NovelToon NovelToon

My Heart For You

Bab 1. Senin yang sial

CRAT!

Seorang gadis melongo konyol mendapati seragam yang dikenakannya telah kuyup dengan air berwarna keruh karena cipratan genangan yang terkena lindasan ban mobil.

 Ah sial!

Dan belum sirna keterkejutannya, si pelaku yang berada di dalam mobil malah meledeknya sesaat setelah membuka kaca mobil.

" Duh, basah deh. Hahahaha!"

" Udah pulang aja gak usah sekolah. Hahahaha!"

Namanya Ariel. Orangtuanya memberikan nama itu karena kepincut dengan kecantikan tokoh Disney yang bentukannya seperti ikan duyung. Ya, meski keselurahan tampilan Ariel sama sekali berbeda dengan Ariel alias beda jauh.

Mereka tergelak kompak menertawai keadaan Ariel yang sudah mirip seperti tikus got. Ya, tiga gadis resek itu lagi-lagi merundungnya dengan sengaja. Ketiga gadis kurang ajar itu sejurus kemudian melesatkan mobil mereka dan meninggal Ariel yang kini kebingungan dengan keadaan seragamnya.

" Sungguh sial, gimana dong ini? Mana hari ini upacara lagi!" keluhnya bersusah hati.

...•...

...•...

Ariel tiba di kelas tepat pukul tujuh kurang lima belas menit. Waktu yang terbilang terlambat untuk ukuran siswa di hari Senin. Ia masuk ke kelas sembari menggosokkan tissue ke seragam putih abu-abu yang warnanya sudah tidak bisa lagi disebut dengan putih dengan muka cemberut.

" Ya ampun Ril, bajumu kenapa?"

Ve menoleh saat teman sebangkunya yang bernama Hana memekik karena terkejut manakala melihat penampilan Ariel. Penampilan temannya tampak begitu kacau balau di jam sepagi itu. Apalagi, sebentar lagi mereka akan berkumpul di lapangan untuk melakukan upacara.

"Ulah Tasya lagi?" Ve bertanya saat Ariel memilih duduk dan tampak enggan menjelaskan. Gadis itu sungguh tak bersemangat dengan penampilannya yang seperti itu.

Hana turut memutar tubuhnya menatap wajah Ariel yang terlihat resah. " Bener mereka lagi yang ngelakuin?"

Dengan wajah di tekuk, Ariel akhirnya mengangguk mengakui. " Tadi ketemu aku di dekat lampu merah!"

Membuat Ve langsung bangkit dengan geram tapi ia buru-buru di tahan oleh Ariel. " Jangan Ve. Jangan buang-buang tenaga!" sergahnya dengan tatapan memohon.

Ve menghela napas demi melihat ketidaksetujuan Ariel. Untuk kesekian kalinya, Tasya benar-benar keterlaluan. Mereka akhirnya berduyun-duyun menuju halaman sekolah ketika bel tanda upacara berbunyi.

Dan saat Ariel bersama kedua temannya lewat, ia menjadi pusat perhatian karena bajunya yang sangat kotor begitu kontras. Membuat Tasya beserta kawan-kawannya, bersorak-sorai akan hal itu.

" Kurang ajar banget sih mereka Ril. Kamu kok bisa ketemu mereka sih?" kesal Hana yang melihat Ariel di gunjing oleh trio kampret itu.

Ve diam mendengarkan Hana menginterogasi temannya itu. Tapi seperti biasa, Ariel lebih memilih diam. Beberapa menit kemudian mereka sudah terlihat berbaris dan menunggu teman dari kelas lainnya merapatkan barisan.

" Duh Ve, Si Fandy bakal jadi pemimpin upacara tuh. Ya ampun dia ganteng banget!" kata Hana yang selalu belingsatan ketika melihat ketua OSIS itu.

Tapi belum juga Ve maupun Ariel menanggapi hal itu, suara khas milik seseorang berhasil mengerucutkan nyali. Seseorang yang paling di takuti semua siswa.

" Kamu yang rambutnya di kepang, baris yang lurus jangan ngobrol saja!"

