PoV Ajeng
“Ajeng ...., kunci pintu mu ....” suara teriakan setiap pagi selalu
mengusikku, jangan keras-keras itu suara ibu kos ku
Perkenalkan namaku Ajeng, aku tinggal di kos karena jarak sekolah
ku dengan rumah lumayan jauh, entah dapat kekuatan dari mana hingga membuat kakakku dulu menempuh perjalanan
harus pulang pergi sejauh ini tanpa kendaraan.
Oh iya aku hampir lupa, kakak ku kan punya bodyguard setia
siapa lagi kalau bukan tetangga kami, aku lebih memilih tinggal di kos karena
menurutku lebih efektif saja waktunya, ngeles sih ...., aslinya agar lebih leluasa untuk kluyuran sih. he he he (tawa jahil)
Oh iya, jika lupa, aku ingatkan lagi ya ..., kakakku namanya Diah
Wulandari, saat ini kakak ku sedang bekerja di surabaya, kakakku sangat baik
dia tak pernah lupa mengirim uang untuk biaya sekolahku.
Aku sedang menempuh pendidikan di SMA favorit di kota ku, aku
lumayan pintar sih jadi cukup mudah untuk masuk sekolah favorit.
“Ajeng ayo ...., kita sudah terlambat” gadis yang sedang menarik
tanganku ini namanya Rita, dia teman satu kos ku, kami tidak satu kamar, karena
ukuran kamar kos kami sangat kecil, aku memilih kos yang biayanya terjangkau, tapi kalau dengan si Rita aku nggak tahu sih sebabnya, nyang aku tahu dia anak orang kaya.
“Tunggu sebentar ..., aku belum pakek sepatu ....”
"Terserah kau saja, aku duluan ...” pasti itu yang terjadi, mana
mungkin Rita akan menungguku, dia itu kutu buku, dan lagi anak teladan, ya
biarlah dia duluan ..., aku mah santui.
“Tunggu sebentar ....,” aku harus segera mengejar pintu
gerbang, pintunya tak akan lari walau di
kejar, tapi sayang nya dia akan tertutup.
Tet tet tet
Itu suara ngeri yang paling tidak ingin aku dengar di pagi hari, tapi akan sangat menyenangkan jika di dengar pas siang hari.
Aku harus lebih
memacu langkahku untuk meraih pintu yang tinggal sejengkal lagi tertutup rapat.
“pak ...... tunggu ....” aku berteriak sekuat tenaga agar pintu itu
tidak tertutup.
Cklekklek
Haahhhhhhh ...., akhirnya aku terlambat lagi kan ....
"Ajeng ..., Ajeng ...., kebiasaan ya kamu ....” keluh pak satpam,
namanya pak Totok, kebetulan rumahnya bersebelahan dengan tempat kosku,
istrinya begitu baik, dia seperti pengganti ibu untukku, sering banget ngasih
makanan, tau kan kantongnya anak kos ...., tipissssss banget ...., hingga
transparan sampai nggak kelihatan ada duwitnya.
“Maaf pak ..., tadi aku harus ini, harus itu, harus ngerjain ini ,
ngerjain itu ...”
“banyak alasan ......, masuklah ....”
“bapak mengijinkan aku masuk ...., wah bapak baik hati sekali ...”
aku benar-benar memujinya, benar memujinya loh kali ini ....
“ya karena kau harus berdiri di lapangan di depan teman temanmu,
sampai upacara selesai”
Ternyata di balik kebaikan itu ada nestapa, aku membencimu pak Totok.
Ya kan ...,hukuman yang sama setiap pagi ..., tapi sayang aku lupa
kalau hari ini adalah hari senin, seharusnya aku mengingatnya, seharusnya aku menandainya kan.
Ini akan jadi
hari yang memalukan karena akau harus berdiri di tengah lapangan sampai upacara
selesai, di depan anak-anak satu sekolah
Cahaya matahari semakin menyilaukan mataku, aku harus menantang
matahari di depan sendiri...,aku tampak perkasa bukan karena aku pemberani tapi karena sebuah hukuman.
