NovelToon NovelToon

Taj Mahalku

Saya ingin melamar anda

Di sebuah ruang perkantoran yang cukup luas, di salah satu gedung pencakar langit kota Jakarta, seorang pria dengan gurat wajah tampan terlihat sedang sibuk membolak-balik tumpukan lembaran-lembaran kertas berisikan diagram dan angka-angka persentase.

Saking sibuknya dengan dunianya sendiri, pria dengan brewok halus di dagunya itu tak menyadari kedatangan seorang pemuda dengan stelan jas hitam ketat hingga membentuk lekuk tubuhnya.

"Tuan, malam ini anda ada janji makan malam dengan HW construction untuk membahas kontrak kerjasama mengenai pembangunan gedung perkantoran dan pabrik kelapa sawit kita di Kalimantan!"

Suara serak pria muda itu sontak memecah konsentrasi atasannya yang masih saja sibuk membolak-balik laporan keuangan perusahaan.

"Jam berapa tepatnya?"

Dengan sigap pemuda itu melirik jam yang ada di pergelangan tangan kirinya

"Jam delapan malam, tuan.Tepatnya tiga jam dari sekarang.Tapi sebelumnya saya ingin menyampaikan pesan dari Pak Heri Wijaya untuk anda.Pak Heri telah mengkonfirmasi jika beliau berhalangan hadir malam ini karena sedang di rawat di rumah sakit.Sebagai gantinya, beliau mengutus seorang perwakilan untuk menemui anda.Namanya Bu Sania Amara Wijaya, wakil direktur HW construction sekaligus putri tunggal beliau"

Sang atasan nampak mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan kertas yang sudah ia periksa sejak tadi, "jadi Pak Heri masih syok rupanya"

Pemuda tersebut menghela nafas berat.

Meski ia tahu atasannya tak berniat mengejek orang lain, namun pemuda itu tetap saja dibuat kesal oleh sifat sang atasan yang terlalu berterus terang.

"Orang tua mana yang tidak syok jika pernikahan anaknya tiba-tiba dibatalkan oleh pihak mempelai pria di hari H.Beliau bahkan lebih syok dari putrinya yang diputuskan secara sepihak melalui pesan singkat satu jam sebelum akad nikah berlangsung.Untungnya putri beliau bermental baja dan bersedia menggantikan Ayahnya sementara waktu.Termasuk menemui kita malam ini"

"Entah bermental baja atau dia terpaksa menebalkan muka demi proyek yang kita tawarkan.Setidaknya mereka konsisten untuk menjaga kemitraan dengan kita", kini sang atasan meletakkan dokumen yang ia pegang sejak tadi, lalu memutar kursinya menghadap ke pemuda yang tak lain adalah sang asisten yang telah bekerja bersamanya selama tujuh tahun.

"Ngomong-ngomong, kau tahu banyak tentang kejadian yang menimpa Pak Heri dan putrinya!Apa sekarang kau sudah beralih job menjadi seorang wartawan, Sahir?!"

Pemuda bernama Sahir itu nampak mendengus kesal.Rasanya ia ingin menonjok mulut atasannya itu dengan tinjunya hingga giginya rontok, jika saja tidak memikirkan gaji yang diberikan pria berwajah ke arab-araban itu sangat besar.

"Tentu saja saya banyak tahu, tuan Aman yang sangat tampan!Anda kan yang menyuruh saya untuk menghadiri pernikahan mereka karena berhalangan hadir!Jadi saya menyaksikan secara langsung apa yang terjadi saat itu.Dan meski saya tidak ingin tahu pun, saya tetap akan tahu karena orang-orang yang hadir di acara pernikahan itu terus saja bergosip", jawabnya dengan senyum yang dipaksa.

Atasannya yang bernama Aman itu lantas mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum sangat tipis

"maaf, aku lupa kalau aku mengutus mu menghadiri akad nikah putri Pak Heri dua minggu lalu".

Sahir hanya bisa memperlihatkan deretan giginya yang putih tanpa memberikan jawaban apapun.

"Kalau begitu tolong rapikan dokumen-dokumen ini!Aku akan naik ke kamarku untuk beristirahat sebentar dan mandi sebelum ke pertemuan.Jangan lupa cek kembali dokumen yang kita perlukan malam ini sebelum berangkat.Aku tidak mau jika sampai ada yang ketinggalan"

Sahir tersenyum lalu membungkuk, "Baik, tuan Aman!"

Sedetik kemudian, pria itu telah beranjak dari ruangannya dan berjalan menuju lift, meninggalkan sang asisten yang tak berhenti mendumel.

...****************...

Aman terbangun saat kumandang Adzan Maghrib dari arah luar gedung terdengar saling bersahut-sahutan.Ia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu melaksanakan sholat maghrib.Sembari menunggu waktu isya yang hanya terpaut satu jam, ia melantunkan ayat suci dengan khusyuk.

Setelah urusan ibadah selesai, kini Aman bersiap-siap berangkat ke tempat pertemuan yang dibicarakannya bersama Sahir sore tadi.

Saat sedang fokus memasang tali sepatu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari arah luar kamarnya yang berada satu lantai di atas gedung perkantoran miliknya.

Seakan sudah tahu siapa orang tersebut, Aman segera mempersilahkannya masuk.

"Tuan, mobil anda sudah siap!", kata Sahir setelah membuka pintu dan memperlihatkan setengah badannya pada Aman.

