Di sebuah ruang perkantoran yang cukup luas, di salah satu gedung pencakar langit kota Jakarta, seorang pria dengan gurat wajah tampan, terlihat sibuk membolak-balik tumpukan kertas berisikan diagram dan angka-angka persentase.
Saking sibuknya, pria dengan brewok halus di dagunya itu tak menyadari kedatangan seorang pemuda dengan stelan jas hitam ketat, hingga membentuk lekuk tubuhnya.
"Tuan, malam ini anda memiliki janji makan malam dengan pihak HW construction untuk membahas kontrak kerjasama, terkait pembangunan gedung perkantoran dan pabrik kelapa sawit kita di Kalimantan!"
Suara serak pemuda itu sontak memecah konsentrasi sang atasan yang masih saja sibuk membolak-balik laporan keuangan yang dipegangnya.
"Jam berapa tepatnya?"
Dengan sigap pemuda itu melirik ke arah jam tangannya
"Jam delapan malam, tuan.Tepatnya tiga jam dari sekarang.Namun Pak Heri baru saja mengirim pesan bahwa beliau berhalangan hadir karena sedang di rawat di rumah sakit.Beliau memintaku untuk menyampaikan permintaan maafnya kepada anda.Sebagai gantinya, beliau mengutus seorang perwakilan untuk menemui anda.Namanya Bu Sani Amara Wijaya.Dia wakil direktur HW construction yang juga putri tunggal beliau"
Sang atasan hanya mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan kertas yang sudah ia periksa sejak tadi, "rupanya Pak Heri masih syok.Padahal lebih baik jika beliau segera move on dari kejadian itu"
Sontak pemuda itu menghela nafa berat, mendengar ucapan sarkas sang atasan.Ia tahu perkataannya barusan tidak dimaksudkan untuk menghina partner bisnisnya.Namun entah mengapa, ia tetap saja kesal mendengarnya berkomentar secara blak-blakan.
"Orang tua mana yang tidak sedih jika pernikahan putrinya yang digelar dengan mewah, tiba-tiba dibatalkan secara sepihak oleh keluarga mempelai pria di hari H.Beliau bahkan lebih syok dari putrinya yang diputuskan satu jam sebelum akad dimulai melalui pesan singkat.Untungnya putri beliau bermental baja dan bersedia mengambil alih tugas Ayahnya untuk sementara waktu.Termasuk menemui kita malam ini"
"Entah karena bermental baja atau dia terpaksa menebalkan muka demi proyek yang kita tawarkan.Bagiku hal itu tidak masalah, selagi mereka konsisten menjaga kemitraannya dengan perusahaan kita", ucapnya seraya meletakkan dokumen yang ia pegang, lalu memutar kursinya menghadap ke arah sang pemuda yang merupakan asistennya.
"Ngomong-ngomong, Sahir.Sepertinya kau tahu banyak tentang kejadian yang menimpa Pak Heri dan putrinya!Apa sekarang kau sedang melakukan double job menjadi seorang wartawan gosip?!"
Pemuda bernama Sahir itu lantas mendengus kesal, mendengar sindiran halus sang atasan.Ingin rasanya ia menonjok mulut atasannya itu dengan tinjunya, jika saja ia tidak memikirkan gaji yang diberikan pria berwajah kaukasoid itu jauh diatas rata-rata.
"Tentu saja saya banyak tahu tentang kejadian itu, tuan Aman yang tampan!Anda kan yang menyuruh saya untuk menghadiri pernikahan mereka karena berhalangan hadir!Dan karena itulah, saya jadi menyaksikan drama itu secara langsung.Dan meski saya tidak ingin tahu sekalipun, saya tetap akan tahu karena orang-orang yang menghadiri acara pernikahan tersebut tak berhenti bergosip", jawabnya dengan penuh penekanan dan senyum yang dipaksa.
Atasan yang ia panggil dengan nama tuan Aman itu pun lantas mengangguk dan tersenyum tipis
"Maaf!Aku lupa kalau aku yang memintamu untuk menghadiri pernikahan putri Pak Heri".
Sahir hanya bisa memperlihatkan deretan giginya yang putih, tanpa memberikan jawaban apapun.
"Kalau begitu tolong rapikan dokumen-dokumen ini!Aku akan naik ke kamarku untuk beristirahat sebentar.Jangan lupa cek kembali dokumen yang kita perlukan sebelum berangkat.Aku tidak ingin ada dokumen yang ketinggalan dan menghambat pertemuan kita"
Sahir tersenyum lalu membungkuk, "Baik, tuan Aman!"
Sedetik kemudian, Aman beranjak dari ruangannya dan berjalan menuju lift.Ia meninggalkan Sahir yang tak berhenti mendumel seraya merapikan mejanya.
...****************...
Aman terbangun saat kumandang Adzan Maghrib dari arah luar gedung kantornya menggema.Ia pun bergegas menuju ke bathroom untuk membersihkan diri, lalu menunaikan ibadah sholat maghrib.
Sembari menunggu waktu isya yang hanya terpaut satu jam, Aman pun menyempatkan diri melantunkan ayat suci Al-qur'an dengan khusyuk di kamarnya.
Setelah urusan ibadah selesai, Aman lalu bersiap-siap berangkat ke tempat pertemuan yang dibicarakannya bersama Sahir sore tadi.
Saat sedang fokus memasang tali sepatu, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya dari arah luar.
Seakan sudah bisa menebak siapa sosok di balik pintu itu, Aman pun mempersilahkannya untuk masuk.
"Tuan, mobil anda sudah siap!", kata Sahir setelah membuka pintu dan memperlihatkan setengah badannya pada Aman.
Aman hanya mengangguk sambil tetap fokus mengikat tali sepatu yang satunya lagi hingga selesai.Ia kemudian berdiri dan mengibaskan bagian belakang jasnya yang sedikit kusut
"Kita berangkat sekarang tuan?", tanya Sahir sekali lagi, karena belum juga mendapat jawaban dari Aman.
