"Menikahlah Zian, anggaplah ini permintaan terakhir ayah."
Harrison Grayson yang tengah terbaring lemah di atas brankar rumah sakit VVIP tempatnya selama ini di rawat, saat ini menatap penuh harap pada putranya yang masih saja bergeming di tempatnya berdiri.
Ziandra Grayson, mengeraskan rahangnya. Pria berusia 27 tahun dengan sejuta pesona yang mampu membuat kaum hawa bertekuk lutut di hadapannya.
Tinggi, tampan dan berkharisma, di usianya yang masih terbilang muda Zian sudah mampu mengemban tanggung jawab besar menggantikan posisi sang ayah sebagai direktur utama sebuah perusahaan real estate terbesar di negeri ini, berbagai macam prestasi telah di raihnya hingga tak ayal namanya selalu menjadi buah bibir di kalangan strata sosial atas.
Sebenarnya gampang untuk Ziandra mendapatkan seorang wanita sebagai pasangan hidupnya, namun ia sama sekali tak mempercayai cinta dan komitmen bernamakan pernikahan, ia benci dua hal itu.
Tumbuh dalam keluarga yang tak harmonis akibat pertengkaran dan perceraian yang terjadi pada kedua orangtuanya membuat Zian skeptis terhadap hubungan lawan jenis, yang berimbas dirinya masih betah melajang hingga kini.
"Sudah berapa kali ku katakan kan? Aku tak ingin menikah, harusnya ayah paham itu." Jawaban lugas dan ekspresi datar yang selalu di tampilkannya. Ia tak pernah suka jika ada seseorang yang memaksanya tak terkecuali ayahnya yang keras kepala untuk menjodohkannya saat ini.
"Ayah sangat tahu itu nak, tapi sekarang usia mu sudah sangat cukup untuk menikah, bangun lah sebuah bahtera rumah tangga yang bahagia sebelum ayahnya mu ini di jemput malaikat maut," balas Harrison sambil terbatuk-batuk, penyakit komplikasi yang di deritanya sejak lima tahun lalu mampu melumpuhkan kegagahannya hingga kini ia hanya bisa terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.
Zian mencengkeram erat kepalan tangannya. Ayahnya ini memang paling bisa untuk memprovokasinya dengan kondisi orang tua itu yang semakin melemah akibat penyakitnya.
"Siapa wanita itu?" tanya Zian dengan tatapan dinginnya yang mampu menghunus jantung.
"Lyra Jasmine, dia putri tuan Malik. Perjodohan ini awalnya untuk kepentingan bisnis bersama namun ayah mengenal tuan Malik dengan baik, Lyra, putrinya akan cocok bersanding dengan mu." seru Harrison.
Sunyi senyap untuk sesaat, hanya terdengar suara dentingan jarum jam di dinding, Zian seolah tengah berfikir keras, baktinya sebagai seorang anak, akhirnya mengalahkan ego. Pria itu menghela nafas berat.
"Terserah saja! aku akan menganggap perjodohan ini tak lebih dari hubungan bisnis."
Wajah Harrison berubah sumringah mendengar persetujuan dari putranya.
...----------------...
Di tempat lain, seorang gadis tengah duduk menikmati waktu bersantainya di kolam ikan, yang mana selalu menjadi tempat favoritnya untuk merenung.
Lyra Jasmine, gadis secantik rembulan namun tidak dengan takdir hidupnya. Ia tumbuh sebagai seorang anak yang membawa cap buruk orang tuanya.
Penjelasan kasarnya, Lyra adalah anak di luar pernikahan ayah dan ibunya yang saat remaja di mabuk asmara hingga melewati batas norma dan aturan agama, lalu terlahir lah dirinya.
Awalnya Lyra tinggal bersama ibunya, meski serba kekurangan ia sangat bahagia sampai ketika usianya 13 tahun ibunya meninggal karena penyakit kanker yang di derita, akhirnya hak asuh Lyra di ambil alih oleh ayahnya yang saat itu sudah menikah dan berumah tangga.
Lyra hidup bersama ibu sambung dan adik tirinya yang tidak pernah menyukainya. Keduanya selalu mengoloknya sebagai anak harram. Meskipun bergelimang kemewahan hidupnya tak benar-benar merasakan kebahagiaan namun ia tetap terus menjalani kehidupan yang optimis dengan keceriaan.
