Dari atas kapal mewah, pesta kembang api sedang berlangsung diatas sungai besar yang bermuara dilaut lepas. Hulunya berasal. dari pengunungan yang memiliki hutan.
“Apa kau ingin bermain petak umpet denganku?” Sorot tajam dari mata seorang pria penuh keputus-asaan.
“Tangkap aku, Bos!” tantang gadis yang berdiri di pembatas besi kapal.
Byurrrrrrr, gadis itu membenamkan tubuhnya kedalam aliran sungai yang dingin. Malam hari adalah waktu yang sulit bermain petak umpat. Gadis ini benar-benar gila, sudah tak waras. Berani-beraninya dia memilih terjun bebas kedalam air. Apa dia tidak takut mati Hipotermia? Patut diacungi 8 jempol, minjem jempolnya Author-nim juga huahahaha.
“Cepat tangkap, gadis itu! Kalau perlu kerahkan penyelam handal untuk menyusuri sungai ini. Jangan biarkan dia lolos, baik hidup atau mati. Aku mau melihat sendiri jasadnya!”
Lelaki itu berada diatas kapal, tangannya memegang kuat besi pembatas. Bagaimana mungkin seorang wanita bisa lolos darinya berulang kali. Bahkan dirinya yang tak mampu mengejarkanya. Saat gadis itu sudah berada dalam kepungannya. Bukan, dia bukan seorang kriminal atau suspend. Gadis itu hanya suka bermain petak umpat dengan lelaki. Yah,seorang lelaki hebat untuk di taklukkan wanita biasa. Dirinya sedang berusaha membayar karma atas perbuatannya dimasa lalu. Saat berusaha menjadi manusia yang lebih bijaksana. Sialnya lagi, dia harus bertemu dengan seorang gadis. Gadis yang sudah ia kejar-kejar tapi sulit untuk di tangkap. Bagaimana usaha lelaki itu untuk mendapatkan gadis misterius itu? Ada hubungan apa gadis itu sehingga obsesi menangkapnya sangat besar.
*
*
*
Mentari pagi ini sudah manampakkan sinarnya, saatnya Hikashi melakukan sembahyang. Di Jepang hal ini sudah menjadi ritual penting. Dirinya masih berdiri di taman, beberapa pengawal berdiri memakai baju hitam.
“Tuan,” Ucapa kepala pengawalnya.
“Cukup, katakan intinya saja.” Hikashi menghentikan perkataan pengawalnya.
Dirinya berjalan mendekatinya pengawal tersebut yang berjalan mundur ketakutan.
Slang, katana terhunus dengan ujung mata pedangnya. Tepat di depan jantung, jika di tekan lebih kedalam. Maka tewaslah orang tersebut dengan pedang panjang yang tajam. Keringat dingin bercucuran mengalir dari tengkuknya.
“Tu-tuan, berikan aku kesempatan lagi. Kali ini aku tidak akan kembali sebelum menangkap gadis itu.” Menyeka keringatnya.
Hikashi menarik Katanya lagi, kali ini Tsumoto memperoleh kesempatan untuk hidup. Atau dia akan mati karena misinya yang gagal, menangkap gadis misterius tersebut.
“Tidak becus, percuma kau hidup!” Hikashi memaki Tsumoto.
“Tuan Hikashi, aku mohon belas kasihanmu. Tolong berikan aku ampunanmu, ini kesempatan terakhirku.” Matsumoto sudah berlutut memohon.
Pengawal yang sedianya mengeksekusi dirinya menahan perintah dari Hikashi. Apakah tuan besarnya memberikan ampunan atau membebas tugaskan Matsumoto.
“Tuan, tidak ditemukan jasad dalam dasar sungai. Jadi kemungkinan besar gadis itu masih hidup.”
Hikashi seolah menghirup udara segara dengan ucapa Tsumoto baru saja. Dengan senyuman menyincing, Hikashi menampar kecil pipi Tsumoto dengan harapan ucapannya kali benar.
“Ini sebagai peringatan terakhir, jika kau tidak becus. Gunung mana yang kau pilih untuk Harakiri (bunuh diri) aku yang akan mengantarnya sendiri.” Hikashi sudah bertekat dengan keputusannya.
Tsumoto berkaca-kaca karena nyawanya terselamatkan. Daripada hidup sebagai pecundang, lebih baik mati dengan membawa harga diri. Itulah prinsip seorang Samurai.
*
*
*
“Ah, ah ah...” menekan dada dan memberikan nafas buatan.
“Uhuk-uhuk auh,” tubuhnya lemas dengan nafas tersengal-sengal.
“Bodoh, untung saja kau pandai menyelam. Seharusnya kau ikut Olimpiade saja, bakatmu sayang jika menjadi buronan.”