Tanpa teman yang lain..., rasanya aku ingin
menangis, apalagi saat pak kepala sekolah memberikan sambutannya, rasanya aku
ingin mengelupas kulit wajahku saja karena malu
“selamat pagi anak-anak yang sangat saya sayangi, hari ini jumlah
pelanggaran sudah berkurang, karena hanya tinggal satu ekor saja yang berdiri
di depan sini, dan itu adalah orang yang sama setiap senin, bla bla bla ...”
itu lanjutkan sendiri ya , tahu kan yang sudah langganan telat pasti pernah
ngrasain sepertiku
Kakak harusnya aku mengikuti jejakmu jadi anak yang penurut
saja..., kakakku juga alumni sekolah ini, semua guru mengenalnya karena
prestasinya yang membanggakan sekolah, tapi jangan salah, aku juga terkenal,
terkenal karena kebadunganku ..., yah aku bangga setidaknya suatu saat nanti
guruku akan tetap mengenalku sebagai Ajeng
Akhirnya setelah sekian lama aku berdiri sebagai artis yang menjadi
tontonan, acaranya di bubarkan, lega ...
Semua anak menuju ke kelasnya masing-masing, tapi aku ..., aku haus
dong ..., aku akan ke kantin,kasihan kan tenggorokanku jika harus di biarkan
kering, ini tak ada onderdilnya, ini orisinil dari sang pencipta, jadi nggak
boleh di sia siain
“mbak Ajeng ...., mau minum ya ...”
‘wah budhe tau aja aku haus ...”
“mau minum apa mbak?”
“seperti biasa aja”
“air putih?”
Mulai kan ngledek dia itu budhe juminten, ibu kantin, dia tau
banget kebiasaan ku, paling aku ke kantin Cuma minta iar putih, biasa cari gratisan
...., tau sendiri hemat pangkal kaya, itu yang jadi pegangan hidupku
“jeng ...., air putih lagi ...., kembung tau rasa ...”
“resek kau Dik....” nah ni satu lagi pengacau datang, ia itu
sebelas dua belas lah sama aku, namanya Dika, akan IPS 1 tempatnya para anak
bandel, tapi jangan salah gini-gini aku anak IPA , entah dulu kenapa ya kok
bisa aku masuk di kelas anak-anak yang bertemannya sama buku.
“kamu bolos juga ...?” tanyaku padanya
“ya ..., aku ada jam komputer, males ikutin ..., aku udah biasa main
komputer di rumah”
“sombong kali kau ...”
“ya begini lah jadi anak orang kaya ...”
Ya Dika itu emang anak orang kaya, bapaknya pemilik beberapa mini
market di kota ini, mau minta apa aja pasti di kasih sama bapaknya, dia aja
datang ke sekolah dengan motor gedenya.
“ya udah aku ke kelas dulu ...” aku harus segera pergi dari dia,
bisa-bisa aku lupa nggak masuk kelas kalau dengerin dia ngomong terus.
“weah ..., nggak asyik kamu ...., di temenin malah di tinggal
akunya”
Kami dekat walaupun beda kelas, karena saat kelas 1 kami satu
kelas, plus satu bangku, walaupun ngomongnya gede sebenernya anaknya baik dan
pastinya setia kawan.
“hausku udah ilang ...”
“aku traktir deh ...”
“ntar aja .... kalau sudah istirahat, simpan dulu uangmu ...” aku
beranjak dari dudukku dan tak lagi menghiraukan tatapan Dika yang memohon
untuk tetap tinggal.
