untuk seluruh anak buahnya agar segera keluar ruangan itu, termasuk sang istri Mylan Adnan Skyrho yang juga ikut enyah dari posisinya mengekor di belakang anak buahnya yang satu per satu keluar dari ruangan itu.
Sigap Rainero menahan pergelangan tangan Mylan, sehingga wanita dewasa itu lekas menoleh dan menghentikan langkahnya, dia bergeser ke dekat sang suami seirama dengan tarikan Rainero yang bergerak lamban.
"Apa aku masih memiliki tugas?" tanya Mylan menatapi suaminya dengan penuh gairah.
Lantas dia terjatuh di pangkuan Rainero dan melingkari leher lelaki itu, gerakan seduktifnya dengan cepat merangsang lelaki dewasa itu. Pria berpenampilan bengis itu mendekatkan wajahnya, secara lamban mendongak dan mempertemukan bibir tebalnya dengan bibir seksi sang istri.
"Kamu memiliki satu tugas yang wajib kamu penuhi," bisiknya menjalari punggung istrinya penuh hasrat.
Mylan tersenyum mengusik pertahanan kelelakian sang suami, dia bergerak mengubah posisinya menjadikan kedua kakinya menggantung di pinggang Rainero. "Mau di sini? Atau ...," goda Mylan mengelus lembut dada bidang Rainero, ia terus melangkah ke tengkuk sang suami dan menariknya untuk memangkas jarak lebih sempit lagi. "Di atas ranjang, ranjang kita berada jauh dari sini, aku sudah tidak tahan ...," lanjutnya mengerutkan dahinya dengan senyuman nakal.
Detik selanjutnya Mylan melekatkan sebuah c*um*n di atas bibir lelaki itu, dia menekannya berulang kali, dan pria itu terpejam meresapi rasa panas yang menjalari jiwa dan seluruh tubuhnya. Kedua tangannya bergerak ke bokong sang istri, lalu menariknya ke depan melekatkan tubuh mereka.
...🌑 🌑 🌑...
Malam kelam tanpa bintang Antorius, satu-satunya bintang yang memiliki cahaya biru di langit kota Sirevina. Cahaya biru itu selalu terjatuh di sebuah rumah beraroma mawar yang menyebar ke seluruh penjuru perumahan mewah tersebut, butiran udara membawa aroma itu sampai ke pintu gerbang keluar masuk perumahan tersebut.
Sepasang suami-istri dengan putri tercintanya tengah melahap makanan kesukaan mereka yaitu cumi bakar yang mereka beli dari salah satu restoran pusat kota yang tengah digemari oleh banyak orang.
"Ellena sayang ... Makan dulu, Ayah ... Makan ...." Suara dari wanita dewasa berparas jelita itu menggema ke seluruh penjuru rumah mewahnya.
"Iya Bunda ...," sahut Ellena yang baru selesai mengerjakan pekerjaan sekolahnya.
Ellena Cellestia Jarzam Baskara, sosok gadis cantik yang baru menginjak usia 9 tahun itu turun dari lantai tiga rumahnya, dia berlari kecil menuruni anak tangga yang melingkar layaknya seekor ular, sedang di belakangnya sang ayah sudah membuntutinya.
"Sayang ... Jangan lari-lari nanti jatuh," tegur pria dewasa itu.
"Enggak akan Ayah ... Kan ada Ayah dan Bunda yang selalu ada bersama Lena," timpal gadis kecil itu melompat kegirangan.
Pria dewasa itu hanya menggelengkan kepalanya dengan senyuman yang terbit dengan indah dari simpul bibir kecilnya. Keduanya telah tiba di meja makan, lekas duduk di kursi biasanya yang mereka tempati kala waktu makan tiba.
Rumah besar itu memiliki lima belas asisten rumah tangga yang siap melayaninya selama 24 jam penuh, semua pelayan di sana memiliki tanda titik permata biru di bagian lengan kanannya.
Sang ayah beradu pandang dengan para pelayan, memberikan sebuah isyarat untuk memerintah mereka semua kembali dalam pekerjaannya masing-masing agar mereka makan dengan tenang tanpa merasa terganggu karena membiarkan para pelayan itu berdiri dan menunggunya menyelesaikan makan malamnya.