“Hehehe, kau pikir aku akan mati dengan mudah dalam pelarianku.” Menertawakan kekhawatiran yang baru saja terjadi.
“Ganti bajumu, dan bakar di tungku perapian. Aku siapkan motor untuk menuju persinggahan.”
“Kemana lagi tujuan kita?” Sebuah tempat dengan petualangan baru.
“Kita akan ke Tokyo, ya kota terakhir pelarianmu. Kita tidak akan pernah menginjakkan kaki kesini lagi.”
“Menyenangkan sekali disini, padahal aku mulai betah memancing salmon di sungai. Benar-benar tuan besar yang merepotkan, aku benci menjadi buronannya.” Gadis itu berjalan ke sebuah gubuk tua.
*
*
*
Ngoeng, ngoeng suara berisik seperti mesin gergaji pohon. Ternyata motor Trail yanh digunakan kali ini.
“Benar-benar jog yang sempit, pasti otak mesummu beraksi saat tubuhku menempel disini.” Menunjuk punggung lelaki yang menyelamatkannya.
“Cih, kau pikir aku bisa tertipu dengan kecantikanmu. Selain otak dan bakatmu, hanya lelaki lemah saja yang mencintai ragamu.” Memakai sarung tangan kulit.
“Wajahku hanya topeng yang kebetulan Tuhan melukisnya dengan Indah. Hanya lelaki gila yang menyia-nyiakan nyawanya untuk menyelamatkanku berkali-kali.” Memakai helem dan memeluk erat tubuh pengendara di depan.
Motor itu melaju meninggalkan gubuk reot, api dalam tungku itu membakar baju gadis yang basah dari sungai. Semakin jauh meninggalkan tempat persinggahan tadi maka semakin baik jejaknya hilang.
Memutar ulang waktu, Lima tahun lalu,
Hari kelulusan sekolah adalah akhir menyandang status siswa. Lembaran brosur dan formulir beasiswa sudah ia kantongi.
“Ayaaahhh... Ibu... Aku lulus dengan nilai terbaik. Lihatlan ini formulir rekomendasi beasiswaku di beberapa Universitas terbaik.” Menyodorkan kepada orang tuanya.
“Fray, duduklah!” Perintah ibuku.
Anak gadis itu duduk di kursi teras, tempat favorit ayahnya bersantai. Ada beberapa tanaman bonsai mahal yang terpampang. Koleksi burung kicau yang bermacam-macam jenis dari berbagai daerah.
“Fray, dengarkan ayah bicara.” Mulai serius bicara.
“Baik ayah,” Perasaan Fray sudah pasrah.
“Kondisi keuangan ayah yang pas-pasan ini. Sepertinya kau tidak bisa lagi melanjutkan pendidikan di Universitas. Dan kedua adikmu masih duduk di bangku sekolah. Juga membutuhkan banyak biaya. Franda sudah kelas 2 sekolah kejuruan kecantikan dan Julian jurusan perfilman. Kedua adikmu membutuhkan biaya yang banyak. Jujur kami sangat bangga memiliki anak sulung yang pandai. Kami hanya bisa menyekolahkanmu di sekolah swasta di pinggiran kota. Tapi ayah dan ibu yakin kau bisa menerima keputusan kami.” Ayah Fray menjelaskan.
“Iya Fray, kau anak gadis dan sulung di keluarga ini. Jika kau nge-kost di luar kota, akan sangat riskan. Terlebih lagi pergaulan bebas jaman sekarang. Ibu tidak mau kau terjerumus hal negatif. Selain itu, ibu juga mulai sakit-sakitan jika terlalu lama lembur menjahit. Jadi bantulah ibu mengembangkan usaha kita. Ibu akan menggajimu jika ada pekerjaan,kau bersedia bukan?” Rayu ibunya Fray.
“Tapi aku bisa bekerja sambil kuliah bu, akan berhemat untuk biaya hidupku. Dan ayah-ibu hanya perlu menyokong biaya semesterku.” Berusaha meyakinkan.
Braaaakkkk, ayah Faryza membanting koran diatas meja. Lalu berlalu dengan wajah masamnya. Keputusan ayahnya adalah ujung dari diskusi ini. Sedangkan ibunya akan tunduk dengan hal yang sama. Yaitu Frayza berhenti melanjutkan pendidikannya ke Universitas.
“Bu, walaupun gelar Diploma 3 saja aku tidak berhak?” Fray berdiri dan memuncak emosinya.
“Fray, belajarlah menjahit dan membuat pola. Ibu akan memasukkanmu di tempat kursus di pinggir kota dekat sekolahmu dulu!” Perintah ibunya.