"Iya.Semoga saja kita tidak terjebak macet.Kita hanya punya waktu tiga puluh menit untuk tiba di restaurant tepat waktu", kata Aman seraya mengecek arloji mewahnya yang melekat di pergelangan tangan kirinya.
"Tenang saja tuan!Restaurant Paramount hanya berjarak satu blok dari sini.Dijamin anda tetap sampai tepat waktu, meski jalanan macet.Asalkan anda bersedia menyeret kedua kaki anda hingga ke depan pintu restoran jika itu benar terjadi", gurau Sahir seraya terkekeh.
Namun Aman yang juga terkenal sebagai pria kaku yang tak memiliki selera humor di kalangan para karyawannya, hanya memperlihatkan ekspresi yang datar layaknya cumi kering yang dijemur berbulan-bulan
"Boleh juga idemu itu, Sahir!"
Sontak Sahir pun menepuk jidatnya, "Oh my god!"
Sahir hanya bisa menggelengkan kepalanya, mendengar Aman menanggapi gurauannya dengan serius.Ia tak menyangka jika ada manusia setidak menarik itu di muka bumi ini.
Jika saja Sahir tidak memiliki alasan kedua selain gaji yang besar untuk tetap berada disisi pria tegap menjulang ini, mungkin saja ia sudah kabur sejak dulu.Bahkan sebelum masa training nya usai tujuh tahun lalu.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang!", ucap Sahir singkat, tak melanjutkan gurauannya.Ia membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Aman untuk berjalan lebih dulu.
"Terima kasih, Sahir"
Dengan cepat Aman menyambar tas kerjanya yang ia letakkan di atas kabinet, lalu berjalan meninggalkan kamarnya, di susul oleh Sahir dari belakang.
...****************...
Lima belas menit telah berlalu sejak mereka meninggalkan gedung perkantoran.Aman dan Sahir akhirnya tiba di restaurant paramount, tempat ia dan pihak HW construction akan mengadakan pertemuan.
Sebelum memasuki gedung restaurant, Aman sempat melirik jam tangannya sesaat untuk memastikan jika dirinya tidak terlambat.Untungnya ia tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
Setelah menanyakan perihal tempat yang sudah ia reservasi sebelumnya kepada resepsionis, mereka pun diantar oleh seorang pelayan restaurant menuju ruang private yang mereka pesan.
Di tengah perjalanan, sang pelayan menyampaikan kepada Aman jika tamu yang sedang mereka tunggu telah tiba sejak lima belas menit yang lalu.
"Silahkan masuk, tuan!", ucap sang pelayan
"Terima kasih", ucap Aman seraya menunduk.
Aman lalu mengalihkan pandangannya ke depan pintu, begitu sang pelayan membuka pintu ruang private yang dimaksud.
Tepat disaat pintu itu dibuka, mata Aman yang sejak tadi menatap ke depan, tak sengaja berpapasan dengan mata seorang gadis yang sedang berdiri di depan meja di dalam ruang private yang ia pesan.
Aman sempat terkesiap ketika tatapan mereka saling bertemu.Ia terpukau melihat wajah gadis itu yang begitu teduh saat tersenyum.Bola matanya yang bulat dan coklat, nampak berbinar di bawah cahaya lampu.
Dan meski usianya terlihat sangat muda, namun penampilan gadis itu sangat santun dengan balutan midi dress A line berwarna peach.
Cukup lama mereka saling menatap, hingga akhirnya Aman menyadari kekhilafannya dan segera menundukkan pandangannya.
'Astaghfirullah', istighfarnya dalam hati.
Dengan cepat Aman memperbaiki ekspresinya, lalu berjalan menuju kursi yang berhadapan langsung dengan gadis itu.
Sementara Sahir yang sedari tadi berada disamping Aman, segera memposisikan dirinya di belakang kursi yang berdampingan dengan atasannya itu.
"Senang berjumpa dengan anda, tuan Aman khan.Perkenalkan, saya Sani Amara Wijaya, wakil direktur HW Construction", gadis bernama Sani itu segera mengulurkan tangannya sambil tersenyum ke arah Aman
"Saya juga senang dapat berjumpa dengan anda, nona Sani.Saya banyak mendengar tentang anda dari Pak Heri", ucap Aman dengan raut wajah datar seraya mengangkat kedua tangannya setinggi dada lalu menempelkannya, sebagai balasan untuk uluran tangan Sani.
Sontak Sani pun menunduk malu, lantaran Aman tak menjabat tangannya.Namun ia berusaha bersikap tenang dengan menurunkan tangannya dan mengangkat kepalanya untuk tersenyum pada kedua pria itu.
"Saya harap nona Sani tidak tersinggung atas tindakan saya barusan.Saya hanya ingin menjaga marwah anda sebagai seorang wanita", kata Aman dengan wajah datar khasnya, membuat Sahir gemas ingin mendepaknya.
"Tidak apa-apa.Saya mengerti.Justru saya berterima kasih anda telah mengingatkan saya", ucap Sani lembut, mencoba mencairkan suasana yang sedikit canggung.
"Bagaimana jika kita makan malam lebih dahulu sebelum membahas kontrak kerjasama kita?", lanjut Sani.
"Boleh!Saya tidak keberatan"
Setelah mempersilahkan keduanya untuk duduk, Sani pun memanggil pelayan yang masih berdiri di depan pintu.Ia memilihkan menu makanan untuk Aman dan Sahir, usai menanyakan selera dan bahan makanan yang tidak bisa mereka konsumsi.
Tak ada lagi obrolan diantara mereka begitu sang pelayan pergi.
Selagi menunggu pesanan tiba, ketiganya pun melakukan kesibukan masing-masing.Sani membuka sebuah map dan membaca tulisan di atas kertas yang berada di dalamnya.
Sementara Sahir membuka ipadnya dan memeriksa ulang jadwal atasannya untuk seminggu ke depan kalau-kalau ada perubahan mendadak.