Aman hanya mengangguk sambil tetap fokus mengikat tali sepatu yang satunya lagi hingga selesai.Ia segera berdiri dan mengibaskan jasnya yang sedikit kusut

"Kita berangkat sekarang tuan?", Sahir ingin memastikan sekali lagi karena belum mendapatkan jawaban yang pasti sejak tadi.

"Iya.Mudah-mudahan kita tidak terjebak macet.Waktu kita sisa setengah jam", Aman mengecek arloji mewah yang melekat di pergelangan tangan kirinya.

"Tenang saja tuan.Restoran yang kita reservasi hanya berjarak satu blok dari sini.Dijamin anda tetap sampai tepat waktu meski jalanan macet sekali pun.Asalkan anda bersedia menyeret kedua kaki anda hingga ke depan pintu restoran", canda Sahir

Namun Aman yang juga terkenal tak memiliki selera humor di kalangan para karyawannya hanya berekspresi datar layaknya cumi kering yang sudah dijemur berbulan-bulan

"Bisa juga kau memikirkan ide itu, Sahir!"

Sahir hanya bisa menepuk jidat.Jika saja dia tak memiliki alasan kedua selain gaji agar tetap berada disisi pria tegap menjulang ini, mungkin dia sudah kabur bahkan sebelum masa training nya selesai tujuh tahun lalu!

"Kita berangkat sekarang", Aman menyambar tas kerjanya yang ada di atas meja kabinet, lalu berjalan meninggalkan kamarnya di ikuti Sahir dari belakang.

...****************...

Aman dan Sahir akhirnya tiba di restaurant paramount, tempat ia dan pihak HW construction mengadakan pertemuan.Ia sempat melirik jam tangannya sebentar.Untungnya ia tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu yang telah mereka sepakati.

Setelah menyebutkan nama mereka, salah seorang pelayan restoran segera mengantar atasan dan asisten itu menuju ke ruangan private yang telah mereka reservasi.Sang pelayan juga menyampaikan jika tamu mereka sudah tiba lebih dulu lima menit yang lalu.

Aman sempat terkesiap, saat pintu ruang private dibuka oleh pelayan yang mengantarnya.Ia melihat seorang gadis muda berambut coklat panjang dan bergelombang.Usianya sekitar pertengahan dua puluhan.Wajahnya nampak teduh dengan bola mata coklat yang bulat dan indah.

Penampilannya sangat anggun dengan balutan dress di bawah lutut berwarna peach.Dengan anggunnya, wanita itu berdiri menyambut kedatangan Aman dan Sahir sambil menundukkan pandangannya.

'Masya Allah, cantik!',batin Aman

Namun ia segera tersadar, saat sang pelayan mempersilahkan mereka masuk.Aman segera memperbaiki ekspresinya, lalu berjalan menuju kursi yang berhadapan langsung dengan wanita itu.

Sahir yang sedari tadi berada disamping Aman, segera memposisikan diri di belakang kursi yang bersampingan dengan atasannya.

"Perkenalkan, saya Sania Amara Wijaya, wakil direktur HW Construction.Anda bisa memanggil saya Sani.Senang bisa berjumpa dengan anda, tuan Aman khan", gadis itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum ke arah Aman

"Saya juga senang bisa berjumpa dengan anda, nona Sani.Saya banyak mendengar tentang anda dari Pak Heri", Aman membalas uluran tangan Sani dengan senyum yang setipis rambut.Ia menyilangkan tangan kanannya ke dada kiri sambil setengah membungkuk dihadapan gadis itu.Meski tadi sempat terpesona hingga memujinya dalam hati, namun Aman segera kembali ke mode awal dirinya yang datar bak batu.

Gadis bernama Sani itu nampak malu karena Aman tak menyambut uluran tangannya.Namun ia berusaha untuk tetap tenang dan segera melempar senyum pada kedua pria itu.

"Bagaimana kalau kita duduk dan makan malam terlebih dahulu sebelum membahas kontrak?"

"Boleh!Saya tidak keberatan"

Setelah mempersilahkan mereka duduk, Sani memanggil pelayan yang masih berdiri di tempatnya sejak tadi.Gadis itu memilihkan menu makanan untuk mereka usai menanyakan apakah ada bahan makanan yang tidak bisa kedua pria itu konsumsi.

Tak ada obrolan diantara mereka selama menunggu pesanan tiba.Jika yang datang malam ini adalah Pak Heri, mungkin Aman bisa lebih rileks karena pembawaan beliau yang ramah dan selalu memiliki bahan obrolan.

Namun yang datang saat ini adalah anak gadisnya.Dan meski Aman telah bekerjasama dengan Pak Heri sejak awal mendirikan perusahaan sepuluh tahun lalu, namun ini pertama kalinya ia bertemu putri beliau.

Selama ini, gadis itu tumbuh besar bersama sang Nenek di Jogja karena Ibunya meninggal saat ia masih kecil.Itu yang Aman ketahui dari mulut Pak Heri saat menceritakan tentang putri semata wayangnya pada Aman.

"Bagaimana keadaan Ayah anda?!", tiba-tiba Aman memulai obrolan demi menghilangkan rasa bosannya menunggu pesanan.

Sani dan Sahir kompak menoleh menatap Aman yang pandangannya justru tertuju pada gadis yang berada dihadapannya dengan ekspresi datar ala Aman.