Muntahan kata-kata tertahan di mulut Frayza. Dia berdiri seorang diri di teras rumah yang asri. Yah, Frayza memang gadis yang memiliki banyak bakat. Hanya saja dia tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih kompeten lagi. Orang tuanya berada di kamar, sepertinya sedang sibuk.
“Fray, ayah dan ibu akan pergi ke acara. Nanti kami pulang malam, tolong masak untuk Franda dan Julian juga ya. Mereka sedang ingin makan-makanan diet. Jadi kalau kau tidak berselera, masaklah mie instan. Ambil uangnya diatas kulkas dalam kotak belanja harian. Jaga rumah baik-baik ya, oiya hari ini ibu membeli bibit bunga baru. Tolong pindahkan ke pot-potnya ya. Dan jangan lupa siram tanamannya, adik-adikmu pasti lelah kembali dari les.” Kalimat penutup kepergian kedua orang tuanya.
Mobil melaju keluar pekarangan, pintu gerbang dikunci kembali. Seragam putih abu-abu sejak masuk awal hingga lulus. Tampak lusuh dan pudar. Setiap kali kemeja putihnya kusam, Fray mengambil jeruk nipis di pekarangan untuk mencerahkan warna putihnya. Untuk warna abu-abu roknya, Fray mengakalinya dengan menyetrika bagian dalam rok tersebut. Sehingga warna tetap solid dan tahan lama. Eh kok Author bagi tips hemat ya hehehe.
Lembaran kertas ditangan Fray terus dipandangnya. Dibaca isi dan program studi yang ditawarkan oleh masing-masing Universitas, agar menarik calon mahasiwa. Bahkan gurunya menyarankan agar Fray mengambil salah satu. Karena amat disayangkan bila kemampuannya terhenti karena faktor biaya. Alasan klise ini seperti kutukan yang tak akan pernah terputus.
“Haaahhh haaahhh hiks hiks hiks upppbbbsss.” Fray memasukkan semua kertas brosur kedalam mulutnya.
Dia menjejalkan kedalam mulutnya, maksutnya apa ini anak. 'Setiap orang mengenyam pendidikan, sedangkan aku sudah mmengunyah brosur pendidikan ini (guman Fray dalam hati)'. Fray menangis hingga tertidur. Dia menyumbat mulutnya agar tak berteriak meluapkan emosinya. Itulah cara nyentrik Frayza.
“Woiii kak, bukakan pintunya!!!” Suara teriakan adiknya didepan pagar.
Frayza membuang kertas yang basah kesembarang tempat. Dia berlari keluar rumah, dengan masih mengenakan kaos kakinya yang bolong bagian tumit dan jempol.
“Tidur ya kak?” Ucap Franda menatap jengkel.
“Ya pastilah tidur, diakan pemalas. Lihat saja penampilannya yang kacau itu cih.” Hina Julian terhadap penampilan kacau kakaknya.
“Cihh kak kak payah sekali kau ini. Jangan sampai kau telat memasak, kami sudah lapar. Kalau selesai kami mandi belum kau siapkan juga. Maka aku laporkan kepada ayah dan ibu. Kau pasti akan dihukum hahaha.” Ancam. Franda.
“Sudahlah kak, ayo masuk rumah. Udara petang ini mulai dingin; kak Fray tolong buatkan aku susu coklat. Antar di studioku ya, jangan lama.” Julian pergi merangkul Franda dengan akrab.
Apa? Aku ini siapa untuk mereka ini?! Kenapa adik-adikku semena-mena kepadaku. Apa karena aku anak sulung, jadi mereka seenaknya meminta tanpa berusaha. Aku juga harus meladeni hal sepele, yang bisa mereka kerjakan sendiri. Mereka hanya peduli dengan diri mereka sendiri. Sedangkan aku tak pernah dihargai sama sekali. Aku pastikan kelak kalian lebih sukses dariku. Sehingga kalian bisa membayar pelayan, bukan memperlakukan saudari tuamu ini sebagai pesuruh.
Fray lebih dahulu menyiapkan hidangan makan malam dan membuat susu panas untuk Julian. Setelah kedua adiknya selesai mandi dan makan. Barulah ia mandi dengan tenang tanpa gangguan. Fray, sangat menyukai air dan suhu dingin. Ketika mandi dia bisa berjam-jam dan itu dilakukan ketika dirinya stres berat.
*** DAPUR ***
“Bluehhhh behhh behhh cuiiih, kak Fray kau ini masak apaan sih. Rasanya asin gini?!” Memudahkan sisa rasa asin dari lidahnya.
“Berisik banget sih Julian, tinggal mangap aja mudah. Aaaaakkkkhhhhheeeeeemmmm!” Franda menelan bulat-bulat.