"Ternyata kamu di sini." seseorang menduduki tempat di samping, sontak membuat Lyra menoleh.
"Papa mencari mu sejak tadi."
"Ada apa pah?" Lyra bertanya dengan senyuman khasnya, hanya sang ayah lah satu-satunya alasan kenapa Lyra bisa bertahan sampai sekarang.
"Ada yang ingin papa bicara kan dengan mu."
"Kelihatannya serius?"
"Iya sangat serius. Papa berniat menjodohkan mu."
Lyra tertegun.
"Kamu pasti sudah mengerti tentang kondisi bisnis keluarga kita yang sedang berada di ujung tanduk, tuan Harrison teman papa dulu pemilik perusahaan besar berniat memberikan bantuan dengan syarat kamu mau menikah dengan putranya."
"Siapa putranya itu pah?" tanya Lyra, ia tak bisa menolak karena sudah memperkirakan hari ini pasti akan terjadi dalam hidupnya.
"Ziandra Grayson."
"APA?!" Pupil mata Lyra membesar mendengar nama itu, ia tak bisa menahan jeritan keterkejutannnya.
"Kenapa? sepertinya kamu sudah mengenal putra tuan Harrison itu."
"Tentu saja pah, siapa yang tidak tahu dia? tuan muda tampan yang selalu menjadi perbincangan hangat di internet. Aku menganguminya sejak dulu, meskipun bukan seorang aktor tapi dia sangat populer dan selalu jadi pembicaraan."
Malik mengerjap, melihat putrinya yang begitu hiperbola, ia menyadari tak ada alasan untuknya merasa khawatir.
Malik tersenyum, mengusap lembut pucuk kepala putrinya.
"Jadi kamu menerima perjodohan ini?"
"Tentu saja papa! jika pria yang di maksud papa itu adalah dia, aku siap menyandang gelar sebagai nyonya Grayson!" Lyra mengacungkan jempolnya tinggi, tak ada keraguan di matanya yang selalu memancarkan sinar keceriaan itu.
Bagai di tiban durian runtuh, seperti dongeng yang menjadi nyata, mana mungkin ia menolak keberuntungan ini.
Waktu berlalu, setelah mendapat persetujuan dari dua pihak terkait, akhirnya perjodohan pun resmi di lakukan, kabar ini tersiar dengan cepat ke muka umum, dan mendapatkan respon yang beragam. Meskipun begitu Lyra yang sejak dulu sangat mengidolakan sosok seorang Ziandra Grayson tentu merasa sangat bahagia, halunya untuk menjadi istri pria itu setiap sebelum tidur ternyata tak sia-sia.
...----------------...
"Lyra, putra tuan Harrison memajukan tanggal pernikahan secara mendadak. Kalian akan menikah seminggu lagi."
"What? yang benar saja pah, kenapa tiba-tiba?" gadis itu melotot, mereka sedang berbincang serius setelah Malik mendapatkan informasi yang mengejutkan.
"Entah, sepertinya putra tuan Grayson itu pria yang kaku dan dingin, di katakan ia ingin menggelar pernikahan ini secara tertutup dan sederhana saja."
Miranda, ibu tiri Lyra tertawa. "Lihat lah itu, makanya jangan senang di awal dulu. Tuan Zian mana mau di jodohkan oleh mu, paling- paling dia memajukan tanggal pernikahan hanya untuk menceraikan mu setelahnya."
Cherly, putrinya ikut menimpali. "Itu benar, dengar-dengar jika bukan karena permintaan ayahnya yang sedang sakit dia pasti sudah menolak mentah-mentah perjodohan ini, sadarlah kau itu hanya menjadi kambing hitam saja."
Lyra menatap sebal dua orang itu. Bahkan di depan Malik, ayah kandungnya yang notebene adalah kepala keluarga, mereka berani mengutarakan penghinaan kepadanya hingga seperti itu.
"Lagian mana ada sih yang mau dengan anak harram seperti mu?" Cherly tersenyum licik, sangat suka melihat wajah Lyra yang terpojokkan.
Brakk! Malik menggebrak meja dengan kasar membuat ketiga wanita itu terkesiap.
"Cherly! jaga sikap dan lisan mu itu!"
"Kenapa kamu malah marah-marah pada putri kita sih? marahi saja putrimu yang tidak tahu balas budi!" Miranda bersungut tak terima.