Hanya Aman yang terlihat sibuk memainkan ponselnya.Ia sengaja men scroll layar ponselnya untuk menghilangkan rasa bosannya.
Jika saja yang datang malam ini adalah Pak Heri, tentu Aman bisa lebih nyaman untuk berbincang, karena beliau selalu memiliki bahan obrolan yang bisa ia bahas bersama Aman.
Sayangnya yang datang malam ini adalah anak gadisnya.Dan meski Aman telah bekerjasama dengan Pak Heri sejak sepuluh tahun lalu, namun ini pertama kalinya ia bertemu dengan putri beliau.
Selama ini Sani tumbuh besar dalam asuhan sang Nenek di Jogja, karena Ibunya telah meninggal dunia saat dirinya masih sangat kecil.Setidaknya itu yang Aman ketahui dari mulut Pak Heri ketika beliau menceritakan tentang putri semata wayangnya.
"Bagaimana keadaan Ayah anda?!", tiba-tiba saja Aman memutuskan untuk memulai obrolan, demi menghilangkan rasa bosannya menunggu pesanan mereka.
Sani dan Sahir yang sama-sama terkejut mendengar pertanyaan Aman, kompak menoleh memberikan tatapan heran pada Aman yang saat itu tengah mengarahkan pandangannya pada Sani dengan ekspresi datarnya.
"Sebenarnya beliau sudah membaik, hanya saja perasaan malu dihatinya belum hilang dan itu membuatnya tak ingin beraktifitas.Saya sungguh meminta maaf atas kelakuan Ayah saya yang begitu kekanak-kanakan hingga menyebabkan rencana bisnis kalian jadi berantakan"
"Tidak masalah.Siapapun akan terluka jika mendapat pukulan sebesar itu.Saya turut menyesal atas kejadian yang menimpa anda dan Pak Heri.Semoga beliau bisa segera mengatasi kesedihannya dan menerima dengan lapang dada apa yang sudah terjadi.Tidak baik bagi kesehatan beliau jika terus-terusan memendam dendam", lagi-lagi Aman mengatakannya dengan wajah yang datar tanpa memperlihatkan ekspresi sedikit pun
Sahir pun sontak menatapnya dengan tatapan tajam, seraya mencubit Aman dari balik meja makan.Rasanya ia ingin menusuk mulut bawel atasannya itu karena tak pandai membaca situasi.
Bibir Sahir bahkan tak berhenti komat kamit, saat Aman melayangkan pandangan heran padanya, seakan ia sedang merutuki Aman karena telah melontarkan perkataan yang cukup terus terang, tanpa menunjukkan rasa simpati sedikitpun melalui mimik wajahnya.
Untungnya Sani menanggapi ucapan Aman dengan santai sambil tersenyum, "Saya tidak menganggap kejadian itu sebagai pukulan.Justru menurut saya keputusan pria itu sudah sangat tepat.Saya pun akan melakukan hal yang sama jika takdir kami ditukar"
Aman dan Sahir yang saat itu saling bertatapan, kompak menoleh pada Sani seraya mengerjapkan kedua mata mereka berulang kali.
Namun belum sempat menanyakan maksud dari ucapan Sani barusan, makanan yang mereka pesan sudah lebih dulu datang dan membuat obrolan mereka terhenti.
Kini ketiganya memilih diam dan menikmati pesanan masing-masing tanpa berbicara satu sama lain.
...****************...
Setelah menghabiskan makan malam mereka, ketiganya pun memulai percakapan yang lebih serius.Mereka fokus membicarakan kontrak kerjasama yang akan mereka sepakati malam ini.
Sahir nampak mengeluarkan sebuah dokumen terkait kontrak kerjasama perusahaan dari dalam tas kerja yang ia bawa.
"Ini adalah surat perjanjian kontrak kerjasama untuk proyek pembangunan pabrik dan gedung perkantoran kami di Kalimantan.Point-point yang tercantum dalam kontrak tersebut berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara saya dan Pak Heri.Silahkan nona cek terlebih dahulu"
Sani meraih dokumen yang disodorkan Sahir padanya.
"Sebelumnya saya dan Pak Heri sudah membahas soal proyek ini secara pribadi dan beliau menyanggupi pengerjaannya.Beliau juga telah menyerahkan desain blueprint dan rincian anggaran pembangunan pada saya", ucap Aman dengan raut wajah serius.
Sani mengangguk paham seraya membaca dengan seksama isi dari kontrak kerjasama yang diserahkan Sahir.
"Kalau begitu saya hanya perlu menandatangani kontrak kerjasama ini?", tanya Sani setelah selesai membaca keseluruhan isi perjanjian dan terlihat puas
"Iya.Dan kita akan segera memulai pengerjaan proyek ini, begitu anda selesai menandatanganinya.Tim HW construction akan diberangkatkan ke Kalimantan satu minggu dari sekarang.Namun jika ada yang ingin anda koreksi dari isi kontrak tersebut, kita bisa membahasnya dan memutuskannya sekarang juga"
"Menurut saya tidak ada yang perlu dikoreksi.Seluruh point telah sesuai dengan apa yang Ayah saya sampaikan pada saya", jawabnya sembari tersenyum
Aman dan Sahir bernafas lega mendengar jawaban Sani.
Sahir dengan cekatan memberi pena pada Sani, agar ia bisa segera menandatangani surat perjanjian tersebut.
"Dengan begini kita telah resmi menjadi partner bisnis sekali lagi dan akan bekerjasama dalam beberapa bulan kedepan.Semoga kita bisa sama-sama puas dengan hasil akhirnya"
"Terima kasih karena anda selalu mempercayakan proyek pembangunan gedung anda pada HW construction, Tuan Aman khan!", ucap Sani dengan senyum sumringah.
Setelah urusan mereka selesai, mereka pun bersiap-siap untuk meninggalkan restoran.