Hana sontak memanyunkan bibirnya karena ia malah kena semprot guru gemuk yang sedang mengecek barisan. Guru itu adalah Bu Mus, guru terbesar sekaligus guru tercerewet.

Ve dan Ariel terkikik-kikik saat melihat hal itu. Rasakan itu Han. Siapa suruh keranjingan sebelum waktunya.

Begitulah rutinitasnya di sekolah tiap hari Senin. Datang lebih awal untuk mengikuti upacara bendera. Di jam yang sama dan tak jauh dari tempat mereka berdiri, Tasya dan gengnya yang sudah berbaris di barisan paling depan tampak sedikit mengeluh sebab di minta melepaskan gelang serta pernak-pernik berlebihan yang dikenakannya.

...•...

...•...

Di belahan wilayah lain, seorang cowok berpostur tinggi berambut hitam lebat tampak terpekur memandangi sepiring nasi goreng yang tengah mengepulkan asap putih. Garis rahangnya terlalu sempurna untuk ukuran cowok yang masih duduk di bangku sekolah.

Dialah Kevin, laki-laki itu seharusnya lulus satu tahun lalu. Tapi karena satu hal, ia sering tak masuk sekolah dan membuatnya tinggal kelas.

" Kenapa tidak di makan Den?" tegur seorang asisten rumah tangga bernama Sundari.

Tapi Kevin tetap diam. Raganya di situ, tapi pikirannya malah kembali kepada pertemuannya beberapa waktu yang lalu dengan orang yang paling ia benci, Papanya.

" Aku tidak lapar!" tukasnya sembari menjauhkan sepiring makanan lezat itu ke depan lalu beranjak pergi.

Pembantu berusia paruh baya itu hanya bisa geleng-geleng kepala manakala melihat kelakuan Kevin. Dan seperti biasa, Kevin hari ini bolos sekolah. Laki-laki itu tampak tak memiliki semangat untuk bersekolah.

Laki-laki itu malah menghabiskan waktunya di sebuah toko buku yang berada di jarak yang terbilang jauh dari rumahnya, untuk membaca komik selama berjam-jam. Ya, dia bolos lagi hari ini.

Dan saat jam pulang sekolah tiba, ia turut pulang agar aksinya tidak ketahuan. Merasa tenggorokannya kering, Kevin membelokkan motor sportnya ke sebuah minimarket untuk membeli minuman kesukaannya. Namun tanpa di duga, sebuah tangan juga turut mengambil sebotol minuman yang hendak ia ambil di show case bersuhu dingin itu.

Aksi berebut pun tak terelakkan.

" Apa yang kau lakukan?" hardik Kevin dengan muka tak suka.

" Aku duluan yang memegangnya!" eyel seorang perempuan yang terlihat mati-matian mempertahankan minuman itu.

" Kau tidak lihat tanganku yang lebih dulu memegangnya?"

" Enak saja. Aku yang lebih dulu datang. Berikan!" sembur gadis itu seraya merampas paksa botol minuman.

Kevin tentu saja kalah. Ralat, lebih tepatnya mengalah. Minuman itu adalah minuman dingin yang kebetulan belum ada stok lainnya. Menjadi minuman favoritnya selama beberapa tahun ini.

Kevin yang kesal akhirnya memilih minuman lain lalu menuju ke kasir dengan muka keruh. Namun saat hendak membayar, ia yang mengantri di belakang gadis berkuncir kuda itu menghembuskan napas malas karena melihat drama.

" Astaga mas, beneran tadi ada di sini uangnya! Aku tinggal saja KTA ku ya?"

Perempuan menyebalkan itu terlihat sibuk mengaduk isi tasnya seperti mencari sesuatu. Dan jawaban dari petugas yang terdengar sejurus kemudian, makin menegaskan jika gadis penyerobot itu sepertinya tidak membawa uang.

" Maaf mbak tidak bisa, ini uangnya masih kurang banyak!"

Kevin yang kesal akhirnya main maju saja karena tak sabar. " Minggir!" ucapnya ketus.

" Heh!" gadis itu menjengit kesal karena tubuhnya terhuyung akibat terdorong.

" Ini aja kak?" tanya petugas itu berganti ramah kepada Kevin.

Kevin mengangguk, sementara gadis itu melirik tak suka.