“budhe aku ke kelas dulu ...” aku berpamitan dulu dong sama budhe
juminten, dia benar-benar murah hati karena setiap hari ngasih aku air putih
gratis
Aku menyusuri lorong kelas, menuju kelasku yang hatus melalui
begitu banyak kelas yang berjejer, bagaimana tidak jika satu tingkat itu butuh
sepuluh kelas, berarti di sekolah ini ada tiga puluh kelas, kelasku cukup jauh
jaraknya dengan kantin
Setelah sampai di depan kelasku , aku langsung menundukkan kepala
dan merapat pada dinding, karena tempat dudukku tepat di samping dinding, aku
mendongakkan kepalaku saat sudah tepat di samping bangkuku, aku masih di luyar
ya
“hetss hetss ...., Rita ...” aku memanggil Rita dengan suara yang
begitu pelan, aku duduk satu bangku dengan Rita
“astaga ...., Ajeng .....” aku tahu pasti dia terkejut
“simpan tas ku ...” aku memasukkan tas melewati cendela yang
untungnya tasku isinya nggak banyak, mau banyak bagaimana jika hampir sebagian
besar bukuku aku tinggal di laci bangkuku, jadi sangat mudah memasukkannya
melalui jendela
Untung saja pak guru sedang sibuk menulis di papan tulis, jadi
tidak tahu apa yang aku lakukan, kemudian aku menuju ke pintu
Tok tok tok
Pak Guru menghentikan kegiatannya dan menoleh ke pintu
"ada apa?” tanyanya garang ...., aku lupa kalau jam pertama
pelajaran matematika, itu pak Dadang, guru paling killer di sekolah.
“maaf pak, saya baru dari kamar mandi ...” aku beralasan dong, manamungkin aku bilang pak aku dari kantin , bisa-bisa balok penghapus melayang di jidatku.
“duduk ...”
Ah ..., akhirnya aku aman, aku segera menuju ke bangkuku, bangku
kosong di sebelah Rita
“kau dari mana saja ?” tanya Rita, dia memang mirip kakakku cerewet
...., tapi aku suka
“aku habis minum di kantin...”
“kebiasaan ..., cepat buka bukumu ....., sebelum pak Dadang menyadarinya
...”
Aku pun menggangguk dan segera menbuka buku yang dari tadi
tersimpan di laci mejaku, belum sempurna aku membuka buku tiba-tiba sebuah
suara menghentikan kegiatanku
“yang baru datang tadi, berdiri dan kerjakan soal ini di depan....”
pak Dadang memang ter the best deh
“mati aku ....” aku segera memegang kepalaku, astaga bahkan aku
belum sempat mebuka bukuku, tapi sudah ditodong dengan sebilah soal yang
tajamnya lebih tajam dari sebilah belati, menakutkan....
Aku pemberani sih..., jadi apa boleh buat, aku harus majukan ...,
semua mata menatap padaku, mata-mata yang menyerukan sebuah kebangkitan, aku
bangkit dan berjalan bak pejuang perang yang sudah siap mati..., ayo lah ....,
santai saja .....
Hiks hiks hiks
Mimpi apa aku semalem, hingga harus menhadapi dilema yang seperti
ini, aku menuliskan sebisa ku, seingatku, tak ada rumus matematika yang seperti
ini, apa aku yang salah..., atau mungkin di halaman itu aku belum pernah
membacanya, mungkin kemungkinan yang terakhir itu yang paling tepat
“ini apa ini ..., jawabannya sesuai tidak?” ucapnya , maksudku pak
Dadang
“tidak pak ...” jawabku sambil menunduk, bisa mati aku jika
berhadapan dengannya
“lalu ..., ini jawaban dari mana ?”
Dan kalian tahu apa yang bisa aku lakukan, aku hanya bisa memutah
kapur di tanganku yang tinggal sebiji jagung,
“salin soal plus jawaban sebanyak lima kali yang benar”
“hah ...., baik pak”
“duduk ...”
Pasti ujungnya seperti ini, kena karma lagi ..., tapi tak apa lah
satu soal doang kan, tapi lima kali ...., menyebalkan ...., bukan sama bapak ya
..., sama diriku sendiri
Tet tet tet tet tet tet
Enam kali berarti istirahat, akhirnya aku bisa bernafas lega
“apa kau sudah mendapatkan jawaban soal yang tadi?” tanyaku pada
Rita, karena dia yang paling jago matematika di kelas
“aku belum mendapatkan jawabannya Jeng ...”
“wah kau benar saja ...., kau kan yang paling bisa matematika” aku
sedikit memaksa sih
“maaf..., tapi benar aku tidak bisa....”
