Di sebuah jembatan gantung penghubung Hadong-Namhe, telah terjadi kecelakaan. Para penegak hukum berseragam keluar dari kantor mereka menuju tempat itu. Para reporter berlari menuju tempat lokasi untuk meliput bahan berita hari ini. Semua orang di kota Busan di sibukkan dengan kabarnya kecelakaan itu.
Sebuah mobil menabrak pagar pembatas yang harus terjun ke bawah lautan Namhe. Anehnya, hanya satu korban yang tidak selamat dari kecelakaan itu. Iseul, siswa SMA SARANG yang kini dinyatakan meninggal karena korban tidak bisa ditemukan dan menghilang.
****
Seorang wanita turun dari mobil mewahnya tepat di depan sebuah rumah minimalis dengan interior kuno. Wanita itu tampak elegan dengan busana serba hitamnya. Seorang ajudan berpakaian rapih layaknya FBI mempersilakan wanita itu untuk melangkah memasuki rumah duka salah satu siswa SMA SARANG.
Di dalam sana, seorang wanita tua duduk melamun menatap sedih potret putrinya Iseul yang dihiasi bunga dan lilin. Wanita itu menatap diam pada seorang ibu yang kehilangan putrinya, setelah beberapa saat wanita itu pun duduk di samping wanita tua.
"Saya turut berduka cita, atas kecelakaan ini,"' perkataannya membuat wanita tua itu menoleh.
"Saya Ji-ah, ketua yayasan SMA Sarang," lanjut wanita itu.
Mendengar nama 'SARANG' wanita tua itu tiba-tiba saja bersujud dan menangis. Tatapan sedihnya terlihat jelas penuh harap.
"Kau … kau pemilik SMA Sarang? Aku mohon … aku mohon carikan putriku sampai jasadnya ditemukan. Aku yakin Iseul masih hidup, dia belum meninggal. Aku mohon!"
Dengan bibir bergetar, wanita tua itu memohon. Ibu mana yang rela putrinya dianggap mati sedangkan jasadnya tidak pernah ada. Upacara kematian harus dilakukan, tanpa jasad putrinya.
Namun, bukannya memeluk atau menenangkan, Ji-ah malah menjauhkan tangan keriput itu dari lututnya. Embusan nafas berat seolah menjawab, kedatangannya bukan untuk memberikan doa yang tulus. Melainkan ingin menutup kasus itu yang berhubungan dengan SMA Sarang.
"Kami sudah melakukannya sebaik mungkin. Tidak hanya Iseul, banyak siswa Sarang yang lain juga jadi korban. Maaf," ucap Ji-ah menunduk.
Sebuah amplop coklat Ji-ah simpan di samping wanita itu. Ji-ah bangkit dan berlalu pergi. Wanita itu berteriak hingga mengejarnya seraya membawa amplop yang Ji-ah tinggalkan.
"Aku tidak membutuhkan ini. Aku tidak membutuhkannya. Aku ingin putriku!"
Ji-ah tidak mempedulikan yang melaju pergi meninggalkan rumah duka.
"SMA Sarang adalah kebanggaanku dan kebanggaan putriku," lirih wanita itu menatap sedih mobil mewah yang sudah berlalu.
Beberapa bulan yang lalu.
"Iseul! Ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu."
"Iya Ibu!" seru Iseul dari dalam kamarnya.
Gadis itu begitu ceria dengan menatap bahagia dirinya yang memakai seragam kebanggaan. Tag name bertuliskan Iseul tidak lupa gadis itu pasangkan di atas saku kiri blazernya.
Iseul merapihkan sebentar kuncir rambutnya dan berlalu menuju meja makan.
Wanita tua yang sedari tadi memanggilnya tersenyum, mendekati anak tunggalnya yang akan menjadi bagian SMA Sarang. Sekolah elit dan populer.
"Ibu sangat terharu, kamu kebanggaan ibu sayang. SMA Sarang, tidak mudah masuk ke sekolah itu, tapi … beasiswa itu telah membawamu ke sana."
Ya, Iseul masuk karena beasiswa. Banyak sekali siswa yang mendambakan sekolah itu, yang memuji keagungan dan kemewahan SMA Sarang. Akan tetapi mereka tidak tahu kesulitan yang akan dihadapi nanti.