" Eh ngantri dong! Enak aja main nyerobot!"

Tapi Kevin terlihat acuh. Usai membayar Kevin terlihat pergi tanpa memperdulikan kesusahan gadis yang uangnya kurang itu. Dan saat hendak menarik pintu keluar, sebuah suara mengentikan langkahnya.

" Tunggu!"

Kevin berhenti lantaran teriakan seseorang. Ia menoleh dan mendapati gadis itu sudah nyengir dengan muka ragu-ragu.

" Bisa kau meminjamkan aku uang? Uangku hilang. Besok aku akan..."

" Pinjam? Aku bahkan tak mengenalmu!" sahut Kevin terlihat mulai naik pitam.

Mati sudah kau Ariel!

Ariel terlihat kesal tapi demi sebotol minuman dingin pelega tenggorokan sekaligus beberapa makanan untuk anak-anak ia menjadi menebalkan muka.

" Aku berjanji akan mengembalikannya. Seragam mu ini seragam SMK Harapan Indah kan?"

" Tidak mau!" tolak Kevin kesal sembari menutupi seragamnya sebab gadis itu diam-diam mengamati almamater seragamnya.

" Ku mohon. Aku akan datang ke sekolahmu!"

" CK!" Kevin mendecak kesal sebab gadis ini sungguh menggerus waktu pulangnya.

" Ku mohon tolong aku!" Gadis itu masih tak jera merengek kepadanya.

" Lepas!" hardik Kevin yang tak suka lengannya di sentuh.

" Tolong aku sekali ini saja. Uangku ketinggalan, aku mohon!"

Kevin yang kehilangan kesabarannya akhirnya melempar uang pecahan seratus ribu ke hadapan Ariel dengan muka tak suka karena jika di tidak ia bisa semakin terlambat pulang.

Ini sudah sangat terlambat. Ia tak mau kena omel neneknya.

" Nih!"

Meski sebenarnya ia sangat malu dan kesal, tapi Ariel memilih bodo amat dan tetap memungut uang yang di lemparkan itu daripada dia kena masalah. Ia akan mengembalikan uang itu besok. Lagipula, mereka beda sekolah kan? Jadi gak malu-malu amat.

" Cewek aneh!" gumam Kevin sembari membuka pintu minimarket dengan kasar.

Ariel sempat mendengar Kevin menggerutu karena dirinya, tapi sejurus kemudian ia memilih kembali ke kasir dan dan mengabaikan tatapan aneh pengunjung lainnya.

Bab 2. Vin?

Kevin benar-benar menjadi pulang terlambat karena ulah gadis aneh tadi. Kini usai memarkirkan motor sportnya di garasi, laki-laki itu harus mempersiapkan diri untuk menerima segala dampratan neneknya.

"Aku pulang!" ucapnya datar begitu masuk ke rumah dan di sambut dinginnya udara AC.

" Darimana saja kau Vin?" sahur Bu Imaniar yang menyongsong kedatangan cucunya.

Benar kan dugaannya. Neneknya sudah menyambutnya dengan muka kesal.

" Sekolah!" jawabnya malas-malasan.

" Sekolah? Sekolah apa? Wali kelas kamu barusaja telepon nenek. Mau jadi apa kamu kalau begini terus. Mau tinggal kelas lagi kamu?"

Kevin yang kena semprot hanya bisa diam sembari menahan kesal. Ada apa dengan dunianya? Semuanya benar-benar berubah semenjak ibunya meninggal.

" Kalau kamu begini terus, masa depan kamu..."

" Aku capek nek!" potong Kevin ngeloyor begitu saja dengan muka suntuk.

" Kevin! Kevin!"

Mbak Sundari hanya bisa geleng-geleng kepala ketika menyaksikan kejadian itu. Sebab hampir setiap hari laki-laki bernama Kevin itu membuat neneknya naik darah.

" Mas Kevin,Mas Kevin! Disaat orang pingin sekolah mati-matian dengan cara apapun, sampean yang mampu malah begini!"

Sementara itu Ariel yang sudah masuk ke gang kampung suwelas( sebelas) tampak berhati-hati saat membawa bungkusan di tangannya.

