Pesawat penerbangan telah sampai dengan selamat, koper berukuran sedang berwarna abu-abu gelap berjalan mengikuti langkah kaki seorang lelaki tampan dengan baju jas dan celana dasar berwarna hitam pekat menarik dengan leluasanya.
Sudah bertahun-tahun semenjak ia ingin memulai hidup baru sekarang bisa menginjakkan kaki kembali ke tanah air dengan membawa berbagai kesuksesan di bidang yang ia inginkan selama ini.
Bakat yang terpendam membuat lelaki bernama Azri menyalurkan hobi dan membuat usaha sendiri dari bidang pengalamannya selama ini.
Terlena dan terperdaya oleh mantan kekasih yang diam-diam menyukai saudara kembarnya sendiri membuat Azri ingin mengubur dalam-dalam semua kenangan pahit yang di alaminya.
Usia tidak lagi muda dengan status yang tersebar telah menjadi duda di tambah ia di sebut anak yang merusak nama baik keluarga akibat skandal yang pernah di alaminya.
Azri sedikit mengalami depresi gara-gara kesalahan yang ia perbuat. Ia merasa ketakutan, badannya akan bergetar dengan sendirinya, saat harus berhadapan dengan wanita yang terlalu ingin memilikinya.
Kesalahan di masa lalu membuat pelajaran bagi Azri bahwa semua tindakannya harus benar-benar di pikirkan secara matang-matang sebelum di lakukan.
Akan tetapi tidak bisa di pungkiri masih banyak wanita yang mengantri panjang untuk mendapatkan sesosok Azri lelaki tampan, kaya raya, dan bersifat killer dalam bekerja. Para pekerja sering menyebutnya monster, tapi bagi wanita yang melirik, Azri adalah lelaki idaman para kaum hawa. Skandalnya cepat berlalu akibat daya tarik Azri yang mempesona sejak lama.
Tatapan semua orang tertuju pada Azri, mereka merasa kagum saat melihat laki-laki dengan gaya rambut belah tengah berponi depan membuatnya tampak terlihat lebih awet muda dari usianya saat ini. Tidak ada yang tahu jika Azri adalah orang yang selalu di bicarakan di kalangan masyarakat pada masanya, karena wajah Azri selalu di blur saat di tampilkan.
Akan tetapi semua cerita itu bagaikan gosip belakang dan lenyap begitu saja, semua beranggapan bahwa sesosok Azri tidaklah nyata dan sebagian juga menganggap bahwa cerita Azri hanyalah modus bagi orang-orang yang tidak menyukainya.
Saudara kembaran Azri bernama Adam telah memiliki anak tapi Azri sendiri masih memikirkan perusahaan yang baru ia jalani beberapa tahun kebelakang, kebebasan, kenikmatan dalam bekerja membuat Azri bernafas lega, ia tidak lagi mempunyai rasa takut akan pemilihan pemimpin karena dirinya telah menjadi pemimpin di areanya sendiri.
Keluarga yang selalu sibuk membicarakan agar secepatnya menikah membuat Azri tidak begitu tertarik dan menganggap angin lalu. Perasaannya telah mati di telan bumi, pernikahan tidak ada dalam kamusnya.
Berjalan santai keluar area bandara, langkah kaki Azri berhenti dan membuka kaca mata hitam, tatapan matanya yang tajam melihat iklan produknya sendiri merasa bangga, garis tipis dari sudut bibirnya terlihat jelas usahanya selama ini tidaklah sia-sia.
Saatnya Azri melepaskan diri dari ikatan angkasa earld group dan menerbangkan sayap setinggi-tingginya tanpa bantuan siapapun, itulah cita -cita yang Azri inginkan. Dengan santai ia pulang menaiki taksi tanpa di jemput seseorang, ia hanya ingin melihat dan mengenang masa-masa indahnya itu, termasuk kenangan yang kelam pernah terjadi.
Walau kondisi Aisyah mantan istrinya dahulu yang telah menikahi kembarannya membuat Azri tidak bisa melupakan hal memalukan serta hutang budi telah menyembuhkan penyakit yang selama ini menyerang setiap detik dirinya bernafas.