"Kau juga! bawa pergi Cherly ke kamarnya!" Malik terlihat sangat marah.
Cherly geram, sebenarnya dalam hatinya ia memupuk iri dengki yang besar pada Lyra karena begitu beruntung mendapat tawaran perjodohan dengan lelaki sesempurna Zian, yang mana banyak wanita rela mengantri hanya untuk satu malam bersama pria itu, namun Lyra dengan mudah bisa terpilih sebagai calon isterinya.
Kenapa bukan dirinya yang di pilih oleh tuan Harrison untuk di jodohkan dengan Ziandra? padahal dari segi apapun jelas dia lebih unggul dibandingkan dengan Lyra yang hanya anak harram!
Terlebih saat ini, ayahnya lagi-lagi membela gadis siallan itu.
"Menyebalkan!" Cherly berdecih lantas pergi dengan wajah masam, dapat Lyra lihat kebencian Cherly terhadapnya begitu jelas. gadis manja itu seperti akan menangis.
"Cherly, tunggu ... " Miranda ikut bangkit menyusul sang putri, wanita itu menoleh sesaat melayangkan tatapan kebencian yang sama untuknya.
Lyra hanya bisa menghela nafas pelan.
Setelah kepergian ibu dan anak itu, Malik baru bisa meredam emosinya, ia menggeleng pelan menatap Lyra. "Kamu tidak apa-apa kan nak?"
"Enggak apa-apa kok pah." jawab Lyra sambil memasang senyum penuh ketulusan. Ia sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini.
Malik terenyuh. "Maafkan papa ya nak selama ini ... "
"Sudah pah, tidak usah di pikirkan." Lyra menggapai tangan sang ayah.
"Tapi kamu tidak sepantasnya mendapat perlakuan seperti itu, padahal sampai harus berkorban begini ... demi keluarga ini."
Lyra mengulas seutas senyum yang menenangkan. "Aku memang berkorban demi keluarga ini tapi lebih dari itu aku melakukannya demi papa. Terimakasih karena sudah merawat dan membesarkan mu selama ini. Papa tidak perlu khawatir, semuanya pasti akan baik-baik saja."
Malik merasa sangat terharu, ia memeluk putrinya dengan erat.
"Kamu memang putri papa, ibumu pasti bangga dengan ketegaran mu selama ini."
Lyra tersenyum dalam pelukan hangat ayahnya, meskipun dunia berlaku tak adil padanya selama ini, tapi asal itu demi kebahagiaan ayahnya ia akan melakukan apapun, karena hanya ayahnya lah satu-satunya keluarga yang Lyra miliki sampai saat ini.
***
Hai- hai jangan lupa like, komen dan subscribe novel baruku ini ya, see you next time chapter berikutnya! salam hangat semua ✨🌹
Seperti informasi yang sudah di tetapkan sebelumnya, Ziandra Grayson sepertinya ingin cepat menuntaskan drama perjodohan ini ke jenjang pernikahan, terhitung persiapan di lakukan dengan cepat dan terkesan terburu-buru selama seminggu terakhir sebelum akad di gelar. Karena sesuai keinginannya, pernikahan akan laksanakan tertutup dan di gelar secara sederhana seolah-olah pria itu tak ingin sampai dunia tahu jika dia harus menikah dengan Lyra, si gadis biasa yang terlahir hina, di saat dia bahkan bisa mendapatkan wanita yang lebih baik di luar sana.
Memikirkan hal itu selama proses persiapan membuat Lyra di rundung sedih, perkataan ibu tirinya terbayang selalu di benaknya, apakah setelah akad Zian akan langsung menceraikannya? pertanyaan itu terus menerornya setiap hari.
Sampai tiba-tiba saja tuan Harrison, calon mertuanya meminta untuk bertemu membuat Lyra kaget sekaligus bingung, tak ada waktu berfikir sampai ketika sebuah mobil utusan dari tuan Harrison membawanya ke rumah sakit hari itu.
Situasi canggung saat ia akhirnya berhadapan dengan tuan Harrison membuat Lyra rasanya ingin menghilang saja. Ini terlalu mengejutkan untuknya hingga ia tak sempat mempersiapkan hati dan mental.
"Jangan terlalu segan nak, anggaplah aku seperti ayahmu juga," ucap tuan Harrison.
"Baiklah." jawab Lyra menjadi lebih rileks dan tersenyum manis.