"Makanlah dulu, ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu."
Iseul terbelalak seketika, matanya berbinar menatap satu mangkuk sayur di hadapannya.
"Ibu, bahkan Ibu memasak sup rumput laut untukku, padahal aku tidak ulang tahun hari ini."
"Tapi kamu akan mulai belajar di sekolah baru. Itu hal yang harus dirayakan."
Iseul tersenyum manis lalu memakan supnya dengan lahap.
Hanya dengan sepeda tua dan lusuh, Iseul menggunakan transpormasi roda dua itu pergi ke sekolah. Kedua kakinya terus mengayuh tanpa lelah dan cepat hingga tiba di depan sebuah gerbang tinggi dan besar.
Beberapa siswa lain turun dari mobil mewah, yang di antar oleh supir mereka.
Sepertinya hanya gadis itu yang menggunakan sepeda.
Namun, itu tidak masalah bagi Iseul yang tidak malu, dan terus memasuki pekarangan SMA Sarang yang luas. Di antara kendaraan mewah hanya sepeda butut dirinya yang terparkir.
"Permisi, kamu tidak bisa memparkirkannya di sini. Pindahkan sepeda mu ke belakang," ujar seorang security.
"Oh, maaf aku tidak tahu."
Iseul segera memindahkan sepedanya ke belakang sekolah. Wajahnya terlihat masam saat tahu hanya sepeda bututnya yang di asingkan. Namun, ada satu siswa yang juga ikut memparkirkan sepedanya.
"Naik, sepeda lebih sehat benar, kan?" kata siswa itu menatapnya datar.
"I-iya."
Iseul gugup bukan karena tatapan datarnya itu, tetapi siswa itu sangat tampan. Iseul, berlari mengejar siswa tadi.
"Hai, namaku Iseul siapa namamu?"
Saling mengenal itu yang utama, tapi sepertinya siswa itu tidak ingin mengenalnya yang hanya melirik pada Iseul lalu pergi.
Tawa renyah terdengar mengejek. Ketiga siswi datang mendekat. Iseul hanya diam menatap siswi itu dengan gugup.
"Kamu anak baru?" tanya siswi dengan tag name Hana. "Siapa namamu?" Hana bertanya seraya menarik tag name yang terpasang di seragam Iseul.
"Iseul," lanjut Hana.
Wanita itu tersungging tipis.
"Hee-Young, ingatkan padanya siapa aku," kata Hana pada temannya.
"Dia Kim Hana, anak pemilik sekolah Sarang, siswa terpopuler dan disegani. Jangan pernah mencari perkara denganya jika tidak ingin punya masalah."
Penjelasan Hee-Young sepertinya cukup. Iseul, hanya mengangguk sebagai tanda mengerti. Anggukan Iseul membuat mereka tertawa, mereka suka dengan patuhnya seorang siswa pada Hana.
"Hei! Apa yang kalian lakukan?" tanya seorang siswa dengan seragam yang sama, tapi terlihat angkuh.
Pria tanpa blazer itu mendekat, yang diikuti kedua kawannya dibelakang.
Hana, memutar bola matanya malas pada Seokjin siswa yang paling berkuasa dan angkuh. Seokjin melirik pada Iseul, wajah angkuh itu menunduk yang terus menatap Iseul lekat.
"Siapa dia? Teman barumu?" tanyanya pada Hana yang mendelik.
"Teman? Apa dia pantas masuk ke H Three? Lihatlah tampangnya dan juga sepedanya!" Hana memekik seraya menunjuk sepeda Iseul.
"Bahkan dia berani mendekati Seojun," tambah Hana.
Ya, Seojun adalah siswa yang baru saja memparkirkan sepedanya dengan Iseul.
"Apa kamu cemburu pada gadis ini … siapa namanya?" tanya Seokjin menarik tag name Iseul. "Iseul," lanjut Seokjin.
"Hanya ini saja? Siapa ayahmu? Apa ada marga seperti … Kim Hana." Tunjuk Seokjin pada Hana. "Dan aku Park Seokjin."
"Aku tidak punya marga," jawab Iseul cepat. "Aku masuk dengan beasiswa. Maaf, aku harus masuk sekarang."