Namun saat akan beranjak dari ruangan, tiba-tiba Sani menghentikan langkah Aman dan Sahir
"Tuan Aman, bisakah saya meminta waktu anda sebentar?Saya ingin berbicara empat mata dengan anda", tanya Sani yang masih duduk di tempatnya.
Aman dan Sahir nampak saling melirik.Namun Sahir hanya mengangkat kedua bahunya, karena tak tahu akan maksud Sani meminta Aman untuk tetap tinggal.
Setelah cukup lama terdiam, Aman pun memberi isyarat pada Sahir untuk lebih dulu kembali ke mobil dan menunggunya di sana.
Begitu Sahir meninggalkan mereka, Aman kembali duduk di tempatnya dan menunggu Sani memulai percakapan.
Untuk beberapa saat Sani terlihat cukup gugup.Ia tak berhenti menautkan jari jemarinya, seolah memikirkan apa yang akan ia katakan.Dan setelah berhasil mengendalikan kegugupannya, Sani pun memulai pembicaraan.
"Apa tuan Aman sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita?"
Pertanyaan Sani itu sontak membuat Aman terdiam.Aman terlihat beberapa kali mengerjapkan matanya dengan alis yang sedikit mengkerut.
"Tidak!", jawabnya singkat
"Apa tuan Aman tidak berencana menjalin hubungan dengan seorang wanita ke jenjang yang lebih serius"
Aman kembali terkejut dengan pertanyaan aneh Sani.Rasanya ia tak perlu untuk menjawab itu, namun entah mengapa mulutnya tak bisa jika hanya diam saja
"Tidak!Untuk saat ini saya tidak kepikiran tentang hal itu.Lagipula saya tidak memiliki calon untuk dijadikan pendamping hidup"
Mendengar jawaban Aman, Sani pun menyunggingkan senyumnya.
"Kalau begitu apakah saya bisa melamar tuan menjadi suami saya?"
Pertanyaan yang Sani lontarkan selanjutnya berhasil membuat Aman syok.Dalam sepersekian detik otaknya dibuat bleng, membuatnya tak mampu mencerna kata-kata Sani dengan baik.Dan karena itu Aman hanya bisa diam mematung.
Melihat Aman yang tak bereaksi apapun, Sani kembali melontarkan pertanyaan yang justru membuat pria itu semakin tak berkutik
"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya!Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?
"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya!Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?
...----------------...
Pertanyaan itu benar-benar membuat Aman tak bisa berkata-kata.
'Apa dia sangat terobsesi dengan pernikahan?!' ,batin pria itu.
"Maaf nona Sani, tapi saya pikir ini sudah terlalu...."
"Anda tidak perlu memikirkan apapun mengenai persiapan pernikahan ini.Semua urusan pernikahan akan menjadi tanggungan saya.Saya hanya ingin kesediaan anda menjadi suami saya.Jika anda setuju, saya akan memberikan apapun yang anda inginkan"
Aman lagi-lagi terkejut mendengar ucapan Sani,"memberikan apapun?!"
"Iya!"
Sani menjawab dengan begitu tenang dan percaya diri, sementara Aman justru terlihat syok akibat perkataan aneh Sani yang menyerangnya secara bertubi-tubi
"Saya tahu anda tidak memiliki kekurangan apapun untuk bisa saya tawarkan sebagai mahar pada anda.Tapi saya akan memberikan segala milik saya dan melayani anda dengan baik sebagai seorang istri"
"Termasuk kesucian yang sudah saya jaga selama dua puluh tiga tahun hidup saya!", kini Sani menunduk malu usai mengucapkan kata-kata terakhirnya.
Aman pun hanya bisa terdiam mendengar kata-kata frustasi gadis itu.
"Saya hanya ingin menyalurkan hasrat saya dan merasakan pelukan hangat seorang pria yang tak pernah saya rasakan seumur hidup.Tapi saya tidak ingin jatuh ke lubang dosa perzinahan.Alasan mengapa akhirnya saya menawarkan ini kepada anda, karena saya sering mendengar Ayah saya memuji anda setiap kali kami membahas proyek yang beliau kerjakan untuk anda.Bagaimana anda tidak pernah meninggalkan urusan akhirat, di sela-sela kesibukan anda mengurus urusan dunia.Saya berpikir akan sangat bahagia, jika bisa merasakan menjadi seorang istri dari pria seperti anda.Kalau pun nantinya anda memiliki wanita yang anda cintai, saya tidak keberatan jika harus melepaskan anda"
Entah mengapa kata-kata Sani itu merasuk hingga ke relung hati Aman yang terdalam.Ia seakan ikut merasakan keputusasaan gadis itu menjadi seorang wanita yang ingin memegang teguh prinsipnya.
"Apa anda tidak keberatan menikahi pria yang tidak anda cintai dan tidak mencintai anda?", tiba-tiba saja Aman menanyakan hal yang tidak diduga oleh Sani
"Bukankah lebih baik seperti itu daripada saya harus berakhir di club malam dan menyerahkan tubuh saya pada pria yang tidak saya kenal?"
Mendadak Aman merasakan kekaguman pada sosok Sani.Wanita yang memiliki pemikiran sepertinya sudah sangat jarang ditemukan di dunia ini.Dan apakah dia akan menyambut tawaran gadis itu atau menolaknya dengan alasan perasaan?
"Apa anda tidak keberatan menikahi pria yang tidak anda ketahui asal usulnya?Anda mungkin pernah mendengar dari Ayah anda, jika saya adalah orang asing yang menetap di Indonesia tanpa satu pun keluarga.Sementara Ayah anda adalah orang yang cukup terpandang di Indonesia, terutama keluarga anda di Jogja"
Sani kembali tersenyum sambil menunduk," Hal itu tidak akan memberatkan amal kita diakhirat bukan?!Yang saya butuhkan saat ini hanyalah seseorang yang bisa membawa saya ke jalan yang benar agar tidak salah arah.Saya rasa saya bisa menemukan itu jika bersama anda, meski hanya dalam waktu singkat.Setidaknya saya tidak melakukan dosa jika menyerahkan diri saya kedalam pernikahan yang sah"
Aman menghela nafas sesaat, "saya ingin memastikan satu hal.Anda menawarkan ini bukan karena ingin mencari pelampiasan setelah batal menikah bukan?"