"Lyra, persis yang di katakan Malik, kau mempunyai garis senyum seperti ibumu," ucap tuan Harrison secara tiba-tiba.
Eh?!
Lyra kontan terkejut, padahal ini pertemuan perdananya dengan ayah calon suaminya itu tapi kenapa seperti tuan Harrison sangat mengenal dirinya.
Memahami kebingungan Lyra, tuan Harrison mengulum senyum. "Kau tak perlu bingung begitu nak, dahulu ayahmu dan aku adalah kawan karib, karena itu aku juga mengenal baik ibumu."
Lyra menutup mulut, syok dengan fakta yang di beberkan.
"Itukah sebabnya, tuan Harrison memilih saya sebagai menantu anda?" Lyra menerka.
"Bisa di bilang itu adalah salah satu alasan ku."
"Tapi ... kenapa? padahal Cherly jauh berkali-kali lipat lebih baik dariku, bukan seperti saya yang terlahir sebagai anak harram." Lyra langsung merunduk sedih.
"Nak, asal- usul bagaimana seorang anak bisa hadir tidak menjamin kualitas diri yang di milikinya."
Gadis itu sontak mengangkat wajah, menatap terkejut tuan Harrison yang bergeming memandang lurus ke depan lalu menoleh kepadanya dengan melempar senyum menenangkan.
"Jangan selalu berfikir rendah dan negatif. Satu hal yang ku tau ibumu adalah wanita baik dan orang tua mu saling mencintai, terlepas dari dosa karena kenekatan mereka di masa lalu, setidaknya kau hadir sebagai hadiah terindah untuk keduanya."
Lyra mengangguk paham, ada kabut yang berusaha ia tepis di kedua netranya. Baru kali ini seseorang mengatakan hal seperti itu padanya, setiap kata yang di ucapkan tuan Harrison terasa sejuk menggetarkan sukmanya hingga rasanya Lyra ingin menangis terharu.
Perbincangan mereka mengalir hangat hingga tak sadar sudah waktunya tuan Harrison berisitirahat.
"Lyra, aku mempunyai keyakinan jika kau dapat melunakkan hati Zian yang sekeras batu, itu sebabnya pilihanku jatuh padamu, kau satu-satunya yang pantas menjadi pendamping Zian."
Kata-kata terakhir yang tuan Harrison ucapkan sebelum akhirnya pertemuan mereka usai, membuat Lyra terkejut sekaligus senang, hal itu tanpa sengaja memberikannya tekad untuk menenangkan hati Zian, laki-laki yang sejak dulu sangat di kaguminya.
...----------------...
Hingga kini tibalah akhirnya penantian, akad pernikahan yang terkesan privat dan sederhana pun di gelar. Lyra tampil cantik dan anggun berbalut gaun pengantin putih gading dengan riasan flawless, ia menggenggam bunga mawar putih sambil menggandeng lengan ayahnya menuju altar.
Sementara Zian yang sedang menantinya nampak sangat tampan dan gagah dengan kemeja putih dan jas hitam yang di padupadankan membuat auranya begitu terpencar, namun Lyra bisa melihat dengan jelas tak ada senyum ataupun ekspresi bahagia wajah laki-laki itu, nampaknya Zian bahkan tak ingin berpura-pura di hadapan para tamu undangan di hari yang seharusnya menjadi hari bersejarah untuk keduanya.
Tuan Malik memberikan tangan Lyra kepada Zian saat laki-laki itu mengulurkan telapak tangannya, resepsi pernikahan pun di lasungkan.
Tepat saat pertukaran cincin, Zian menarik tangan Lyra hingga tubuh mereka berdekatan, pria itu setengah berbisik mengatakan di cuping telinganya.
"Jangan mengharapkan apapun dalam pernikahan konyol ini, aku melakukannya semata-mata untuk menyenangkan ayahku, turunkan ekspetasi mu dan berdoa saja semoga aku tak menceraikan mu secepat mungkin."
Kata-kata yang kejam dan menusuk itu bagai belati tajam yang menikam ulu hatinya, perih dan menyakitkan. Lyra menengadah menatap wajah tampan Zian yang di selimuti kebencian untuknya.
Tak ada kata balasan yang mampu Lyra ucapkan, lidahnya terasa keluh hingga ia hanya mampu diam membisu sepanjang acara. Jantungnya bergemuruh, pikirannya berkecamuk hebat. Tapi satu hal yang pasti, Lyra ingin mempertahankan pernikahan ini bagaimanapun caranya.