Iseul tergesa-gesa berlari menuju kelasnya. Seokjin dan Hana tercengang mendengar siswi itu masuk karena beasiswa.
Dalam kelas Iseul, harus bertemu lagi dengan Hana dan Seokjin siswa yang mengganggunya. Wajahnya terlihat masam, tetapi tidak saat melihat Seojun yang duduk di bangku paling ujung sedang membaca buku. Pria itu memang kaku, wajahnya datar juga dingin. Bahkan tidak tertarik melihat siswa baru Iseul.
Hana, menatap kesal pada Iseul yang terus menatap Seojun.
****
Brakk!
Iseul menjatuhkan buku-bukunya. Gadis itu terpaku menatap sepedanya yang rusak yang mungkin tidak bisa dipakai lagi. Ia menangis berjalan menuju sepedanya.
"Siapa yang melakukan ini. Kenapa mereka jahat sekali!"
Pluk!
Satu cup ramen membasahi atas rambutnya. Kuah kari terus melebar, menodai seragam kebanggaannya. Iseul hanya diam, sekolah yang ia banggakan ternyata memberi penderitaan.
Baru saja hari pertama Iseul sudah mendapatkan perlakuan buruk. Setiap hari, dan setiap waktu selalu ia dapatkan selama menjadi siswa SMA Sarang. Hingga gadis itu meninggal, tidak ada yang pernah peduli.
Iseul, kematiannya masih menjadi misteri.
SEOUL, KOREA SELATAN
………
Seorang siswi berlari menuju kelas seraya memanggil nama, "Eun-Hye!"
Panggilan itu sangat menggema di penjuru kelas. Siswi berseragam SMA itu celingukan mencari Eun-Hye yang ternyata sedang tidur di bangkunya seraya bersandar pada dinding dengan earphone cantik menutup telinganya.
Gadis SMA itu menggeleng lalu melangkah ke arah Eun-Hye.
"Eun-Hye!"
Seketika Eun-Hye terbangun mendengar teriakan 12 vol dari temannya itu. Eun-Hye berdesis seraya menatap kesal teman sebangkunya yang sudah membangunkan tidurnya.
"Ji-eun, kau telah mengganggu tidurku."
"Ini ada yang lebih penting dari tidurmu," ungkap Ji-eun yang duduk disebelah Eun-Hye, memperlihatkan benda datar yang sedari tadi dipegangnya.
Eun-Hye tertegun. Mata ngantuknya membulat sempurna setelah menatap gambar dalam ponsel Ji-eun.
"Kamu pasti terkejut, kan?" tanya Ji-eun. "Persis dugaanku, apalagi aku yang sangat terkejut menemukan foto ini," lanjut Ji-eun.
"Dia sangat mirip denganmu, kan?"
Ji-eun menemukan akun bernama Iseul, dari situs berlogo kamera. Wajahnya sangat mirip dengan Eun-Hye temannya. Tidak sedikit pun berbeda, kecuali dari gaya rambut mereka.
Eun-Hye yang selalu menggerai rambut indahnya, dan Iseul yang selalu mengikat rambut dengan kuncir kudanya.
"Iseul," ucap Eun-Hye yang langsung merebut ponsel Ji-eun.
"Ya, namanya Iseul," tambah Ji-eun "Eun-Hye apa kamu punya saudara kembar?"
Eun-Hye hanya diam. Gadis itu jadi teringat perkataan orang tuanya seminggu yang lalu. Tentang rahasia besar keluarganya.
"Eun-Hye, sebentar lagi usiamu 18 tahun. Ayah ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu," ucap Ayahnya.
"Apa ini?" tanya Eun-Hye ketika sebuah kotak persegi dari kayu jati diberikan padanya.
Ayah dan ibunya hanya menyuruh Eun-Hye untuk membukanya. Eun-Hye pikir itu hadiah ulang tahun untuknya yang diberikan lebih awal. Akan tetapi, senyum sumringahnya menciut ketika melihat foto-foto bayi dalam kotak itu.
Foto bayi kembar yang ayah dan ibunya gendong.
"Dia Eun-Ae saudara kembarmu. Kami kehilangannya tepat setelah 1 tahun usiamu. Kami mengalami kecelakaan yang membuat kami harus kehilangan Eun-Ae."