Sontak Sani membulatkan matanya.Ia menggeleng sambil menggerakkan kedua tangannya, seolah menegaskan jika hal itu tidak benar.
"Tawaran ini tidak berkaitan dengan hal itu.Saya sudah menerima keputusannya dengan lapang dada setelah tahu alasan mereka melakukannya.Dan untuk meyakinkan anda, saya tidak keberatan jika kita hanya menikah di kantor KUA dengan dihadiri Ayah dan Nenek saya.Saya tidak membutuhkan perayaan besar-besaran.Yang saya butuhkan hanyalah status yang sah secara agama dan negara"
Aman nampak berpikir cukup lama,"Baiklah!Saya akan mengabulkan permintaanmu.Mari kita menemui ayahmu dan menikah!"
Seketika senyum sumringah mengembang di bibir Sani.Ia segera berdiri dan membungkukkan badannya di hadapan Aman
"Terima kasih tuan Aman.Saya akan berusaha menjadi seorang istri yang baik dan melayani anda sebaik mungkin"
Sani lalu menyerahkan kartu nama miliknya pada Aman,"hubungi saya jika anda sudah memiliki waktu luang untuk bertemu Ayah dan menetapkan tanggal pernikahan"
Setelah itu ia berpamitan dan meninggalkan Aman yang masih terduduk di tempatnya sambil tersenyum dalam hati
'Ternyata dia sangat polos!'
...****************...
Ditengah perjalanan pulang, Aman terus memutar-mutar kartu nama yang diberikan Sani padanya.Dia masih tak percaya telah mengiyakan ajakan menikah seorang gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.
'Apa yang kulakukan tadi?Apa aku luluh dengan wajah berbinarnya saat mengatakan alasan dia melamarku?Melamarku.....'
Aman nampak senyam-senyum sendiri
Sahir yang melihat tindak tanduk Aman dari kaca spion, nampak tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.Ini pertama kalinya sejak tujuh tahun bekerja, ia melihat atasannya itu tersenyum kegelian sendiri.
'Apa yang sebenarnya mereka bicarakan sampai kak Aman menjadi aneh seperti ini?', Sahir benar-benar penasaran.
"Tuan, apa anda baik-baik saja?", tanya Sahir sambil menoleh ke belakang.
Sementara orang yang ditanya langsung kelabakan begitu menyadari jika Sahir sedang menatapnya dengan tatapan serius.
"Ti...tidak!Saya baik-baik saja!", jawabnya tegas sambil berdehem dan memperbaiki posisi duduknya.
Melihat sang atasan hanya menjawab sekenanya, Sahir pun memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut dan kembali berbalik kedepan.Namun baru saja ia memperbaiki posisi duduknya, Aman tiba-tiba melontarkan pertanyaan padanya.
"Sahir, apa aku boleh bertanya tentang hal yang bersifat pribadi padamu?"
Sahir yang memang sudah penasaran sejak tadi tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Tentu saja boleh tuan!",jawabnya dengan wajah sumringah
"Apa kau pernah dilamar oleh seorang wanita?Hmmm...bukan wanita, tapi seorang gadis yang jauh lebih muda darimu?"
Sontak Sahir terperanjat mendengar pertanyaan Aman.Dengan cepat ia berbalik dan menyandarkan dadanya pada jok mobil, berusaha mengobrol dengan jarak yang lebih dekat dengan Aman.
"Apa nona Sani melamar anda?!"
Wajah Aman seketika merona mendengar tebakan Sahir.Ia pun menelan ludahnya dengan kasar dan berusaha mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
Sementara Pak Adi, sang sopir berusaha menahan batuknya karena terkejut
"Apa tebakanku benar?", Sahir kembali bertanya karena tak juga mendapat jawaban dari Aman.
Aman kembali berdehem dan kali ini cukup keras.
"Iya!Dia tiba-tiba melamarku dan mengajakku menikah", jawab Aman datar.
Spontan mata Sahir membulat sempurna dan ia melompat kegirangan di atas kursi mobil.Ia bahkan ingin meloncat ke depan Aman, jika saja tidak terhalang oleh kursi mobil.
"Wah....sulit dipercaya!Gadis itu melamar anda?!Nyalinya besar juga!Lalu apa jawaban anda?!", tanya Sahir yang terlihat begitu antusias
"Tadinya aku menolak.Tapi setelah mendengar alasannya, aku jadi mengiyakan permintaannya dan berencana menemui Pak Heri"
"Apa?!Yang benar tuan?!Anda setuju menikahi gadis itu!"
Aman mengangguk dengan ekspresi yang konsisten sejak tadi, datar!
"Wah...tuan Aman dapat durian runtuh!Ku dengar dia baru lulus kuliah tahun ini dan langsung bekerja di perusahaan Ayahnya.Artinya anda menikahi gadis yang sepuluh tahun lebih muda dari anda!Wah....anda benar-benar sesuatu!", puji Sahir seraya bertepuk tangan, membuat Aman semakin malu, namun ia berusaha untuk tak memperlihatkannya.
"Lalu apa alasan dia mengajak anda menikah?Jika masalah harta, jelas tidak mungkin.Ayahnya. merupakan seorang kontraktor terkenal dikalangan pebisnis.Belum lagi beliau memiliki banyak properti yang disewakan dan nona Sani satu-satunya ahli waris yang akan mewarisi aset-aset tersebut.Jadi tidak mungkin jika dia mengajak tuan menikah demi harta.Apa tuan dijadikan penutup malu setelah kejadian pembatalan pernikahan itu?!Kalau benar begitu, sebaiknya anda menolaknya.Tidak baik bagi reputasi anda sebagai pemilik perusahaan Ardhani Group"
"Bukan karena itu.Dia bahkan tidak keberatan jika kami hanya menikah di KUA dengan dihadiri Ayah dan Neneknya tanpa mengadakan pesta pernikahan"
Lagi-lagi Sahir tak bisa menahan keterkejutannya.Ia tiba-tiba tersedak, seolah ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.Padahal ia sedang tidak mengunyah atau meminum apapun
"Dia mau diajak menikah di KUA saja?!"