“Sister, are you sinting gila miring?” Menggelidik melihat cara makam Franda yang brutal.
“So Why, telen ajalah. Lagipula di Afrika ,buat nelen ludahnya sendiri aja susah kalau haus. Kalau kak Fray sudah masak keasinan, maybe dia tambahkan tetesan air matanya. Makanya jadi aha ahahaha hahahahahah ngooookkkk ngooookk.” Tertawa ala ngoik-ngoik.
Julian tak nafsu makan, lebih baik dia minum susu dan sekaleng sereal.
“Bodoh amat, Ahmad aja kalau disuruh masak gak bodoh-bodoh amat hissss. Bllaaaaarrr jeblesss! “ Julian membanting pintu kamar.
“Woi woi woi woi, perjaka ting-ting dengarkan sista-mu ini berpidato. Ehemmm-ehemmmm,” Mengeringkan kerongkongannya.
Julian yang tidur ala Cleopatra menyaksikan kakak perempuannya bab Pramugari memberi instruksi.
“Kepada oh kepada adikku Julian, diberitahukan bahwa kakak tertua kita yaitu Frayza. Sudah dinyatakan lulus SMA dengan indexs kelululas Bagus. Tapi oh sayangnya, karena oleh sebab ada hal yang lebih utama. Maka dari itu, orang tua kita yang lebih menyayangi kita ini. Daripada si sulung buluk kurapan Frayza, menyatakan tidak akan membiayai pendidikan ke jenjang Universitas.”
“Tapi sista Fray kan jenius, PR-ku kadang dia yang mengerjakan. Saat aku sibuk prakarya, lihat dia begitu pandai. Harusnya kak Fray dapat beasiswalah, gimana sih sistem pendidikan di dunia ini. Heran deh kok ada ya, orang jenius tapi sekolah Mentok SMA.”
“Cup, jangan teruskan wahai adikku yang berjerawat dan berkomedo.” Franda menempelkan jari telunjuk di bibir Julian.
“Apaan sih pake noyol bibir akuh, emang bibirku ini tombol bel rumah?!” Sebal diperlakukan usil.
“Hai Julian, aku kasih tahu ya kau sedikit wejangan dalam kasta keluarga kita. Kau kan tahu visual kak Fray acakadul macam roti bantat. Bedalah dengan kita yang peripurna dan sempurna. Orang tua kita tidak akan mempermalukan diri dihadapak anggota keluarga besar. Jika membiayai anak jajar genjang begitu. Mending membiayai anak macam kitalah. Dimanapun, saat kau menari pacar, teman dan pekerjaan. Yang pertama kali masuk kriteria seleksi lolos ialah visual. Baru deh skill dan bantuan orang dalem. Ingat Julian, kita ini beda kasta. Jadi jangan banyak bertanya ini itu, kecuali kau sedang tersesat saja. Oke?” Franda mengakhiri sesi pidatonya.
*
*
*
Brakkk... Brakk “Woi, bukain pintunya!” Frayza terkunci di dalam kamar mandi.
“Apaaahhh?” Sahut Franda.
“Franda, bukain pintu kamar mandi dong. Kakak terkunci, terkurung dan terpenjara di dalam kamar mandi nich.” Memohon bantuan Franda.
“Eh kekunci kak, adududuh turut prihatin ya kak. Itu tandanya kakak memang cocok tinggal di kamar mandi. Buktinya aja si pintu enggan meloloskanmu kan,” Franda asik mengejek kakaknya.
“Frand, bukain napa sih. Badan kakak mulai dingin mengigil nich.” Frayza sudah Dua jam konser kebersihan area privatnya.
“Udahlah kak, jangan gangu Franda. Ini Franda lagi ngumpulin niat buat mandi. Gak usah ngrusak suasana hati Franda lo ya.” Tarik nafasss keluarkan, begitulah Franda mencari kemantapan niat untuk mandi.
Klek, klek “Keluar kak, aku udah kebelet!” Julian membuka pintu kamar mandi.
“Makasih Julia, berrrrrrrrr.” Frayza memegangi simpul handuk yang berada didadanya.
Mata Julian ternoda oleh pemandangan vulgar dari kakak sulungnya.
“Eeesssssttttt sanah pergi menjauh, warnah kulit kakak sangat eksotis seperti pemain bola saja.” Julian mengusir Frayza cepat-cepat.
Blessss,”huft, akhirnya sampai dikamar juga. Benar-benar ya, si Franda malasnya sudah masuk ke DNA. Disuruh bukain pintu yang mogok, alesan cari niat mandi. Padahal dia kan cuci muka dan gosok gigi kalau malam. Awas saja, besok susumu, akan aku ganti air santan huh!” Guman Frayza sambil ganti baju.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!