Mengetahui semua yang di lakukan Adam untuknya, Azri merasa malu di campur sesak di dada, berarti selama itu ia di anggap tidak mampu atau tidak pantas untuk menjadi pengusaha terkenal. Bersaing hanya karena cinta membuat Azri sadar tidak akan ada lagi wanita yang benar-benar menerima dirinya apa adanya, hanya ada uang baru ada cinta walau itu palsu tapi semuanya telah di hapus Azri bahwa tidak akan ada lagi kata perasaan.
Mata yang terlihat sayu melirik keluar jendela, tatapan kosong yang hanya Azri rasakan saat sampai di pertengahan jalan. Supir yang melirik dari kaca spion dalam mobil merasa bingung dengan lamunan panjang penumpangnya itu sampai-sampai ia takut bertanya kemana jalan yang akan mereka tujuh.
Ckittt!
Bugh!
Mobil itu berhenti mengejut membuat kening Azri terbentur ke kaca mobil.
“Ah...”
Azri mengelus keningnya merasa sakit, ia ingin sekali mengumpat sang sopir karena membawa mobil tidak hati-hati sampai-sampai kepalanya sedikit terasa pusing, ingin mengeluarkan suara, Azri di kagetkan dengan sesosok wanita cantik berpakaian stylish membuka pintu mobil secara tiba-tiba dan langsung tanpa permisi duduk di sampingnya.
“Maaf Pak, saya benar-benar terlambat, tolong antarkan saya sebentar.” ucap gadis cantik bernama Safa Serevina sering di panggil Safa itu dengan kondisi yang tergesa-gesa melihat jam tangan dan meletakkan tas di atas pangkal paha serta beberapa paper bag memenuhi lantai mobil.
“Maaf Non, tapi saya harus mengantar penumpang di sebelah anda dulu.” tolak Sopir merasa kurang nyaman dengan keberadaan Safa, bukan dirinya ingin menolak rezeki, tapi menurut peraturan kerja ia tidak bisa membuat kesalahan. “Nona bisa—”
“Enggak masalah bagi saya, antar saja nona ini.” ucap Azri yang tidak mau ambil pusing dengan hal semacam itu, lagian wanita itu terlihat tergesa-gesa, walau begitu Azri sebenarnya kurang nyaman dengan tingkah wanita di sebelahnya dengan cara main masuk tanpa adanya kata permisi.
“Terimakasih.” senyum Safa pada Azri, ia langsung melihat sopir. “Antarkan saya ke toko baju Syamnda.” pintanya untuk di antarkan ketempat sahabatnya itu yang ternyata desainer terkenal.
Penampilan Safa terlihat glamor akibat sahabatnya bernama Nayla menyuruh datang ke perjodohan yang di atur keluarganya.
Azri yang melihat Safa sekilas merasa aneh dengan rupa Safa yang terlihat seperti wanita liar, lebih tepatnya wanita simpanan.
Safa yang sesekali melirik ke Azri merasa kagum, ia tidak bisa berbohong pertama kali melihat Azri ada sinar mentari yang menyilaukan.
Mobil berhenti di depan toko yang baru pertama kali Azri lihat cukup aesthetic dari luar. Logo besar bertulis Syamnda, Azri teringat dengan semua baju yang selalu ibundanya kirimkan. Ternyata toko itu yang sering bundanya banggakan.
“Berapa, Pak?” tanya Safa sambil mengeluarkan dompetnya yang berwarna merah muda.
“Lima puluh ribu, Non.” jawab Sopir dengan sangat senang hari ini ia mendapatkan penumpang dua sekaligus.
“Ini Pak, sekalian bayar laki-laki yang di sebelah saya.” ucap Safa memberikan uang senilai dua ratus ribu rupiah secara cuma-cuma, agar lelaki di sampingnya tidak terlihat ilfil saat melihat tingkah dan penampilannya yang membuatnya juga merasa geli, demi sahabatnya saja ia seperti itu.
Azri langsung melihat ke arah Safa dengan mata yang membulat dan alis melengkung ke atas, ia di bayar oleh wanita yang tidak jelas asal-usulnya. Azri ingin mencegah namun Safa langsung turun dan menutup pintu dengan secepat kilat, ia langsung masuk ke dalam toko yang berlantai tiga.