" Mana yang gue minta?" tanya seseorang dengan muka sadis.

Ariel menyerahkan barang berisikan makanan dan minuman mahal dengan harga muka tebal itu dengan hati-hati kepada Kaira. Seorang preman perempuan yang kerap memalak gadis itu.

Ariel harap-harap cemas saat menunggu Kaira mengecek isi kantung yang ia berikan.

"Bagus. Kali ini elu bener. Ingat ya, kalau gue butuh lagi, lu harus dapetin tuh barang!"

Ariel mengangguk dengan muka takut. Ia akhirnya bernapas lega usai Kaira pergi. Semua ini harus terjadi karena ia pernah menolong bocah kecil yang di rundung oleh perempuan itu. Dan pada akhirnya, ia sendiri yang akhir menjadi repot.

Ia lalu berniat memberikan sisa roti untuk Iko, bocah pengamen yang kesehariannya berada di jalanan yang menjadi alasannya mau di peras oleh Kiara.

" Pssst Pssttt!" ia memanggil Iko agar para preman yang ada di bawah pohon ringin itu tidak mendengar.

" Mbak Ariel?" Iko melebarkan matanya bahagia.

" Nih cepat makan!" seru Ariel sembari menjejakkan dua bungkus roti bermerek mahal serta sebuah susu kotak.

" Wah, banyak banget. Ini pasti mahal!"

" Enggak mahal. Tapi sangat mahal!"

Iko langsung mendengkus.

"Tenang aja Aku baru dapat duit. Jangan kesana ya kalau makan. Buat kamu aja!"

Iko meringis senang. " Matur nuwun ( terimakasih) mbak!"

Ariel mengangguk. Ia senang, meski tadi ia harus menebalkan mukanya karena malu juga bertaruh nyali seringkali, namun ia lega karena bisa memastikan bocah itu baik-baik saja.

Iko adalah anak yang pernah Ariel jumpai sedang di rundung oleh anak-anak jalanan lain. Termasuk Kiara. Ia merasa kasihan dan sering membawakan makanan untuk anak itu. Bocah itu mengingatkan dirinya yang juga sering di kerjai oleh Tasya dan kawan-kawannya.

" Aku balik dulu Ko. Udah sore!"

Iko yang sibuk memamah panganan empuk itu mengangguk. " Besok lagi ya?" ucapnya dengan mulut yang tersumpal roti.

" Kalau ada duit aku pasti kongsi. Kalau nggak, ya mohon maap."

Iko terkikik-kikik saat Ariel tergelak sewaktu berkata. Diatas derita, mereka masih bisa tertawa. Sungguh kontras yang bisu.

Ariel lantas pergi untuk mencari angkot yang menuju ke arah rumahnya. Dan begitu sampai rumah, lagi-lagi ia ketahuan pulang sore sebab Ibunya ternyata sudah pulang lebih dulu!

"Kok baru pulang kau Ril?"

Ariel menelan ludah sewaktu di tanyai Ibunya. " Tadi, ke rumah Hana dulu Buk. Ngambil buku paket!" ia berbohong.

Ibunya percaya begitu saja." Ya Sudah. Cepat mandi terus makan. Itu Ayahmu baru masak bebek di kasih Pamanmu!"

Ariel mengangguk. Entah sampai kapan ia harus sering berbohong seperti ini kepada Ibunya. Ia lantas masuk ke kamarnya lalu merebahkan diri ke kasur sembari menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran resah.

 Ia teringat saat tadi dengan bodohnya meminjam uang dari orang yang terlibat perdebatan dengannya gara-gara minuman itu. Ia kini sangat malu. Malu sekali.

" Aaaaa! Sekarang aku harus mencari anak itu ke sekolahnya. Mana sekolahnya jauh lagi!" Ariel menggoyang tubuhnya mirip seperti gerakan melakukan kecipak di air dengan frustasi.

...••...

Ariel terpaksa mencongkel beberapa uang dari celengan babinya agar bisa mendapatkan jumlah yang pas. Uang yang ia yakini tertinggal di laci ternyata raib. Hilang entah kemana. Ia sudah menanyakan kepada semua penghuni rumah namun jawabnya nihil. Ia sendiri tak tahu kemana rimbanya uang itu sebab ia memang pelupa.

