"Siapa yang menghamili kamu Emily, katakan!"
Sentak Petter pada Emily, Petter yang biasanya tidak pernah berkata kasar pada putrinya itu kini hilang sudah batas kesabarannya.
Petter tak bisa membendung amarahnya lagi pada Emily. Rasa kecewa pria itu sudah sangat parah karna putri kesayangannya tengah mengandung padahal Gadis itu belum bersuami.
"K-kak Edward. Dia ayah dari bayi yang aku kandung"
Dengan ragu Emily menunjuk ke arah Edward yang sedari tadi duduk santai di atas Sofanya yang nyaman.
Bukannya merasa takut, justru pria itu malah tersenyum penuh kemenangan. karna memang itu adalah tujuan utama Edward, membuat Emily mengandung benihnya agar hubungan tidak biasa di antara dirinya dan sang adik angkat itu di restui oleh kedua orang tua mereka.
Edward tak pernah menyangka, jika Ia akan jatuh cinta pada seorang gadis yang telah di bawa pulang oleh kedua orang tuanya 10 tahun yang lalu.
Bahkan awalnya Edward sangat membenci Emily, karna kehadiran gadis itu telah merenggut seluruh kasih sayang kedua orang tuanya. Semua perhatian dan kasih sayang Petter dan Sofia hanya tertuju pada Emily saja sejak gadis itu pertama datang dan menginjakan kakinya di rumah keluarga Anderson.
Namun semuanya berubah ketika Edward dan Emily beranjak dewasa, benih-benih cinta mulai tumbuh di antara kakak beradik tak sedarah itu.
Sudah bertahun-tahun lamanya Edward dan Emily menjalin hubungan cinta tak biasa antara kakak dan adik angkat itu, namun hubungan tak biasa mereka tak pernah di restui oleh kedua orang tuanya, terutama Petter yang sangat menentang keras hubungan mereka berdua.
BUG! BUG! BUG!
"Dasar brengsek! Kurang ajar! Berani kau menodai adikmu sendiri!"
Petter melayangkan pukulan bertubi-tubi pada tubuh Edward, namun tak sedikitpun membuat Edward lemah. Pria itu masih bisa tersenyum walau darah segar mulai mengalir dari sudut bibir dan juga dari hidungnya.
"Stop! Tolong jangan pukuli kak Edward lagi Pah. Ini bukan sepenuhnya kesalahan dia"
Emily melindungi tubuh kakak angkat sekaligus kekasihnya yang tersungkur di atas lantai dengan tubuhnya yang mungil. Terpaksa Petter menghentikan aksinya karna tak ingin Emily ikut terluka karna pukulannya.
Sebenarnya bisa saja Edward melawan serangan Petter, mengingat dia adalah seorang jagoan yang sudah berulang kali membuat banyak orang yang bermasalah dengannya masuk rumah sakit.
Namun bukan menang duel tujuan pria itu sekarang, apalagi jika duel dengan orang tua kandungnya sendiri. Justru Edward ingin mendapat simpati dari Petter dan Sofia agar hubungannya dengen Emily bisa direstui.
"Dasar anak tak tahu diri! berani kau merusak anak gadisku! Pergi dari rumah ini sekarang juga! Aku tidak sudi melihat wajahmu yang brengsek itu lagi"
Petter mendorong kasar tubuh Edward dan mengusirnya seakan dia seorang penjahat.
Edward sama sekali tak peduli, karna ini bukan kali pertama baginya di usir dari rumah oleh Papa kandungnya sendiri.
"Baiklah aku akan pergi, tapi Emily akan ikut denganku!"
Edward menarik tangan Emily menuju genggamannya. Namun segera di tepis oleh Petter.
"Jangan harap kau bisa membawa dia pergi, aku tidak akan memberikan putriku pada lelaki brengsek seperti kamu!"
Mata Petter melotot tajam, tak terima jika Edward akan membawa Emily pergi.
"Tapi Emily sedang mengandung anakku Pah, dia harus ikut denganku. Dan aku akan segera menikahinya"
Edward tetap bersikukuh, tak mau mengalah pada Papanya. Begitupun sebaliknya.
situasi seperti ini sudah biasa Edward rasakan, dia di perlakukan seolah dia adalah lelaki brengsek yang tak pantas untuk menjadi pasangan dari putri mereka.