"Lena sayang mau makan apa?" tanya sang bunda sembari menyendok nasi ke dalam piring bulat berwarna putih.
"Ayam bakar ...," sahutnya penuh semangat sambil menggenggam sendok di tangan kanan dan garfu berada di tangan kirinya, senyumannya merekah layaknya rembulan di luar sana yang tengah berpendaran.
Sambil mengulang senyuman yang sama dengan Ellena, wanita dewasa itu lekas menyendokkan satu buah ayam bakar itu ke dalam piring putih yang telah berisikan sayur hijau dan nasi, dia membawa piring tersebut ke hadapan putri tercintanya.
"Ini ya ... Makan yang banyak, cepet dewasa ya sayang ...," ungkapnya penuh arti.
Raut wanita itu seketika meredup, desir ketakutan kembali mengusik ketenangannya, sekali lagi dia menarik napasnya panjang. Tatapannya terjatuh pada sang putri yang sudah melahap makanannya.
Netranya bergulir ke arah sang suami, dia tenggelam dalam tatapan penuh tanya dari lelaki berpenampilan gagah itu. Gegas pria itu menuntun langkahnya ke dekat sang istri, dia mengelus punggung istrinya dengan penuh kelembutan.
"Ada apa istri ku?" tanyanya lirih.
Wanita dengan raut redupnya menoleh dan terbenam pada paras tampan suaminya. "Aku takut putri kita tidak ada yang bisa menjaganya, apakah kita akan sampai pada umur itu?" pungkasnya sendu.
"Ssstt! Kamu kita sudah mempersiapkan segalanya, jika tuhan menjemput kita Ellena memiliki bekal untuknya hidup di muka bumi ini," ucapnya berusaha menenangkan sang istri, dia dekap istrinya dan membelai lembut rambut indah itu.
"Apakah dewa tidak bisa mengulur waktu kematian kita?" kata wanita itu lirih.
"Dewa bukan tuhan, beliau adalah utusan tuhan untuk menjaga keseimbangan dunia ini, dewa Baruna sedang bertapa untuk menjaga keadaan laut tetap tenang." Pria itu melepaskan dekapannya.
"Lantas apa yang harus kita lakukan, jika kematian itu datang secara tiba-tiba." Wanita itu semakin mencelos, hatinya yang menjegal membidik air mata untuk terjatuh lamban.
"Tenanglah istri ku ...," bujuk pria itu kembali menenangkan istrinya.
Ramalan mengatakan jika dua manusia duyung yang berdiri di atas tanah akan menemukan kematiannya saat putri kecil mereka berusia 9 tahun, dari ramalan itulah sepasang suami-istri itu dihantui kematian yang entah datang dari mana.
Di daratan, manusia duyung yang memiliki kehidupan layak dan memiliki putri kecil hanyalah mereka, semua ciri-ciri yang disebutkan dalam buku ramalan bulan biru mengarah padanya. Karena semua hal itu ketakutannya semakin membuncah tak terkendali. Lagi-lagi ramalan dalam buku biru itu telah mencatat hari kejadian kematian sang manusia duyung.
Tepat pada 24 Agustus 1997 tombak bermata kerang montana yang dicampur dengan tinta gurita gelombang putus asa akan meracuninya dan merenggut nyawa para duyung legenda. Gurita gelombang putus asa terletak di pedalaman terlarang dari dalam laut Lanzeiruz, sebuah lokasi yang paling menakutkan dalam misteri lautan.
"Hari ini adalah 24 Agustus tahun 1997, kita harus mempersiapkan diri suami ku," tekad wanita dewasa itu, langkahnya berkelintaran tak karuan di pekarangan rumah besarnya.
Pria itu merunduk pilu di hadapan rumahnya, sebuah rumah megah yang di lapisi berlian biru yang dihasilkan dari kerang montana. Dia terjatuh dan berlutut lemah, tak ada yang bisa dia lakukan selain mengudarakan rasa putus asa pada alam yang telah menciptakan takdirnya yang begitu menyedihkan.
"Ayo kita persiapkan segalanya, sebelum terlambat," kata lelaki itu dengan dahinya yang mengerut dalam.
