Hari pertama Ruslan pasca wisuda
Ruslan sibuk mengirim beberapa file lamaran ke beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan yang dia kirim melalui email.
"Semoga aja ada satu yang kecantol, kerjaan apa aja, gue ambil deh, yang penting kerjaannya itu halal dan bisa punya penghasilan, buat bantuin nyokap" pikir Ruslan.
"Wihh.... Bro, lagi ngapain lu, serius banget kayaknya di depan laptop" salah satu teman Ruslan, masuk ke kamarnya.
"Eh... Lu, Tor, tumben jam segini main kesini, biasa juga agak sorean baru nongol batang hidung lu" kata Ruslan yang masih berkutat dengan laptopnya.
"Boring gue dirumah, bro, jadi gue kesini aja, ngerecokin lu, hahaha...." Jawab Tora sambil tertawa.
"Eh... Itu lu lagi ngapain sih, serius banget gue liat, lagi stalking sosmed? Atau main game online?" Tora mencecar Ruslan dengan pertanyaan.
"Gak, Tor, gue barusan abis apply ke beberapa perusahaan yang buka lowongan pekerjaan, gue kirim aja deh, siapa tahu ada yang nyantol kan" jawab Ruslan.
"Yaelah santai aja kali, bro, baru juga kemarin kita wisuda, masa udah sibuk aja nyari kerja, refresh pikiran dulu lah, main game kek atau nongki di cafe gitu, hidup harus dibawa santai, bro" kata Tora.
"Lu mah enak, bokap lu kerja di pertambangan, gajinya gede, jadi, biar lu gak kerja sekalipun, uang jajan lu lebih dari kata cukup, lah gue apaan, bokap gue udah meninggal setahun yang lalu, nyokap gue cuma buka warung kecil-kecilan dan pendapatan gak menentu, kadang rame kadang juga sepi, mau makan apa gue sama nyokap kalau gue gak kerja dan gak mungkin cuma andalkan warung nyokap, makanya gue gak bisa nyantai kayak Lu, Tor, harus gerak cepat gue" jawab Ruslan dengan raut wajah serius.
"Bukan cuma itu aja, Tor, ini juga demi masa depan gue, suatu saat nanti kan, gue bakal nikah dan jadi kepala keluarga, jadi gue harus persiapkan dari sekarang, biar nanti saat hidup gue udah mapan dan ketemu perempuan yang tepat untuk jadi istri gue, gue bisa bahagiakan dia dan mencukupi kebutuhan hidup dia" lanjut Ruslan.
"Yaelah si Ruslan, lagaknya kayak motivator aja gue liat-liat, hehehe...." Ledek Tora.
"Yee... Malah ngeledek ni anak" Ruslan menoyor kepala Tora.
"Eh, gue kesini tuh mau refresh pikiran, terus gue juga lagi boring dirumah, bukan mau dengerin lu ngoceh soal masa depan, soal pekerjaan, nyantai bentar aja dulu, bro" keluh Tora.
"Ya udah, karena gue juga udah kelar ngirim lamaran kerja gue ke beberapa perusahaan, sekarang kita main PS5 aja, mumpung gue masih free, besok-besok siapa tahu gue udah diterima kerja di salah satu perusahaan yang tadi gue kirimi lamaran" Ruslan beranjak dan segera memasang PS5 miliknya itu.
Mereka berdua pun mengabiskan waktu dengan bermain game. Memainkan beberapa game, mulai dari game bola, motoGP dan lain sebagainya, sampai-sampai mereka lupa waktu. Tanpa sadar mereka sudah bermain lebih dari dua jam. Baik Tora maupun Ruslan sudah merasa lelah dan Ruslan pun mematikan gamenya, lalu merebahkan tubuhnya diatas kasur miliknya.
"Eh... Bro, cari makan diluar yuk" ajak Tora.
"Terus nyokap gue gimana, pasti nyokap gue belum makan juga, apalagi seharian ini jaga warung kan, masa iya gue makan diluar sementara nyokap gue kelaparan dirumah" kata Ruslan.
"Gini deh, gimana kalau kita beli makanannya aja, terus kita makan bareng disini, di rumah lu, sama nyokap lu juga" Tora memberi usul.
"Nah... Kalau itu gue setuju, okey, let's go!!" Seru Ruslan bersemangat.