"Sebenarnya beliau sudah membaik, hanya saja rasa malu dihatinya belum hilang dan itu membuatnya tak ingin beraktifitas.Maaf!Karena kelakuan Ayah saya yang kekanak-kanakan, rencana pertemuan kalian jadi berantakan"

"Tidak masalah.Siapapun akan terluka jika mendapat pukulan sebesar itu.Saya turut menyesal atas kejadian yang menimpa anda dan Pak Heri", ucap Aman datar tanpa memperlihatkan ekspresi sedikit pun

Mendadak pandangan Sahir berubah tajam ke arah Aman.Rasanya ia ingin menusuk mulut bawel atasannya itu yang tidak bisa membaca situasi.Bibirnya tak berhenti komat kamit, seakan sedang memaki pria itu karena telah melontarkan perkataannya barusan dengan ekspresi yang tidak pada tempatnya.Di telinga dan mata Sahir, Aman terkesan seperti sedang meledek Sani.

Untungnya Sani menanggapi ucapan Aman dengan santai sambil tersenyum, "Saya tidak menganggap kejadian itu sebagai pukulan.Justru menurut saya keputusan pria itu sudah sangat tepat.Saya pun akan melakukan hal yang sama jika kehidupan kami dibalik"

Aman dan Sahir kompak mengerjap bingung.

Namun belum habis rasa penasarannya, makanan pesanan mereka tiba dan obrolan mereka pun terputus.Ketiganya kini asyik menikmati pesanan masing-masing tanpa bicara satu sama lain.

...****************...

Setelah menghabiskan makan malam, mereka memulai percakapan mengenai kerjasama yang akan mereka sepakati.Sahir mengeluarkan sebuah dokumen terkait kontrak kerjasama antar perusahaan.

"Ini adalah surat perjanjian kontrak kerjasama untuk proyek pembangunan pabrik dan gedung perkantoran kami di Kalimantan.Point-point yang tercantum dalam kontrak tersebut berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara saya dan Pak Heri.Silahkan nona cek terlebih dahulu"

Sani meraih dokumen yang disodorkan Sahir padanya.

"Sebelumnya saya dan Pak Heri sudah membahas soal proyek ini secara pribadi dan beliau menyanggupi pengerjaannya.Beliau juga telah menyerahkan desain blueprint dan rincian anggaran pembangunan", ucap Aman dengan raut wajah serius.

Sani mengangguk paham seraya membaca dengan seksama isi dari kontrak kerjasama yang diserahkan Sahir.

"Kalau begitu saya hanya perlu menandatangani surat kerjasama ini?", tanya Sani setelah membaca keseluruhan isi perjanjian dan terlihat puas

"Iya.Dan kita akan memulai pengerjaan proyek ini begitu anda menandatanganinya.Tim HW construction akan diberangkatkan ke Kalimantan satu minggu dari sekarang.Namun jika ada yang ingin anda koreksi dari isi kontrak, kita bisa membahasnya dan memutuskannya sekarang"

"Menurut saya tidak ada yang perlu dikoreksi.Seluruh point telah sesuai dengan yang Ayah sampaikan pada saya", jawabnya sembari tersenyum

Aman dan Sahir bernafas lega mendengar jawaban Sani.

Sahir dengan cekatan memberi pena pada Sani agar bisa segera menandatangani surat perjanjian tersebut.

"Dengan begini kita telah resmi menjadi rekanan sekali lagi dan akan bekerjasama dalam beberapa bulan kedepan.Semoga kita bisa sama-sama puas akan hasilnya ke depan"

"Terima kasih karena anda selalu mempercayakan proyek pembangunan gedung-gedung anda pada HW construction, Tuan Aman khan!", ucap Sani dengan senyum sumringah.

Setelah urusan selesai mereka bersiap-siap untuk meninggalkan restoran.Namun saat beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba Sani menghentikan langkah Aman dan Sahir

"Tuan Aman, bisakah kita bicara empat mata?", tanya Sani yang masih duduk di tempatnya.

Aman dan Sahir saling melirik.

Sedetik kemudian, pria tegap itu memberi isyarat pada asistennya untuk lebih dulu ke mobil dan menunggunya di sana.

Setelah Sahir meninggalkan mereka, Aman kembali duduk di tempatnya dan menunggu Sani memulai percakapan.

Beberapa saat Sani terlihat cukup gugup.Jari jemarinya tak berhenti saling menaut.Dan setelah berhasil mengendalikan kegugupannya, Sani pun memulai pembicaraan.

"Apa tuan Aman sedang menjalani hubungan dengan seorang wanita?"

Pertanyaan Sani itu sontak membuatnya terdiam.Aman terlihat beberapa kali mengerjapkan matanya dengan alis yang sedikit mengkerut.

"Tidak!", jawabnya singkat

"Apa tuan Aman ada rencana menjalin hubungan dengan seorang wanita ke jenjang yang lebih serius"

Aman kembali terkejut dengan pertanyaan aneh Sani.Rasanya ia tak perlu untuk menjawab hal itu, tapi entah mengapa mulutnya tak bisa jika hanya diam saja

"Tidak!Saya belum kepikiran tentang hal itu dan juga tidak memiliki calon untuk dijadikan pendamping"

Tersungging senyum di kedua sudut bibir Sani

"Kalau begitu apakah saya bisa melamar tuan menjadi suami saya?"