Usai memastikan jumlahnya aman, ia langsung turun dan melihat kakak perempuannya sudah akan berangkat bekerja di jam lima pagi itu.

" Loh, mbak Sukma kok berangkat pagi banget?" tanya Ariel heran.

" Emmm ada penerbangan pagi. Lah kamu sendiri, kenapa udah mau berangkat juga?"

Kali ini semua orang rumah langsung menoleh ke arah Ariel yang sudah berpakaian rapih di waktu yang matahari saja belum muncul.

Ariel meringis sambil menarik kursi meja makan." Aku ada kegiatan pagi hari ini. Khusus hari ini. Aku kena piket!"

Lihatlah. Gadis itu sudah sangat lihai berdusta.

Ayah, Ibu dan kakaknya mengangguk tanpa mencium kejanggalan. Hanya Aditya, si bungsu yang mencebik karena mengendus gelagat aneh.

Namun tiba-tiba.

 " Loh Dit, itu kan hoodie aku!" pekik Ariel demi melihat hoodie unisex miliknya yang baru ia beli di kenakan oleh adiknya.

Tapi sang adik terlihat tak peduli. " Pinjam sebentar!"

" Ihh lepas nggak!? Itu kan belum pernah aku pakek. Jatuhnya nanti aku dong yang kelihatan pinjem. Balikin!" Ariel merengek dan sekring membuat keadaan menjadi berisik.

"Pelit banget sih? Ibu...!" si bungsu langsung mengadu kepada Ibunya.

" Tidak bisakah kalian ini tidak ribut sehari saja?"

Ariel menatap dendam ke arah adiknya yang kini menjulurkan lidah penuh kemenangan. Sementara sang Ayah hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya yang setiap hari ribut.

Ya, mereka kelurga sederhana cenderung kekurangan tapi sungguh begitu karib.

...••...

Ariel sengaja berangkat lebih pagi karena SMK Harapan Indah berada di wilayah yang lumayan jauh. Ariel bahkan harus merogoh kocek lebih untuk ongkos bus demi bisa sampai di sana. Tapi begitu ia tiba di sekolah unggulan itu, ia malah mendengar hal membagongkan.

" Waduh, Vin siapa dek? Coba Ingat lagi namanya. Soalnya disini ada Delvin, Marvin, Kevin, Alvin, Yuvin!"

Ariel sontak memanyunkan bibirnya demi secuil rasa sesal karena ia nekat kesana hanya dengan bermodalkan nama 'Vin' yang terlihat di emblem bordir seragam laki-laki itu. Dan itu jelas menjadi blunder untuknya.

" Ah sungguh sial! Gara-gara aku lihat namanya separuh jadi gini deh sekarang." batinnya resah.

" Anaknya cakep Pak. Dia tinggi!" ucap Ariel masih berusaha keras agar satpam itu mengenali orang yang ia maksud.

" Semua yang saya sebutkan tadi itu juga cakep dek. Semuanya juga tinggi. Anak-anak sini nggak ada yang bogel!"

Ariel langsung mencibir kala satpam berkumis itu mengatakan hal tersebut. Maka Ariel tetap pada masalahnya karena niat ingin menitipkan uang malah menjadi seribet ini.

" Titip ke bapak aja ya?" ungkapnya murung.

" Waduh tidak bisa dek. Gak mungkin saya nanyain satu persatu. Beda-beda kelas semuanya! Kerjaan saya gimana dong nanti?"

Dan akhirnya Ariel tetap membawa uang itu kembali sebab ia juga harus ke sekolah. Tak mungkin ia berada di sana sampai siang. Bisa di rujak ibunya dia nanti kalau ketahuan bolos. Mau mengembalikan uang saja kenapa menjadi seribet ini sih?

Bab 3. Pindah?

Dan akhirnya, sampai berhari-hari uang itu tak juga ia kembalikan karena minim informasi mengenai si empunya uang. Selain itu, Ariel tak cukup waktu untuk mencari cowok menyebalkan itu

Dan hal itu sukses membuat pikiran Ariel terganggu.