“Pak kita mau kemana?” tanya Sopir yang bingung kemana lagi mereka akan jalan.
Pertanyaan sopir memecahkan lamunan Azri. “Antarkan saya ke hotel terdekat.” jawabnya dengan membuang nafas yang sedikit sesak di akibat sesosok wanita aneh yang membuatnya merasa terganggu.
Rasanya Azri tidak pernah di bayar oleh wanita sekali pun, baru kali ini ia merasa terbebani dengan bayaran wanita yang tidak ia kenal.
Apa penampilannya saat ini terlihat laki-laki yang kekurangan uang?
Azri melihat kaca mobil yang memantulkan dirinya sambil menilai di mana letak kekurangannya sampai-sampai ada orang yang membayar secara cuma-cuma.
Secepat kilat bagaikan di kejar hantu gentayangan membuat wanita cantik itu berlarian menekan tombol lift agar segera terbuka, namun sayang lift ternyata sudah ada orang yang duluan naik ke lantai atas, tidak mau menunggu lama dan sedang terburu-buru membuatnya terpaksa menaiki tangga ke lantai tiga.
Nafas yang susah di tarik menghentikan langkah kakinya di depan ruangan.
Ceklek!
Hah... Hah... Hah... Nafas safa terdengar sampai ke telinga Nayla saat setelah membukakan pintu.
“Elo kenapa, Saf?” tanya Nayla yang melihat buliran air menetes bercampur warna warni di badan sahabatnya itu. Hiasan wajah Safa sudah tidak berbentuk lagi mirip hantu horor yang baru saja lewat tanpa permisi di aplikasi iklan yang sedang Nayla lihat saat memegang benda pipih di tangannya.
“Gue terlambat ke hotel, waktunya jam kerja.” Safa meletakkan semua barangnya.
“Ini barang dari cowok yang barusan gue temuin, ini buat elo.” Safa bergegas mengambil baju yang tergantung rapih di dinding membawanya ke kamar mandi.
Nayla menghampiri melihat apa saja benda yang di berikan, semua berisi alat make up. “Gue juga banyak buat apa sih? Dasar cowok genit,”
Safa keluar dari dalam kamar mandi.
“Eh, elo sudah kasih jurus 'kan agar tuh cowok pergi?” Nayla ingin tahu tentang laki-laki yang bersama Safa saat kencan buta di selenggarakan.
“Iya iyalah sudah gue bereskan sesuai perjanjian kita.” Safa merapikan rambutnya.
“Terus ini apaan? Elo tahu 'kan itu cowok nggak gampang di buang ke tong sampah.” selidik Nayla yang tidak mau menemui laki-laki yang sedang di jodohkan itu pada dirinya.
Wanita cantik berbadan ramping itu tidak mau menikah kalau bukan pilihannya sendiri. Tapi orang tua yang sering memaksa karena melihat umur Nayla tidak muda lagi.
“Sesuai perjanjian kita, sudah gue sirnakan ke alam sebelah, itu barang bekas mantannya, sayang dibuang jadi di kasih ke elo. Sudah dulu ya gue terlambat nih cerita selanjutnya di episode sebelah.” Safa melambaikan tangannya melaju cepat ke luar.
Wanita yang terlihat glamor itu telah berubah menjadi seorang gadis pada umumnya. Safa yang telah di kontrak di sebuah perusahaan terbesar di kotanya membuat ia terlihat seperti wanita karir, padahal di balik itu semua Safa lakukan karena harus menanggung beban membayar hutang piutang ke dua orang tuanya akibat investasi bodong yang di katakan menjanjikan menghasilkan banyak uang tapi nasib berkata lain mereka hanya di janjikan dengan lilitan hutang seumur hidup. Gaji yang Safa terima sangat kurang untuk membayar hutang.
Hutang yang di pinjam tidak seberapa tapi bunga yang belum sempat dibayar terus berkembang sampai kelopaknya memekar, dan membuat hutang itu kian melambung tinggi.