Pertanyaan yang Sani lontarkan selanjutnya berhasil membuat Aman syok.Dalam sepersekian detik otaknya dibuat melayang, membuatnya tak mampu mencerna kata-kata Sani barusan.Dan karena itu Aman hanya bisa diam mematung.

Melihat Aman yang tak bereaksi apapun, Sani kembali mengucapkan sesuatu yang justru membuat pria itu semakin tak berkutik

"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya!Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?

Baiklah, Ayo menikah!

"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya!Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?

...----------------...

Pertanyaan itu benar-benar membuat Aman tak bisa berkata apa-apa

'Apa dia sangat terobsesi dengan pernikahan?!' ,batin pria itu.

"Maaf nona Sani, tapi saya pikir ini sudah terlalu...."

"Anda tidak perlu memikirkan apapun mengenai persiapan pernikahan ini.Semua urusan pernikahan akan menjadi tanggungan saya.Saya hanya ingin kesediaan anda menjadi suami saya.Jika anda setuju, saya akan memberikan apapun yang anda inginkan"

Aman kembali terpaku mendengar ucapan Sani,"memberikan apapun?"

Sani terlihat begitu tenang dan percaya diri, sementara Aman justru terlihat bleng akibat perkataan aneh Sani yang menyerangnya secara bertubi-tubi

"Saya tahu anda tidak memiliki kekurangan apapun untuk bisa saya tawarkan pada anda.Tapi saya akan memberikan segala milik saya pada anda dan melayani anda dengan baik sebagai seorang istri"

"Termasuk kesucian yang sudah saya jaga selama dua puluh tiga tahun hidup saya!", kini Sani menunduk malu usai mengucapkan kata-kata terakhirnya.

Aman pun hanya bisa terdiam mendengar kata-kata frustasi gadis itu.

"Saya hanya ingin menyalurkan hasrat saya dan merasakan pelukan hangat seorang pria yang tak pernah saya rasakan seumur hidup.Tapi saya tidak ingin jatuh ke lubang dosa perzinahan.Alasan mengapa akhirnya saya menawarkan ini pada anda, karena saya sering mendengar Ayah saya memuji anda tiap kali kami membahas proyek yang beliau kerjakan untuk anda.Bagaimana anda tidak pernah meninggalkan urusan akhirat di sela-sela kesibukan anda mengurus urusan dunia.Saya berpikir akan sangat bahagia jika bisa merasakan menjadi seorang istri dari orang seperti anda.Kalau pun nantinya anda ternyata memiliki wanita yang anda cintai, saya tidak keberatan jika harus melepaskan anda"

Entah mengapa kata-kata Sani itu merasuk hingga ke relung hati Aman yang terdalam.Ia seakan ikut merasakan keputusasaan gadis itu menjadi seorang wanita yang ingin memegang teguh prinsipnya.

"Apa anda tidak keberatan menikahi pria yang tidak anda cintai dan tidak mencintai anda?", tiba-tiba saja Aman menanyakan hal yang tidak diduga oleh Sani

"Bukankah lebih baik seperti itu daripada saya harus berakhir di club malam dan menyerahkan tubuh saya pada pria yang tidak saya kenal?"

Mendadak Aman merasakan kekaguman pada sosok Sani.Wanita yang berpikiran sepertinya ini sudah sangat jarang ditemukan di dunia ini.Dan apakah dia akan menyambut tawaran gadis ini atau menolaknya dengan alasan perasaan?

"Apa anda tidak keberatan menikahi pria yang tidak anda ketahui asal usulnya?Anda mungkin pernah dengar dari Ayah anda jika saya adalah orang asing yang menetap di Indonesia tanpa satu pun keluarga.Sementara Ayah anda adalah orang yang cukup terpandang di Indonesia, terutama keluarga anda di Jogja"

Sani kembali tersenyum sambil menunduk," Hal itu tidak akan dibawa mati kan?!Yang saya butuhkan saat ini hanya seseorang yang bisa membawa saya ke jalan yang benar agar tidak salah arah.Saya rasa bisa menemukan itu jika bersama anda meski hanya sekejap.Setidaknya saya tidak melakukan dosa jika menyerahkan diri saya kedalam pernikahan yang sah"

Aman menghela nafas sesaat, "saya ingin memastikan satu hal.Anda menawarkan ini bukan karena ingin mencari pelampiasan sebab batal menikah bukan?"

Sontak Sani membulatkan matanya.Ia menggeleng sambil menggerakkan kedua tangannya, seolah menegaskan jika hal itu tidak benar.

"Tawaran ini tidak berkaitan dengan hal itu.Saya sudah menerima keputusannya dengan lapang dada setelah tahu alasan mereka melakukannya.Dan untuk meyakinkan anda, saya tidak keberatan jika kita hanya menikah di kantor KUA dengan dihadiri Ayah dan Nenek saya.Saya tidak membutuhkan perayaan besar-besaran.Yang saya butuhkan hanya status yang sah secara agama dan negara"

Aman nampak berpikir cukup lama,"Baiklah!Saya akan mengabulkan permintaanmu.Mari kita menemui ayahmu dan menikah!"