Padahal dialah yang anak kandung Petter dan Sofia, sedangkan Emily hanya anak angkat saja.
Sofia hanya bisa menangis melihat pertengkaran antara putra dan suaminya sendiri, Ia tak mengerti punya dosa apa di masa lalu sampai harus menghadapi situasi seperti ini.
"Sudah nak, kamu pergi dulu saja. Kamu bisa kembali setelah kemarahan Papamu mereda"
Sofia menggenggam erat bahu putranya, berharap Edward mau mengalah dan segera pergi meninggalkan semua kekacauan yang telah Ia buat.
"Jadi Mama juga tidak berada di pihakku? Aku sangat mencintai Emily Mah, apa aku setidak layak itu untuk bersanding dengannya"
Nada bicara Edward sedikit melunak kala berbicara pada wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.
"Tidak bukan begitu nak, hanya saja sekarang situasinya sedang tidak baik. Kita bicarakan hal ini lain kali ya"
Dusta Sofia. Karna dalam hati wanita itu sangat tidak merestui jika putri kesayangan mereka yang manis akan bersuamikan seorang manusia setengah iblis seperti Edward.
Hanya Petter dan Sofia yang tahu seberapa bejatnya putra semata wayang mereka itu. Pemabuk berat, pemain wanita, bahkan sangat hobi membuat masalah dengan orang lain. Termasuk dengan keluarganya sendiri.
Lihatlah bagaimana kejinya perbuatan Edward yang telah tega menghamili adiknya sendiri, meskipun hanya sekedar adik angkat.
***
***
Setelah perdebatan sengit antara dirinya dan sang papa tak kunjung usai, akhirnya Edward mau mengikuti saran Mamanya untuk mengalah.
Ia pergi dari rumah itu dan kembali menuju apartemennya yang sudah beberapa tahun ini Ia tinggali sendiri.
Dan di apartemen itu jugalah Edward berhasil merenggut kesucian Emily dan membuat gadis itu mengandung benihnya.
Tapi mengalah bukan berarti menyerah, Edward adalah pria yang gigih, Ia tidak akan menyerah begitu saja pada keadaan. Ia tidak akan menyerah, sampai semua keinginannya terpenuhi.
"Apa? Jadi si tua bangka itu akan menikahkan kamu dengan orang lain. Walaupun dia tahu kamu sedang mengandung anakku?"
Rahang Edward mengeras saat mendengar cerita dari Emily. Bagaimana pria itu tidak marah jika gadis yang di cintainya akan menikah dengan lelaki lain.
Prang
Edward membanting sebuah pas bunga yang ada di meja kamar Emily karna emosinya tak bisa terbendung lagi. Untung saja pas bunga itu terbuat dari batu kristal yang mahal jadi tidak gampang pecah.
"Apa kakak sudah gila? Jangan berisik! Nanti Mama sama Papa dengar!"
Sentak Emily pada pria di hadapannya, yang kesabarannya hanya setipis tisu toilet itu.
Dengan susah payah Edward berhasil mengendap-endap masuk ke kamar Emily, gadis itu tidak mau pertemuan mereka akan menjadi sia-sia.
Sudah beberapa hari ini Emily di kurung di dalam kamar oleh orang tuanya, rumah mereka juga di jaga dengan sangat ketat. Puluhan pengawal di tugaskan untuk berjaga di area rumah, agar tidak ada penyusup masuk ke rumah besar dan mewah itu.
Emily benar-benar menjadi tawanan di rumahnya sendiri. Semua itu Petter lakukan agar putrinya tidak nekat pergi dari rumah dan diam-diam bertemu dengan Edward.
"Aku memang sudah gila honey, bagaimana mungkin aku bisa melihatmu menikah dengan orang lain. Lebih baik aku mati saja"
"Sttt..Kakak tidak boleh bicara konyol seperti itu lagi. Aku tidak suka."
Emily menutup bibir Edward dengan satu jarinya, agar pria di hadapannya itu berhenti berbicara konyol.
"Honey? Apa kamu mencintaiku?"
Edward menangkup wajah cantik Emily dengan kedua tangannya.
"Pertanyaan bodoh macam apa itu Kak? Tentu saja aku mencintaimu"
Jawab Emily penuh keyakinan, membuat semangat dalam diri Edward yang hampir padam kembali berkobar.