Semua tamu yang hadir dalam upacara pernikahan ini, menyapa hangat dan memberikan ucapan selamat pada dua mempelai.
Dua orang paling berbahagia yaitu Harrison dan Malik yang berhasil menyatukan putra-putri mereka dalam ikatan pernikahan ini.
Harrison bahkan rela datang menggunakan kursi roda meski kondisinya yang belum stabil demi untuk melihat langsung putranya di hari bahagia ini, salah satu keinginannya yaitu bisa menyaksikan sang putra menikah telah terkabul.
Satu harapan harrison sebagai seorang ayah, agar Zian dapat membuka hati dan berbahagia, hingga bisa melupakan trauma perceraian yang di sebabkan oleh orang tuanya.
Semua berbaur menikmati pesta, tuan Harrison harus kembali ke rumah sakit setelah memberikan selamat dan doa restunya. Zian sendiri seolah tak peduli dengan Lyra dan meninggalkannya sendirian di pelaminan, Dia tampak serius saat berbincang dengan sesama kolega bisnisnya.
Lyra menghela nafas, sebenarnya pernikahan macam apa yang sedang di jalaninya, kepura-puraan yang membuatnya tetap bertahan, ia merasa hampa. Apa ia sudah mengambil keputusan yang tepat untuk tetap berada di sisi Zian meski dengan lantang pria itu melayangkan kebencian untuknya?
Saat tengah berkecamuk seperti ini, tiba-tiba saja Miranda dan Cherly menghampirinya. Penampilan Ibu dan adik tirinya itu terlihat heboh bahkan melebihi Lyra sendiri sebagai pengantin wanita di sini.
"Bagaimana rasanya di tinggalkan sendirian di pelaminan seperti ini?" Miranda yang pertama kali menyerang dengan tersenyum sinis.
Cherly secara terang-terangan tertawa, menunjukkan ia bahagia di atas penderitaan kakak tirinya itu.
"Lyra- Lyra, nasibmu sangat malang, belum apa-apa Zian sudah menunjukkan kebenciannya padamu, aku yakin setelah ini pun kau akan di campakkan dengan mudah."
Lyra mencengkeram gaun pengantinnya dengan geram, rasanya ingin membalas mulut-mulut keji tak berperikemanusiaan itu namun ia sadar tak ingin mengundang keributan.
"Kenapa? kau tak bisa melawan?" Cherly dengan gancar memberi serangan. "Lihat saja nanti setelah kau di campakkan Zian, aku yang akan mengambil alih posisi mu."
"Itu benar." Miranda menyahut seraya tertawa. "Bagaimanapun putriku lah yang lebih cocok bersama Zian di banding dirimu yang hanya anak harram!"
Lyra mendelik, panas di dadanya semakin menggelora, baru saja dia hendak balas menyerang, tangan besar dan hangat seorang pria di belakangnya membuat ia tersentak.
"Ada apa ini?" Zian hadir di tengah mereka dengan tatapan dingin dan ekspresi tak terbaca.
"Ah, Zian tidak apa-apa kok, kami hanya berfikir untuk menemani Lyra yang terlihat sendirian tadi." Cherly lebih dulu berseru, dia bersikap manis begitu lelaki itu menghadap ke arahnya.
"Sekalian aku berpesan padanya untuk tidak membuat mu susah, mengingat meskipun dia anak tertua tapi kakak ku ini sangatlah manja dan susah di atur," ujar Cherly yang mendadak merubah sikapnya seratus delapan puluh derajat di hadapan Zian, begitu manis mulutnya menyindir Lyra di depan suami perempuan itu.
Melihat itu, Lyra ingin sekali muntah, betapa tidak tahu malunya wanita itu di hadapan seorang pria yang sudah beristri. Apa katanya tadi? dia manja? bukankah perempuan itu yang baru saja menunjukkan sikap ganjen di depan suaminya!
Miranda ikut mengompori. "Itu benar menantu, ibu harap sikap tidak baik Lyra itu tidak akan merepotkan mu, sejujurnya di bandingkan dia, Cherly jauh lebih dewasa dan kooperatif. Ah andai saja Cherly yang menikah dengan mu."
Apa? Lyra bahkan sangat speechless, kemana urat malu ibu dan anak itu saat ini? Lyra tak habis pikir.