Aman mengangguk seraya memejamkan matanya dan melipat kedua tangannya di dada.
"Kalau seperti itu, satu-satunya alasan yang tersisa adalah dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anda!"
Aman nampak mengernyitkan alisnya, namun ia memutuskan untuk tidak menjelaskan alasannya kepada Sahir.Ia ingin membiarkan pemuda itu menebak sesuka hatinya
"Kenapa kau berpikir itu alasannya?"
Sahir nampak memperbaiki posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan Aman.
"Ya....tidak bisa dipungkiri.Meski usia anda sudah tiga puluh tiga tahun, namun anda masih terlihat seperti pemuda berusia dua puluhan.Wajah anda tampan, tubuh anda terawat, penampilan anda berkelas dan harta anda tidak akan habis sampai tujuh turunan.Wanita mana yang tidak akan jatuh cinta pada anda!Anda saja yang terlalu menutup diri selama ini.Terkungkung dalam menara istana berlabel perusahaan Ardhani Group.Anda bahkan menjadikan gedung perusahaan sebagai rumah dan membangun ruangan bak apartemen di lantai paling atas", Sahir mendeskripsikan sosok Aman yang ia kenal selama ini dengan tatapan lirih.
Sementara Aman tak merespon perkataan Sahir.Ia hanya menghela nafas panjang sambil bersandar pada kursi mobil.Dirinya baru sadar jika sudah sepuluh tahun ia menghabiskan waktunya di Indonesia.Dan selama itu pulalah ia menutup diri dari hingar bingar dunia luar.
Saat memikirkan hal itu, Aman tiba-tiba teringat pada seseorang yang berada jauh di India.Betapa ia merindukan orang itu yang sudah lama tak ia jumpai.Ia pun meraih ponselnya dan menatap sebuah foto yang terpajang sebagai wallpaper di layar ponselnya dengan mata yang sedikit berair.
Rapat akhir pekan baru saja selesai, namun pikiran Aman sedang tidak fokus.Ia kembali menatap kartu nama yang ia letakkan di atas meja rapat.
'Sebaiknya aku menghubunginya sekarang'
Baru saja Aman ingin mengetik nomor telepon Sani, lantunan Adzan Dzuhur dari luar gedung tiba-tiba menggema.Ia pun memutuskan untuk memenuhi panggilan Tuhan terlebih dahulu sebelum menghubungi nomor Sani.
Usai melaksanakan ibadah dan makan siang, Aman kembali menghubungi nomor Sani.Baru dua kali terdengar bunyi tut, panggilan teleponnya sudah langsung tersambung.Seakan gadis itu sedang memandangi ponselnya menunggu telepon dari Aman.
"Halo, assalamu alaikum", sapa Sani
"Wa'alaikum salam warahmatullaah....apa aku mengganggumu?", untuk pertama kalinya Aman berbicara santai pada seorang wanita.
"Tidak!Aku sudah menunggu telepon darimu sejak tadi"
Aman berusaha menahan senyumnya dengan mengatupkan bibirnya.Ia merasa aneh mendengar Sani berbicara santai padanya.
"Kamu sudah memutuskan kapan menemui Ayah?", ucap Sani tanpa basa-basi
"Apa tidak terlalu terburu-buru jika kita menemuinya sebentar sore?Kebetulan ini weekend, jadi jadwalku tidak terlalu padat"
Tanpa menunggu waktu lama, Sani langsung menjawab
"Tentu saja tidak!Makin cepat makin bagus!Karena pengurusan pernikahan dengan WNA cukup memakan waktu"
Aman berusaha mengontrol ekspresinya dengan tersenyum setipis mungkin, "baiklah!Aku akan menjemputmu di kantor jam empat sore dan kita sama-sama ke rumah sakit"
"Aku akan menyampaikan kabar kedatangan kita pada Ayah", Sani terdengar kegirangan
"Oh ya, apa kamu sudah makan siang?",tanyanya lagi
"Sudah.Aku baru saja selesai makan siang sebelum menelpon mu"
"Kalau begitu aku tutup teleponnya, ya.Selamat bekerja!", ucap Sani, mengakhiri percakapan mereka.
Tiba-tiba saja Aman merinding, seolah ada sesuatu yang menggelitik dadanya.Ini pertama kalinya seorang wanita menanyakan hal-hal kecil seperti itu padanya.
Selama ini, hanya ada satu orang yang selalu memberinya perhatian seperti itu.Dan dia adalah Sahir, asistennya yang seorang pria.
Mendadak Aman merasa sedikit menyesal telah menyia-nyiakan sepuluh tahun hidupnya yang terus merundungi dirinya sendiri atas masa lalu yang menyakitkan.
Namun jika Aman tak mengalami peristiwa itu, tentu ia tidak akan bertemu dengan Sani.Ia bisa saja sudah menikah dan memiliki anak.Seperti inilah Tuhan menentukan takdir untuknya.
"Sahir, tolong masuk ke ruanganku sekarang", panggilnya melalui telepon kantor.
"Baik tuan".
Beberapa menit kemudian, Sahir muncul dan berjalan ke arah Aman, "ada apa tuan Aman?"
"Sore ini aku akan pergi menemui Pak Heri.Jika ada sesuatu yang mendesak, tolong kau tangani dan minta Pak Adi untuk menyiapkan mobilku"
"Anda ingin membawa mobil sendiri?"