Pria berpenampilan gagah itu kembali ke dalam rumah, dia mengambil langkah besar sampai dirinya tiba di dalam ruangan beraroma mawar yang menyimpan banyak rahasia, dan merupakan jalan pintasnya untuk tiba di laut Lanzeiruz, tepatnya menarik mereka pada dekapan lautan berwarna biru pekat baik siang maupun malam.
Di setiap sudut ruangan itu diisi oleh ribuan kerang Montana yang menyimpan berlian dan mutiara dengan harga fantastis. Diketahui jika kerang Montana adalah kekayaan laut tersebut yang menyimpan kekuatan besar, ia menjadi bagian terpenting dalam pembangkitan sang kristal biru yang tertidur di singgasananya.
"Jika ramalan itu memang benar adanya, Tuhan ...," seru pria itu sembari mengatupkan kedua tangannya saling menempel dan dia tarik ke atas dan terjatuh di dahinya dengan kedua bola matanya terpejam kuat. "Tolong selamatkan putri kami, berikan dia kehidupan yang lebih panjang dari kami, tidak ada yang bisa mengendalikan kekuatan sang kristal kecuali keturunan bangsawan kerajaan duyung legenda," urainya menambahkan perkataannya tadi.
Next ....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Next .......
...•...
...•...
...•...
...•...
...•...
...----------------...
Pria bertubuh tinggi tegap itu membentangkan kedua tangannya, dadanya menebarkan jiwa sumarah. Jika hari ini kehidupannya berakhir karena pembunuhan seperti yang dikatakan oleh buku pusaka itu, maka biarlah alam, karena tuhan yang akan membalas semua kekejian itu semua.
Kedua telapak tangan yang terkatup itu perlahan terdedah bersamaan dengan pancaran sinar biru yang ikut keluar dari dalam telapak tangan lelaki itu yang lebar, dari dalam dadanya keluar beberapa permata biru yang mengapung di depannya. Tangan kirinya dia putar searah jarum jam sembilan, seketika kerang Montana yang terlepas itu bergerak untuk mendekat.
Pria itu mengambang dengan dikelilingi permata biru dan satu bola kecil yang terbuat dari kristal biru di dalam singgasana sana. Tangannya yang lain bergulir membuka kerang yang berisikan berlian biru pekat tanpa menyentuhnya, di saat bersamaan pancaran sinar itu semakin mengembang dan perlahan menjadi pecah.
Bola mata birunya menguar binar yang menggerakkan berlian yang terkapar di dalam kerang tersebut, satu per satu permata dan bola kecil kristal biru itu berkumpul dengan di dekap oleh cahaya yang berpendaran berwarna putih bercampur dengan warna biru khas dari sang pusaka lautan itu.
"Seluruh kekuatan sang raja dan ratu duyung legenda bersatulah ... Jadilah sebuah bingkai indah untuk pewaris singgasana kristal biru, dia akan menyelamatkan keseimbangan lautan di muka bumi ini, Dewa Dewi ... Restuilah kami ...."
Pergerakan semua benda itu perlahan melemah bersatu dengan sinar yang bergerak kesana-kemari, ia berputar-putar di atas kolam kecil merah muda di sana. Dinding ruangan itu bergetar, begitupun dengan air yang selalu nampak tenang di dalam kolam bercorak para kerang Montana dan ekor para duyung.
Pria gagah itu turun dengan lembut di atas kolam. Tak lama dari itu, setelah pancaran binar itu tenggelam kembali ke dalam raganya, sebuah kalung permata berbentuk hati dengan di tengah-tengah bola kecil bening dan gradasi biru bercahaya terjatuh di telapak tangan lelaki gagah itu.
"Kalung ini akan melindungi Ellena dan kami akan selalu berada di dekatnya," papar pria gagah itu.
Dia menganyam langkah lagi keluar dari ruangan berdinding aroma mawar itu, dia membelah tangannya yang terkatup dan menggeser pintu putih yang besar itu untuk kembali tertutup rapat. Pria itu bergerak ke lantai satu untuk menemui ke-lima belas pelayannya.
"Rumah ini akan tenggelam malam ini," tegasnya merekam setiap jejak netra para pelayan yang meredup.