Mereka berdua pun bergegas keluar dari kamar Ruslan. Sebelumnya mereka berpamitan pada ibunya Ruslan yang tengah duduk santai di warungnya sambil menunggu pembeli yang datang. Ruslan mengatakan kalau dirinya dan Tora mau keluar membeli makanan dan Ruslan meminta agar ibunya tidak perlu memasak untuk makan siang, karena Tora yang akan membeli makanan untuk makan siang hari ini.
Mobil Tora membelah jalanan yang cukup padat siang itu. Tora berniat membeli makanan Padang di restoran Padang favoritnya. Sambil mengemudi, Tora memikirkan perkataan Ruslan tadi sewaktu dirumahnya mengenai pekerjaan dan juga masa depan. Tora merasa kalau ucapan sahabat karibnya itu benar adanya. Meskipun Tora berasal dari keluarga yang kaya, namun, Tora tidak mungkin terus menerus bergantung pada kedua orang tuanya. Suatu saat nanti dia juga akan jadi kepala keluarga, yang harus bertanggung jawab menafkahi anak istrinya kelak.
"Woy, Tor! Ngelamun lu!" Ruslan mengagetkan Tora yang sedari tadi hanya diam saja.
"Eh! Apa sih! Ngagetin orang aja!" Tora mengelus dadanya karena dikagetkan oleh Ruslan.
"Lagian lu, nyetir sambil melamun, bahaya! Ngelamun apa sih, lu, sok banyak pikiran, kayak orang kantoran aja lu" Ruslan sedikit meledek Tora.
"Yee... Somplak! Bukannya gitu, cuma gue kepikiran aja sama omongan lu tadi pas di rumah lu" kata Tora yang kini terlihat serius.
"Yang lu bilang itu benar, kita harus mikirin dari sekarang soal masa depan dan sudah gue putuskan kalau gue akan melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan" Tora bertekad.
"Wuih.... Sohib gue ini udah mulai kebuka pikirannya, bagus tuh, Tor, gue salut sama lu" Ruslan mengacungkan jempol.
"Ntar, gue kasi tahu beberapa perusahaan yang buka lowongan pekerjaan" lanjut Ruslan.
"Thanks bro!" Jawab Tora singkat.
Sekitar 15 menit kemudian, mereka berdua pun sampai di sebuah rumah makan dan memesan makanan untuk mereka berdua dan juga untuk ibu Ruslan dan dimakan bersama-sama dirumah Ruslan. Setelah selesai, Tora dan Ruslan bergegas kembali kerumah.
Sesampainya dirumah, ibu Ruslan yang sudah menunggu mereka, makan bersama-sama di meja makan, menikmati makanan yang tadi dibeli oleh Tora.
"Nak Tora, gak perlu repot-repot kayak gini, Tante jadi tidak enak" kata ibu Ruslan.
"Santai aja, Tante, lagian aku juga udah anggap Tante dan Ruslan itu kayak keluargaku, jadi, Tante gak perlu merasa tidak enak atau apa yah" jawab Tora sambil meneruskan makannya lagi. Ibu Ruslan hanya tersenyum dan melanjutkan makannya. Dia merasa senang anaknya bersahabat dengan orang seperti Tora. Meskipun dari keluarga yang berada, namun, Tora tetap mau bersahabat dengan Ruslan, tanpa memandang status sosial Ruslan.
"Ruslan benar-benar beruntung punya sahabat seperti Tora, udah ganteng, baik hati dan mau menerima keadaan Ruslan apa adanya, ibu berharap persahabatan kamu dan Tora terus langgeng sampai tua nanti" gumam ibunya dalam hati.
Setelah selesai makan, ibunya Ruslan membereskan bekas piring makannya dan juga piring makan Ruslan juga Tora. Sedangkan Ruslan dan Tora beranjak ke kamar, karena Tora ingin meminjam laptop miliknya untuk dipakai mengirimkan lamaran pekerjaan.
Bersambung
Seperti janjinya dengan Tora, Ruslan memberitahu Tora beberapa perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan.
"Nah... Tor, lu bisa apply ke beberapa perusahaan ini nih, tadi juga gue apply kesitu" kata Ruslan.
"Kalau gitu, gue juga apply deh, siapa tahu ada yang kecantol kan satu, ya gak, Lan!" Harap Tora.