" Kau kenapa sih, ngelamun aja?" Hana yang beberapa hari ini mengamati sikap Ariel yang tak biasa menjadi penasaran sendiri.

Ariel takut kalau laki-laki itu bakal mendatangi dirinya ke sekolahnya dan bakal terang-terangan mempermalukannya. Ia sudah cukup sering dibuat kesal oleh Tasya dan gengnya. Jangan sampai hal itu juga terjadi.

" Nggak apa-apa kok. Memangnya kenapa?" bohongnya menutupi masalah.

" Ye malah ganti nanya. Eh nanti malam jalan Yuk?"

" Boleh, kemana?" kali ini Ve yang menyahut.

" Nonton bosen. Nongkrong gitu-gitu aja. Enaknya ngapain?" tanya Hana sembari mengetukkan bolpoin ke kepalanya bak orang berpikir.

" Aku nggak bisa!" kata Ariel yang membuat kedua temannya terkaget

" Kenapa?"

" Aku bantuin Ibuku Han!"

Hana dan Ve memanyunkan bibirnya. " Ayolah Ril, sekali aja. Kalau kau gak ada duit, kita yang..."

" Lain kali aja ya?" tolak Ariel.

Ariel bukanlah gadis yang longgar secara keuangan seperti kedua temannya. Diantara mereka bertiga, Ariel sajalah yang berasal dari keluarga biasa. Simpanan yang ia miliki harus bisa ia atur dikala penghasilan orangtuanya sedang menurun. Lagipula, ia masih menyimpan uang itu untuk mengembalikan ke laki-laki aneh itu. Mungkin bagi orang itu sepele, tapi bagi Ariel itu jumlah yang banyak.

Setibanya ia dirumah. Ia kaget karena melihat ayah dan ibunya sudah dirumah dengan ekspresi paling aneh. Mirip orang habis kalah berdebat.

"Ayah, Ibu, ada apa?"

" Tanya saja ke Ayahmu!" jawab sang Ibu terlihat sewot kepada sang Ayah.

" Ayah?"

" Ibumu ngambek ke Ayah karena menjual Ceming!" ungkap sang Ayah terlihat meragu.

" Hah?" Ariel turut terkejut. " Kenapa Ayah melakukan itu? Ayah tidak kasihan apa?" ia malah ikutan mendamprat ayahnya.

" Nak, kucing nakal itu sudah berkali-kali buang air diatas pakaian Ayah! Ayah kesal!"

" Makanya kau kerja yang benar biar bisa beli lemari baru, bukan malah buang kucing!" omel sang Ibu terdengar meradang.

Ariel kontan tertegun. Dari semua akar permasalahan, sebab musababnya pasti ayahnya yang di persalahkan karena tak memiliki pekerjaan tetap. Ya meski kesehariannya pria itu sangat sigap membantu urusan rumah tangga, tapi acapkali beliau di persalahkan atas semua persoalan yang terjadi di rumahnya.

"Aku masuk dulu!" kata Ariel yang raut wajahnya berubah murung.

Kedua orangtuanya tak melihat hal itu. Bahkan saat Ariel sudah mulai masuk ke kamarnya, sayup-sayup pertengkaran masih saja terdengar.

" Jangan harap kau bisa tidur di dalam jika kucing itu tidak kau temukan!"

" Astaga, bagiamana bisa kau lebih mementingkan hewan itu dari padaku aku sayang?"

" Aku tidak peduli!"

Ariel menatap kalender diatas mejanya. Sudah satu bulan ia duduk di bangku kelas tiga. Artinya tinggal beberapa bulan lagi ia akan masuk universitas. Ia menitikkan air matanya. Kalau keadaan ekonomi keluarganya seperti ini, apa sebaiknya ia bekerja saja dan tidak usah kuliah? Bahkan sang kakak memutuskan untuk tidak menikah dulu karena ingin membantu perekonomian keluarga mereka. Tapi sampai kapan?

...••...

" Baik Pak. Mohon maaf sekali lagi atas perbuatan Kevin!" Bu Imaniar harus menahan rasa malunya di sekolah itu akibat kelakuan radikal cucunya.