"Iya.Aku harus ke kantor HW construction untuk menjemput Sani, lalu pergi bersamanya ke rumah sakit menemui Pak Heri"
Tanpa sadar Sahir menganga keheranan, "secepat ini anda memutuskan semuanya?!Apa tidak sebaiknya anda menghubungi nenek Divya lebih dulu dan memberitahunya tentang hal ini sebelum menemui Pak Heri?"
Aman tertegun mendengar Sahir menyebut nama sang Nenek.
"Tidak perlu!Lagipula sudah lama aku tidak bertukar kabar dengannya"
"Apa anda tidak akan menceritakan tentang apa yang terjadi di keluarga anda pada nona Sani?", tanya Sahir dengan lirih
Aman kembali tertegun.Kali ini cukup lama
"Aku belum sedekat itu untuk menceritakan kejadian tersebut.Aku akan mencoba lebih akrab dengannya lebih dulu.Jika aku bisa nyaman berada didekatnya, aku akan menceritakannya secara perlahan"
Sahir mengangguk paham,"baiklah, kalau memang itu keputusan anda!Setidaknya anda sudah berani membuka cangkang anda perlahan-lahan.Semoga saja nona Sani bisa menerima keadaan masa lalu anda dengan baik"
"Terima kasih atas dukunganmu Sahir.Entah bagaimana aku jika Ibu tidak membawaku kemari sepuluh tahun lalu!"
"Mungkin anda akan berakhir menjadi gelandangan?!Atau bisa saja anda menjadi orang gila yang menyerang orang-orang yang berusaha mendekat?!Siapa yang tahu, hehehe....", jawabnya sambil terkekeh
"Oh ya, bagaimana kabar Ibu?"
"Jangan tanya!Dia sangat menikmati hidupnya menjadi wanita pantai.Sepertinya bisnis resort yang anda siapkan untuknya membuat dia lupa dengan anaknya sendiri!", gerutu Sahir.
"Setidaknya dia menikmati hidupnya di masa tua", Aman terlihat sangat senang membahas Ibu Dina, Ibunya Sahir meski tetap dengan raut wajah datarnya.
"Setelah menikah, aku akan mengajak Sani menemui beliau", lanjutnya
"Boleh-boleh saja, tapi anda tidak boleh pergi terlalu lama!Karena sudah pasti anda akan melimpahkan semua urusan pekerjaan pada saya!"
"Kalau bukan kau, siapa lagi?!"
Sahir berdecak kesal dalam hati sambil tersenyum paksa, 'dasar kak Aman!'
"Oh ya, tolong kau urus dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mengurus pernikahanku!Apa saja yang harus aku persiapkan untuk meresmikan pernikahan di KUA!"
"Baik tuan.Kalau begitu saya permisi untuk mengurusnya sekarang!"
"Sahir, kau memang yang terbaik!", puji Aman.
"Kalau begitu beri saya bonus sebagai ucapan terima kasih"
"Dasar!"
Baru saja Aman ingin melayangkan pukulan di lengan Sahir, namun pemuda itu sudah lebih dulu meninggalkannya sendirian.
...****************...
Sore itu, sebuah sedan BMW hitam terlihat memasuki area parkir kantor HW construction.
Di saat yang bersamaan, Sani yang barus saja keluar dari gedung perkantoran miliknya, terlihat menghampiri mobil sedan tersebut.
Akibat dari kejadian itu, para karyawan HW construction pun menjadi heboh dan berbondong-bondong mengintip dari balik jendela kantor.
Tak lama kemudian, seorang pria berkulit putih dengan paras wajah tampan khas timur tengah, terlihat keluar dari dalam mobil.Mereka pun kompak berdecak kagum melihat perawakan pria itu yang sangat tinggi, dengan postur tubuh yang proporsional.Sang pria terlihat berjalan ke sisi kiri mobil dan membuka pintu untuk Sani yang baru saja tiba di hadapannya.
Saat itulah wajah pria itu terekspos dengan jelas.Mereka pun memicingkan mata, berusaha mengamati wajah pria itu dengan seksama.
"Bukannya itu Pak Aman, klien Pak Heri?"
"Tumben dia kesini?Jemput Bu Sani lagi!"
"Apa jangan-jangan mereka ada hubungan?!"
"Hush...ada-ada saja kalian!Kantor kita kan baru saja menandatangani kontrak dengan Pak Aman!Dan Bu Sani yang mewakili Pak Direktur untuk tanda tangan kontrak karena sedang sakit"
"Lagian kenapa juga kalau mereka berhubungan?Toh Bu Sani juga sudah batal menikah dengan pria brengsek itu!Bu Sani berhak mendapat pria yang jauh lebih baik darinya!Wanita sebaik Bu Sani tidak pantas disia-siakan"
"Saya juga penasaran, kenapa calon suami Bu Sani tiba-tiba membatalkan pernikahan secara tiba-tiba?!Kan kasihan Bu Sani.Mana kolega Ayahnya juga pada datang di acara akad.Untung tidak ada yang membatalkan kontrak hanya karena masalah itu"
"Hanya mereka yang tahu, kita tidak boleh ikut campur urusan atasan!"
Begitulah pembicaraan tentang pernikahan Sani terjadi, selepas kepergiannya bersama Aman.
...****************...
Sementara itu di lain tempat, Sani dan Aman baru saja tiba di salah satu rumah sakit swasta terbaik di Jakarta.Mereka segera menuju ruang suite, tempat Pak Heri dirawat.
Namun sesampainya disana, keduanya justru dikejutkan dengan kehadiran Ibu dari Pak Heri yang juga sedang berada di sana.
"Nenek kok ada disini?!"
Sani segera menghambur ke pelukan Nenek Hanum, Nenek yang selama ini merawatnya, sementara Aman berjalan menghampiri Pak Heri dan menyapanya.
"Kamu kan bilang mau mempertemukan calonmu sama Ayahmu, jadi Nenek datang kesini."
"Tadinya kami berencana menemui Nenek di rumah setelah dari sini!"
"Sudah terlanjur!Nenek juga sekalian ingin melihat kondisi putra Nenek!Kasihan dia, tidak ada istri yang bisa merawatnya di masa tua!"