"Kalau begitu pergilah bersamaku, kita akan menikah dan hidup bahagia. Membesarkan anak-anak kita dan menua bersama"
Hati Emily sedikit terenyuh mendengar kata-kata manis dari lelaki yang dicintainya itu.
Jika mengikuti egonya, seperti itu juga yang Emily harapkan. Tapi Emily tidak mau mengecewakan orang tuanya lagi. Sudah cukup sekali ia melakukan kebodohan dengan membiarkan Edward menyentuhnya hingga Ia mengandung benih dari pria itu.
Emily tidak mau mengecewakan orang tuanya lagi. Petter dan Sofia seperti malaikat dalam hidup Emily. disaat gadis itu tidak mengingat jati dirinya sendiri dan hidup terombang-ambing di dunia yang kejam ini, Petter dan Sofia adalah satu-satunya orang yang merentangkan tangannya dengan tulus untuk Emily.
"Kita akan menikah, tapi tidak dengan cara lari seperti itu Kak. Kita akan menikah dengan restu Mama dan Papa"
Emily menolak tawaran Edward untuk lari bersamanya dengan cara yang halus.
"Itu akan sangat sulit Honey. Mereka akan lebih memilih melihat aku mati dari pada melihat aku menikah denganmu!"
Dua titik cairan bening mengembang dari sudut mata pria yang semula tidak pernah takut dengan apapun itu. Emily mengusap Cairan bening di pipi pria yang dicintainya itu dengan tangannya yang lembut.
"Jangan menyerah semudah itu Kak, bukankah Kaka seorang yang pemberani. Kenapa sekarang jadi selemah ini?"
Kata-kata Emily berhasil menyentil perasaan Edward.
"Ya kamu memang benar. Tenang saja aku akan mencari cara agar pernikahanmu dengan lelaki itu di batalkan dan kita akan menikah dengan restu Mama dan tua bangka itu"
"Jangan menyebutnya seperti itu Kak, dia itu Papa ku"
Emily tak terima saat Edward memanggil Petter dengan sebutan tua bangka.
"Ya ambilah, dia memang Papamu. Aku tidak butuh orang itu. Yang aku inginkan saat ini hanyalah dirimu dan anak kita"
Edward menarik pinggang Emily hingga wanita itu kini ada dalam dekapannya. Tubuh mereka telah menyatu dalam sebuah pelukan, Nafas Edward yang hangat dan beraroma mint menyapu lembut wajah Emily.
Tok! Tok! Tok!
Sebuah ketukan pintu mengagalkan bibir mereka yang akan saling bertaut.
"Itu pasti Papa? Sembunyi kak sebelum ada yang melihatmu"
Wajah cantik Emily berubah jadi panik. Sedangkan Edward tetap tenang seakan tidak takut pada apapun.
"Sana sembunyi di kamar mandi saja"
Emily mendorong tubuh Edward masuk ke Kamar mandi. Namun belum lama masuk Emily menarik pria itu keluar lagi.
"Jangan-jangan sembunyi disitu! itu tidak aman Kak, Disana saja"
Emily menunjuk ke kolong tempat tidur, Pria itu menurut saja masuk ke kolong tempat tidur itu. Namun tubuh Edward yang jangkung kesulitan untuk masuk ke kolong tempat tidur Emily.
"Aduh jangan disitu juga kak, Kakak tidak akan muat dibawah sana!"
Emily semakin panik, wajahnya yang sedang gelisah begitu mempesona di mata Edward.
Cup
Edward mengecup singkat kening Emily yang sudah di banjiri keringat dingin.
"Tenanglah Honey, jaga dirimu baik-baik. Aku pergi dulu"
Edward berjalan santai ke arah balkon kamar Emily. Dan melemparkan senyumnya ke arah Emily sebelum akhirnya menutup pintu kaca itu kembali.
"Huhf! Kenapa tidak kepikiran dari tadi untuk bersembunyi di sana"
Emily menghembuskan nafas lega.
Tok Tok Tok
Ketukan pintu itu kembali terdengar namun kali ini dengan nada yang lebih keras. Emily mencoba mengatur nafasnya agar kembali tenang. Merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Sebelum akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu kamarnya.
Cek lek
"Papa? Ada perlu apa Pah?"