Lyra secara otomatis menatap Zian, lelaki itu terlihat diam, membuat Lyra di rundung kecemasan.
"Please, jangan percaya Zian, semua yang di katakan mereka itu bohong!"
Zian masih saja bergeming, lalu perlahan melangkah, mendekat ke arah ibu dan anak itu.
Tatapan tajamnya langsung menusuk membuat Miranda dan Cherly seketika diam tak berkutik.
"Apa kalian sudah selesai mengoceh tak jelas?"
"Apa?!" Cherly dan ibunya memekik.
Zian menyeringai devil. "Kalian kira aku tak mendengar perbincangan kalian tadi? betapa menjijikkannya seorang wanita yang begitu percaya diri ingin merebut suami kakaknya sendiri."
Suara Zian yang sengaja di keraskan membuat atensi semua orang langsung mengarah pada mereka. Seolah Zian memang sengaja ingin mempermalukan ibu dan anak itu.
"Z- zian ini tidak seperti yang kau pikirkan." Cherly mendadak panas dingin, apalagi melihat semua orang yang mulai berbisik-bisik menggunjingkannya.
"Persetann!" Zian mendekati Cherly, wanita itu tampak ketakutan saat dia berbisik ke telinganya.
"Apa kau pikir aku tidak mencari tahu dulu tentang isteri ku? kau tak pantas menghinanya sesukamu seperti itu. Ingatlah ini baik-baik aku mengetahui semua kekejaman kalian terhadap Lyra, jadi sebaiknya kau menjaga diri atau tidak, aku akan membongkar semua kebusukan mu dan ibumu di hadapan semua orang."
Bersambung ...
Setelah pesta pernikahan selesai di gelar, Lyra tak pernah bertemu lagi dengan Cherly ataupun ibunya. Entah apa yang Zian bisikkan pada wanita itu hingga Cherly terlihat sangat ketakutan, satu hal yang pasti dia bersyukur tidak terlibat lagi dengan nenek lampir dan ibunya itu.
Sehari setelah resminya hubungan mereka menjadi suami-istri, Zian langsung memboyong Lyra untuk tinggal di mansion milik pria itu, maka di sinilah sekarang dirinya, berada di mansion dengan menyandang status sebagai nyonya Grayson.
"Saya Charlie, kepala pengurus mansion ini, nyonya. Saya yang bertanggung jawab untuk semua keperluan anda di sini."
Seorang pria yang Lyra terka kira-kira seumuran ayahnya, datang menyambut dan memperkenalkan diri, begitu ia tiba di pekarangan mansion yang luasnya hampir menyerupai lapangan sepak bola.
Wajah yang terlihat dermawan dengan senyum ramahnya, Lyra bisa memprediksi akan menjalin hubungan yang baik dengan kepala pengurus di mansion ini.
"Selamat siang pak Charlie, salam kenal dan mohon kerjasama untuk ke depannya ya." Lyra membungkuk, tersenyum cerah.
Charlie nampak sedikit kikuk. "Ah, anda tidak perlu seformal itu nyonya, panggil saja saya dengan nama tanpa embel-embel apapun karena posisi anda di sini adalah isteri tuan sudah sepatutnya saya melayani nyonya muda dengan baik."
"Oh begitu kah?" Lyra manggut-manggut. "Baiklah, Charlie salam kenal dari ku." ia memasang senyumnya yang lebar seolah menyilaukan mata.
Dalam hati Charlie jadi berfikir, kepribadian gadis ini berbanding terbalik dengan kepribadian tuannya yang kaku dan dingin. Mereka mungkin akan menjadi pasangan yang cocok satu sama lain.
"Baiklah, ayo silahkan nyonya, saya akan menunjukkan kepada Anda bagian-bagian mansion."
"Eh tapi, aku belum sempat memindahkan baju dan barang-barang ku yang ada di rumah."
"Itu tidak di perlukan nyonya, di dalam sana semua kebutuhan anda sudah terpenuhi dengan baik, jadi anda tak usah cemas."
"Oh astaga, itu berita yang sangat baik. Suami ku ini sepertinya sangat kaya raya ya." Lyra nyengir menunjukkan barisan giginya yang rapih. Meski pernikahan ini tak di inginkan, ia ingin mempertahankannya walaupun dengan begitu ia harus berpura-pura menjadi isteri yang paling bahagia di dunia.