"Amiin....!" Ruslan mengaminkan ucapan sahabatnya itu. Tora pun nampak serius membuat surat lamaran kerja dengan menggunakan laptop milik Ruslan. Berkat Ruslan, Tora jadi sadar kalau dia juga harus punya penghasilan sendiri demi untuk masa depannya yang cerah nantinya dan tidak bisa hanya dengan mengandalkan kekayaan orang tuanya. Selain itu, dia kelak akan menjadi kepala keluarga dan sangat tidak mungkin kalau Tora harus meminta terus menerus pada orang tuanya, yang menandakan dirinya tidak bisa hidup mandiri nantinya.
Selama hampir 30 menit, Tora pun selesai mengirimkan lamarannya ke beberapa perusahaan yang direkomendasikan oleh Ruslan.
"Udah nih, Lan, thanks yah, bro" kata Tora.
"Santai aja, Tor" jawab Ruslan singkat.
"Oh iya, Lan, sambil nunggu panggilan kerja, lu mau ngapain buat nyambung hidup lu sama nyokap?" Tanya Tora yang kini tampak serius.
"Itu juga yang gue bingung, Tor, gue sih niatnya mau nyari kerjaan apa gitu sambil nunggu panggilan gue, apa aja deh yang penting bisa buat penyambung hidup gue dan nyokap gue" kata Ruslan.
"Gini, Lan, ini sih cuma ngasi tahu aja, kemarin gue lihat ada rumah yang sedang dibangun gitu, kalau gue liat progres pembangunannya belum nyampe 20 persen, mungkin baru sekitar 3 atau 4 hari yang lalu tanah itu dibangun" terang Tora.
"Jadi kuli bangunan gitu maksud lu? Gue mau, Tor, lumayan banget tuh" Ruslan tampak tertarik dengan apa yang diucapkan oleh Tora.
"Dimana emang tempatnya, Tor?" Tanya Ruslan.
"Di blok belakang, di kompleks perumahan gue, rumah gue kan di blok C, yang lagi dibangun itu yang di blok L" jawab Tora.
"Lu coba aja besok kesono, siapa tahu butuh tenaga gitu" Tora memberikan saran.
"Iya deh, besok gue coba, btw, thanks loh, Tor, udah ngasi informasinya ke gue" Ruslan tampak senang. Tora hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Keesokan paginya, Ruslan bangun lebih awal seperti biasanya saat dia mau berangkat kuliah dulu. Sesuai dengan saran Tora kemarin, Ruslan pun ingin ke kompleks perumahan Tora yang terletak di blok belakang, yang cukup jauh dari rumah Tora.
"Bu, Ruslan pamit yah, mau ngelamar kerja, kemarin Tora ngasi tau kalau ada yang bangun rumah, siapa tahu aja disitu butuh tenaga bantuan, kan lumayan bayarannya, sambil nunggu panggilan kerja dari perusahaan yang Ruslan kirimi lamaran itu" terang Ruslan sembari menyantap sarapan yang disiapkan oleh ibunya.
"Kalau emang seperti itu, ibu hanya bisa doakan yang terbaik untuk kamu, nak" kata ibunya.
Selesai sarapan Ruslan bergegas menuju tempat tersebut dengan menggunakan motor andalannya, yang selama dia kuliah motor inilah yang dia gunakan ke kampus.
Hanya butuh waktu kurang dari setengah jam, Ruslan pun sudah memasuki area kompleks perumahan tersebut.
"Maaf, dek, mau kemana?" Tanya salah satu satpam yang bertugas di pintu masuk perumahan.
"Ini, pak, saya mau ke blok L, rumah yang lagi dibangun itu" kata Ruslan.
"Blok L? Nomer berapa?" Tanyanya lagi.
"Kalau nomernya sih saya gak tahu, pak, soalnya kemarin teman saya yang ngasi tahu kalau ada rumah yang lagi dibangun, tujuannya saya mau coba ngelamar kerja disitu, siapa tahu butuh tenaga tambahan gitu" Ruslan menjelaskannya. Satpam tersebut nampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya dia pun mengizinkan Ruslan untuk masuk.
"Nanti kamu lurus aja ke dalam, nanti ketemu perempatan belok kanan, terus belok kiri, lalu kanan lagi, disitulah blok L, kamu tinggal nyari aja rumah yang lagi dibangun itu, keliatan kok" satpam itu mengarahkan jalan pada Ruslan.
Ruslan mengucapkan terima kasih pada satpam tersebut dan masuk ke area perumahan itu, menuju ke blok yang dimaksud, sesuai dengan arahan dari satpam itu.
Tak sampai 5 menit, motor yang dikendarai Ruslan berhenti di sebuah bangunan yang baru berupa pondasi.