Seketika senyum cerah mengembang di wajah Sani.Ia segera berdiri dan setengah membungkuk di hadapan Aman

"Terima kasih tuan Aman.Saya akan sungguh-sungguh berusaha menjadi seorang istri dan melayani anda sebaik mungkin"

Sani lalu menyerahkan kartu nama miliknya pada Aman,"hubungi saya jika anda sudah memiliki waktu luang untuk bertemu Ayah dan menetapkan tanggal"

Setelah itu ia berpamitan dan meninggalkan Aman yang masih terduduk di tempatnya sambil tersenyum dalam hati

'Ternyata dia sangat polos!'

...****************...

Ditengah perjalanan pulang, Aman terus memutar-mutar kartu nama yang diberikan Sani padanya.Dia masih tak percaya mengiyakan ajakan menikah gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.

'Apa yang kulakukan tadi?Apa aku luluh dengan wajah berbinarnya saat mengatakan alasan dia melamarku?Melamarku.....'

Aman tersenyum-senyum sendiri

Sahir yang melihat tindak tanduk atasannya dari kaca spion, nampak tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.Ini pertama kalinya sejak tujuh tahun bekerja bersamanya, ia melihat atasannya itu tersenyum kegelian sendiri.

'Apa yang sebenarnya mereka bicarakan sampai tuan Aman menjadi aneh seperti ini?', Sahir benar-benar penasaran.

"Tuan, apa anda baik-baik saja?", tanyanya sambil menoleh ke belakang.

Sementara orang yang ditanya langsung kelabakan begitu melihat Sahir sedang menatapnya dengan tatapan serius.

"Ti...tidak!Saya baik-baik saja!", jawabnya tegas sambil berdehem dan memperbaiki posisi duduknya.

Melihat sang atasan yang hanya menjawab sekenanya, Sahir memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut dan berbalik kedepan.Namun baru saja ia berbalik, Aman tiba-tiba menanyakan sesuatu padanya.

"Sahir, apa aku boleh bertanya hal yang bersifat pribadi padamu?"

Sahir yang memang sudah penasaran sejak tadi tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Tentu saja boleh tuan!",jawabnya dengan wajah sumringah

"Apa kau pernah dilamar oleh seorang wanita?Hmmm...bukan wanita, tapi seorang gadis yang jauh lebih muda darimu"

Sahir sangat terkejut mendengar pertanyaan Aman.Ia semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi antara Aman dan Sani yang menghabiskan waktu berdua di dalam restoran selama setengah jam.Dan tanpa sadar ia berbalik menyandarkan tubuh depannya ke jok mobil, berusaha mengobrol dengan jarak lebih dekat dengan sang atasan.

"Apa nona Sani melamar anda?!", tebak Sahir secara terang-terangan.

Mendengar tebakan Sahir itu, sontak membuat Aman merona dan menelan ludahnya dengan kasar.

Sementara Pak Adi sang sopir berusaha menahan batuk karena terkejut

"Apa tebakanku benar?", Sahir kembali bertanya karena tak juga mendapat jawaban dari Aman.

Aman kembali berdehem dan kali ini cukup keras.

"Iya!tadi dia tiba-tiba melamarku dan mengajakku menikah", jawabnya datar.

Mata Sahir membulat sempurna.Ia bahkan seperti akan loncat ke depan Aman jika saja tidak terhalang oleh kursi mobil.

"Wah....sulit dipercaya.Gadis itu melamar tuan Aman?Nyalinya besar juga!Lalu apa jawaban anda?!", tanya Sahir yang terlihat begitu antusias

"Tadinya aku menolak.Tapi setelah mendengar alasannya, aku jadi mengiyakan permintaannya dan berencana menemui Pak Heri"

"Apa?!Yang benar tuan?Anda ingin menikahi gadis itu!"

Aman mengangguk dengan ekspresi yang konsisten sejak tadi, datar!

"Wah...tuan Aman dapat durian runtuh!Ku dengar dia baru lulus kuliah tahun ini dan langsung bekerja di perusahaan Ayahnya.Artinya anda menikahi gadis yang sepuluh tahun lebih muda dari anda!Wah....anda benar-benar sesuatu!"

Aman tersipu malu dengan pujian Sahir, namun pria itu berusaha tak menunjukkannya.

"Lalu apa alasannya dia mengajak anda menikah?Jika masalah harta, jelas tidak mungkin.Ayahnya memiliki perusahaan konstruksi yang terkenal dikalangan pebisnis.Belum lagi beliau memiliki banyak properti yang disewakan dan dia satu-satunya yang akan mewarisi aset-aset tersebut.Jadi tidak masuk akal jika dia mengajak tuan menikah demi harta.Apa tuan dijadikan penutup malu setelah kejadian pembatalan pernikahan itu?!Kalau benar begitu, sebaiknya anda menolaknya tuan.Tidak baik bagi reputasi anda sebagai pemilik perusahaan Ardhani Group"

"Bukan karena itu.Dia bahkan tidak keberatan jika kami hanya menikah di KUA dengan dihadiri Ayah dan Neneknya tanpa mengadakan pesta pernikahan"

Kali ini Sahir tak bisa menahan keterkejutannya.Dia tiba-tiba tersedak, seolah ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.Padahal ia sedang tidak mengunyah atau meminum apapun

"Dia mau diajak menikah di KUA saja?!"

Aman mengangguk sambil memejamkan matanya dan melipat kedua tangannya di dada.

"Satu-satunya alasan yang tersisa adalah dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anda!"