"Tentu saja nyonya, jangan lupakan tuan ku adalah seorang Presdir perusahaan besar." Charlie sama nyengirnya.
Lyra tertawa, kemungkinan mereka bisa menjadi rekan akrab semakin besar, adanya dukungan dari Charlie nanti bisa memperkuat posisinya di sini.
----------------
"Semenjak orang tuanya bercerai dan tuan besar di rawat di rumah sakit, tuan sudah menempati mansion ini sendirian. Terdapat banyak pelayan di sini dan saya yang mendapat tanggung jawab untuk mengurus mansion selama tuan tidak ada."
Lyra manggut-manggut mengerti. Ia juga sudah banyak mendengar dari berbagai informan terkait perceraian kedua orang tua Zian yang konon menjadi alasan dia tumbuh menjadi sosok pria yang berhati dingin dan tak pernah tersentuh. Banyak rumor beredar jika Zian membenci komitmen bernamakan pernikahan, itu sebabnya banyak para orang tua yang menginginkan putrinya untuk bersanding dengan Zian namun pria itu tak pernah menerimanya.
Mungkin benar yang di katakan Cherly, jika bukan karena permohonan ayahnya yang terbaring sakit, Zian pasti akan menolak mentah-mentah perjodohan dengannya. Menyadari fakta itu membuat Lyra tertunduk sedih.
"Nyonya muda, anda tidak apa-apa?" tanya Charlie yang melihat ekspresi muram di wajah Lyra.
"Eh, aku tidak apa-apa." gadis itu menggeleng cepat. "Omong-omong, dari tadi kita jalan mulu ini tujuannya kemana sih?" tanya Lyra dengan ekspresi cengonya.
"Oh astaga, saya lupa. Kita hampir sampai di kamar yang akan di tempati anda, nyonya."
Lyra otomatis terkejut.
Ah, begitu rupanya. Ternyata Zian ingin kamar mereka terpisah, meskipun pernikahan ini tidak berarti apa-apa baginya, tapi bukankah ini berlebihan?
Lyra mencebik kesal.
"Aish! lihat saja, aku akan membuat mu jatuh cinta padaku, Zian Grayson!" lantang Lyra penuh membara dari api tekadnya yang berkobar-kobar.
Lalu ia tersentak ketika melihat Charlie yang menutup kuping menatap ngeri padanya.
"Eh, ada apa Charlie?"
"Nyonya, suara anda sungguh membahana, rasanya gendang telinga saya bisa pecah."
Tersadar, membuat Lyra langsung tersenyum malu.
"Eh! benarkah? aduh maafkan aku, a- aku tidak bermaksud--"
Charlie mengulas senyum, tak enak. "Sudah tak apa nyonya saya hanya sedikit kaget."
"Aduh maaf ya Charlie, jika terjadi sesuatu pada telinga mu aku bisa membawa mu ke dokter THT sekarang!"
Lyra terus saja meracau tanpa henti.
"Tidak apa-apa nyonya, santai saja," ucap Charlie, menampilkan tawa kecil. "Tenang nyonya, tenang."
Tak seperti perkiraan Charlie pada istri Zian yang pasti akan bersikap takut dan malu-malu, sepertinya Lyra berbanding terbalik dari sifat itu semua. Gadis ini mempunyai keceriaan dan semangat yang begitu energik. Charlie jadi penasaran, seperti yang di katakan Lyra tadi, akankah keceriaan gadis itu bisa mencairkan hati tuannya yang beku?
----------------
"Ini tanda tangani lah surat perjanjian ini?"
Apa? tunggu-tunggu Lyra sungguh speachless sampai tak bisa berkutik. Setelah menghilang tanpa kabar kini pria itu datang-datang memanggilnya dengan seenak jidat hanya untuk mendatangani sebuah surat perjanjian? terlebih dengan penampilannya yang begitu seksi dan hot, baju berbahan tipis yang menampilkan dada bidangnya, penampilan rumahan Zian yang seperti ini membuat Lyra nyaris mimisan.
"Hei, apakah kau mendengarkan? kenapa kau melamun?"
"Ah, astaga! apa, iya?" Lyra nyaris kehilangan keseimbangan karena terus menatap dada telanjang Zian.
"Oh my God, suamiku yang tampan! kenapa kamu sangat sempurna seperti ini hingga membuat ku tidak bisa bernafas."