"Ibu bisa saja!", Pak Heri nampak menggaruk kepala belakangnya, malu.
"Bagaimana kabar anda Pak Heri?", tanya Aman
"Baik Pak Aman"
"Maaf jika kedatangan saya kesini sangat tiba-tiba", Aman menunduk sesaat, menunjukkan rasa sungkannya.
"Tidak apa-apa Pak Aman.Anda tidak perlu merasa sungkan", ucap Pak Heri yang kemudian memberi isyarat kepada Sani untuk mendekat.
Sani pun segera menghampiri Aman dan berdiri tepat disamping pria itu.Setelah keduanya berdiri di hadapan Pak Heri, beliau pun membuka percakapan diantara mereka.
"Sani sudah mengatakan kepada kami maksud kedatangan Pak Aman menemui saya.Tapi sebelum membahas hal itu, saya ingin memastikan, apakah anda yakin dengan keputusan ini?!", tanya Pak Heri dengan mata yang berkaca-kaca.Ia menatap Sani dan Ibunya secara bergantian dengan tatapan sendu.
Sani dan Nenek Hanum pun balas menatap Pak Heri dengan ekspresi yang sama.Namun Sani segera menggelengkan kepalanya pada sang Ayah, seolah memohon pada beliau untuk tidak menceritakan apapun pada Aman.
"Anda tahu sendiri, dua minggu lalu pernikahan Sani dibatalkan secara sepihak oleh pihak mempelai pria karena satu alasan"
"Saya sudah tahu tentang hal itu dan itu tidak masalah buat saya.Keputusan kami untuk menikah tidak ada hubungannya dengan pembatalan pernikahan Sani", jawab Aman dengan jelas.
"Bagaimana jika ternyata anak kami menyimpan rahasia yang akan membuat anda merasa dibohongi?", tanya Pak Heri dengan suara pelan.
Aman segera menoleh ke arah Sani.Ia menatap mata gadis itu yang saat ini sedang menatapnya dengan berlinang air mata.
Meski sepertinya yang dikatakan Pak Heri itu benar, namun Aman dapat melihat dengan jelas ketulusan yang ada dalam tatapan mata Sani saat itu.
Untuk itu Aman ingin bertaruh pada alasan tersebut dan mencoba melangkah maju, meski pernikahan mereka tanpa dilandasi oleh cinta.Toh dirinya sendiri memiliki rahasia yang hanya diketahui oleh Sahir dan Ibunya.
"Tidak masalah bagi saya, Pak Heri.Selagi hal itu tidak merusak fisik saya ataupun melanggar hukum"
Pak Heri menatap Ibunya yang sudah lebih dulu menangis terisak
"Kalau begitu kami akan merestui kalian, tapi dengan satu syarat!", kali ini Pak Heri menatap Aman dengan penuh permohonan.
"Sani harus berhenti bekerja dan hanya fokus mengurus Pak Aman.Pak Aman akan terus berada di sisi Sani dan tidak menyia-nyiakan dia selama sisa hidupnya"
Aman sedikit aneh dengan syarat itu, namun ia tak begitu ambil pusing, karena menurutnya, sudah kodrat seorang wanita mengurus dan melayani suaminya sebaik mungkin.Apalagi bagi sebagian masyarakat India kebanyakan, mengabdikan diri untuk suami merupakan sebuah kewajiban.
"Saya terima syarat anda, Pak Heri!"
Pak Heri dan Nenek Hanum nampak lega, teramat lega mendengar pernyataan tegas Aman.Sang Ibu bahkan menghampirinya dan memeluk Pak Heri sambil menangis terisak.
Sani pun ikut menghampiri Ayahnya dan memeluk keduanya dengan erat.Pertemuan mereka berakhir dengan saling berpelukan dan menangis.
Aman yang melihatnya hanya bisa terdiam.Sudah lama sejak terakhir kali ia menangis dan sekarang kantung matanya seolah telah kering, hingga tak bisa lagi meneteskan air mata melihat keharuan di sore itu.
...****************...
Mobil Aman tiba tepat di depan rumah Sani.Setelah mematikan mesin mobilnya, ia pun menoleh ke arah Sani yang masih saja terisak karena menangis bersama Ayah dan Neneknya selama setengah jam.Akibatnya, matanya kini terlihat begitu sembab.
"Turun dari sini kamu segera mandi, agar pikiranmu bisa lebih tenang", Aman mengingatkan
"Terima kasih"
"Kalau begitu aku pamit.Aku akan mengabarimu kalau dokumen-dokumen yang diperlukan sudah selesai diurus"
Sani hanya mengangguk.Ia meraih tissue yang ada di dashboard mobil untuk mengelap sisa air matanya.
"Terima kasih karena telah mengiyakan keinginanku.Aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu sampai kapanpun.Kalaupun aku tidak bisa memberikan kebahagiaan, Tuhan akan membalas semua kebaikan yang kamu lakukan padaku", kata Sani lirih.
Aman meletakkan tangannya di atas kepala Sani dan menepuknya dengan pelan
"Kedepannya kita akan saling membantu sebagai partner hidup, jadi tidak akan ada yang namanya hutang budi!Semoga kamu dan aku bisa menjadi pasangan hidup selamanya!"
Aman berusaha tersenyum, meski lagi-lagi senyumannya hanya setipis tissue!
Namun senyuman itu justru menjadi hal yang sangat spesial di hati Sani, karena tak pernah ada pria yang tersenyum seperti itu padanya.
Seolah Aman memandangnya dengan cara yang berbeda dari pria kebanyakan yang selama ini berusaha mendekatinya.
"Kalau begitu aku masuk dulu ya, Assalamu alaikum"
"Wa' alaikum salam warahmatullaah"
Sekali lagi Sani melambaikan tangannya kepada Aman sebelum memasuki rumahnya.Begitu Sani tak nampak lagi dalam pandangannya, Aman pun segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan rumah gadis itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!