Aman mengernyitkan alisnya pada Sahir.Meski dirinya tahu alasan yang sebenarnya, namun ia tidak ingin mengatakannya pada Sahir dan membiarkan pria itu menebak sesuka hatinya

"Kenapa kau berpikir itu alasannya?"

Sahir memperbaiki posisi duduknya kembali menghadap ke depan jalan.

"Ya....tidak bisa dipungkiri.Meski usia anda sudah tiga puluh tiga tahun, namun anda masih terlihat seperti awal dua puluhan.Wajah anda tampan, tubuh anda terawat, penampilan anda menunjang, harta anda yang tidak akan habis tujuh turunan.Wanita mana yang tidak jatuh cinta!Anda saja yang menutup diri selama ini.Terkungkung dalam menara istana berlabel gedung perusahaan Ardhani Group.Bahkan anda menjadikan perusahaan anda rumah dan membangun ruangan bak apartemen di lantai paling atas", Sahir mendeskripsikan sosok Aman yang ia kenal selama ini dengan tatapan lirih.

Sementara Aman tak merespon perkataan Sahir.Dia hanya menghela nafas panjang sambil bersandar pada kursi mobil.Dia baru sadar jika selama sepuluh tahun berada di Indonesia, ia sangat menutup diri dari hingar bingar dunia luar.

Mendadak ia teringat seseorang yang berada jauh di India.Betapa ia merindukan orang ini yang sudah lama tak ia jumpai.Ia meraih ponselnya, menatap sebuah foto yang terpampang di dalam layar dengan mata yang sedikit berair.

Sama-sama memilki rahasia

Rapat akhir pekan baru saja selesai, namun pikiran Aman sedang tidak fokus.Ia kembali menatap kartu nama yang ia letakkan di atas meja rapat.

Dan baru saja Aman ingin mengetik nomor Sani di layar ponselnya, lantunan Adzan Dzuhur dari luar gedung tiba-tiba menggema.Pria itu pun memutuskan untuk memenuhi panggilan Tuhan sebelum menghubungi nomor Sani.

Usai melaksanakan ibadah dan makan siang, Aman kembali menghubungi nomor Sani.Baru dua kali terdengar bunyi tut, panggilan teleponnya sudah langsung tersambung.Seakan gadis itu terus saja memandangi ponselnya menunggu telepon dari Aman.

"Halo, assalamu alaikum", sapa Sani

"Wa'alaikum salam warahmatullaah....apa aku mengganggu?", untuk pertama kalinya Aman berbicara santai pada gadis itu

"Tidak!Aku sudah menunggu telepon darimu sejak tadi"

Aman berusaha menahan senyumnya dengan berekspresi datar.Dia merasa aneh mendengar Sani balas berbicara santai padanya.

"Apa kamu sudah memutuskan kapan menemui Ayah?", ucap Sani tanpa basa-basi

"Apa tidak terlalu terburu-buru jika kita menemuinya sebentar sore?Kebetulan ini weekend, jadi jadwalku hari ini tidak terlalu padat"

Tanpa menunggu waktu lama, Sani langsung menjawab

"Tentu saja tidak!Makin cepat makin bagus!Karena pengurusan pernikahan dengan WNA cukup memakan waktu"

Aman berusaha mengontrol ekspresinya dengan tersenyum setipis mungkin, "baiklah!Aku akan menjemputmu di kantor jam empat sore dan kita sama-sama ke rumah sakit"

"Aku akan menyampaikan kabar kedatangan kita pada Ayah", Sani terdengar kegirangan

"Oh ya, apa kamu sudah makan siang?",tanyanya lagi

"Sudah.Aku baru saja selesai makan siang sebelum menelponmu"

"Kalau begitu aku tutup teleponnya.Selamat bekerja!"

Sani menutup teleponnya lebih dulu.

Tiba-tiba saja ada sesuatu yang menggelitik dada Aman.Ini pertama kalinya seorang wanita menanyakan hal-hal kecil seperti itu padanya.Selama ini, hanya ada satu orang yang selalu memberinya perhatian seperti itu.Dan dia adalah Sahir, asistennya yang seorang pria.

Mendadak Aman merasa telah menyia-nyiakan sepuluh tahun hidupnya yang terus saja merundungi dirinya sendiri atas masa lalu yang menyakitkan.

Tapi jika Aman tak mengalami kejadian itu, ia tak akan mungkin bertemu dengan Sani.Ia bisa saja sudah lama menikah dan memiliki anak.

Seperti inilah Tuhan menentukan takdir untuknya.

"Sahir, tolong masuk ke ruanganku sekarang", panggilnya melalui telepon kantor.

"Baik tuan".

Beberapa menit kemudian, Sahir muncul dan berjalan ke arah Aman, "ada apa tuan Aman?"

"Sore ini aku akan pergi menemui Pak Heri.Jika ada sesuatu yang mendesak, tolong kamu tangani dan minta Pak Adi untuk menyiapkan mobilku"

"Anda ingin membawa mobil sendiri?"

"Iya.Aku harus ke kantor HW construction untuk menjemput Sani, lalu pergi bersamanya ke rumah sakit menemui Pak Heri"

Sahir nampak menganga keheranan, "secepat ini anda memutuskan semuanya?!Apa anda tidak ingin menghubungi nenek Divya lebih dulu?"

Aman tertegun mendengar Sahir menyebut nama sang Nenek.