Mereka menunduk, membungkukkan punggungnya sambil melipat kedua tangannya di bawah dengan sopan. Salah satu pelayan melonjak, langkahnya mendekati pria gagah itu.
"Yang mulia ... Apakah sudah saatnya kami tenggelam?" tanyanya demikian.
Pria itu melepaskan embusan napasnya kasar. "Iya, kembalilah ke dalam singgasana dan pastikan rumah ini tidak akan ada yang menemukannya, kecuali Ellena, wajah putri tercintaku tidak akan pernah berubah walau kelahiran kedua dan ketiganya," terangnya pada semua pelayan yang ada di sana.
Sendu menjalari wajah para pelayan itu. Desakan buih kepedihan menyeruak di dalam dada para pelayan. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain menuruti perintah pria itu, takdir telah tertuliskan di kertas putih dari tangan Tuhan. Kematian telah digambarkan sejak kelahiran sepasang suami-istri itu.
"Baiklah yang mulia, kami akan berdiri di setiap sudut untuk membawa rumah ini tenggelam pada ruang hampa di antara daratan dan lautan, wilayah ini akan menjelma menjadi danau cermin yang tidak akan bisa dimasuki oleh siapapun terkecuali tuan putri Ellena," ungkap panjang salah satu pelayan itu.
Pria berambut indigo blue itu mengangguk sumarah. "Lakukan pekerjaan kalian, jika kami tidak kembali, satu pun di antara kalian jangan ada yang pernah menampakkan diri sampai kelahiran Ellena menginjak usia 20 tahun," titahnya lagi.
"Baik yang mulia," sahut semuanya serempak.
Seketika para pelayan itu berlari ke setiap sudut dari rumah itu, rumah tersebut terdiri dari tiga lantai, para pelayan membagi tugasnya, lima pelayan berada di lantai satu dan begitu seterusnya.
Perlahan pria gagah itu keluar tanpa membawa apapun dari dalam rumahnya kecuali kalung yang baru dibuatnya tadi. Dia berdiri di rumahnya yang kini tengah memancarkan cahaya yang menyilaukan, warna biru berada di antaranya.
Tak lama dari itu rumahnya menjelma menjadi bening layaknya air di lautan, para pelayan yang ada di dalam berubah wujud kembali ke asalnya, ya! Mereka adalah bagian dari para duyung legenda yang akan tersisa, mereka menghilang bersamaan dengan tenggelamnya rumah megah itu.
Dalam sekejap mata, wilayah luas yang diisi oleh rumah berlian tersebut mengejawantah menjadi sebuah danau bening yang menyerupai kaca tembus pandang, lukisan langit yang memukau memantul di sana.
"Ayah ...," seru Ellena yang sedari tadi menunggu lelaki itu keluar dari rumahnya, dia berlari menghampiri sang ayah. "Ayah, kenapa rumah kita tenggelam? Kita akan tinggal di mana Ayah?" tanya gadis kecil itu.
Pria bertubuh kekar itu tercenung mendekap sesak yang bergerak cepat di dalam dadanya, ia terus bergerak sampai menumbuhkan butiran embun berkumpul di bola mata birunya.
Dia berputar mengarah pada sang putri tercinta, lututnya mengendur sampai berlutut di hadapan Ellena. "Sayangnya Ayah anak yang penurut kan?" Suara pria itu bergetar, dia belai lembut rambut panjang gadis kecil itu.
"Euum ...," gumam Ellena menganggukkan kepalanya dalam kebingungan."
Pria itu mengurai napasnya lagi, sesak dalam dadanya semakin berat. "Pakai ini ya sayang," ucapnya lagi. lelaki itu memakaikan kalung bola kecil dengan bingkai hati di sekelilingnya pada leher sang putri.
Sambil berpeluh air mata di pelipisnya, pria berpenampilan gagah itu membelai lembut rambut dan wajah Ellena, dia pasati paras cantik sang putri dalam-dalam, lamat-lama desir ketakutan kembali merisak jiwanya.
Pria itu jatuhkan satu tangannya di pangkal kepala Ellena sehingga gadis kecil itu tak memindahkan posisi perhatiannya dari bola mata biru sang ayah. "Ingat ini ya putri ku yang cantik, jangan pernah kamu lepaskan kalung ini dari leher mu sampai kapanpun, bawalah dia terus bersama mu, kalung ini akan membawamu kembali ke rumah," beber pria itu penuh harap.