“lalu aku harus minta bantuan siapa dong ...?” aku benar-benar
sedang gundah gulana, bagaimana tidak jika besok aku belum mengerjakan makan
hukumannya akan di tambah lima kali lipat lagi, dan jika aku menjawabnya salah
aku harus menggandakannya lagi sampai jawabannya benar-benar betul
bukan apa , beliau adalah guru paling paliiiiiing killer di sekolahku.
tahu kan artinya killer ...MEMBUNUH ..., membunuh nilai-nilai para pejuang
nilai sepertiku, beliau tak segan memperi nilai empat di raport jika tak
mengumpulkan tugas , tak berlaku nilai minimum untuk pelajaran matematika
-JANGAN LUPA KASIH LIKE DAN KOMENTARNYA YA
POV Ajeng
Aku sudah berada di kamar kos ku sekarang, kamar yang menjadi
surgaku, ku rebahkan tubuhku di atas kasur empuk ku
Tapi sayangnya pikiranku belum teralihkan ke hukumanku, aku harus
mencari cara kan untuk terbebas dari hukuman pak Dadang, kalau tidak dua hari lagi aku pasti di pancung sama pak Dadang (ahhh becanda, nggak sesadis itu juga kali, tapi sakitnya lebih sakit dari hukuman pancung)
Aku segera bangun dari tidurku, aku menuju ke kamar Rita, mungkin
dia punya solusi atas masalahku kan, otaknya sangat encer.
“Rit ...., Rita ....” panggilku padanya.
“Ada apa?” jawab Rita sewot.
“Kenapa kau sewot sekali ...?”
“Kau tidak tahu ya ini jam berapa?” ya saat aku melihat jam aku baru tahu kalau ini jamnya orang istirahat siang, harusnya ...., kalau bukan karena hukuman matematika itu aku juga sudah berkelana di pulau kapuk.
“Jam 3 siang ....”
“Jadi waktunya apa?” tanya Rita dengan nada malasnya, sepertinya dia memang sudah bersungut sih.
“Istirahat ...”
“Nah itu tahu ...., sudah aku mau tidur dulu” ucap Rita sambil menutup pintunya kembali, tapi aku berhasil menahannya agar pintu itu tetap terbuka.
“Tunggu ....” teriakku ...., aku tahu Rita pasti mengijinkan ku masuk, dia sahabatku.
“Apa lagi ....?”
“Biarkan aku masuk dulu ...” ucapku dengan menampilkan wajah memohonku, dia pasti akan luluh, aku bak anak kucing yang minta di kasihani.
Akhirnya Rita mau memberi jalan untukku masuk ke dalam kamarnya.
“Ada apa?” tanyanya saat aku sudah masuk, aku menyenderkan tubuhku di jendela.
“Kau benar-benar belum tahu jawaban soal tadi?”
“Beluuum ... Ajeng ...”
“Ayolah tolong aku ...., hari rabu kan sudah waktunya ngumpulin,
aku cuma punya waktu sehari Rit ...” aku memelas berharap Rita bisa membantuku
Rita tampak berfikir, aku tahu dia memang pemikir, tapi plisss
jangan lama-lama, aku bisa kehabisan kesabaran
"Sudah dapan solusi?” aku benar-benar tidak sabar. Rita terlalu lama mikirnya ....
“Sabar kali ....., aku masih mikir ....”
“Jangan lama-lama, aku bisa kumisan kelamaan nunggu”
“Astaga ...., kau ini merepotkan sekali...”
“Maaf...,maaf..., ya udah cepetan lanjutkan mikirnya”
Aku langsung duduk di kasur Rita, kelamaan nunggu jadi ngantuk.
"Hooowwwaaaahhh ..." ini untuk ke sekian kalinya aku menguap, aku benar-benar mengantuk.
“Nnnaaaaaahhhhhh ....” astaga aku benar-benar terkejut dengan
teriakan Rita, dia benar-benar mengagetkanku, ngantuk ku segera hilang.