"Tidak perlu!Lagipula sudah lama aku tidak bertukar kabar dengannya"

"Apa anda tidak akan menceritakan tentang keluarga anda pada nona Sani?",tanya Sahir dengan lirih

Aman kembali tertegun.Kali ini cukup lama

"Aku belum sedekat itu untuk menceritakan hal tersebut.Aku akan mencoba berhubungan dengannya lebih dulu.Jika aku bisa nyaman didekatnya, aku baru menceritakannya secara perlahan"

Sahir mengangguk paham,"baiklah! Kalau memang itu keputusan anda!Setidaknya anda sudah berani membuka cangkang anda perlahan-lahan.Semoga saja nona Sani bisa menerima keadaan masa lalu anda dengan baik"

"Terima kasih atas dukunganmu Sahir.Entah bagaimana jika Ibu tidak membawaku kemari sepuluh tahun lalu!"

"Mungkin anda akan berakhir menjadi pohon layu yang kekurangan air?!Atau bisa saja menjadi landak gila yang menyerang orang-orang yang berusaha mendekat?!Siapa yang tahu, hehehe....", jawabnya sambil terkekeh

"Oh ya, bagaimana kabar Ibu?"

"Jangan tanya!Dia sangat menikmati hidupnya menjadi wanita pantai.Sepertinya bisnis resort yang tuan siapkan untuknya membuat dia lupa dengan anaknya sendiri!", gerutu Sahir.

"Setidaknya dia menikmati hidupnya di masa tua", Aman terlihat sangat senang membahas Ibu Dina, Ibunya Sahir meski tetap dengan raut wajah datarnya.

"Setelah menikah, aku akan mengajak Sani menemui beliau", lanjutnya

"Boleh-boleh saja, asalkan tuan jangan terlalu lama pergi!Karena sudah pasti anda akan melimpahkan semua urusan pekerjaan padaku!"

"Kalau bukan kau siapa lagi?!"

Sahir berdecak kesal dalam hati sambil tersenyum paksa, 'dasar tuan Aman!'

"Oh ya, tolong kau urus dokumen-dokumen yang diperlukan untuk mengurus pernikahanku!Apa saja yang harus aku persiapkan untuk meresmikan pernikahan di KUA!"

"Baik tuan.Kalau begitu saya permisi untuk mengurusnya sekarang juga!"

"Sahir, kau memang yang terbaik!", puji Aman.

"Kalau begitu beri saya bonus sebagai ucapan terima kasih"

"Dasar kau!"

Baru saja Aman ingin melayangkan pukulan di lengan Sahir, pria itu sudah lebih dulu meninggalkannya sendiri.

...****************...

Sore itu, sedan BMW hitam milik Aman terparkir tepat di depan kantor Sani.Para karyawan HW construction nampak tercengang ketika melihat Sani berjalan menghampiri mobil tersebut.

Tak lama kemudian, seorang pria berkulit putih dengan brewok halus di area dagunya terlihat keluar dari dalam mobil.

Mereka berdecak kagum melihat tinggi pria itu yang diatas rata-rata tinggi orang Indonesia dengan postur tubuh yang proporsional.Sang pria terlihat berjalan ke sisi kiri mobilnya dan membukakan pintu untuk Sani.

Saat itulah mereka memicingkan mata dan memperhatikan baik-baik wajah pria itu

"Bukannya itu Pak Aman, klien tetap Pak Heri?"

"Tumben dia kesini?Jemput Bu Sani lagi!"

"Apa jangan-jangan mereka ada hubungan?!"

"Hush...ada-ada saja kalian!Kantor kita kan baru saja menandatangani kontrak dengan Pak Aman!Dan Bu Sani yang mewakili Pak Direktur untuk tanda tangan karena sakit"

"Lagian kenapa juga kalau mereka berhubungan?Toh Bu Sani juga sudah batal nikah sama si cowok brengsek itu!Bu Sani berhak mendapat yang lebih baik dari pria brengsek itu!Wanita sebaik dia kok disia-siakan"

"Saya juga penasaran, kenapa calon suami Bu Sani tiba-tiba membatalkan pernikahan secara tiba-tiba?!Kan kasihan Bu Sani.Mana kolega Ayahnya juga pada hadir.Untung tidak ada yang membatalkan kontrak hanya karena hal itu"

"Hanya mereka yang tahu, kita tidak boleh ikut campur urusan atasan!"

Begitulah akhirnya pembicaraan yang terjadi selepas kepergian Sani dan Aman.

...****************...

Sementara itu, Sani dan Aman baru saja tiba di salah satu rumah sakit swasta terbaik di Jakarta.Mereka segera menuju ruang suite tempat Pak Heri dirawat.Keduanya nampak terkejut saat mendapati Ibu dari Ayahnya yang juga sedang berada di sana.

"Nenek kok ada disini?!", Sani segera menghambur ke pelukan Nenek Hanum yang selama ini merawatnya, sedang Aman berjalan menghampiri Pak Heri sambil menyapanya.

"Kamu kan bilang mau mempertemukan calonmu sama Ayahmu, jadi Nenek kesini."

"Tadinya kami berencana menemui Nenek di rumah setelah dari sini!"

"Sudah terlanjur!Nenek juga sekalian ingin melihat kondisi anak Nenek!Kasihan dia tidak memliki istri yang bisa merawatnya di masa tua!"