Benar saja tebakan Emily sebelumnya, Ternyata Petter yang mengetuk pintu kamar Emily sedari tadi.
"Kenapa lama sekali membuka pintunya? Apa saja yang kamu lakukan di dalam kamar?"
Tanya Petter penuh curiga, matanya mengamati setiap sudut kamar putrinya.
"A-aku habis dari kamar mandi Pah. Jadi gak dengar kalau tadi Papa ketuk pintu"
Dusta Emily, entah untuk yang keberapa kalinya. Sejak berhubungan dengan Edward dirinya memang jadi lebih sering berdusta.
Tentu saja Petter tidak percaya begitu saja pada Emily, dia melangkahkan kakinya mengitari setiap sudut kamar Emily. Memastikan tidak ada orang lain lagi di kamar itu selain mereka.
Jantung Emily kembali berdegup kencang saat Petter melangkahkan Kakinya menuju ke arah balkon.
Cek lek
"Kenapa pintunya tidak di kunci?"
Pertanyaan Petter membuat jantung Emily semakin berdegup kencang. Emily berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar Petter tak curiga.
"E- itu tadi aku merasa bosan jadi ingin menghirup udara segar di balkon" Ucap Emily terbata-bata.
"Lain kali kunci pintunya, takut ada penyusup masuk"
Emily menundukan kepalanya tak mampu menatap mata Petter yang penuh rasa curiga. Tentu saja Emily mengerti siapa penyusup yang di maksud oleh papanya itu.
Cek lek
"Kenapa pintunya tidak di kunci?"
Pertanyaan Petter membuat jantung Emily semakin berdegup kencang. Emily berpikir keras, mencari alasan yang tepat agar Petter tak semakin curiga.
"E- itu tadi aku merasa bosan di dalam kamar, jadi ingin menghirup udara segar di balkon" Ucap Emily terbata-bata.
"Lain kali kunci lagi pintunya, takut ada penyusup masuk"
Emily menundukan kepalanya tak mampu menatap mata Petter yang penuh rasa curiga. Tentu saja Emily mengerti siapa penyusup yang di maksud oleh papanya itu.
Pastinya Edward, siapa lagi coba.
Ngeeek
Pintu balkon itu kini terbuka lebar. Petter berjalan ke arah balkon, mengamati setiap area balkon tanpa terlewat sedikitpun.
Huhf
Emily menghembuskan nafas lega saat Edward sudah tidak ada di balkon kamarnya, entah kemana perginya pria itu sekarang, Emily tak perduli. Yang penting kali ini mereka bisa selamat dari Petter.
cek lek
Petter kembali menutup pintu balkon yang terbuat dari kaca itu, wajahnya nampak datar karna tak menemukan siapapun di balkon kamar Emily.
Setelah memastikan pintunya terkunci, pria paruh baya itu mencabut kunci yang menggantung di pintu balkon kamar Emily dan memasukan ke saku celananya.
Benar-Benar lelaki paruh baya itu, tidak memberikan celah sedikitpun pada Emily untuk bisa melarikan diri.
"Pernikahanmu akan berlangsung minggu depan, sebelum hari itu tiba. Papa tidak akan mengizinkan kamu keluar dari ruangan ini!"
Pesan Petter sebelum Ia keluar dari kamar Emily.
Cek lek
Setelah pintu kamarnya kembali tertutup. Emily menjatuhkan dirinya di lantai, lututnya sudah terasa lemas sedari tadi, namun ia menahan diri agar tidak pingsan.
***
***
Hari pernikahan pun tiba, Emily menanti kedatangan Edward dengan harap-harap cemas. Sejak pertemuan terakhir mereka satu minggu yang lalu, Emily tidak pernah bertemu lagi dengan pria itu.
"Dimana kamu sekarang Kak? Apa kamu akan membiarkan aku menikah dengan orang lain?" Batin Emily.
"Anda adalah pengantin paling cantik yang pernah saya lihat nona"
Puji seorang pelayan yang dari tadi sibuk membantu Emily memakai gaun pengantinnya. Emily hanya senyum terpaksa menanggapi ucapan pelayan tersebut.
"Mari kita turun ke bawah Nona, ini sudah waktunya"
Ajak pelayan itu pada Emily, gadis itu hanya bisa mengangguk pasrah. Namun hatinya tak pernah berhenti memanjatkan doa agar pernikahannya hari ini tidak akan pernah terjadi.