Ya, sekolah terpaksa memanggil wali murid dari siswa bernama Kevin karena laki-laki itu sangat keterlaluan. Bocah itu nyaris tak pernah mengikuti semua mata pelajaran.

Bu Imaniar menatap cucunya yang kini berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sudah tak terdefinisikan lagi.

" Pulang sekolah nenek ingin bicara sama kamu!" seru Bu Imaniar dengan muka marah.

Dan benar, anak itu tak mampir kemana-mana setelah pulang sekolah. Kevin yang hendak masuk menunda langkahnya sewaktu Bu Imaniar memanggil namanya.

" Mau kemana kamu, nenek mau bicara!" katanya sembari melipat majalah lokal.

Kevin melempar panggungnya ke sofa dengan muka malas. laki-laki itu bahkan membuang pandangannya ketika diajak bicara neneknya.

" Sekolah itu masih mentolerir sikap kamu karena kamu adalah anak dari seorang Lukas Wijaya!"

Kevin masih terdiam. Sama sekali tak berminat menyahut. Ia tahu sekolah itu berisikan orang-orang penjilat.

" Kamu dengar tidak kalau nenek berbicara Kevin?"

" Ya terus kenapa?" sahutnya ogah-ogahan.

Bu Imaniar geleng-geleng kepala sembari menyabarkan diri. " Kamu ini sangat-sangat keterlaluan Kevin. Tidakkah kau ingin membuat kelurga kita bangga denganmu?Nenek sudah putuskan untuk memindahkan kamu ke SMK Puspa Bangsa. Biar kamu tahu rasanya jadi mereka, bahwa diluar sana ada banyak anak yang kurang beruntung!"

" Terserah!" sahutnya kali ini dengan mata dan hidung yang sebenarnya sudah terasa panas.

Laki-laki itu langsung bangkit dan pergi menuju kamarnya sebab tak ingin diketahui jika ia sebenarnya sudah mau menangis.

" Kevin! Kevin!"

Kevin benar-benar serius dengan ucapannya. Bahkan ia memang tak memiliki semangat untuk melakukan apapun. Setibanya ia dikamar, laki-laki itu menatap foto ibunya di pigura dengan air matanya yang tiba-tiba mengembung. Dadanya seketika diliputi oleh kesesakan.

Kevin menangis dalam diam.

Malam harinya, ia yang hendak keluar langsung membatalkan niat ketika melihat Papanya berbicara dengan neneknya. Ia bahkan tak membalas senyuman itu. Ia masuk lalu membanting kamarnya dengan sangat keras. Membuat seorang Lukas Wijaya langsung termenung.

Kevin membenci papanya bukan tanpa alasan. Masih belum hilang dari ingatan saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri dimana Papanya berjalan dengan perempuan muda lalu masuk ke dalam mobil ketika mamanya terbaring di rumah sakit.

" Aku akan memindahkan anak itu ke SMK Puspa Bangsa. Itu akan membuatnya belajar!" kata Bu Imaniar yang mau tak mau harus memberitahukan hal itu kepada menantunya.

Lukas mengangguk. " Saya percaya sama Ibu!"

Bu Imaniar memang tak tahu langsung soal menantunya yang dikabarkan selingkuh saat anaknya akan meregang nyawa di rumah sakit ketika Kevin masih kecil. Wanita bijaksana itu hanya melakukan tugasnya sebagai seorang nenek.

" Saya barusaja transfer uang. Tolong ibu terima, bisa untuk tambah bayar rumah dan mobil baru untuk Kevin!" kata Lukas kepada mertuanya.

" Tidak perlu. Aku masih mampu membiayainya! Kau depositokan saja uang itu untuk masa depan Kevin. Umur orang tidak ada yang tahu!"

Lukas tertegun saat mendengar ucapan mertuanya. Sepertinya Ibu mertuanya juga antipati terhadapnya meski tak seterang sikap Kevin.

" Baik kalau begitu. Saya pamit. Terimakasih masih melibatkan saya dalam urusan Kevin!"

" Mmmm!" Jawab Bu Imaniar sekilas.

Lukas bangkit lalu menatap kamar anaknya sesaat sebelum ia melangkah pergi. Entah sampai kapan benang kusut ini akan terurai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!