“Apa...?” aku segera bagun dari dudukku
“Kamu kenal si Dika kan ...?”
“Ya jelaslah ..., dia itu sohib ku ..., kalau dia ngakuin sih ...”
aku hanya bisa cengar-cengir.
“Nah itu solusinya ...”
“Hah ..., si Dika bisa matematika ...?” mana mungkin dia bisa
matematika ngitung satu tambah satu aja belepotan
“Bukan Dika nya Ajeng ...., tapi abangnya yang yang baru saja
lulus, ia lulusan dari UGM”
“Hah ..., aku kok nggak tahu kalau Dika punya abang ...”
“Aku juga baru tahu bulan kemarin, pas aku lagi ke mini market
bapaknya, aku lihat abangnya lagi ngajarin Dika ngerjain tugas matematikanya,
lalu Dika cerita deh kalau abangnya pinter matematika”
“Wah yang bener ...”
“Coba aja ...”
“Makasih ..., aku hubungi Dika dulu ya ...., tapi pinjem ponselnya
dong”
“Emang ponselmu kenapa?”
“Aku lagi nggak punya paketan, pinjem ya ...., plissss”
“Dasar kau ini ...., inih ...” Rita menyerahkan hp androidnya,
keluaran terbaru lo, maklum Rita lumayan dari keluarga berada sih.
“Makasih ...., aku pinjam dulu ....” aku langsung berlalu dari
kamarnya, aku tahu pasti sekarang si Rita lagi uring uringan kesal
Aku langsung menekan tombol panggil saat sudah menemukan nomor Dika
di hp Rita
Tut tut tut
“Hallo..., ada apa Rit ...?”
“Ini aku ... Ajeng ...”
“Tumbenan kamu nelpon aku, pakek hp Rita lagi, ada apa?”
“Jadi kamu biasa ya telponan sama Rita ..., wah pasti ada sesuatu
nih ..., ada apa?”
“Di tanya malah tanya balik ...., ada apa nelpon?”
“Oh iya..., lali aku ....”
“Belum tua sudah pikun...”
“Ojo nesu-nesu ..., marai cepet tuwo lo jare mas dory”
“Iya ajeng sayang ...., yang cantik....., yang imut ...., yang
ngangenin....., ada apa?”
“Nah gitu dong ....., abang kamu di rumah nggak?”
“Dari mana kamu tahu aku punya abang?”
“Dari Rita ..., aku dapat hukuman dari pak Dadang..., tolongin aku
dong ....”
“Apa yang bisa aku lakukan?”
“Minta kakakmu buat bantu aku ngerjain tugasku”
“Lalu aku dapat apa setelah itu?”
“Perhitungan sekali kau ini”
“Ya semua ada upahnya dong ...”
“Ok ..., kamu minta apa dariku?”
“Temenin aku jalan hari minggu”
“Cuma itu ...?”
“Iya ...”
“Gampang ....”
“Ya udah aku bilang abang aku dulu, da......”
Tut tut tut
Yah di matiin, kan dia belum ngomong tentang hubungannya dengan
Rita, mencurigakan sekali ..., aku harus menyelidikinya kan
Aku kembali ke kamar Rita,, eh ternyata anak itu udah tidur cantik
di kamarnya
“Rit ..., hp kamu aku taruh di meja ya .....” ucapku lirih, aku
segera menutup kembali pintunya
***
“Ajeng ...., Ajeng ...”
“Astaga siapa sih yang ketok-ketok pintu sesore ini?”
Aku segera membuka pintu, aku baru saja mandi, ku gulung handuk di
rambutku yang masih basah
“Dika ....., ada apa kamu jam segini ke sini?”
“katanya mau ketemu abang aku....”
“sekarang ...?”
“tahun depan ....., ya iya lah sekarang, mau tahun depan?”