Eun-Hye masih diam, tidak percaya jika ia benar mempunyai saudara kembar. Bukan tidak ingin, melainkan ia marah pada kedua orang tuanya yang baru memberitahukan jika dirinya memiliki saudara kembar.
"Kalian pasti bohong. Kalian tidak mungkin menyimpan rahasia ini selama 18 tahun."
"Maaf." Hanya itu yang bisa mereka katakan.
"Kenapa kalian tidak mencarinya? Kenapa?"
Eun-Hye merasa sedih, bagaimana kehidupan Eun-Ae, apa dia bahagia? Apa saudaranya hidup dengan layak seperti dirinya. Namun, ungkapan kedua orang tuanya sungguh mengejutkan. Mereka menganggap Eun-Ae sudah tiada.
"Kami sudah mencarinya, bahkan tim SAR dan polisi tidak bisa menemukannya. Setelah itu, kami meninggalkan Busan dan tidak pernah kembali."
"Busan?"
Lagi-lagi perkataan Joonseo mengejutkannya. Busan, kenapa kota itu yang ayahnya sebutkan. Bukankah mereka tinggal di Seoul?
"Kamu dan Eun-Ae lahir di Busan, tetapi karena kecelakaan itu kami memutuskan untuk meninggalkan Busan dan pergi ke Seoul, memulai kehidupan baru. Bukan tidak ingin mencari tapi kami sudah ikhlas, merelakan kepergian Eun-Ae," ucap Joonseo.
Eun-Hye langsung mencari tahu keberadaan Iseul, situs resmi akun berlogo kamera, akhirnya Eun-Hye dapat menemukan kota kediaman Iseul yang ternyata dari Busan.
Mungkinkah Eun-Ae diselamatkan seseorang? pikirnya.
*****
Hari ini Eun-Hye memutuskan mengunjungi Busan kota kelahiran bersama kedua orang tuanya Eun-Hye akan menemui Iseul.
Sepanjang jalan gadis itu tersenyum, ia akan memeluk sang adik setelah sampai di sana. Namun, sesampainya di Busan Eun-Hye dikejutkan dengan foto dirinya yang dihiasi bunga juga lilin.
Tanpa dijelaskan Eun-Hye tahu apa arti semua itu.
Prang!
Eun-Hye menoleh pada gelas yang pecah di depannya. Seorang wanita tua tercengang menatap dirinya.
Eun-Hye hanya diam sebelum akhirnya wanita itu menangis, menyambar memeluknya.
"Iseul! Iseul putriku kamu masih hidup, Nak."
Penuh haru wanita tua itu mengelus lembut wajah Eun-Hye, tentu saja wanita itu akan menganggapnya Iseul, karena wajahnya yang begitu mirip.
"Iseul … Ibu sangat yakin kamu masih hidup, tapi mereka yang tidak percaya."
Wanita itu masih terus berkata, sampai akhirnya berhenti ketika Eun-Hye menyebut namanya.
"Eun-Hye, aku Eun-Hye."
Sedetik wanita itu tertegun, lalu melepas pelukannya dan menatap lekat Eun-Hye.
Sedetik wanita itu memandang Eun-Hye dari ujung kaki hingga kepalanya. Dari gaya dan penampilannya memang berbeda tetapi wajahnya, begitu mirip dengan Iseul.
Mana mungkin itu bukan Iseul.
"Apa Iseul meninggal?"
Pertanyaan Eun-Hye membuat tubuh wanita itu terjatuh seketika. Eun-Hye segera menunduk merangkul tubuh wanita itu.
Diamnya wanita itu menandakan iya, tapi kenapa Iseul meninggal? Apa penyebabnya.
****
Tiga cangkir teh disuguhkan pada Eun-Hye dan keluarganya. Mereka masih diam belum berani menanyakan tentang Iseul, karena ibu Eunbi masih berduka.
"Iseul pergi bersama teman sekolahnya, aku pikir dia akan bersenang-senang, tapi … Iseul pergi untuk selamanya. Mobil yang mereka tumpangi jatuh ke laut saat mereka pulang dari pulau Namhe."
Tiba-tiba saja Eunbi mengatakan semua itu.
"Apa hanya Iseul yang tenggelam?" tanya Joonseo.
Eunbi meliriknya sesaat yang tersenyum sedih.