Dalam hati Lyra selalu memuji dan mengeluh- eluhkan Zian. Sampai tak sadar Lyra menunjukkan ekspresi aneh nyeleneh di hadapan pria yang di cintainya itu.
Sementara Zian menghela nafas, tak di sangka wanita yang di nikaninnya ini begitu abrsud hingga ada saja tingkah aneh yang di tunjukkannnya.
"Anggap saja ini perjanjian pra nikah. Aku menikahi mu hanya sampai batas setahun saja, setelah itu kita berpisah, pernikahan ini atas keinginan ayahku ketika dia sudah sehat nanti kita bisa segera membuat surat perceraian."
"Kenapa seperti itu?"
"Karena aku membenci pernikahan dan aku benci wanita yang banyak bertanya."
Deg! mata coklat terang Lyra terbuka lebar, sesak kembali menggerogoti dadanya, namun dengan cepat ia menangani diri.
"Baiklah, aku menyetujuinya." gadis bersurai kemerahan itu mengambil dokumen yang di berikan Zian lalu membubuhkan tanda tangannya persis seperti yang di perintahkan.
"Semudah itu?" Zian jadi bertanya-tanya dalam hati.
"Kau tenang saja, setelah bercerai aku akan memberikan kompensasi, kau bisa meminta apapun dari ku." imbuh Zian.
"Termasuk cintamu?" Lyra bertanya dengan lantang.
"Apa maksud mu?" Zian cukup terkejut dengan keberanian gadis itu.
Lyra tersenyum. "Tuan Zian Grayson, aku menginginkan cinta mu, jadi ..."
Tap! tap! Lyra menggantungkan ucapannya, melangkah mendekati Zian yang tengah duduk di kursi.
Grep! dengan bar-barnya Lyra menarik kerah baju Zian, menampilkan senyum yang menampilkan tekad yang begitu besar.
Cupp! Lyra melayangkan kecupan singkat di bibir Zian dan itu di saksikan Charlie dan seluruh pelayan yang ada di sana.
"Jadi bersiaplah, aku akan membuat mu sangat jatuh cinta padaku yang bahkan saat ketidakhadiran ku di samping mu bisa membuat mu menderita."
Semua orang kontan terperangah menyaksikannya secara langsung.
Sementara otak Zian mendadak ngefreesh hingga tak tahu harus bereaksi seperti apa, sampai Lyra turun dari pangkuannya, gadis itu tetap optimis dengan senyum penuh kesungguhan.
Lyra berbalik dengan senyum kemenangan, sementara Charlie langsung menghampiri Zian yang tetap membeku.
"T- tuan anda tidak apa-apa?"
"T- tidak apa-apa, Charlie. Aku mau ke kamar sekarang."
Sikap yang di tunjukkan dengan apa yang di katakan Zian sungguh berbeda, Charlie tentu paham lelaki itu pasti syok berat. Ia tak menyangka gadis itu akan seberani itu pada tuannya.
"Emm-- baiklah jika begitu tuan, panggil saya jika tuan butuh sesuatu."
Zian tidak menanggapi lagi, seolah dalam keadaan mabuk, langkahnya jadi sedikit linglung, sekuat apapun ia menjaga image dingin seolah tak terjadi apa-apa tapi apa yang di lakukan oleh Lyra tadi telah berhasil menjungkir balikkan dunianya.
"Lyra Jasmine, beraninya kau!" Zian memukul dinding dengan wajah memerah padam.
Sementara tak jauh berbeda, Lyra juga tengah merasakan kepanikan dan rasa malu yang besar setelah sadar dengan apa yang di lakukannya tadi.
"Astaga! astaga! Lyra pasti tadi kau di rasuki jin Dirut sampai tak sadar? bagaimana setelah kejadian ini Zian akan semakin membenci mu?"
Lyra jadi panik dan khawatir, ia berjalan mondar-mandir seperti setrikaan di kamarnya. tanpa sadar ia meraba bibirnya. Tekadnya kembali muncul.
"Yash! itu benar, Tuhan memberikan keberanian ini agar aku bisa mendapatkan hati Zian!" semangatnya kembali membara.
Ia mengacungkan tinggi-tinggi tinjunya ke udara.
"Baiklah langkah yang bagus untuk hari ini! kedepannya aku pasti bisa mendapatkan hati Zian, semangat!!!"
**
Bersambung ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!