“ya ya ...., aku ganti baju dulu, kamu tunggu di gasebo sana ya
...” ya di depan kamar kos ku ada sebuah gasebo, tamu laki-laki tidak di
ijinkan masuk kamar, makanya di sediakan gasebo di taman depan
Aku memakai baju dengan lengan panjang dan celana jeans, aku tak
lupa membawa tas yang isinya buku matematika, sungguh hal langka jika aku
membawa buku pelajaran
Aku menghampiri Dika yang sedang bermain hp, ia tampak berbeda dari
biasanya aku lihat di sekolah, ia tampak lebih dewasa, cool, kaos merah yang di
lapisi dengan jaket dan celana jeans dan sepatu warna putihnya, kenapa dia
tampak begitu keren? Aku tak menyadarinya selama ini
“ada apa kamu bengong ....., terpesona ya dengan kegantengan ku ...”
Oh tidaaak ..., aku benar-benar malu, kok bisa sih aku terpaku di
hadapannya, aku harus ngomong apa ini ....
“ti-dak ...., jangan GR deh ...., ayo pergi ...”
Bisa besar kepala jika dia tahu aku mengaguminya, tensi dong ....,
secara aku Ajeng ..., cewek paling sulit di taklukkan di sekolah, bukannya
sombong, memang itu kenyataannya
“siapa tahu apa yang ku katakan benar”
“jadi pergi nggak ....?” aku jadi kesal ya, dia benar-benar merubah
mood ku
“ok ok ..., gampang banget ngambeknya ....., nih pakek dulu
helmnya”
Aku langsung menyambar helm yang di berika Dika, setelah ia juga
mengenakan helmnya, dika pun menaiki motor gedenya
“ayo naik ...”
“iya aku naik ...”
Astaga ...., ada apa denganku, padahal ini bukan pertama kalinya
aku boncengan dengan Dika, tapi kali ini beda ya
“jangan lupa pegangan ...”
Aku pun memegang pundaknya
“jangan di pundak”
“biasanya juga di pundak ...”
Kenapa dia jadi protes
“Pengangannya di sini ...” Dika menarik tanganku..., dia melingkarkan tanganku
di perutnya ...., jantungku ..., kenapa jantungku? Rasanya seperti aku habis
lari maraton aja
Bersambung
jangan lupa kasih dukungan pada author dengan memberikan like dan komentarnya ya
biar authornya tambah semangat
** POV Dika**
Kami memecah keheningan sore itu, entah sejak kapan kami jadi
saling canggung, aku ngerasa dia begitu berbeda tak seperti biasanya, dia lebih
banyak diam dan tak cerewet seperti biasanya
“jika kamu ketemu sama abang aku, bagaimana jika kamu jatuh cinta?”
Entah kenapa itu yang pertama aku tanyakan, abangku sangat keren,
memang tak seharusnya aku cemburu pada abang ku, aku sebenarnya tak peduli jika
itu bukan Ajeng, dengan orang lain atau
gadis lain, teman ku yang lain
“Hah pertanyaan macam apa itu, ketemu aja belum kenapa udah
ngomongin cinta” protes Ajeng.
“ya siapa tahu aja kamu bakal jatuh cinta sama dia”
“bagus dong”
‘kenapa?”
“karena aku bakalan jadi kakak ipar kamu ...”
Itu yang tidak aku mau, aku tahu sebenarnya dia tahu jika aku sudah
menyukainya sejak kelas satu, tapi entahlah aku juga tak punya nyali untuk
menyatakannya, aku terlalu takut jika sikapnya akan berubah padaku
‘sudah lupakan saja ...., aku tidak akan membiarkannya”
“Hah ...., nih anak kenapa sih, ngomongnya berat banget,” gumam
Ajeng, tapi tetap saja aku masih bisa mendengarkannya
‘kita sudah sampai ....”
“Wah...., bener kata
temen-temen, rumah Dika benar-benar bagus, ini kayak istana, halaman yang luas,
dengan penjaga di depan, rumah yang tinggi besar, ini mah kalau di kampung
rumah sepuluh keluarga di jadiin satu masih besaran ini, rumahnya kak Anwar
nggak ada apa-apanya nih kalau di bandingin ini”
“jangan terlalu mengagumi ....”
“bagaimana tidak ....., ini luar biasa ....”