Sanak keluarga menjauhi tanpa ada yang membantu dan merasa takut ikut terseret dalam ujian yang sedang di arungi keluarga kecil mereka.
Hasil toko masih berputar-putar untuk mengembangkan usaha dan kebutuhan sehari-hari membuat Safa kepikiran dan berusaha mencari solusi. Sepulang kerja ia juga harus mencari tempat agar bisa menghasilkan uang namun sayang, jam yang di inginkan Safa terbentur dengan jam kerjanya.
Pada akhirnya Safa berkerja dengan sahabatnya bernama rey yang memiliki hotel terbaik di sana, sebagai pelayan dengan jam yang bisa di atur oleh Safa.
.
.
.
Sesampai di hotel lelaki tampan itu memesan kamar kelas mahal untuk dirinya tempati beberapa malam sebelum pulang ke apartemen. Azri belum menemui ke dua orangtuanya untuk beberapa saat walau rindu sudah tidak bisa di bendung lagi oleh beberapa kain.
Kaca besar dengan pantulan alam semesta membuat Azri menyadari perubahan ibu kota yang melesat cukup tinggi dalam bidang apapun, “Gue lupa koper ketinggalan.” sadarnya meninggalkan benda berukuran sedang di lobi dekat penitipan barang, akibat buang hajat yang tidak bisa di tampungnya lagi.
Azri tidak melihat ada orang di sana, mungkin ada urusan. Berjalan masuk mengambil barangnya dan meletakkan benda pipih di lapisi plastik bernomor di rak lemari yang tersusun rapih.
“Lo pegawai baru ya?” suara laki-laki mendekati Azri.
Azri tampak kebingungan apa dirinya terlihat seperti pegawai, walau diakui Azri bajunya berwarna senada dengan baju lelaki itu.
“Enggak perlu memasang wajah kaku dan sedatar papan setrikaan juga kali, selow bang kita itu satu tim. Satu time harus bekerja sama dengan penuh semangat.” lelaki itu menjunjung tinggi tangannya ke depan dada serta jari-jari tangan di kepal. “Ekhem, kenalkan gue Clay bukan Celay tapi C.L.A.Y sama pegawai baru yang juga baru masuk hari ini.” Clay mengulurkan tangan tapi tidak di balas Azri yang masih bersikap mematung.
Tanpa perasaan yang tadinya menyelimuti, Clay sendiri menepis dugaannya pada Azri yang tidak begitu menyukainya.
“Ah sudahlah lupakan jabatan tangan, elo sendiri siapa?” Clay bersikap ramah pada teman yang baru dirinya jumpai, walau kurang sedikit sopan Clay yang sedang berbahagia atas diterima bekerja di suatu hotel membuat suasana hatinya tidak terlalu buruk. Pengangguran yang menjeratnya selama ini sampai para gadis menjauh sejauh ujung pulau membuat Clay sadar ini awal kariernya.
Azri ingin menjawab tibanya lelaki datang, “Kalian masih di sini bukannya saya perintahkan ke ruangan para staff untuk pembagian tugas. Malam ini kita akan kedatangan klien dari Paris untuk bekerja sama dengan hotel. Sibuk gosip di sini, baru juga anak magang.” oceh sang atasan dengan sebuah sindiran.
“Bukannya tadi kami di minta tunggu di sini, Pak?” Clay mengeluarkan protesnya.
“Siapa? Hah! Saya atasan kalian walau satu tingkat senior, jangan coba-coba membantah.” sergahnya penuh wibawa.
Azri hanya terdiam tanpa kata-kata, posisinya juga tidak memungkinkan untuk pergi dan mengaku dialah klien yang di tunggu-tunggu. Apalagi ia sedang berdiri di ruang itu.
“I-iya, Pak. Maaf.” Clay tidak bisa membantah lagi, walau sebenarnya ia ingin mengeluarkan isi hatinya yang ingin menang.
Mereka berdua hanya mengikuti langkah kaki lelaki itu keruangan staff.
Mereka berbaris dan di berikan baju ganti, “Ganti baju kalian sekarang, dan bekerja sesuai yang tertulis di papan.” lelaki itu menunjuk benda segi empat di dinding.