"Benar kata Tora dan kemungkinannya ini memakan waktu hampir sebulan kayaknya" batin Ruslan menerka-nerka. Ruslan berjalan menghampiri seseorang yang tengah berdiri mengawasi beberapa orang yang sibuk bekerja dan Ruslan pikir bahwa dia pasti adalah bos dari orang-orang yang bekerja itu.
"Permisi, pak" kata Ruslan dengan sopan.
"Iya, ada apa yah?" Tanyanya saat membalikkan badannya.
"Apa disini butuh tenaga tambahan? Kalau misalkan masih butuh, saya mau kerja, bantu-bantu disini" Ruslan menawarkan diri. Pria itu memandangi Ruslan sambil berpikir sebelum memberikan jawaban.
"Memang kamu mau kerja disini?" Tanyanya.
"Mau banget, pak, soalnya saya lagi butuh banget kerjaan ini, untuk biaya hidup sehari-hari, pak" jawab Ruslan apa adanya.
"Baiklah kalau memang seperti itu, saya terima kamu untuk kerja disini dan kamu bisa langsung kerja" pria itu pun memutuskan untuk mempekerjakan Ruslan.
"Alhamdulillah! Terima kasih banyak, pak" Ruslan berucap syukur. Ruslan pun langsung mulai bekerja dan membantu yang lainnya.
Pria itu tampak tersenyum, sekaligus merasa senang karena dia mendapatkan tambahan tenaga, yang setidaknya bisa semakin meringankan pekerjaan para pekerjanya dan membuat pembangunan rumah itu akan lebih cepat selesai.
Saat pria itu tengah mengawasi para pekerja, datang seorang gadis muda dan menghampiri bangunan yang sedang dibangun itu. Pria itu melihatnya dan sudah mengenalinya.
"Selamat pagi, pak" sapanya.
"Selamat pagi, nona Rianti!" Sapa balik pria itu dengan sopan.
"Gimana, pak? Apa ada kendala?" Tanya Rianti.
"Sejauh ini tidak ada, nona. Oh iya, maaf, kalau saya lancang, ini kok tumben nona Rianti kesini, biasa tuan Adrian yang kesini" pria yang bertugas sebagai kepala tukang itu terlihat heran.
"Iya, pak, soalnya pagi ini papi ada meeting dengan klien, jadinya saya yang disuruh kesini buat mantau pembangunan rumah ini" jelas Rianti.
"Oh iya, nona, saya baru saja rekrut satu anggota tambahan lagi, dengan tujuan agar pembangunan rumah nona ini bisa lebih cepat lagi selesainya" katanya.
"Dan lagipula, saya juga merasa kasian dengan dia, karena dia butuh banget pekerjaan ini untuk biaya hidup sehari-harinya dengan ibunya, terus kalau saya liat dari perawakannya sepertinya usianya sama dengan nona Rianti" lanjutnya.
"Tidak masalah, selama semuanya berjalan sesuai dengan yang diinginkan, gak masalah bagi saya" Rianti merasa tidak keberatan dengan hal tersebut.
"Ya sudah kalau begitu, saya pamit kedalam dulu, mau kontrol anggota saya" pria itu berpamitan pada Rianti. Rianti mengangguk.
"Katanya anggota baru itu usianya sama dengan gue? Jadi penasaran gue, siapa sih orangnya?" Rianti bertanya dalam hati.
Rianti memutuskan untuk berkeliling di sekitar bangunan itu dan melihat para pekerja yang sedang serius dengan kerjaan masing-masing. Sesekali para pekerja yang Rianti lewati menoleh sambil mengangguk hormat. Rianti membalas dengan anggukan kepala sambil tersenyum.
Mata Rianti terbelalak, melihat seseorang yang mendorong gerobak berisi satu sak semen dan berjalan kearahnya.
"Ruslan!"
"Rianti!"
Rianti maupun Ruslan sama-sama terkejut dan tidak menyangka kalau mereka berdua akan bertemu di tempat itu.
"Lu ngapain disini?" Tanya Rianti.
"Gue kerja disini, Ti, trus lu sendiri ngapain disini?" Ruslan menjelaskan, lalu membalikkan pertanyaan.
"Yang dibangun ini tuh, rumah yang bakal gue tinggalin nanti" jawab Rianti seadanya.
"Woi! Cepetan bawa sini semennya!" Teriak salah satu tukang.
"Eh... Ti, nanti dulu ngobrolnya yah, gue udah ditungguin tuh sama tukang yang disana" Ruslan pun berlalu dan mendorong gerobaknya kembali.