Aku taruh helm kami di atas motor yang sengaja ku parkir di depan
rumah supaya mudah nanti mengambilnya lagi
“kamu kenapa bengong di situ ?” tapi entah kenapa Ajeng malah
terlihat bengong, ada keraguan di dalam dirinya, ku genggam tangannya
“rumah kamu besar banget ...., kita nggak usah jadi ya ... aku
benar –benar takut masuk rumah ini, aku
seperti cacing di dalam conberan dan ini, aku benar-benar merasa kecil”
“kenapa? Kita sudah di sini”
“aku takut Dik ...” dia melepaskan tangan ku,
“jangan takut ...., aku di sini ...”aku pun menarik tangannya yang sudah berkeringat dingin,
rasanya sangat bergetar, dia benar-benar merasa tidak nyaman
“ayo masuk ...” aku membuka pintu utama tanpa mengetuk pintu, ini
rumahku ...., pintu yang menjulang tinggi dengan ukiran yang indah
“ma ...., pa ....., aku pulang ...”
“Dik ...., kamu sama siapa nak ...?” seorang wanita cantik
mendekati kami, dia ibuku, wanita itu
begitu cantik dan modis, aku begitu menyayanginya
“kenalin ma ..., ini Ajeng, temennya dika”
“Ajeng ...., seneng lo Dika mau ngajak temennya ke sini”
“makasih tante ....”
“Aku Renna, panggil saja tante Renna”
“iya tante”
Itulah ibuku, kenapa aku sayang banget sama ibuku karena orangnya
hangat dan mudah akrab, status bukan hal utama untuk menjadikan seseorang
pantas atau tidak pantas, tapi kebaikan hati ....,
kami mengobrol santai hingga aku hampir melupakan apa tujuanku membawa
Ajeng kemari
“papa kemana ma?” tanyaku pada mama, karena semenjak tadi tak
melihat papa
“papa sedang ke Malang sayang, ada yang harus di selesaikan di
sana”
“lalu ..., bang Al?”
“kakak kamu bentar lagi pulang, tadi bilangnya mau ke toko depan sebentar, tuh
mobilnya ...” terdengar suara mobil berhenti di halaman depan
Dan tak lama setelahnya, seseorang masuk melalui pintu yang sama
yang aku masuki tadi, dia adalah bang Rendi
“malam ma ....” sapa seseorang itu, seseorang yang bisa mengalihkan
pandangan Ajeng,
pria dengan kemeja putih yang di masukkan begitu rapi dan pas di
badannya, menunjukkan dada bidangnya,
begitu tampan hingga membuat mata Ajeng enggan untuk beralih
“malam sayang ....” mama menjawab sapaannya, dia mencium kedua pipi
mamanya,
“hhgggemmm ....” Ajeng tertegun memperhatikan abang ku, aku hanya bisa berdehem untuk mengalihkan perhatian Ajeng
“tutup tuh mulut ..., lalernya bisa masuk ntar ...” aku begitu jengkel, sangat
jengkel kenapa harus dengan abang ku
, siapa yang nggak jatuh cinta, dia cowok yang begitu tampan dan
berkarisma, di lihat dari caranya berjalan saja, sudah membuat hati wanita meleleh
sempurna
“bang ....”
“ya .....”
“ini ajeng yang aku bilang tadi sore bang ...”
“hai ajeng ...” abang menoleh pada ajeng, menatap menatapnya dengan tatapan yang sama seperti biasanya
“hai bang ....”
“tapi maaf ya nggak bisa hari ini, besok aja datang ke minimarket
deket kota ya....”
“iya bang ...”
“aku permisi dulu ....”
bang Al langsung masuk ke dalam kamarnya, itu memang kebiasaannya, entah apa yang membuatnya ingin buru-buru masuk ke dalam kamarnya, mungkin aku bisa menanyakannya nanti
“ya udah aku anter kamu pulang ya , udah malem ...”
“kok cepet banget sih ..., mama masih betah lo ngobrol sama Ajeng”
“maaf tante, soalnya gerbang kos di tutup kalau sudah jam 10...”