"Ibu bisa saja!", Pak Heri nampak malu terlebih di depan Aman

"Bagaimana kabar anda Pak Heri?", tanya Aman

"Baik Pak Aman"

"Maaf kalau kedatangan saya kesini sangat tiba-tiba", Aman menunduk sesaat, menunjukkan rasa sungkannya.

Sani segera menghampiri Aman dan berdiri disamping pria itu.

Setelah keduanya berdiri di hadapan Pak Heri, pria paruh baya itu memulai pembicaraan.

"Sani sudah mengatakan pada kami maksud kedatangan Pak Aman kesini.Saya hanya ingin memastikan apa anda yakin dengan keputusan anda ini?!"

Mata Pak Heri nampak berkaca-kaca.Ia menatap Sani dan Ibunya secara bergantian.

Kedua wanita itu pun berekspresi sama dengan Pak Heri.Namun Sani menggelengkan kepalanya pada sang Ayah, seolah ingin mengatakan padanya untuk tidak menceritakan apapun.

"Anda tahu sendiri, dua minggu lalu pernikahan Sani dibatalkan secara sepihak oleh pihak mempelai pria karena satu alasan"

"Saya sudah tahu dan itu tidak jadi masalah karena keputusan kami menikah tidak berkaitan dengan pembatalan pernikahan itu", jawab Aman datar.

"Bagaimana jika ternyata anak kami menyimpan rahasia yang akan membuat anda merasa dibohongi?", tanya Pak Heri pelan pada Aman.

Aman segera menoleh ke arah Sani.Ia menatap dalam mata wanita itu yang saat ini sedang menatapnya dengan linangan air mata.

Meski sepertinya benar apa yang dikatakan Pak Heri, namun dari tatapan mata gadis itu jelas terlihat jika ia sangat tulus dengan apa yang ia sampaikan pada Aman kemarin.

Untuk itu Aman ingin bertaruh pada alasan tersebut dan mencoba melangkah maju meski tanpa dilandasi cinta.Toh dirinya sendiri memiliki rahasia yang hanya diketahui oleh Sahir dan Ibunya.

"Tidak masalah bagi saya, Pak Heri.Selagi hal itu tidak merusak saya ataupun melanggar hukum"

Pak Heri menatap Ibunya yang sudah lebih dulu menangis terisak

"Kalau begitu kami akan merestui kalian, tapi dengan satu syarat!", kali ini Pak Heri menatap Aman dengan penuh permohonan.

"Sani harus berhenti bekerja dan hanya fokus mengurus Pak Aman.Pak Aman akan terus berada di sisi Sani dan tidak menyia-nyiakan dia selama sisa hidupnya"

Aman sedikit aneh dengan syarat itu, namun ia tak begitu ambil pusing karena menurutnya sudah kodrat seorang wanita mengurus suaminya.Apalagi bagi masyarakat India kebanyakan, hal itu merupakan sebuah kewajiban.

"Saya terima syarat anda, Pak Heri!"

Pak Heri dan Ibunya nampak lega, teramat lega.Sang Ibu bahkan menghampirinya dan memeluk Pak Heri sambil menangis terisak.

Sani ikut menghampiri dua orang yang penting dalam hidupnya itu dan memeluknya dengan erat.Mereka pun berakhir dengan saling berpelukan dan menangis.

Aman yang melihatnya hanya bisa terdiam.Sudah lama sejak terakhir kali ia menangis dan sekarang kantung matanya seolah telah kering hingga tak bisa meneteskan air mata melihat keharuan ketiganya.

...****************...

Mobil Aman tiba di depan rumah Sani.Setelah memarkirkan mobilnya, ia menoleh ke arah gadis itu yang masih saja terisak karena menangis bersama Ayah dan Neneknya selama setengah jam.Matanya kini terlihat begitu sembab.

"Turun dari sini kamu langsung mandi biar lebih segar", Aman mengingatkan

"Terima kasih"

"Kalau begitu aku pamit.Aku akan mengabarimu kalau dokumen-dokumen yang diperlukan sudah selesai diurus"

Sani hanya mengangguk.Ia meraih tissue yang ada di dashboard mobil untuk mengelap sisa air matanya.

"Terima kasih karena telah mengiyakan keinginanku.Aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu sampai kapanpun.Kalaupun aku tidak bisa memberikan kebahagiaan, Tuhan akan membalas semua kebaikan yang kamu lakukan padaku", kata Sani lirih.

Aman meletakkan tangannya di atas kepala Sani dan menepuknya dengan pelan

"Kedepannya kita akan saling membantu sebagai pasangan, jadi tidak akan ada yang namanya saling berhutang kebaikan!Semoga kamu dan aku bisa menjadi pasangan hidup yang cocok!"

Aman berusaha tersenyum dan lagi-lagi senyumannya setipis rambut!

Namun senyuman itu justru menjadi hal yang spesial di hati Sani, karena tak pernah ada pria yang tersenyum seperti itu padanya.Seolah Aman memandangnya secara berbeda dari pria kebanyakan yang selama ini berusaha mendekatinya.

"Kalau begitu aku masuk dulu ya, Assalamu alaikum"

"Wa' alaikum salam warahmatullaah"

Sekali lagi Sani melambaikan tangannya sebelum memasuki rumahnya dan Aman segera meninggalkan rumah gadis itu begitu ia tak nampak lagi

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!