"Wah, lihat itu. Pengantin wanitanya sangat cantik ya"
Ucap seorang tamu undangan dan langsung di benarkan oleh tamu-tamu yang lain.
Semua mata kini tertuju pada Emily yang sedang menuruni anak tangga. Begitupun William yang nampak terpesona melihat kecantikan calon istrinya.
Emily dan William duduk berdampingan di pelaminan, William terus memandangi Emily penuh rasa kagum, sedangkan gadis itu hanya bisa menundukan pandangannya ke bawah.
"Harusnya aku terima tawaran dari kak Edward untuk lari bersamanya waktu itu"
Sedikit sesal terbersit di hati Emily saat ini. Kalau sudah begini mana ada kesempatan untuk dirinya bisa lari.
***
Beberapa waktu berlalu tibalah acara ikrar pernikahan berlangsung. Semua sudah bersiap di posisinya masing-masing, begitupun dengan William dan Emily.
"Tunggu! William kamu tidak boleh menikah dengan wanita lain"
Teriak seorang Wanita dengan lantang.
"Elina?"
Mata William berbinar ketika melihat gadis yang kini sedang berdiri di hadapan mereka.
Semua mata kini tertuju pada Elina, Gadis itu berhasil menjadi pusat perhatian di pernikahan William dan Emily karna sikapnya yang berani.
"Siapa wanita itu?"
"Berani sekali dia mengacau di pernikahan Emily dan William!"
"Apa dia mantan kekasihnya William? Dan dia tak terima William akan menikah dengan wanita lain"
Seperti itulah nada-nada sumbang yang terdengar dari para tamu undangan yang hadir.
"Bagaimana mungkin kamu akan menikah dengan wanita lain? sementara kamu tahu kita saling mencintai dan di takdirkan untuk bersama "
Wanita bernama Elina itu menghamburkan dirinya ke pelukan William. William pun memeluk wanita itu dengan sangat erat.
Elina dan William adalah sepasang kekasih. Mereka terpaksa berpisah karna orang tua William menjodohkan pria itu dengan putri dari sahabatnya yang tidak lain adalah Emily.
Awalnya William menentang keras untuk di jodohkan karna pria itu sangat mencintai Elina, namun karna Elina tiba-tiba pergi dan menghilang. William jadi tidak punya alasan untuk menentang perjodohan itu lagi.
Apalagi setelah melihat gadis yang di jodohkan dengan dirinya adalah Emily, William jadi tertarik dengan perjodohan ini karna gadis yang akan di jodohkan dengannya sangatlah cantik.
"Kamu tidak bisa menikah dengan wanita itu Will. Bukankah kamu sudah berjanji, apapun yang terjadi kamu akan tetap mempertahankan hubungan kita"
Lirih Elina sembari terisak dalam pelukan William.
"Kenapa kamu pergi begitu saja Elina? Aku tidak akan menerima perjodohan ini seandainya kamu tidak pergi"
William menghapus air mata yang membasahi wajah Elina, mencium kening wanita itu dengan sangat dalam.
"Jadi kalian saling mencintai?"
Tanya Emily yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari mereka.
"Maafkan aku Emily, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini, karna aku sangat mencintai Elina"
Ucap William yang kini mulai melepas pelukannya dengan Elina, namun jari jemari mereka masih saling bertaut.
"Tidak apa perjuangkanlah cintamu, sebenarnya aku juga tidak mengharapkan pernikahan ini terjadi"
Bisik Emily di telinga William. Pria itu mengangguk paham sembari melebarkan senyumnya. Matanya kini beralih pada sosok Wanita yang dicintainya.
"Ayo sayang kita pergi!"
Ucap William pada Elina, wanita itupun mengangguk-anggukan kepalanya. Tanpa aba-aba kedua insan manusia yang saling mencintai itu lari meninggalkan area pernikahan.
Orang tua William yang masih terpaku karna tidak percaya dengan kembalinya Elina yang sudah mereka usir beberapa hari yang lalu. Dan mereka semakin di buat kaget dengan larinya putra mereka meninggalkan pernikahannya sendiri.
"William berhenti!"
Teriak Aldo Papanya William, namun terlambat karna William dan kekasihnya sudah pergi mengendrai mobil mewahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!