"Iya Ayah ... Aku akan selalu mengingat perkataan Ayah." Gadis kecil itu kembali mengangguk sambil dia mengusap halus kalung yang sudah melingkari lehernya.
Wanita dewasa yang masih menahan buih-buih butiran kristalnya segera mendekat dan mengelus punggung putrinya. "Sayangnya Bunda ... Kamu harus kuat dalam keadaan apapun ya sayang, kehidupanmu masih terus berjalan sampai kamu menempati singgasana mu," ujarnya, yang akhirnya peluh air matanya berderai deras.
Gadis kecil itu limpung. Dia tak tahu mengapa kedua orangtuanya berderai, sampai akhirnya Ellena ikut menangis, gadis itu menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan wanita dewasa itu, lekas pria gagah itu menimpali punggung gadis kecilnya dengan pelukan erat.
"Ke-kenapa Ayah dan Bunda menangis ... Apakah karena rumah kita tenggelam Ayah ... Bunda ...."
Wanita dewasa itu mendengkus, mengurai senyuman tipisnya dalam balutan tangisan yang semakin lebat. Dia eratkan pelukannya pada sang putri bersamaan dengan genggamannya pada tangan sang suami yang ikut mengerat.
Perkaranya tidak sesederhana itu sayang ... Kematian telah ditentukan tuhan untuk kami, ramalan dalam buku pusaka duyung legenda tidak pernah salah, sekeras apapun kita menghindari kematian, hal buruk itu akan terus datang menjadi hantu, kematian kita hanya bisa diundur, tetapi tidak untuk dihilangkan.
Batin wanita dewasa itu menggema, menggetarkan jiwanya yang ketakutan.
Bertahun-tahun kedua makhluk itu hidup dalam bayang-bayang kematian, sang dewa penguasa lautan pun menyerah dengan semua ramalan itu, bahkan Dewa Baruna sendiri pun berjuang keras menjaga sistem lautan di muka bumi ini dengan bertapa ribuan tahun.
Seperti saat ini sang dewa tengah berada di bawah gunung Viyara tengah bertapa untuk keseimbangan dunia lautan tetap terjaga untuk kesejahteraan para umat manusia di daratan. Kematian kedua makhluk kepercayaannya tidak akan di saksikan olehnya, semuanya telah tertulis dalam buku ramalan pusaka para duyung legenda.
Namun, ada satu hal yang tak pernah diketahui oleh Dewa Baruna begitupun dengan para duyung legenda yang kini hanya tersisa sepuluh ekor di dasar lautan tepatnya di singgasana sang kristal biru, lima belas di dalam rumah yang menghilang itu.
Dari sudut tergelap di sekitar sana, gelombang petaka bergerak cepat mendekati satu keluarga itu, netra keempat makhluk mitologi itu bergerak cepat ke arah kepulan gelap itu. Gerombolan lima belas pria berbadan kekar nan bengis bersama satu orang wanita yang tak lagi asing bagi wanita cantik dan pria gagah itu.
"Hola ...," sapa Rainero tersenyum miring dengan suara baritonnya.
Lelaki berparas bengis itu tengah meremehkan dua mahkluk mitologi itu, yang sebenarnya Rainero tidak pernah mengetahui wujud asli dari lawannya ini, termasuk sang istri Mylan.
Wanita itu ... Ternyata dia lari ke alam ini, kenapa dia berjiwa hitam. Bagaimana bisa?
Batin pria gagah itu bergumam.
Pelan-pelan dia sembunyikan putri tercintanya ke balik tubuhnya yang tinggi tegap, sang istri ikut melangkah untuk menyembunyikan wajah dari putrinya. Mereka tidak ingin para manusia kejam itu mengenali wajah cantik sang putri tercinta.
Dengan terbata-bata dia mendekap ketakutannya menjadi sebuah keberanian yang sengaja dia bangun dari detik-detiknya yang bergetar. Kedua makhluk itu menajamkan kerlingannya pada semua orang yang ada di hadapannya.