“Ayo.” Clay mengajak Azri mengganti baju di ruangan lainnya.
Rasa kesal memuncak tapi tidak bisa di luapkan Azri terpaksa mengganti bajunya mengikuti arahan.
Badan atletis yang dimiliki Azri membuat Clay juga menunjukkan pada teman seperjuangannya itu bahwa dirinya tidak kalah saingan. “Elo masih di bawah gue.” dengan gagah Clay menunjukkan ototnya sambil menggunakan baju pelayan yang sangat pas dengan dirinya.
Azri masih diam dan santai saja mengganti bajunya.
Prang!
Mereka di kejutkan dengan suara pecahan benda dari luar ruangan yang sebelahan dengan dapur.
“Bisa nggak sih elo tuh hati-hati, Tut.” suara ocehan wanita menambah ramainya alam semesta.
“Sa-say—”
“Sini saya bantu.” Clay tanpa alasan membantu sesama pegawai.
Azri merasa sedikit menyukai sesosok lelaki yang membawanya ke sini.
“Elo jangan diam aja, bantuin.” Clay menarik tangan Azri untuk berjongkok memungut pecahan piring dan gelas yang berserakan.
“Gara-gara kalian pasti gue yang kena imbasnya.” teriak wanita itu yang sedari tadi sibuk hanya merapikan bajunya saja.
“Anda jangan sekedar ngomong, lebih baik membantu membereskan semua ini.” akhirnya Azri membuka suara sambil memungut benda yang berserakan di lantai.
“Eh elo nggak usah ikut campur ya, walau pun wajah elo nggak asing di mata gue juga terlihat sangat menarik dan menggoda, tapi ingat! Gara-gara kalian gue jadi begini.” masih-nya wanita itu ingin menang.
“Wanita aneh.” bisik batin Azri.
“Ada apa ini?” teriak seorang laki-laki yang terlihat lebih berpangkat tinggi.
Wanita yang terus mengomel itu berlega lenggok mendekati lelaki tua dengan tersenyum manis menarik agar tidak terbawa arus. “Ini semua kesalahan saya Pak, gara-gara anak magang itu semua piring yang sejumlah satu rak habis jatuh ke lantai sehabis di cuci.” ia memasang wajah memelas dan terlihat sangat sedih.
Azri merasa sangat kesal dengan wanita satu ini, menyalahkan diri sendiri tapi menjatuhkan orang lain.
“Kalian semua di pecat, dan ganti rugi semuanya.” lelaki tua itu menunjuk Azri, Tuti, dan Clay.
Wajah Clay langsung menyuram sesuram malam yang sepi, baru saja ia mendapatkan pekerjaan, tapi sudah di pecat sebelum mendapatkan gaji, di tambah harus membayar ganti rugi yang sama sekali tidak ia lakukan. Masa depannya kembali tidak terlihat ada kebahagiaan.
Wanita berkulit sawo matang dengan kaca mata kebesarannya tidak bisa berkutik lagi saat ia di jadikan atasannya sebagai kambing hitam.
Wanita yang memang terus memarahinya sepanjang hari itu juga membawa karyawan magang yang baru saja masuk hari ini untuk ikut serta di kuliti. Tuti tidak habis pikir dimana letak kesalahannya selama kerja dua pekan itu, menurut kabar burung ia di anggap lebih cantik dari atasannya membuat sang atasan iri dengan sanjungan semua orang, mungkin dengan cara inilah ia di singkirkan.
Masih-nya memungut benda putih yang mengeluarkan suara dentingan membuat ia hampir mengeluarkan cairan yang sudah membendung di bagian kelopak matanya.
“Berapa yang harus kami bayar?” Azri langsung mengeluarkan benda pipih dari dalam saku celananya.
“Syuuut! Elo kayak kebanyakan duit aja. Kita tinggal minta maaf siapa tahu kelar semua masalah.” Clay berbisik memberikan masukkan agar semuanya tidak harus di selesaikan dengan uang. Apalagi posisi mereka tidak bersalah.