"Mereka bilang sudah melalukan yang terbaik. Hanya ini yang mereka berikan."
Eunbi berkata seraya memperlihatkan amplop yang Ji-ah tinggalkan.
"Di mana sekolahnya? Ayah kita harus mendatangi sekolahnya, mereka harus mencari Eun-Ae sampai ketemu, kan? Aku yakin Eun-Ae masih hidup. Iseul masih hidup."
"Percuma, tidak akan ada yang peduli," ucap Eunbi, seketika Eun-Hye menoleh.
"SMA Sarang, tidak pernah memperlakukan Iseul dengan baik," ungkap Eunbi.
Wanita tua itu menatap wajah sang putri dalam foto. Ia menceritakan pada Eun-Hye, pembullyan yang selama ini Iseul terima.
****
Ji-ah duduk di kursi kebesarannya. Wajahnya terlihat kesal, penuh emosi.
"Bawakan aku anggur," katanya pada seorang pelayan.
"Baik Nyonya," balas pelayan itu yang membungkuk hormat. Lalu pergi membawakan apa yang Ji-ah inginkan.
"Hubungi kepala sekolah, dan Woobin. Perintahkan mereka untuk menunggu di ruanganku besok," katanya pada sang asisten.
Seorang wanita tegap, bersikap siaga membungkuk dan berkata, "Baik Nyonya."
"Pastikan SMA Sarang tidak terlibat dalam kecelakaan itu. Blokir semua media yang terus membicarakan tentang pembullyan SMA Sarang."
Ji-ah sudah lelah, karena terlalu banyak kabar buruk yang mencoreng nama baik sekolahnya. Wanita itu harus berusaha keras membasmi tuntas masalah itu.
Seorang pelayan datang membawakan sebotol anggur dan satu gelas di hadapannya.
"Di mana Hana?" tanyanya pada sang Asisten.
"Di kamarnya."
"Pastikan Hana tidak membuat masalah lagi," ujar Ji-ah. Sang Asisten pun mengangguk iya.
Hana, gadis itu sedang asyik berdisco di dalam kamarnya. Tidak sedikit pun rasa cemas atau khawatir pada masalah yang sedang terjadi.
Pintu terbuka lebar, lampu yang semula redup menyala terang. Musik yang menggema kini mati tidak terdengar.
Hana, gadis itu berbalik ke arah pintu kamarnya
"Mama," panggilnya pada Ji-ah yang berjalan ke arahnya.
"Apa yang kamu lakukan? Memberantakan kamar? Hana … kamu masih sekolah jangan pernah mencoba minum!" tegur Ji-ah, mendapati segelas anggur di dalam kamar Hana.
"Aku hanya mencoba sedikit saja, seperti apa rasa anggur mahal itu. Lagi pula aku bosan tidak akan pergi ke sekolah."
Ya, karena kecelakaan itu Ji-ah melarang Hana pergi ke sekolah untuk beberapa hari.
"Jangan pernah melakukannya lagi," ujar Ji-ah.
Hana mendekat, yang bermanja pada ibunya. Sambil berbisik gadis itu bertanya, "Apa masalahnya sudah selesai?"
Ji-ah menatap wajah putrinya lalu tersenyum. Ditepuknya wajah glow up itu dengan lembut.
"Tidak ada yang tidak bisa Mama selesaikan."
Hana tersenyum, perkataan Ji-ah membuatnya bahagia. Dengan manjanya gadis itu memeluk Ji-ah.
KANTOR POLISI BUSAN
____________________
"Yaak!" teriak seorang komisaris pada bawahannya. Pria tua itu menatap kesal pada Jiwoo seorang polisi yang sangat kekeh membasmi tuntas kecelakaan di jembatan Namhe.
Namun, sang komisaris menutup kasus itu dan memintanya mencari kasus lain yang lebih penting, karena kecelakaan itu tidak penting.
"Berapa kali saya bilang hah! Kasus ini sudah selesai untuk apa ditindak lanjuti."
"Tapi seorang siswa yang meninggal masih belum terungkap. Ini tidak masuk akal, yang tenggelam hanya seorang." Kekeh Jiwoo.
Sang komisaris berdiri, menatap Jiwoo tajam.