"Jadi, Ruslan ternyata yang dibilang anggota barunya pak Maman itu yah? Tapi, kok Ruslan malah kerja ginian sih, dia kan sarjana, masa iya kerjanya jadi kuli bangunan, sayang aja sama ijazahnya dia" batin Rianti.
Bersambung
Rianti berniat untuk bertanya pada Ruslan, mengapa dia sampai kerja disini dan bukan mencari pekerjaan yang sesuai dengan ijazah yang dimilikinya. Namun, Rianti akan bertanya padanya saat istirahat makan siang nanti.
Rianti beranjak dari situ dan tidak ingin mengganggu para tukang yang sedang bekerja. Rianti melihat jam ditangannya menunjukkan pukul 11.20, yang menandakan sebentar lagi jam makan siang. Rianti segera memesan makanan untuk semua yang bekerja disitu dan juga untuk dirinya sendiri. Sebelumnya, Rianti bertanya pada Maman yang bertugas sebagai kepala tukang untuk menanyakan jumlah anggotanya. Setelah itu Rianti pun memesan makanan sesuai dengan jumlah para tukang beserta Maman dan dirinya sendiri, melalui aplikasi pesan antar makanan.
"Oke, beres deh, tinggal nunggu makanannya datang" gumam Rianti.
Sementara itu, Ruslan, tidak menyangka kalau rumah yang sedang dibangun ini adalah rumah yang nantinya akan ditinggali oleh Rianti.
"Gokil nih si Rianti, ternyata rumah yang dibangun ini, bakal jadi rumahnya dia, wajar aja sih, secara orang tuanya Rianti tajir melintir, jadi, gak masalah lah untuk bangun rumah kayak gini" batin Ruslan.
"Lan, tolong kamu ambil tuh campuran disana" pinta salah satu tukang. Namun, Ruslan yang sedang melamun, tidak mendengarkan permintaan orang dibelakangnya.
"Woy Ruslan! Dengar gak sih!" Teriaknya. Seketika lamunan Ruslan buyar dan langsung menoleh ke belakang.
"Eh... Ada apa yah?" Tanya Ruslan.
"Tadi aku bilang, tolong ambilkan campuran disebelah sana itu" katanya mengulangi permintaannya tadi.
"Oh... Oke" Ruslan pun segera beranjak dan membawa campuran yang dimintanya itu.
"Kalau kerja itu jangan melamun gitu, nanti kalau pak Maman liat, bisa dipecat loh, apalagi ini kan hari pertama kamu kerja" katanya mengingatkan, saat Ruslan membawakan campuran yang dimintanya.
"Iya, bang, saya minta maaf, gak lagi deh kerja sambil melamun gitu" kata Ruslan berjanji.
Waktu menunjukkan pukul 12:00. Waktunya bagi para tukang untuk istirahat makan siang.
"Nih... Silahkan kalian ambil satu persatu makanannya yah" Rianti menyodorkan kantongan besar berisi nasi kotak untuk masing-masing tukang.
"Lan, lu ikut gue kesana yah, ada yang pengen gue omongin, sekalian kita makan siang" kata Rianti saat Ruslan mengambil jatah makan siangnya. Ruslan hanya mengangguk saja. Para tukang yang ada disitu, bertanya-tanya mengapa Ruslan bisa akrab dengan pemilik dari rumah yang sedang dibangun itu.
Rianti dan Ruslan duduk agak jauh dari para tukang tadi.
"Mau tanya apa, Ti?" Tanya Ruslan, sesaat mereka berdua duduk.
"Kok bisa sih, lu kerja bangunan gini, kan lu sarjana dan bisa pake ijazah lu untuk cari pekerjaan yang jauh lebih baik dari ini" kata Rianti tanpa basa-basi.
"Sayang loh ijazah sarjana lu gak kepake" lanjut Rianti.
"Yah... Mau gimana lagi, Ti, nyari kerjaan susah. Aku udah apply ke beberapa perusahaan kok dan sambil nunggu panggilan, gue kerja ini dulu aja, lumayan buat biaya hidup gue sama nyokap, kasian nyokap nyari uang sendiri dengan jualan dirumah, itupun juga masih belum menutupi semua kebutuhan dirumah, belum lagi bayar kontrakan, listrik, mana warung nyokap gue juga kecil dan penghasilannya gak seberapa" Ruslan bercerita apa adanya.