“Panggil pak Mahfud sekarang, kita harus menghitung semua barang yang telah hancur ini.” perintah lelaki yang terlihat cukup tua seperti memasuki usia senja, ia memberikan perintah pada si wanita yang terus-menerus menarik perhatiannya.
“Baru usia seumur jagung sudah sok-sok 'an.” sindiran halus melihat wajah anak magang di hadapannya yang masih sangat mudah.
Padahal usia lelaki itu hampir setara dengan Azri, entah hukum alam apa yang membuat perbedaan di antara mereka memperlihatkan sangat jauh sejauh planet bumi dan planet pluto.
“Tunggu! Sekalian panggilkan pemilik hotel ini.” cegah Azri pada si wanita dengan sombongnya.
Semua di sana merasa geli dengan perbuatan Azri, kecuali Clay dan Tuti yang masih duduk memunguti benda di lantai. Mereka berdua juga tidak bisa menolong jika Azri terkena dampak dari perbuatannya itu, hal ini saja sudah menjadi beban bagi hidup mereka.
“Sudahlah jangan cari masalah dan memperpanjang tali jembatan. Jika mau lari kalian sudah tidak bisa.” ucap pegawai lainnya dengan sombong terlihat tidak menyukai anak magang yang baru saja tiba.
“Logatnya aja sombong paling panggil emak di rumah.” sindir yang lain sambil tertawa mengejek.
“Lo juga gitu 'kan?” sindir teman satunya menyenggol yang berbicara tadi.
“Tapi gue sudah di kontrak cuy, beda haluan kita.” sombongnya dengan menatap Azri dengan wajah sinis.
Dan beberapa cibiran lainnya yang harus di terima oleh Azri.
“Jangan perpanjang waktu, panggil pak Mahmud mereka harus mempertanggung jawabkan.” sambung lelaki yang berstatus manager itu.
“Saya mau anda datang ke kitchen hotel sekarang juga, sebelum tempat ini saya obrak abrik sekalian.” ancam Azri melalui pesan singkat yang ia kirim.
Centang biru langsung saja terbuka, “Baik, Mr.” balasan orang lain di seberang sana.
Senyum sinis Azri melirik semua orang yang sedang meremehkannya.
“Lo jangan buat gue stroke, brother.” bisik Clay kembali dengan berdiri sebentar di samping kanan Azri.
Clay yang sangat ketakutan setengah hidup akibat ulah Azri. Sesama dari garis keturunan bawahan ia tidak mau teman yang baru beberapa jam di kenalnya itu merusak masa depan.
“Tinggal masuk ke R.S.J selesai.” balas Azri berbisik dengan singkatan.
“Elo kira gue gila.” geram Clay dengan kembali berjongkok memungut pecahan piring.
“Eh... Kalian berdua malahan bisik-bisik tetangga, bereskan ini semua setelah itu ke ruang HRD.” ucap kembali sang manager.
Derap langkah kaki segerombolan anak manusia memasuki ruangan secara cepat, lelaki tampan menggunakan baju setelan berwarna merah hati itu telah hadir.
“Mr. Azri.” Rey mendekati klien yang ternyata sudah hadir terlebih dulu sebelum jadwal kedatangannya tiba.
“Kenapa anda bisa seperti ini dan,” matanya melihat semua pegawai serta pecahan piring di bawah kaki, apalagi penampilan Azri sudah berubah layaknya pegawai hotel.
Gejolak asap mulai memenuhi isi ruangan, saat wajah-wajah yang terpasang tidak satu pun bersuara. Rey benar-benar malu dengan kejadian saat ini. Tadinya kliennya itu akan di sambut secara prosedur yang telah di siapkan supaya kerja sama mereka bersatu sesuai rencana, apalagi kliennya ini susah untuk di temui, akan tetapi melihat suasana begini sepertinya akan pupus seketika seperti tali yang lepas, walau sudah di ikat beberapa tahun lamanya.
“Selesaikan semuanya.” Azri melangkah pelan meninggalkan makhluk yang menatapnya dengan rasa ketakutan, dimana remahan yang mereka jatuhkan tadi, apakah sudah dimakan sampai bersih.
“Menjijikkan.” kesal Azri dengan wajah topeng yang mereka gunakan.