"Apa yang kalian inginkan?" tanya wanita itu penuh tekad seraya dia menggerakkan satu tangannya menguarkan cahaya putih dengan gradasi biru, lalu dia usapkan pada wajah Ellena dengan lembut.
Seketika kelompok mafia yang terkenal dengan sebutan DCN tersebut, penglihatannya menjadi kabur, wajah Ellena tak terbaca oleh mereka semua, tanpa terkecuali termasuk istri pimpinan mafia itu, Mylan menyipitkan bola matanya, mengerahkan seluruh kekuatan yang tersisa di dirinya.
Sial! Mereka memiliki pergerakan yang sangat cepat. Sebenarnya siapa mereka? Kenapa mereka memiliki ilmu layaknya para duyung yang ada dalam legenda negeri ini.
Mylan bergumam dengan tatapannya yang meruncing, lalu dia melipat kedua tangannya di depan sembari merakit ribuan dugaan yang berkumpul di dalam pikirannya.
"Seperti yang kalian ketahui," ujar Rainero tiba-tiba saja melangkah ke depan. Tawa tipisnya menduri. "Anak buah saya telah masuk ke dalam perusahaan berlian kalian, ah ...," pungkasnya penuh kemangkakan sambil dia menggesek kedua telapak tangannya yang terus melangkah mendekati kedua makhluk mitologi itu.
"Apa yang kalian inginkan? Katakan saja, jangan mengulur waktu," tegas pria berparas tampan nan gagah itu. Desir tatapan getirnya kembali melokapnya.
"Oke!" jawab Rainero menikam tatapan pria itu, "serahkan berlian Quarios," pungkasnya kemudian.
Degh!
Pria dan wanita itu saling melempar tatapannya sambil mereka menelan ludahnya secara kasar, tak mungkin mereka memberikan berlian itu begitu saja, berlian itu hanya di dapat di pedalaman laut Lanzeiruz. Dan laut itu tak pernah ada yang mengetahui selain para makhluk yang memang berasal dari laut itu, yaitu para duyung legenda dan para peri duyung.
"Berlian itu sulit untuk didapatkan, dan kami tidak memilikinya lagi."
Rainero tiba-tiba saja tertawa keras, begitupun dengan Mylan yang ikut tenggelam dalam tawa sang suami. "Lantas, bagaimana kalian bisa mendapatkan berlian langka itu dengan mudah, tidak ada yang kembali dalam keadaan hidup ketika memburu berlian itu."
Pria gagah itu mengurai napasnya geram. "Itu adalah rahasia perusahaan," celetuknya, karena dia tak tahu harus menjawab apa lagi.
Berlian itu tersembunyi di singgasana sang kristal biru. Kedua makhluk itu akan melindungi tempat itu walau dalam kematiannya. Keadaan di sana semakin mencekam dan pria gagah itu sudah tak memiliki kekuatan yang diwariskan oleh leluhurnya, karena semuanya telah berpindah pada kalung yang dikenakan oleh Ellena.
"Jadi kalian memilih kematian datang lebih cepat dibanding menyelamatkan nyawa kalian?" tanya Rainero mengerut dalam.
Ya tuhan ... Oh Dewa ... Apakah ini kematian yang diramal oleh buku pusaka itu, kami mati di tangan para manusia berhati hitam dan berjiwa keji ini.
"Kalian adalah orang-orang serakah yang tidak akan pernah puas dengan hasil yang sudah membuat kalian bahagia," tukas pria itu lagi.
Rainero mengeras, amarahnya dengan cepat membuncah, tak lama dari itu pria bengis itu menarik senyumannya. "Manusia adalah makhluk yang paling serakah, manusia tidak akan pernah puas dengan satu pencapaian, inilah manusia. Kalian juga manusia yang juga memiliki banyak keinginan bukan?" urai Rainero penuh keyakinan.
"Tidak! Kami hanya ingin hidup tenang tanpa mengusik kehidupan orang lain."
"Basi!" pekik Rainero dengan tatapan getirnya. "Kalian adalah makhluk yang munafik! Jika kalian tidak menyerahkan berlian Quarios itu, maka lenyaplah kalian di sini bersama putri tercinta kalian," sambung Rainero mengalihkan kerlingannya pada Ellena yang bergetar ketakutan.
...----------------...
...Next .......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!