“oh ...., gitu ya ...., ya udah ..., tapi sering-sering main ke
sini ya ...”
“iya tante ..., aku pamit” Ajeng mencium punggung tangan mamaku, ia memang begitu sopan, walaupun kadang
tingkahnya begitu barbar, ia suka sekali bikin ulah di sekolah, itu lah yang
membuatku begitu mencintainya
Kami meninggalkan rumah, aku mengantar Ajeng pulang ke kosnya
“kita mampir dulu beli nasi goreng ya ...” tanyaku padanya saat
sampai di dekat pedagang nasi goreng di pinggir jalan
“asal di traktir aja ...., aku mah mau mau aja ....” Ajeng
menampilkan senyum renyahnya, itu juga salah satu lagi kenyataan yang bikin
banyak anak laki-laki di sekolahku mengejar cintanya, tapi entah pria seperti
apa yang dia cari, tak satu pun berhasil mengambil hatinya
Kami masuk ke salah satu lapak nasi goreng di pinggir jalan, kami
mengambil tempat yang hanya beralaskan tikar dan meja kecil sebagai tempat
menaruh makanan
“kau ternyata begitu kaya ya ..., aku jadi minder berteman sama
kamu ...”
Itu yang selama ini aku takutkan jika dia mengetahui siapa aku,
mungkin sebagian temanku akan memanfaatkannya, tapi aku tahu itu tidak berlaku
bagi Ajeng.
Itulah alasan kenapa selama ini aku tidak pernah membawanya ke
rumahku,
“kau jangan berpikir macam-macam, keluargaku buka orang yang suka
membedakan karena status sosial, santai aja ....”
“lalu ...., abang kamu ...?”
Itulah yang aku takutkan lagi..., semua temanku akan lebih memberi
perhatian pada abang ku setelah melihat abang ku, aku keren ....., tapi abang ku
lebih keren ...., dia juga sudah punya usaha sendiri walau Cuma usaha
percetakan, tapi setidaknya dia sudah bisa menghasilkan uang sendiri, tidak
sepertiku
“jangan pikirkan abang ku ..., dia orangnya memang sedikit dingin
...., dan kaku ...., tapi kalau sudah kenal dia orangnya enak di ajak bicara
kok ...”
Aku harus mengatakannya agar Ajeng lebih nyaman, ia besok harus
menemui abang ku untuk mengerjakan tugasnya
“besok....., bisakah kau menemuinya sendirinya?” sebenarnya berat
mengatakan ini, tapi ini terpaksa aku harus mengikuti pertandingan basket antar
sekolah sepulang sekolah
“sendiri ...?”
“iya ...., tidak papa kan ...., soalnya aku harus ....”
“iya tidak pa pa ...., tidak usah khawatirkan aku .....” dia
tersenyum meyakinkan aku, aku tahu ada keraguan di dalam dirinya
“ayo pulang udah malam ....” aku segera memberikan uang pada
penjual nasi goreng
Kami kembali melanjutkan perjalanan, hingga sampai pada bangunan
yang tak jauh dari sekolah kami, bangunan itu adalah tempat kos Ajeng
“astaga ......, gerbangnya tertutup”
“maafkan aku ya ..., ini pasti gara-gara kita kehabisan bensin tadi
...”
“iya ..., nggak masalah ..., ini sudah biasa ....”
“maksud kamu .....?”
“aku akan memanjat pagar ...”
Dan benar saja gadis itu benar-benar memanjat pagar ...., dia
benar-benar barbar, tapi aku suka, hingga tak butuh waktu lama, Ajeng sudah
berada di balik gerbang yang tertutup rapat itu
“makasih ya untuk hari ini ...., pulanglah ...”
Ia berlari masuk tanpa menunggu jawabanku, aku berharap suatu saat
bisa mengungkapkannya dan bisa mengucapkan kata
“aku mencintaimu”
Setiap kali dan setiap waktu, saat bertemu atau saat berpisah.
Bersambung
*
*
*
*
*
jangan lupa kasih dukungan sama author ya dengan memberikan like dan komentarnya ya
kasih vote juga
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!