“Maaf Pak, tapi ini semua akibat dua orang itu.” lelaki bertubuh donat melemparkan tunjuknya ke arah Clay dan Tuti.
“Maaf, Pak.” Clay merasa ketakutan melihat sang direktur yang langsung hadir di hadapannya.
Liriknya sebentar ke arah Azri yang tibanya berhenti berjalan dan kembali mendekatinya.
“Berdirilah kalian berdua, ikuti gue sekarang.” perintah Azri melihat Clay dan Tuti.
“Tapi saya—”
“Ikut atau urus sendiri masalah kalian.” Azri memotong ucapan Tuti penuh penekanan.
Tanpa tawar menawar lagi ini kesempatan bagi Tuti dan Clay kabur bersama orang yang memberikan kesempatan ke dua untuk hidup.
Clay tidak menyangka bahwa lelaki yang di ajaknya berbicara di balas diam saja itu, serta beranggapan pegawai baru magang seperti dirinya, ternyata bos besar. Mimpi buruk yang di arunginya tadi sekejap berubah menjadi mimpi indah.
“Temui saya di kantor pusat besok pagi, Az. Food.” Azri memberikan arahan sebelum ia meninggalkan sepasang makhluk yang baru saja hidup ke dunia nyata.
Clay dan Tuti melihat satu sama lain dan saling berpandangan sambil mengucap Az. Food tanpa suara, mereka juga melompat kegirangan di belakang Azri. Kesedihan yang mereka rasakan rasanya langsung buyar kemana-mana.
Siapa sangka perusahaan makanan terbesar di kota yang tidak mudah di masuki itu langsung memanggil mereka tanpa seleksi apapun. Apakah ini yang di sebut takdir yang memanggil? Mereka berdua yang tidak saling kenal itu terasa seperti teman yang bertemu sejak lama. Padahal nama masing-masing saja belum mereka ketahui. Sempat-sempatnya juga mereka menari bersama.
“Etss, sebentar!” Azri terpikirkan sesuatu sambil mengehentikan jalannya untuk melihat ke arah dua makhluk di belakangnya itu, siapa sangka Azri malah melihat dua makhluk itu bergoyang seperti kerasukan jin ifrit
Secepat kilat setelah Clay dan Tuti sadar sudah di lihat secara diam-diam oleh bos barunya mereka langsung salah tingkah.
Azri berpikir sepertinya ia salah membawa dua makhluk bernyawa ini.
“Maaf Pak itu tadi bentuk kesenangan semata saja.” Clay membenarkan aksi mereka.
“Terserah, sekarang elo kelelawar ikut gue.” Azri menunjuk Clay. “Dan elo,” Azri menunjuk wanita di samping Clay tanpa tahu namanya bingung ingin memanggilnya dengan sebutan apa.
“Saya Tuti, Pak.” dengan anggun Tuti langsung memperkenalkan dirinya.
Clay merasa tercengang dengan perubahan wanita di sampingnya itu, padahal ia melihat wanita itu tadi seperti kucing, tapi entah mengapa wanita itu langsung berubah menjadi marmut.
“Iya Tuti, elo pulang sekarang, besok temuin saya di kantor. Ingat! Az. Food.” Azri mengingatkan wanita itu dengan bangganya menyebut perusahaannya itu dengan lantang.
Clay merasa sangat senang walau dirinya di panggil kelelawar mungkin bos barunya itu menjulukinya sebagai teman dekat. Ia tidak henti-hentinya tersenyum manis melebarkan sudut bibirnya dengan hidung yang di kembang kempiskan. Ternyata salah satu temannya adalah orang yang hebat, walau sebenarnya teman lainnya juga hebat yang selalu setia menunggu di kandang dekat rumahnya.
“Baik, Pak.” jawab Tuti sambil menyenggol lengan Clay untuk ikut membalas perkataan bos barunya.
Namun Clay hanya diam dan mengikuti langkah kaki bos barunya itu dengan kembali sedikit menari balet di belakang Azri.
“Enggak waras kayaknya.” Tuti melihat tingkah Clay yang lebih aneh dari makhluk hidup apapun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!