Mendengar cerita dari Ruslan, membuat hati Rianti terenyuh. Dia tidak menyangka kalau beban hidup Ruslan akan seberat itu. Sudah berapa kali Rianti menawarkan bantuan pada Ruslan, tapi, Ruslan selalu menolaknya dengan alasan tidak ingin merepotkan Rianti atau semacamnya, yang membuat Rianti tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak ingin memaksa Ruslan menerima bantuannya itu.
"Gimana, kalau lu kerja di kantor bokap gue? Gue dengar di kantor bokap lagi buka lowongan untuk beberapa posisi, lu coba aja ngelamar disitu, nanti gue bilang ke bokap deh kalau lu benar-benar butuh kerjaan untuk biaya hidup" Rianti menawarkan bantuan lagi, entah sudah yang ke berapa kalinya.
"Please, Lan, kali ini lu mau yah terima bantuan gue, gue nolong lu ikhlas dan tidak mengharapkan balasan apapun dari lu, lu mau nerima bantuan gue aja, gue udah senang banget" pinta Rianti.
"Gue ngelakuin ini biar bisa lihat lu sukses nantinya melalui jalan lu bekerja di kantor bokap gue, menimba ilmu sebanyak mungkin disana" lanjut Rianti.
Cukup lama Ruslan terdiam dan memikirkan langkah apa yang sebaiknya dia ambil. Apakah menerima bantuan Rianti atau kembali mencari alasan untuk menolak sekali lagi bantuan yang ditawarkan oleh Rianti yang tidak datang dua kali padanya.
"Gimana, Lan, lu mau kan terima tawaran gue ini?" Tanya Rianti pada Ruslan yang cukup lama terdiam. Belum sempat Ruslan menjawab, Maman yang bertugas sebagai kepala tukang, datang menghampiri Ruslan yang tengah mengobrol dengan Rianti.
"Maaf, nona, tapi, sepertinya Ruslan harus kembali bekerja, karena jam istirahat sudah selesai" katanya.
"Oh... Iya, pak, saya akan segera kembali bekerja" Ruslan bangkit dari duduknya.
"Ti, nanti kita lanjut obrolan kita lagi yah, gue balik kerja lagi" Ruslan berpamitan dan meninggalkan Rianti yang sekarang ditemani oleh Maman.
"Lu pikirin yah, soal tawaran gue tadi!" Teriak Rianti saat Ruslan berjalan menjauh darinya.
"Sepertinya nona Rianti terlihat begitu akrab dengan Ruslan?" Maman penasaran, setelah melihat interaksi antara Ruslan dan Rianti tadi.
"Iya, pak, dia itu teman kuliahku dulu, dia termasuk mahasiswa yang cerdas, cuma sayang aja, nasibnya kurang beruntung karena belum mendapatkan pekerjaan sesuai dengan ijazah yang dimilikinya" jelas Rianti.
"Saya sudah menawarinya untuk kerja dikantor papi, tapi, dia belum memberikan jawaban apa-apa tadi" lanjut Rianti.
"Maaf kalau saya lancang, non, tapi, menurut saya, Ruslan tidak mau menerima bantuan dari nona Rianti itu karena dia tidak ingin merepotkan nona" Maman menerka.
"Iya, pak, apa yang bapak katakan itu memang benar, dia memang adalah tipikal orang yang tidak suka merepotkan orang lain, kecuali saat dia benar-benar sudah buntu dan tidak ada pilihan lain, barulah dia meminta bantuan" Rianti membenarkan ucapan Maman, karena dia tahu betul seperti apa sifat dan karakter Ruslan.
"Oh iya, pak, maaf, sepertinya saya harus pergi, ada hal yang ingin saya urus" Rianti bangkit dari duduknya.
"Oh... Iya, nona, hati-hati dijalan" kata Maman yang juga ikut bangkit dari duduknya.
"Mungkin untuk beberapa hari kedepan, saya yang akan memantau perkembangan pembangunan rumah ini, jadi, kalau misalkan pak Maman butuh apa-apa mengenai pekerjaan bapak, silahkan sampaikan sama saya yah" kata Rianti sebelum dia masuk kedalam mobilnya.
"Baik, nona, sebelumnya saya ucapkan terima kasih" Maman mengangguk hormat pada Rianti. Mobil Rianti pun beranjak sambil membunyikan pelan klaksonnya. Maman membalas dengan lambaian tangan, lalu setelah itu melanjutkan pekerjaannya setelah mobil Rianti hilang di kelokan jalan.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!