"Kenapa kamu membuang-buang waktu hanya karena seorang siswa? Masih banyak siswa SMA Sarang yang lain juga ikut terluka," ujar komisaris itu dengan emosi.
"Jangan biarkan anak-anakmu kehilangan seorang kapten. Jadi berhentilah mengurusi kasus Namhe," ancamnya yang akan memecat. "Lihat! Masih banyak berkas-berkas yang menumpuk di sini. Pembunuhan, perampokan, dan masih banyak lagi bukan cuma Namhe!" tegas Komisaris yang melempar berkas-berkas itu.
Entah, kenapa pria itu berbicara tinggi dan selalu emosi jika mengenai kecelakaan Namhe. Bukankah seorang petugas polisi menyelidiki? Entah, karena kecelakaan biasa membuat mereka tidak terlalu memperdulikan.
Satu kibasan tangan pria itu meminta Jiwoo untuk segera keluar dari ruangannya. Jiwoo terpaksa keluar dengan tangan hampa, yang tidak berhasil membujuk komisarisnya.
Wajah muram dan kusut terlihat jelas oleh kedua anggotanya. Jika Kapten mereka telah diamuk sang komisaris.
"Persis dugaan ku tidak berhasil."
"Pria itu sangat keras kepala, dari dulu memang begitu bukan?"
Kedua anggotanya saling bergumam.
"Kapten Woo!" teriak seorang pria yang berlari ke arahnya.
Pria itu tergolong muda, tampan juga memiliki wajah baby, dialah Hyunseok anggota termuda dalam keahlian detektif/ penyelidikan.
Dengan nafas yang tersengal-sengal polisi muda itu berkata, "Aku melihat Seokjin, seorang siswa SMA Sarang yang jadi korban kecelakaan, bukankah seharusnya masih di rumah sakit?"
Hyunseok menyeringai penuh keberhasilan. Detik kemudian sebuah foto Hyunseok tunjukan yang mampu membelalakan kaptennya.
Jiwoo segera merampas foto itu yang berjalan ke ruangan komisaris.
Brakk!
Bantingan pintu mengejutkan pria di dalamnya. Jiwoo berjalan tegak seraya menatap lelaki tua itu dengan tajam.
"Apa ini?" tanya pria itu dengan heran, ketika Jiwoo melemparkan sebuah foto padanya.
Foto seorang pemuda bertopi yang mengantri dalam swalayan.
"Aku akan menyelidikinya, sampai kematian siswa itu terungkap."
Komisaris membuang nafasnya berat, bersamaan dengan keluarnya Jiwoo dari ruangan.
****
Di dalam sebuah kamar, nampak sederhana, rapih yang penuh dengan foto seorang gadis dengan ciri khas rambut kuncirnya. Eun-Hye yang berada di dalam kamar itu terus mengamati setiap foto dan barang peninggalan adiknya.
Sebagian besar, kesukaan mereka sama. Dari warna, hingga koleksi boneka. Namun, ada yang berbeda Iseul sangat menyukai pelajaran fisika. Gadis itu sangat pintar terlihat dari beberapa piala.
"Pantas saja kamu masuk SMA Sarang," ucap Eun-Hye menyentuh piala-piala itu.
Bugh,
Eun-Hye menunduk
Sebuah buku kecil, cantik dengan warna favorit blue, terjatuh di bawah kakinya. Gadis itu berjongkok untuk mengambil buku diary yang ditemukan.
Sepertinya itu milik Iseul, Eun-Hye tertarik untuk membaca, untuk mengetahui kehidupan Iseul adiknya.
Lembar demi lembar tulisan yang dibaca, Eun-Hye mengetahui adiknya gadis pekerja keras, membantu sang ibu berjualan di waktu pekannya. Bahkan, dia mengungkapkan kebahagiaannya menjadi putri Eunbi.
Iseul berhenti di depan sebuah kedai pinggir jalan. Eunbi terlihat sibuk membereskan kedai tteoktoboki-nya. Iseul memparkirkan sepedanya lalu menghampiri ibunya.
"Ibu," panggilnya.
"Iseul," panggil wanita itu dengan suara yang sedikit berat, terlihat kekecewaan dari tatapannya.
"Dasar anak nakal. Sudah Ibu bilang jangan pernah datang ke kedai selain hari libur. Lebih baik kerjakan PR-mu daripada datang ke sini," hardik Eunbi.
Berulang kali Eunbi melarang Iseul untuk tidak datang ke kedainya. Namun, anak itu sungguh keras kepala.
"Setelah para pelanggan berdatangan, aku tidak yakin Ibu bisa melakukannya sendiri. Iseul, akan mengerjakan PR di saat tidak ada pelanggan. Janji," katanya dengan senyum manisnya.
Jika sudah melihat senyumnya Eunbi tidak pernah bisa memarahi putrinya lagi. Dan terserah padanya.
Iseul juga mengatakan, dia sangat senang masuk sekolah terpandang SMA Sarang, seolah favorit yang selama ini ia dambakan. Akan tetapi, kebahagiaan itu berubah, setelah menjadi bagian SMA Sarang.
Aku, tidak kuat
Aku tidak kuat
Ibu, semua orang selalu menghinaku.
Mereka semua memperlakukanku dengan buruk.
Aku tidak tahan terus dipukul
Diejek …
Direndahkan …
Tidak ada yang peduli padaku
Tidak ada,
Aku benci SMA Sarang
Eun-Hye terpaku setelah membacanya. Masih banyak lembaran diary yang belum dibaca, tetapi kenyataan itu seolah menutup, keingintahuannya tentang kehidupan Iseul.
"SMA Sarang, siapa yang sudah memperlakukan adikku dengan tidak baik. Siapa yang menghinamu Iseul,"' gumam Eun-Hye mengepalkan tangannya kuat.
****
Brak!
Satu tumpukan buku terjatuh ke dalam genangan air bekas hujan. Bersamaan dengan itu seorang siswi terduduk lemah di atas lapangan yang luas.
Iseul baru saja tiba di sekolah, sudah mendapat perlakuan tidak baik dari temannya. Pakaiannya menjadi kotor karena air hujan itu.
"Oh, tidak … pakaiannya kotor. Hana, apa kamu tidak keterlaluan?" Ha-Yoon bertanya mengejek pada Hana.
"Dia harus mengganti pakaian yang baru," ujar Hee-Young teman Hana yang sama tengilnya.
Hana, gadis itu hanya tersenyum sinis. Lalu membungkuk mencengkram dagu Iseul, agar menatapnya.
"Ini hukuman karena kamu sudah membohongiku," ujar Hana, lalu melepas cengkramannya.
Hana marah, karena Iseul berbohong tidak datang ke rumahnya. Gadis itu akan meminta Iseul mengerjakan semua tugas sekolahnya. Namun, malam itu Iseul tidak datang.
"Awas saja jika kamu berani membohongiku lagi," ujar Hana, lalu pergi membiarkan Iseul di lapangan.
Banyak para siswa yang memperhatikan, tetapi hanya menonton saja. Namun, tidak dengan seorang siswa yang rela mengulurkan tangannya untuk Iseul.
"Bangunlah!" perintahnya.
Iseul mendongak menatap wajah siswa tersebut. Dengan malu tangannya meraih tangan siswa yang baru saja menolongnya.
"Lain kali jangan hanya diam, lawan." Kata pria itu seraya memakaikan jaketnya pada pinggang Iseul untuk menutupi kotoran pada belakang roknya.
Pria itu perhatian. Namun, dingin dan kaku, Iseul diam terpaku menatap kepergian Seojin. Hanya Seojunlah siswa yang selalu menolongnya.
Dari atas sana Hana tersungging, menatap kesal pada Iseul di bawah sana.
Namun, Eun-Hye tidak membuka lembaran berikutnya yang tertulis nama Seojun siswa yang baik hati.
****
Sebulan telah berlalu, kecelakaan itu meredup, dan kematian Iseul, seakan tidak pernah terjadi. Dalam waktu singkat mereka melupakannya seolah tidak peduli.
Namun, tidak dengan pagi ini. Kedatangan seorang siswa di SMA Sarang, mengalihkan pandangan semua siswa. Tidak ada yang berkedip hingga terpaku. Keindahan sekolah itu seakan sirna, mereka tercengang, hingga terkejut.
"Iseul," ucap Hana memandang seorang gadis berdiri di tengah lapangan.
Iseul kembali … menggemparkan SMA Sarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!